Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keberagamannya.

Keberagaman tersebut terdiri dari berbagai ras, suku, agama dan budaya. Kondisi

Indonesia yang seperti ini dikenal dengan sebutan multikultural. Kondisi ini dapat

menjadi sebuah potensi dan kekuatan bagi masyarakatnya. Namun disisi lain

kondisi ini juga dapat menimbulkan perpecahan bahkan konflik. Keberagaman

tersebut juga mempengaruhi berbagai faktor dalam kehidupan, salah satunya yaitu

hukum yang ada di dalam suatu negara.

Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtstaat)

dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945

yang menyatakan bahwa : “ Negara Indonesia adalah negara hukum”1. Berkaitan

dengan hal tersebut, terdapat berbagai peraturan yang sifatnya memaksa dan adanya

sanksi ketika terjadi suatu pelanggaran terhadap peraturan tersebut.

Sebagai suatu kebutuhan, hukum harus ditegakkan dengan baik. Hukum

tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang

bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan

1
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1
antara tuntutan keadilan tersebut dengan ketertiban atau kepastian hukum.2 Sebagai

suatu negara hukum, di Indonesia selain berlaku hukum nasional yang tertulis juga

terdapat hukum yang terlahir dari kebiasaan masyarakatnya. Hal ini kemudian lebih

dikenal dengan sebutan hukum adat.

Pasal 1 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menerangkan bahwa,

“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam

perundang-undangan yang telah ada.” Ketentuan ini lebih dikenal dengan nama asas

legalitas. Sebagai suatu hukum yang tidak tertulis, maka berdasarkan asas legalitas

ini hukum adat tidak mempunyai eksistensi di tengah masyarakat. Pengakuan

terhadap hukum adat di Indonesia salah satunya dilandasi oleh Pasal 18 B ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

bahwa negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

serta prinsip Negara Indonesia yang diatur dalam undang-undang.3 Selain itu juga

diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.4

Istilah hukum adat menurut Snouck Hurgronje bermula dari Bahasa Belanda,

yaitu “Adat Recht”. Dalam Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum

Nasional pada tahun 1976 yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum

2
Zainal Asikin, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 21.
3
Pasal 18 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
4
Erdianto Effendi,2018, Hukum Pidana Adat, Refika, Bandung, hlm.5.

2
Nasional (BPHN) dijelaskan bahwa hukum adat yaitu bagian dari hukum Indonesia

asli yang tidak memiliki bentuk tertulis dan banyak mengandung unsur agama.5

Hukum adat merupakan cerminan dari kehidupan serta nilai yang hidup

dalam suatu masyarakat. Keberadaan hukum adat ditujukan untuk menciptakan

suatu keseimbangan antar masyarakat. Hal ini disebabkan oleh alam berpikir

masyarakat adat yang bersifat kosmis dan keterkaitan masyarakatnya di alam dunia

dengan keseimbangan pada alam kosmis.6

Sama seperti hukum lainnya, dalam hukum adat juga mengenal adanya

sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap aturannya. Sanksi tersebut diberlakukan

bagi seluruh lapisan masyarakat, baik itu terhadap individu, kelompok maupun para

petinggi dalam suatu lingkup masyarakat adat. Penjatuhan sanksi dilakukan jika

perbuatan yang dilakukan dapat mengganggu keselarasan dan keharmonisan dalam

kehidupan bermasyarakat.

Hukum pidana adat merupakan salah satu bagian dari hukum pidana itu

sendiri. Hilman Hadikusuma berpendapat bahwa hukum pidana adat adalah hukum

yang menunjukkan peristiwa dan perbuatan yang harus diselesaikan dan dihukum

dikarenakan peristiwa dan perbuatan itu telah mengganggu keseimbangan dalam

kehidupan masyarakat7.

5
Edy Sanjaya, 2011, Hukum dan Putusan Adat dalam Praktik Peradilan Negara, Fakultas
Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, hlm.1
6
Rini Apriyani, 2018, “Keberadaan Sanksi Adat dalam Penerapan Hukum Pidana Adat”
,Jurnal Hukum Prioris, Vol. 6, No.3, 2018, hlm.234-235.
7
Hilman Hadikusuma, 1989, Hukum Pidana Adat, Penerbit Alumni, Bandung, hlm.8.

3
Ketika suatu ketentuan dalam hukum pidana adat tidak tepenuhi maka

terjadilah delik adat. Ada berbagai macam delik adat, diantaranya delik yang

berhubungan dengan kesopanan, ketertiban dan keamanan masyarakat, kesusilaan,

serta yang berkaitan dengan tanah adat 8 . Kehadiran hukum pidana adat tersebut

berperan sebagai rambu-rambu dan memberikan penyelesaian ketika terjadi suatu

delik adat.

Dalam hukum pidana adat, terjadinya delik adat dapat mengganggu

keseimbangan dan ketentraman dalam masyarakat. Keadaan tersebut harus

dipulihkan seperti sediakala, sehingga menimbulkan suatu reaksi adat. Ter Haar

menyatakan bahwa pelanggaran (delik) merupakan gangguan dan penubrukan segi

satu terhadap keseimbangan serta kehidupan material dan immaterial seseorang

yang menimbulkan suatu reaksi adat sehingga harus dipulihkan kembali dengan

pembayaran pelanggaran dalam bentuk barang maupun uang9.

Sebagaimana seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa di Negara

Indonesia memiliki keberagaman suku, budaya, adat, agama, ras dan lain

sebagainya. Adat Minangkabau adalah salah satu dari sekian banyak adat yang

terdapat di Indonesia, yaitu di Provinsi Sumatra Barat. Bagi masyarakat adat

Minangkabau, hidup berlandaskan atas logika dan menghindari sengketa untuk

8
John Ganesha Siahaan, “Macam Delik Adat dan Tata Cara Penyelesaiannya”,
https://langitbabel.com/macam-delik-adat-dan-tata-cara-penyelesaiannya/, diakses pada 15 Juli 2022
Pukul 22.24
9
Ter Haar, B.Bzn, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terj. Kng. Soebakti Poeponoto, (
Jakarta : Pradnya Paramita, 1860), hlm. 128.

4
menciptakan keadilan di dalam masyarakat. Hal ini juga dikenal dengan sebutan

alue patuik.10

Secara umum, Minangkabau terdiri dari banyak daerah yang mempunyai

beragam adat dengan ketentuan yang berbeda-beda. Daerah di Minangkabau dikenal

nagari. Nagari baru bisa dikatakan terbentuk ketika sedikitnya terdapat empat suku.

Salah satu nagari di Minangkabau yang masih menerapkan hukum pidana adatnya

adalah Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Hukum pidana

adat merupakan suatu alternatif yang paling sering digunakan ketika terjadi suatu

delik adat di Nagari Bayur tersebut. Salah satu delik adat yang sering terjadi yaitu

kasus pencurian. Pencurian termasuk kejahatan yang paling sering terjadi,

mengakibatkan kerugian dan mengganggu kenyamanan di masyarakat.

Defenisi pencurian terdapat dalam Pasal 362 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana yang berbunyi :

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau Sebagian


adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut
secara melawan hak, maka dihukum penjara karena kesalahannya melakukan
pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-
tingginya sembilan ratus rupiah”.11

Tindak Pidana pencurian dipicu oleh berbagai macam faktor. Bisa

disebabkan oleh latar belakang ekonomi, kemiskinan, pendidikan yang rendah

10
Yusnita Eva, 2016, Dari Komunal ke Individual Perubahan Budaya Hukum Masyarakat
Adat Minangkabau, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm. 75-79.
11
Nurhafifah dan Hardiyanti, 2021, Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana
Pencurian yang Dilakukan oleh Anak, Jurnal Hukum dan Keadilan Mediasi, Vol.8,No.1,2021, hlm.34.

5
maupun karena tidak memiliki pekerjaan. Tindak Pidana Pencurian termasuk salah

satu kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Buku II Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Bab XXII dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Selain

itu, pencurian termasuk perbuatan yang telah dilarang dan diancam dengan

hukuman melalui undang-undang.

Tindak pidana pencurian ini juga ada beragam jenis. Diantaranya yaitu

tindak pidana pencurian biasa, tindak pidana pencurian dengan pemberatan, dengan

kekerasan, pencurian dalam kalangan keluarga, serta pencurian ringan. Seseorang

yang melakukan pencurian dikenal dengan sebutan pencuri. Sudarsono menjelaskan

bahwa pencurian adalah suatu proses, perbuatan atau cara mencuri12.

Pencurian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana termasuk dalam

biasa, maksudnya yaitu tidak dibutuhkan pengaduan untuk melakukan proses

hukum terhadap tindak pidana tersebut. Namun ketika pencurian tersebut dilakukan

oleh anggota keluarga, maka delik yang terjadi yaitu delik aduan relatif.

Dalam hukum pidana adat, pelaku pencurian juga diberikan sanksi yang

tegas. Sanksi tersebut diberikan untuk menghindari gangguan keamanan serta

kenyamanan masyarakat di dalam kehidupan. Sesuai dengan aturan adat yang

terdapat di Nagari Bayur bahwa bagi pelaku pencurian ada beberapa hukuman yang

dapat dikenakan yaitu :

a. Permintaan maaf;

12
Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.85.

6
b. Denda dan ganti rugi;

c. Diusir dari kampung;

d. Hukuman lainnya berdasarkan kesepakatan pemuka adat

Dalam pidana adat Minangkabau, juga terdapat undang-undang hukum

pidana formil dan materilnya. Hal ini dikenal dengan sebutan Undang Nan Duo

Puluah. Undang Nan Duo Puluah ini dibagi menjadi dua, yaitu Undang Nan

Salapan yang merupakan hukum pidana materil memuat tentang perbuatan yang

dapat digolongkan dalam delik dan Undang Nan Duo Baleh yang merupakan hukum

pidana formil memuat mengenai pembuktian. Undang-undang disini bukanlah

tertulis, melainkan undang-undang dalam pengertian tidak tertulis.13

Tindak pidana pencurian ini sendiri termasuk ke dalam ketentuan Undang

Nan Duo Baleh, yaitu bagian maliang-curi. Maliang-curi bermakna sebagai suatu

perbuatan mengambil barang milik orang lain. Maling dapat dimaknai sebagai

pengambilan barang orang lain dengan merusaknya dan curi dapat dimaknai sebagai

pengambilan barang orang lain ketika orang tersebut lengah. Biasanya maliang-curi

ini dilakukan pada saat si pemilik barang sedang lengah dan disertai juga dengan

kekerasan.

Berdasarkan keterangan dari Jonny Datuak Sinaro selaku ketua Kerapatan

Adat Nagari Bayur, bahwa kasus pencurian sangat sering terjadi. Pada malam hari

13
Aria Zurnetti, 2020, Kedudukan Hukum Pidana Adat dalam Penegakan Hukum dan
Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, Rajawali Pers, Depok, hlm. 93.

7
tanggal 23 Desember 2021 telah terjadi pencurian ikan oleh dua pelaku berinisial

ED dan RS di Jorong Kapalo Koto. Dua pria ini berhasil mencuri ikan dengan berat

hampir satu ton. Kejadian bermula saat korban bernama Yondri akan membuang

ikan yang sudah mati. Namun ketika melihat kearah tambaknya ia menyadari bahwa

ikannya berkurang dalam jumlah yang sangat banyak. Ketika menceritakan hal yang

terjadi kepada istrinya, seorang warga bernama Asrul mengatakan bahwa ia melihat

dua orang pria menggunakan boat berjalan dari arah tambak korban.

Kejadian pencurian ini sering terjadi pada malam hari, oleh karena hal

tersebut masyarakat memutuskan untuk melakukan ronda. Namun, hal tersebut

masih juga kurang efektif karena masih banyak pelaku pencurian yang tertangkap.

Berdasarkan hasil kesepakatan para pemuka adat yang diperoleh melalui peradilan

adat, terhadap pelaku dijatuhkan hukuman berupa membayar denda dan diusir dari

kampung14.

Hal ini terbukti karena pada bulan Januari-Mei 2022 ditemukan beberapa

kasus pencurian kembali terjadi di Nagari Bayur, Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam yaitu, pencurian kendaraan bermotor oleh seorang pelaku

berinisial YS di Jorong Tabin, pelaku kemudian diketahui berasal dari Talu,

Pasaman Barat. Pelaku membawa kabur motor yang sedang terparkir ketika korban

sedang buang air di sebuah mesjid. Ketika korban menyadari dan berusaha

mengambil kembali sepeda motor miliknya, pelaku memukul korban dengan kayu

14
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketuan KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur , tanggal 13 Oktober 2022, pukul 10.00 WIB.

8
yang terdapat di dekatnya. Pelaku langsung tertangkap oleh masyarakat yang

menyaksikan kejadian tersebut dan diselesaikan dalam peradilan adat Nagari Bayur.

Terhadap pelaku diharus melakukan permintaan maaf dan membayar denda lima

sak semen15.

Selanjutnya terjadi kembali pencurian uang serta emas milik warga dengan

cara membobol rumahnya oleh pelaku berinisial HN . Ia melakukan aksi pencurian

itu ketika pemilik rumah sedang tidak berada di rumah. Korban diketahui

mengalami kerugian hingga dua juta rupiah. Terhadap pelaku juga dijatuhkan sanksi

pidana adat berupa pembayaran denda dan ganti rugi serta permintaan maaf16.

Penyelesaikan suatu tindak pidana melalui peradilan adat yang

diselenggarakan oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari dalam penerapan sanksinya,

terkadang ditemukan fakta bahwa penjatuhan sanksi biasanya lebih berat untuk

orang yang berasal dari luar Nagari Bayur tersebut. Selain itu juga terdapat

kurangnya pengawasan apakah sanksi tersebut telah dijalankan sesuai dengan

ketetapan yang telah diputuskan oleh peradilan adat.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan menggali segala hal

yang terkait dengan bagaimana proses penyelesaian tindak pidana pencurian melalui

ketentuan pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan

Tanjung Raya Kabupaten Agam dan hambatan dalam penerapan sanksi pidana adat

15
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketuan KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur , tanggal 13 Oktober 2022, pukul 10.30 WIB.
16
Ibid.

9
oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten

Agam terhadap pelaku tindak pidana pencurian serta respon aparat penegak hukum

terkait penerapan sanksi pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak pidana

pencurian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum

dengan judul “ PENERAPAN SANKSI PIDANA ADAT OLEH LEMBAGA

KERAPATAN ADAT NAGARI BAYUR KECAMATAN TANJUNG RAYA

KABUPATEN AGAM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

PENCURIAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat kita

temukan rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana adat oleh lembaga kerapatan

adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam terhadap

pelaku tindak pidana pencurian?

2. Apakah yang menjadi hambatan dalam penerapan sanksi pidana adat

oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak pidana pencurian ?

3. Bagaimanakah respon aparat penegak hukum terkait penerapan sanksi

pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan

10
Tanjung Raya Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak pidana

pencurian ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah yang sudah dipaparkan di atas , maka

penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses penyelesaian tindak pidana pencurian

melalui ketentuan pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari

Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

2. Untuk mengetahui hambatan dalam Penerapan sanksi pidana adat oleh

lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak pidana pencurian

3. Untuk mengetahui respon aparat penegak hukum terkait penerapan

sanksi pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak

pidana pencurian

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat kepada Penulis

saja, tetapi juga dapat memberikan informasi kepada banyak pihak, terutama pihak-

pihak terkait yang membutuhkan data, informasi terkait dengan kasus salah tangkap.

Maka dari itu manfaat penelitian ini terbagi 2 ,yaitu manfaat teoritis dan manfaat

praktis adalah sebagai berikut :

11
1. Manfaat Teoritis

a. Dari hasil penelitian dapat menjadi sumbangan pikiran dalam ilmu

hukum khususnya bidang Hukum Pidana terkait penerapan sanksi

pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan

Tanjung Raya Kabupaten Agam terhadap pelaku tindak pidana

pencurian.

b. Untuk menambah perbendaharaan referensi bidang ilmu hukum

pidana.

c. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam bangku

perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek dilapangan.

2. Manfaat Praktis

a. Agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebagai

masukan bagi penegak hukum dan juga masyarakat hukum adat, agar

dijadikan acuan terhadap tindak pidana pencurian yang terjadi di

Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam.

b. Untuk menambah pengetahuan pembaca yang membaca hasil

penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Penelitian ( research ) berarti pencarian kembali. Pencarian yang

dimaksud yaitu pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil

12
dari pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Penelitian

juga merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif. Penelitian tersebut

melatih kesadaran manusia bahwa di dunia ini banyak yang tidak diketahui.17

Sehubungan dengan itu, penelitian yang akan dilakukan oleh penulis

adalah penelitian hukum. Penelitian hukum merupakan suatu bentuk kegiatan

mencari, menggali dan juga menemukan fakta yang berkaitan dengan objek hukum,

baik hukum sebagai suatu ilmu yang berkaitan dengan perilaku seseorang, maupun

yang terkait dengan perilaku dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum pada umumnya bertujuan

untuk :

1) Mendapatkan pengetahuan tentang gejala hukum sehingga dapat

merumuskan masalah dan memperoleh pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai suatu gejala hukum

2) Untuk menggambarkan secara lengkap aspek hukum dari : suatu keadaan,

perilaku pribadi dan perilaku kelompok tanpa didahului oleh hipotesa

3) Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa hukum,

memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala hukum dengan

gejala lain ( harus berlandaskan hipotesa ).

17
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press,
Depok, hlm. 19.

13
4) Menguji hipotesa yang berisikan hubungan sebab-akibat ( harus

didasarkan pada hipotesa )18

1. Jenis Metode Penelitian

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian yuridis

empiris, yang merupakan penelitian langsung turun ke lapangan yang mengkaji

mengenai ketentuan hukum yang berlaku dan bagaimana pengimplementasiannya

dalam masyarakat.19 Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilakukan

dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan menggabungkan data serta

perilaku di tengah masyarakat. Data utama dalam penelitian ini berasal dari

responden

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif, yang

dalam artian tidak bertujuan untuk menguji hipotesa penelitian tetapi bertujuan

untuk memberikan gambaran tentang bagaimana penerapan sanski pidana adat oleh

lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur terhadap pelaku tindak pidana pencurian.

Penelitian deskriptif ini juga memberikan interpretasi terhadap segala informasi dan

data yang bertujuan untuk menemukan fakta yang sebenarnya terjadi dalam

masyarakat.

18
Soerjono Soekanto, 2020, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, hlm. 49.
19
Suharsimi Arikunto, 2012, Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm.126.

14
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat mengenai

sifat individu, kelompok tertentu atau gejala, serta menentukan penyebaran dari

suatu gejala dan hubungannya antara suatu gejala dengan gejala lain yang terdapat

dalam masyarakat. Penelitian ini berusaha menggambarkan objeknya dengan

mendalam, luas dan rinci.

3. Jenis dan Sumber Data

1.) Jenis Data

Dalam melakukan penelitian , jenis data yang akan diambil adalah

sebagai berikut :

a) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama

baik melalui wawancara, observasi, maupun laporan-laporan dalam bentuk

dokumen tidak resmi yang kemudian diubah oleh peneliti peroleh dari pemeliatan.

Data primer penulis diperoleh melalui penelitian lapangan dan wawancara

mengenai penerapan sanski pidana adat oleh lembaga Kerapatan Adat nagari Bayur

terhadap pelaku tindak pidana pencurian.

b) Data Sekunder

Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-

buku, hasil penelitian yang berwujud dalam laporan, buku harian dan seterusnya .20

Data sekunder dapat berupa :

20
Soerjono Soekanto, 2020, Op.Cit., hlm. 12.

15
a) Bahan Hukum Primer, yaitu sumber informasi yang tertuang dalam

suatu peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini berhubungan

dengan hukum pidana. Data hukum primer yang digunakan dalam

permasalahan ini adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana/KUHAP

(Undang-undang No.8 Tahun 1981)

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang membantu

mendeskripsikan mengenai bahan hukum primer. Adapun bahan

hukum sekunder terdiri dari buku hukum dan ilmiah, jurnal hukum dan

sosial, hasil penelitian, makalah, artikel serta internet yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan diteliti.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang sifatnya

komplementer serts merupakan penjelasan dari bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder. Contoh dari bahan hukum primer adalah

Kamus Hukum, KBBI.

2.) Sumber Data

Sumber data membahas tentang sumber darimana data tersebut

didapatkan. Apakah data diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data

diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder). Pemilihan sumber data yang

tepat juga berpengaruh terhadap kelengkapan dan kekayaan data yang diperoleh.

16
a) Penelitian Pustaka

Penelitian pustaka yaitu kegiatan membaca berbagai jenis literatur untuk

dijadikan sebagai sumber data, yang mana penelitian ini akan dilakukan di

perpustakaan Universitas Andalas, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Andalas, Perpustakaan Daerah Sumatera Barat, dan perpustakaan pribadi.

b) Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah penelitian yang ditujukan agar peneliti dapat

memahami secara langsung mengenai permasalahan di tengah masyarakat. Penulis

melakukan penelitian lapangan dengan cara melakukan wawancara langsung

dengan masyarakat dan pengurus lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan salah satu Teknik pengumpulan data

kualitatif. Studi dokumen ini mengkaji informasi tertulis mengenai hukum baik pada

aturan maupun dokumen yang ada . Pada penelitian ini, penulis mempelajari

peraturan perundang-undangan, buku-buku, serta berita yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat.

b. Wawancara

Wawancara adalah usaha yang langsung dilakukan melalui perbincangan

antara pewawancara dan narasumber. Teknik pengumpulan data ini merupakan

salah satu teknik yang paling sering digunakan. Wawancara yang dilakukan oleh

penulis dengan masyarakat dan pengurus lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur.

17
5. Pengolahan dan Analisis data

Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah sebagai

berikut :

a) Teknik Pengolahan Data

Pada penelitian ini, jenis teknik pengolahan data yang akan digunakan

oleh penulis adalah teknik editing. Editing atau pemeriksaan yaitu mengecek atau

meneliti kembali data yang telah diproses untuk kemudian dicek kesesuaiannya.

b) Analisis data

Analisis data yaitu proses pengelompokan data melalui mempelajari

data, lalu memilah data-data yang telah dikumpulkan, guna mencari data mana yang

penting untuk dipelajari dan dipahami.21

Dalam hal ini penulis menganalisis data primer dan data sekunder

deskriptif untuk dapat menjelaskan serta menguraikan bagaimana bentuk penerapan

sanski pidana adat terhadap pelaku tindak pidana pencurian oleh lembaga Kerapatan

Adat nagari Bayur.

21
Saifulllah,2006, Buku Panduan Metodologi Penelitian, Fakultas Syariah UIN, Malang,
hlm. 59.

18
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Sifat dan Dasar Berlakunya Hukum Adat

1. Pengertian Adat dan Hukum Adat

Istilah adat pertama kali berasal dari Bahasa Arab yang dalam Bahasa

Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat merupakan suatu perbuatan yang dilakukan

secara terus menerus dan dipercayai oleh masyarakat dalam waktu yang lama. Ada

juga yang berpendapat bahwa kata “adat” berasal dari Bahasa Sanskerta yang telah

dipakai oleh masyarakat Minangkabau sejak 2000 tahun yang lalu. Menurut

Hilman dan Amura, adat berasal dari dua kata yaitu kata a dan dato.22

Di Negara Indonesia, selain adanya hukum tertulis yang dibuat oleh

penguasa yang berwenang dalam bentuk peraturan perundang-undangan, juga

terdapat hukum yang lahir dan berkembang dari kebiasaan masyarakat setempat

serta dijadikan pedoman dalam kehidupan dan bentuk tidak tertulis yang lebih

dikenal dengan sebutan hukum adat.

Hukum adat pertama kali berasal dari Bahasa Belanda yaitu “ adat recht”

yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronje sebagai istilah bagi suatu sistem

pengendalian sosial yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. Adapun ciri-ciri

dari hukum adat adalah sebagai berikut :

22
Hilman Hadikusuma,2002, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, hlm.14

19
a) Tidak tertulis dan terkodifikasi dalam suatu perundang-undangan;

b) Tidak disusun sistematis;

c) Tidak terdapat konsideran dalam keputusannya;

d) Tidak ada penjelasan dalam pasal-pasalnya dan tidak sistematis

e) Tidak dihimpun dalam perundang-undangan

f) Tidak teratur23

2. Sifat Hukum Adat

Di Indonesia hukum adat diakui sebagai hukum yang sah. Prof. Koesnoe

memaparkan bahwa hukum adat mempunyai sifat yaitu :

a) Tradisional, setiap ketentuan dalam hukum adat memiliki kaitan dengan

kehidupan di masa lampau. Menurut para pandai adat bahwa seluruh

ketentuan dalam hukum adat berpangkal dari sebuah dongeng di masa

lampau;

b) Suka pamor yang “keramat”, adanya wibawa berupa kekuatan kekeramatan

dalam ekspresi lahiriah;

c) Luwes, hukum adat dapat segera menyesuaikan diri dengan segala

perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat;

23
Yulia, 2016, Buku Ajar Hukum Adat, Unimal Press, Lhokseumawe, hlm. 5.

20
d) Dinamis, perkembangan hukum adat sejalan dengan perkembangan yang

terjadi di masyarakat24

3. Dasar Berlakunya Hukum Adat

Dalam Aturan Peralihan Pasal II Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan

bahwa “segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung berlaku

sebelum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini”. Walaupun secara

eksplisit tidak menyatakan bahwa hukum adat tetapi dalam ketentuan tersebut

meligitimasi bahwa diakui juga hukum tidak tertulis yang salah satunya

merupakan hukum adat.

Selain itu, sebenarnya nilai-nilai hukum adat tersebut telah terkandung

dalam butir-butir sila Pancasila. Pancasila sebagai tertib hukum yang berakar dalam

kehidupan masyarakat Indonesia sangat penting bagi hadirnya hukum adat karena

merupakan penjelmaan dari kepribadian dan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 27 ayat (1) ditegaskan bahwa hakim

sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami

nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat sehingga dapat disimpulkan bahwa

hukum adat memang diakui keberadaannya di tengah masyarakat Indonesia25.

24
Sri Warjiyati, 2020, Ilmu Hukum Adat, Deepublish, Sleman, hlm.17-18.
25
Erwin Owan Hermasnyah Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melanie Pita Lestari, 2021, Buku
Ajar Hukum Adat, Madza Media, Malang, hlm.40-43.

21
B. Pengertian, Sifat, Ruang Lingkup dan Delik Hukum Pidana Adat

1. Pengertian Hukum Pidana Adat

Hukum pidana adat timbul karena adanya suatu fenomena yang

menimbulkan gangguan keseimbangan sosial sehingga menimbulkan rasa

ketidakadilan dalam masyarakat. Bushar Muhammad mendefenisikan bahwa

hukum pidana adat merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang yang merugikan serta mengganggu kehidupan dan

keseimbangan di masyarakat26.

Di Indonesia sendiri, termasuk di wilayah Sumatera Barat hukum

pidana adat masih terjaga eksistensi dan keberadaannya. Hukum pidana adat

dinilai juga sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat ( the living law ).

Aturan hukum pidana adat masih ditaati dan dipatuhi sebagai salah satu

penyelesaian ketika terjadi suatu keguncangan dan gangguan kosmis dalam

masyarakat.

Hukum positif tanpa hukum adat tidak ubahnya seperti “gulai tanpa

garam”. Karenanya seorang ahli hukum Austria bernama Eugen Erlicht pernah

mengatakan, bahwa hukum positif baru akan mempunyai daya laku yang efektif

apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).

Hukum pidana adat tidak bermaksud menunjukkan hukum dan hukuman apa

26
R. Bagus Irawan, Dede Santi Fatimah dan Aryo Fadlian, 2021, Analisis Yuridis Kasus
Perzinahan Berdasarkan Hukum Adat Minangkabau dan Hukum Batak, Journal Of Law, Vol.1, No.1,
2021, hlm.9.

22
yang harus dijatuhkan bila terjadi pelanggaran, tapi yang menjadi tujuannya

adalah memulihkan kembali hukum yang pincang sebagai akibat terjadinya

pelanggaran27.

2. Sifat Hukum Pidana Adat

Hilman Hadikusuma menjelaskan bahwa sifat dari hukum pidana adat yaitu

diantaranya :

1) Menyeluruh dan menyatukan, hal ini disebabkan oleh ketentuan dalam hukum

pidana adat bersifat saling bertaut. Dalam hukum pidana adat tidak terdapat

pembedaan antara pemeriksaan pada pelanggaran pidana atau pemeriksaan

pada pelanggaran perdata;

2) Ketentuan yang terbuka, hukum pidana adat bersifat terbuka untuk segala

peristiwa yang akan terjadi asalkan tetap menjamin keadilan menurut kesadaran

hukum masyarakat;

3) Membeda-bedakan permasalahan, selain memandang perbuatan dan akibat,

dalam hukum pidana adat juga dipertimbangkan mengenai latar belakang dan

siapa pelakunya sehingga berbeda juga cara penyelesaiannya;

4) Peradilan dengan permintaan, dalam menyelesaikan perkara di pengadilan adat

harus berdasarkan permintaan atau pengaduan serta adanya tuntutan atau

gugatan dari pihak yang sudah dirugikan

27
Elwi Danil, 2012, Konstitusionalitas Penerapan Hukum Adat dalam Penyelesaian Perkara
Pidana, Jurnal Konstitusi, Vol.9,No.1, 2012, hlm. 589-591.

23
5) Tindakan reaksi atau koreksi, dalam menyelesaikan akibat peristiwa tidak saja

dapat dikenakan terhadap pelakunya tetapi juga terhadap keluarga atau kerabat

pelaku bahkan mungkin kepada masyarakat yang bersangkutan28

3. Ruang Lingkup Hukum Pidana Adat

Hukum pidana adat tidak berlaku diseluruh wilayah Indonesia, melainkan

berbeda-beda di setiap daerahnya. Hukum pidana adat itu akan tetap berlaku

selama masyarakat adat itu ada. Mengenai kekuatan berlaku hukum adat tersebut

bergantung kepada keadaan waktu dan tempat. Hukum ini berlaku terhadap

anggota warga masyarakat adat dan orang-orang di luar yang terkait akibat

hukumnya.

Upaya-upaya penyelesaian dalam hukum pidana adat masih dibutuhkan

karena kemampuan hukum pidana umum hanya terbatas di pengadilan saja dan

belum tentu dapat memenuhi keadilan di tengah masyarakat. Hukum pidana adat

tetap masih dibutuhkan untuk memulihkan kembali keseimbangan yang

mengganggu di dalam masyarakat29.

4. Delik Adat

Hukum pidana adat tidak berlaku diseluruh wilayah Indonesia, melainkan

berbeda-beda di setiap daerahnya. Hukum pidana adat itu akan tetap berlaku

selama masyarakat adat itu ada. Mengenai kekuatan berlaku hukum adat tersebut

bergantung kepada keadaan waktu dan tempat. Hukum ini berlaku terhadap.

28
Hilman Hadikusuma, 1989, Op.Cit., hlm.12-15.
29
Ibid., hlm.18-19.

24
Menurut Ter Haar delik adat merupakan delik yang terjadi ketika adanya gangguan

keseimbangan baik pada barang materiil maupun barang immaterial yang

menimbulkan reaksi adat untuk memulihkan kembali keseimbangan dalam

masyarakat.30

Suatu delik adat tidaklah berlaku selamanya. Ia akan timbul, berkembang

dan selanjutnya akan lenyap ketika telah lahir suatu ketentuan hukum adat yang

baru. Mengenai prosedur lahirnya delik adat tidak jauh berbeda dengan lahirnya

peraturan hukum tidak tertulis lainnya. Hal ini terjadi ketika ada suatu aturan yang

gunakan dan dipertahankan ketika terjadi suatu pelanggaran adat maka lahirlah

hukum adat.31

Selain itu, Hilman Hadikusuma mengemukakan bahwa terjadinya delik

adat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1) Tata tertib adat dilanggar, apabila ketentuan adat dilanggar maka akan terjadi

delik adat yang menyebabkan reaksi dan koreksi dari petugas hukum adat dan

masyarakat. Apabila tidak ada reaksi dan koreksi maka perbuatan tersebut tidak

lagi delik adat;

2) Keseimbangan masyarakat terganggu, hal ini disebabkan oleh adanya peristiwa

yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kesadaran hukum32

30
Yulia, 2016, Op.Cit., hlm. 89.
31
Saidil Adri, 2020, Penentuan Kriteria Delik Adat oleh Masyarakat Adat Melayu Rokan
Hilir, Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum, Vol.3,No.1, 2020, hlm.103.
32
Hilman Hadikusuma, 1989, Op.Cit., hlm.15-18.

25
C. Pengertian Tindak Pidana Adat Minangkabau, Pembagian Delik dalam Adat

Minangkabau dan Delik Pencurian dalam Pidana Adat Minangkabau

1. Pengertian Tindak Pidana Adat Minangkabau

Hukum pidana adat tidak berlaku diseluruh wilayah Indonesia, melainkan

berbeda-beda di setiap daerahnya. Hukum pidana adat itu akan tetap berlaku

selama masyarakat adat itu ada. Mengenai kekuatan berlaku hukum adat tersebut

bergantung kepada keadaan waktu dan tempat. Hukum ini berlaku terhadap.

Menurut Ter Haar delik adat merupakan delik yang terjadi ketika adanya gangguan

keseimbangan baik pada barang materiil maupun barang immaterial yang

menimbulkan reaksi adat untuk memulihkan kembali keseimbangan dalam

masyarakat33.

Hukum pidana adat Minangkabau itu sendiri dapat dipahami sebagai suatu

ketentuan tidak tertulis yang tumbuh serta diyakini dan dipatuhi oleh masyarakat

sekitar, hukum yang dijelaskan disinilah yang nantinya juga terdapat mengenai

delik adat yang masih sering terjadi di Minangkabau. 34 Hukum pidana adat

Minangkabau ini dianggap oleh masyarakat masih diperlukan dalam rangka

menciptakan ketertiban dan kenyamanan dalam kehidupan di samping keberadaan

ketentuan hukum nasional.

Penerapan hukum pidana adat Minangkabau dilakukan dalam bentuk

pemberian sanksi berupa denda, diusir dari kampung serta dikucilkan dalam

33
Yulia, 2016, Op.Cit., hlm. 89.
34
Azmi Djamarin dan Yardi Gond, 2000, Perbuatan dan Sanksi Adat yang Masih Hidup
dalam Hukum Adat Minangkabau Dewasa Ini, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, hlm.20.

26
pergaulan masyarakat. Kekuatan sanksi pidana ini sama dengan ketentuan dalam

KUHP. Sanksi ini merupakan kesepakatan dari para pemuka-pemuka adat yang

biasanya tergabung dalam lembaga-lembaga adat seperti Kerapatan Adat Nagari.35

Tindak pidana adat Minangkabau dapat diartikan sebagai segala perbuatan

yang bertentangan dengan aturan dan norma adat Minangkabau yang tertuang

dalam Limbaga Nan Sapuluah yang dapat menyebabkan gangguan terhadap

ketentraman dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat. Terhadap tindak

pidana adat Minangkabau,juga terdapat berbagai macam sanksi . Tindak pidana

adat Minangkabau juga terdiri dari berbagai jenis yang akan dibahas dalam poin

selanjutnya.

2. Pembagian Delik dalam Adat Minangkabau

Dasar hukum adat Minangkabau terdapat dalam Limbago Nan

Sapuluah. Di dalam Limbago Nan Sapuluah dikenal dengan adanya undang-

undang nan duo puluah. Undang-undang nan duo puluah kemudian terbagi

menjadi undang-undang nan salapan ( hukum pidana adat materil yang berisi

mengenai perbuatan yang termasuk ke dalam delik ) dan undang-undang nan

duo baleh (hukum pidana adat formil yang membahas mengenai pembuktian).

35
Chairul Anwar, 1997, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau, Rineka
Cipta, Jakarta, hlm. 15.

27
Undang- Undang Nan Salapan berisi mengenai tindakan yang

digolongkan sebagai kejahatan. Pembagian dari undang nan salapan yaitu :36

a) Dago-dagi , maksudnya adalah memberikan perlawanan kepada yang

tidak pantas dilawan misalnya ketika seorang kemenakan melawan

mamaknya;

b) Sumbang salah , melakukan perbuatan yang dilarang oleh adat atau

kesusilaan. Misalnya seorang perempuan berduaan dalam sebuah rumah

dengan lelaki yang bukan mahramnya;

c) Samun saka, kegiatan merampok barang orang lain dengan melakukan

pembunuhan atau penganiayaan. Misalnya seorang maling yang ingin

mengambil emas disebuah rumah namun ia terlebih dahulu membunuh

pemilik rumah;

d) Maliang curi, maksudnya ialah perbuatan mengambil barang milik

orang lain dengan kekerasan dan dilakukan saat orang tersebut dalam

keadaan lengah. Misalnya seorang pencuri mengambil motor orang

yang sedang melaksanakan sholat di masjid;

36
Firdaus Marbun , “ Undang-Undang Nan Salapan”,
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsumbar/undang-undang-nan-salapan/, diakses pada 05
Oktober 2020 Pukul 13.45.

28
e) Tikam Bunuah, maksudnya ialah perbuatan yang melukai bahkan

menghilangkan nyawa seseorang dengan kekerasan. Misalnya

memukul seseorang hingga orang tersebut meninggal dunia;

f) Kicuah kecong dan Tipu Tepok, maksudnya ialah perbuatan penipuan

dan pemalsuan yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain.

Misalnya seseorang pedagang yang menjual barang-barang palsu;

g) Upeh Racun, maksudnya ialah perbuatan yang mengakibatkan

hilangnya nyawa orang lain baik itu dengan dosis yang rendah sampai

dosis tinggi. Misalnya: Seseorang yang memasukkan racun ke makanan

temannya hingga temannya tersebut meninggal dunia

h) Siar Bakar, maksudnya ialah perbuatan membakar milik orang lain

sampai hangus dan membuat barang milik orang lain tersebut habis

terbakar. Misalnya membakar rumah orang lain dengan sengaja karena

memiliki dendam kepada orang tersebut

Sedangkan Undang-Undang Nan Duo Baleh, berisikan bukti dari

kejahatan tersebut. Undang-undang ini juga terbagi ke dalam dua bagian yaitu

dakwa cemo (cemar) dan dakwa tuduah ( tuduh ). Pembagian dari Undang-

Undang Nan Duo Baleh adalah sebagai berikut : 37

37
Ibid.

29
a) Talalah Takaja, maksudnya ialah pelaku bisa ditemukan dan bisa

ditangkap ketika dilakukan pengejaran. Misalnya pelaku perampokan

yang berusaha melarikan diri namun berhasil ditangkap;

b) Tacancang Tarageh, maksudnya ialah ditemukan bukti luka di tubuh

pelaku dan dijadikan sebagai barang bukti. Misalnya ditemukan bekas

pukulan kayu di badan pelaku pencurian, sementara di tempat kejadian

perkara terdapat kayu bekas senjata yang dipukulkan pada pelaku;

c) Talacuik Tapukua, maksudnya ialah pelaku tidak bisa kabur dan

ditangkap serta dipukuli oleh orang yang menangkapnya tersebut.

Pelaku pencurian yang telah dikepung oleh warga sekitar;

d) Putuih Tali, maksudnya yaitu pelaku menyampaikan alibinya namun

alibi tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya pelaku

mengaku bahwa ia tidak sengaja membawa suatu barang padahal setelah

diteliti lebih lanjut ia memang sengaja mengambil barang tersebut;

e) Tatumbang Taciak, maksudnya ialah diteriakinya pelaku oleh orang

yang banyak. Misalnya seorang perampok yang tertangkap dan diteriaki

oleh warga sekitar

f) Anggang Lalu Atah Jatuah, maksudnya ialah ketika pelaku melakukan

tindak kejahatan, ada orang lewat dan melihat itu sehingga

menimbulkan prasangka di diri orang yang melihat tersebut;

30
g) Bajalan Bagageh-gageh, maksudnya ialah pelaku ketika melakukan

kejahatan berjalan dengan cepat dan ekspresi wajahnya menunjukkan

ketakutan. Misalnya seorang maling yang langsung bergegas kabur

ketika ia selesai mengambil barang di rumah targetnya;

h) Pulang Pai Babasah-basah, maksudnya ialah Pelaku dianggap tidak

patut memakai pakaiannya yang sudah basah dan terkena lumpur pada

waktu terjadi kejahatan. Misalnya seorang pelaku tindak pidana

pencurian yang pakaiannya dipenuhi lumpur dan basah padahal ia tidak

dari sawah ;

i) Manjua Bamurah-murah, maksudnya ialah pelaku menjual barang

tersebut dengan harga yang sangat rendah sehingga orang lain

mencurigai bahwa barang tersebut bukanlah miliknya. Misalnya pencuri

telepon genggam yang menjual barang hasil pencuriannya dengan harga

sangat murah;

j) Dibao Pikek Mao Langau, maksudnya ialah adanya tingkah laku aneh

dari seseorang dan masyarakat sekitar menyampaikan dari mulut ke

mulut bahwa seseorang tersebut telah melakukan kejahatan. Misalnya

seorang yang diketahui keadaan perekonomian sulit namun tiba-tiba ia

bisa membeli barang mewah;

k) Tabayang Tatabua, maksudnya ialah adanya berita dalam masyarakat

tertuduh itu serupa benar seperti yang telah dilihat sebelumnya.

31
Misalnya seseorang yang dicurigai melakukan perampokan dan

beritanya beredar dalam masyarakat;

l) Kacondongan Mato Urang Banyak, maksudnya ialah orang banyak

melihat tanda-tanda di pelaku pada saat waktu kejadian. Misalnya

pelaku yang tampak gelisah ketika masyarakat membicarakan suatu

tindakan pidana yang sedang terjadi;

3. Delik Pencurian dalam Pidana Adat Minangkabau

Dalam hukum pidana adat Minangkabau, delik pencurian ini merupakan

salah satu bagian dari Undang-Undang Nan Salapan yang mengatur mengenai

tindakan yang dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan tindak pidana yaitu

Maliang Curi. Terhadap perilaku pencurian ini dapat dikenakan sanksi baik itu

hukuman sepanjang adat maupun dibuang sepanjang adat.

Penjatuhan sanksi pidana adat terhadap tindak pidana pencurian

menggunakan prinsip “Mamang Adat”. Maksudnya yaitu dalam penjatuhan

sanksi tidak mengutamakan penjatuhan hukuman seberat-beratnya, tetapi

dengan prinsip sama-sama menguntungkan. Berbeda dengan ketentuan pidana

nasional yang lebih mengutamakan sanksi yang berat tanpa melihat aspek

laimmya.38

38
Aria Zurnetti, 2020, Op.Cit, hlm. 102.

32
Oleh karena itu, dalam penjatuhan hukuman harus didasarkan oleh hal-

hal sebagai berikut :

a) Ditimbang jo Budi Baso, maksudnya ialah harus dipertimbangkan

sesuai dengan harkat martabat manusia beradab dengan adil;

b) Ditimbang jo Harato Bansando, maksudnya ialah penderitaan dan

hukuman yang dijatuhkan harus difikirkan terlebih dahulu secara

matang;

c) Ditimbang jo Nyawo Badang, maksudnya ialah harus diingat bahwa

keputusan yang diambil akan dipertanggungjawabkan suatu hari nanti.

D. Pengertian, Struktur Organisasi dan Tugas dan Wewenang Lembaga

Kerapatan Adat Nagari

1. Pengertian Tindak Pidana Adat Minangkabau

Lembaga Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) telah ada sejak zaman dahulu dan

bersifat turun temurun. Lembaga ini merupakan sebuah lembaga yang

beranggotakan kumpulan penghulu dan niniak mamak yang diangkat

berdasarkan ketentuan adat salingka nagari serta memiliki peranan teratas untuk

menyelesaikan berbagai persoalan adat di Minangkabau.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018

Pasal 1 angka 6 bahwa Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga perwakilan

sebagai perwujudan permusyawaratan permufakatan tertinggi dalam

33
penyelenggaraan pemerintahan nagari yang keanggotaannya terdiri dari

perwakilan ninik mamak dan unsur alim ulama nagari, unsur cadiak pandai,

unsur bundo kanduang dan unsur parik paga dalam nagari yang bersangkutan

sesuai dengan adat salingka nagari39.

2. Struktur Organisasi Lembaga Kerapatan Adat Nagari

Seperti yang kita ketahui bahwa keanggotaan lembaga Kerapatan Adat

Nagari (KAN) terdiri dari unsur sebagai berikut :

1) Penghulu atau datuak

2) Niniak mamak

3) Cadiak pandai

4) Alim ulama

5) Bundo kanduang

6) Dubalang

7) Manti

Begitu juga dengan lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur yang dipimpin

oleh satu orang ketua dibantu oleh dua orang wakil ketua, sekretaris, bendahara,

tiga koordinator bidang. Keanggotaan tersebut dipilih dari dan oleh anggota

masyarakat sesuai dengan ketentuan adat setempat. Masa jabatannya juga

disesuaikan dengan adat salingka nagari.

39
Pasal 1 Angka 6 Peraturan Daerah Sumatera Barat No. 7 Tahun 2018 tentang Nagari

34
3. Tugas dan Wewenang Lembaga Kerapatan Adat Nagari

Dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 7 Tahun

2018 tentang Nagari dijelaskan bahwa tugas dari lembaga Kerapatan Adat Nagari

sebagai berikut :40

a) Mengawasi penyelenggaraan pemerintahan nagari oleh kapalo nagari;

b) Menyusun peraturan nagari bersama kapalo nagari;dan

c) Membahas dan menyepakati rancangan peraturan nagari tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Nagari

Mengenai wewenang dari Lembaga Kerapatan Adat Nagari juga diatur dalam

Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat yaitu :41

a) Memilih dan mengangkat kapalo nagari secara musyawarah mufakat;

b) Menyalurkan aspirasi masyarakat nagari;

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan adat istiadat dan budaya

nagari;

d) Meminta pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan nagari kepada

kapalo nagari;

40
Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang
Nagari
41
Pasal 7 Ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang
Nagari

35
e) Melestarikan nilai-nilai adat dan budaya sesuai adat salingka nagari;

36
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Pidana Adat Oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari

Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Pencurian

Penerapan ketentuan hukum pidana adat dalam proses penyelesaian

tindak pidana pencurian melalui lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur

didasarkan oleh adanya pengakuan dan rasa percaya masyarakat terhadap

ketentuan pidana adat yang telah berlaku sejak dahulu di masyarakat.

Mayarakat dalam kehidupan sehari-sehari saling berhubungan satu sama

lainnya. Hubungan itu didasari oleh kepentingan-kepentingan masing-masing.

Ada kalanya terjadi ketidakselarasan antara kepentingan tersebut sehingga

menimbulkan hambatan42

Penyelesaian masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan

masyarakat, selain ditempuh melalui jalur hukum, juga diselesaikan melalui

proses yang lebih bersifat kekeluargaan dan perdamaian. Penyelesaian yang

bersifat kekeluargaan dan perdamaian ini biasanya lebih dikenal dengan istilah

non litigasi atau penyelesaian secara adat. Menurut adat Minangkabau, ketika

terjadi suatu delik adat maka penyelesaiannya ditempuh melalui peradilan adat.

42
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 13.30 WIB.

37
Peradilan adat berperan dalam memutus dan mendamaikan sengketa

dalam suatu masyarakat adat menggunakan ketentuan hukum adat. Lembaga

dalam peradilan adat merupakan suatu kelembagaan yang sesuai dengan praktik

sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Peradilan adat diselenggarakan sesuai

dengan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia43.

Menurut adat Minangkabau, ketika seseorang melakukan suatu delik

maka yang berwenang memberikan hukuman adalah kaumnya sendiri. Setiap

orang yang berada di luar kaum tersebut berwenang dalam memperkuat

hukuman tersebut namun mereka tidak berhak mencamouri urusan kaum

tersebut. Untuk penetapan sanksi atau hukuman lebih lanjut dilaksanakan

melalui peradilan adat44.

Penyelesaian masalah melalui peradilan adat ini biasanya

diselenggarakan oleh lembaga Kerapatan Adat Nagari. Hal ini bukan bertujuan

untuk mencari pihak yang benar maupun salah, melainkan untuk

mengembalikan keadaan yang terganggu dan kacau sehingga ketentraman dan

kenyamanan dalam masyarakat dapat terwujud seperti semula. Tata cara

penjatuhan sanksi pidana adat di Minangkabau berbeda setiap daerahnya.

43
Sovia Hasanah, “ Kedudukan Hukum Peradilan Desa Adat ”,
https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-hukum-peradilan-desa-adat-lt59487a43f02f2,
diakses pada 12 Februari 2023 Pukul 12.15
44
Wawancara dengan Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 5 Januari 2023, pukul 10.00 WIB.

38
Peradilan adat dianggap dapat menyelesaikan setiap persoalan-

persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Penyelesaian melalui peradilan

adat mengacu pada adat istiadat serta nilai luhur yang telah sejak lama dianut

oleh masyarakat. Hal ini membuat peradilan adat dianggap dapat mendamaikan

pihak-pihak yang bertikai tanpa mementingkan pihak yang benar ataupun salah.

Di Nagari Bayur, penjatuhan sanksi pidana adat diawasi oleh Dubalang.

Dubalang merupakan orang yang membantu penghulu melaksanakan tugasnya,

khususnya di bidang keamanan. Dubalang bersama dengan anggota lembaga

kerapatan adat nagari yang nantinya bekerja sama untuk melaksanakan

peradilan adat atau yang lebih dikenal dengan istilah Sidang Nagari. Sidang

Nagari bertujuan untuk sarana penyelesaian setiap permasalahan yang terdapat

di Bayur. Salah satu permasalahan yang sering diselesaikan dalam Sidang

Nagari ini yaitu pencurian45.

Pencurian yang dapat diselesaikan melalui penerapan sanksi pidana adat

di Nagari Bayur yaitu :

a. Pencurian Ringan Pencurian yang dapat digolongkan dalam pencurian

ringan yaitu perbuatan mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau

sebagian milik orang lain yang mengakibatkan kerugian di bawah Rp.

2.500.000,-

45
Wawancara dengan Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 5 Januari 2023, pukul 10.20 WIB.

39
b. Pencurian dengan Pemberatan. Pada dasarnya pencurian ini tidak jauh

berbeda dengan pencurian pada umumnya, namun juga terdapat

beberapa faktor yang memberatkannya yaitu : pencurian terhadap hasil

tambak atau peternakan, pencurian yang dilakukan saat terjadi bencana

alam, pencurian pencurian yang dilakukan pada malam hari serta

pencurian yang diikuti oleh usaha merusak fasilitas sekitar;

c. Pencurian dengan kekerasan. Pelaku melancarkan aksi pencuriannya

disertai Tindakan menyakiti korban yang dituju;46

Pelaksanaan ketentuan adat didasarkan pada Undang-Undang Nan Duo

Puluah. Undang-Undang Nan Duo Puluah terbagi lagi menjadi dua bagian

yaitu Undang-Undang Nan Salapan yang berisikan perbuatan yang dapat

digolongkan sebagai delik sedangkan Undang-Undang Nan Duo Baleh

membahas mengenai pembuktiannya. Terhadap tindak pidana pencurian maka

perbuatan tersebut telah melanggar Undang-Undang Nan Salapan yaitu

maliang curi. Maliang curi merupakan suatu perbuatan mengambil barang

milik orang lain secara diam-diam47.

Menurut ketentuan perundang-undangan Indonesia, mengenai

pencurian diatur dalam pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Seseorang dikatakan mencuri ketika ia telah memenuhi unsur-unsur antara lain:

46
Wawancara dengan Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 5 Januari 2023, pukul 10.15 WIB.
47
Wawancara dengan Bapak Antoni, Sekretaris KAN Nagari Bayur di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2022, pukul 11.00 WIB.

40
1) Unsur Objektif

a. Mengambil ( Wegnemen )

Wirjono Prodjodikoro mengartikan mengambil dalam arti

sempit berarti menggerakkan jari, memegang barang dan


48
memindahkannya ke tempat lain . Perbuatan mengambil ini

dilakukan baik dari tempat asal suatu barang itu terletak maupun dari

kekuasaan orang lain untuk dimiliki dan dikuasai oleh si pencuri

tersebut.

Perbuatan mengambil tersebut dilakukan dengan sengaja dan

bertujuan agar barang tersebut dapat dikuasai sepenuhnya.

Selesainya pengambilan tersebut juga harus menyebabkan suatu

benda berpindah penguasaannya, sehingga nantinya dapat dikatakan

telah terjadi suatu pencurian.

b. Suatu barang atau benda

Pengertian barang bukan hanya menyangkut barang yang dapat

bergerak dan berwujud, tetapi juga berkaitan dengan harta benda

seseorang. Termasuk ke dalam pengertian ini yaitu aluran listrik.

Namun terhadap barang yang tidak ada pemiliknya, maka tidak dapat

dijadikan sebagai objek dari pencurian tersebut. S.R. Sianturi

48
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
115.

41
mengemukakan bahwa yang dikatakan barang bukan hanya sesuatu

yang mempunyai nilai ekonomis tetapi juga sesuatu yang

mempunyai nilai estetik , historis, kenang-kenangan maupun nilai

kegunaan sehingga barang tersebut berharga bagi si pemiliknya49.

c. Unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain

Barang yang akan dicuri tersebut tidak harus dimiliki seluruhnya

merupakan kepunyaan orang lain tetapi juga bisa sebagian. Jadi

barang tersebut haruslah memiliki pemilik, karena ketika keberadaan

pemiliknya tidak ada maka tidaklah dapat dikategorikan ke dalam

objek pencurian50. Unsur kepemilikan tersebut tidaklah mutlak harus

bersifat penuh.

2) Unsur Subjektif

a. Maksud untuk memiliki suatu

Adanya unsur maksud untuk memiliki sesuatu ini menunjukkan

kesengajaan dari perbuatan yang dilakukan, Maksud disini dimaknai

sebagai keinginan untuk memiliki barang tersebut51. Pencuri tersebut

49
S.R. Sianturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM,
Jakarta,
hlm. 591.
50
Rony A Walandouw, Pangemanan Diana.R dan Hendrik Pondaag, 2020, Unsur Melawan
Hukum yang Subjektif dalam Tindak Pidana Pencurian Pasal 362 KUHP, Lex Crimen, Vol.9,No.3,
2020, hlm.252-253.
51
Ibid.

42
akan berbuat seolah-olah bahwa ia adalah pemilih sebenarnya dari

barang tersebut, misalnya ia akan menjualnya lagi kepada orang lain.

b. Unsur melawan hukum

Menurut Andi Zainal Abidin, unsur melawan hukum ini adalah

unsur esensial dalam suatu tindak pidana, karena akan aneh jika

seseorang dipidana namun ia tidak terbukti melakukan sesuatu yang

tidak melanggar hukum 52 . Unsur ini memiliki kaitan yang erat

dengan unsur sebelumnya, yaitu unsur memiliki untuk diri sendiri.

Maksudnya perbuatan yang dilakukan tersebut nantinya akan dapat

dipidana. Hal ini bermakna bahwa perbuatan tersebut bertentangan

dengan hukum yang berlaku baik itu hukum dalam bentuk tertulis

maupun tidak tertulis.

Tindak pidana pencurian tidak berkaitan dengan kepentingan hukum

masyarakat luas, namun dengan kepentingan hukum perorangan. Biasanya

sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian tergantung nilai

barang yang dicuri. Hukumannya mulai dari membayar denda dan mengganti

sesuai dengan nilai barang curian. Bagi pencuri yang sudah melakukan

pencurian berkali-kali bahkan dapat diusir dari kampung53.

52
Andi Zainal Abidin, 2007, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm.
47.
53
Wawancara dengan Bapak Antoni, Sekretaris KAN Nagari Bayur di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023, pukul 11.20 WIB.

43
Di dalam lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur, terdapat struktur

lembaga penyusunnya. Adapun struktur lembaga tersebut yaitu :

a. Bidang pemerintahan & KAN, obrganisasi dan kelembagaan;

b. Bidang penyelesaian sengketa;

c. Bidang generasi muda, seni & permainan anak nagari

d. Bidang aset dan inventaris;

Berdasarkan pembagian bidang-bidang di atas, maka yang berwenang

dalam penyelesaian setiap persoalan yang terjadi di dalam masyarakat yaitu

bidang penyelesaian sengketa. Bidang penyelesaian sengketa dalam Kerapatan

Adat Nagari Bayur diketuai oleh H. Yasril Efendi. Setiap penyelesaian sengketa

dilakukan dengan seadil-adilnya sesuai dengan istilah “ Manimbang Samo

Barek, Maukua Samo Panjang, Mahukum Adia, Bakato Bana ”54.

Lembaga Kerapatan Adat Nagari dianggap sebagai suatu kearifan lokal

yang berfungsi sebagai perencana, pengarah, penyelaras agar kehihupan

masyarakat selaras dengan nilai adat dan kebiasaan yang berkembang dalam

masyarakat. Ketika terjadi suatu pelanggaran di tengah masyarakat maka

lembaga kerapatan adat nagari berwenang untuk menyelesaikannya.

Penyelesaian itu haruslah dilakukan tanpa memandang asal usul, agama, ras

dan budaya seseorang.

54
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023, pukul 11.30 WIB.

44
Penyelesaian sengketa melalui peradilan adat dilakukan secara

bertingkat, sebagaimana dikenal dalam pepatah “ Bajanjang Naik Batanggo

Turun ”. Hal ini dimulai dari kaum, sukuk dan terakhir nagari. Peradilan adat

bersifat mendamaikan dan memutuskan setiap persoalan yang terjadi dalam

masyarakat melalui suatu sidang perdamaian 55 . Upaya penyelesaian tindak

pidana di Nagari Bayur terbagi dalam beberapa tingkatan. Tingkatan terendah,

penyelesaian dalam keluarga saparuik yaitu dilakukan oleh keluarga besar dari

para pelaku. Namun apabila dalam keluarga saparuik tidak ditemui jalan keluar

permasalahannya, proses penyelesaian dilakukan oleh ninik mamak melalui

musyawarah. Upaya terakhir ketika ninik mamak tidak berhasil melakukan

penyelesaian, maka penyelesaian permasalahan dibawa ke dalam sidang nagari

dalam suatu peradilan adat yang digelar oleh lembaga Kerapatan Adat Nagari.

Proses penyelesaian persoalan pencurian dalam peradilan adat di Nagari

Bayur, secara umum dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :56

a. Mengamankan secepatnya pelaku pencurian. Biasanya pelaku

pencurian diamankan di rumah perangkat nagari atau di balai warga.

Hal ini dilakukan karena tidak terdapat penjara dalam suatu lembaga

peradilan adat;

55
Aria Zurnetti, 2020, Op.Cit, hlm. 201-202.
56
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 11.50 WIB.

45
b. Setiap orang yang melihat,menyaksikan dan mengetahui kronologi

tindak pidana tersebut agar memberikan keterangannya kepada pemuka

adat;

c. Proses penyelidikan dilakukan oleh anggota KAN Bayur bersama

dengan para pemuka adat dengan berbagai pendekatan dengan tujuan

mencari kebenaran dan titik terang dari persoalan yang terjadi;

d. Setelah menemukan data dan titik terang dari persoalan yang terjadi,

selanjutnya proses penyelesaian persoalan pidana dilakukan dengan

prinsip utama yaitu perdamaian, namun masing-masing pihak yang

terlibat persoalan pidana tersebut dapat menerima atau menolaknya;

e. Keputusan akhir dieksekusi oleh para pemuka adat bersama anggota

KAN dengan pertimbangan yang matang dan bijak

f. Dalam sidang putusan akhir, disiapkan surat perjanjian tertulis untuk

ditanda tangani oleh pihak yang terlibat berisikan mengenai bahwa

perbuatan tidak akan terulang kembali dan sanksi yang akan diterima

oleh pelaku;

g. Para pemuka adat beserta anggota KAN melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan sanksi yang telah dijatuhkan kepada pelaku tindak

pidana

Adapun sanksi yang diterapkan terhadap pelaku tindak pidana pencurian

yaitu sebagai berikut :

46
a. Permintaan maaf, permintaan maaf dilakukan secara lisan oleh si pelaku

pencurian di depan peradilan adat disertai dengan rasa penyesalan dan

perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatan pencurian lagi;

b. Denda dan ganti kerugian, pelaku pencurian harus membayarkan

sejumlah uang. Jumlah denda yang harus dibayarkan tergantung dengan

besar kecilnya kerugian yang ditimbulkan . Denda yang sudah

dibayarkan nantinya akan dipergunakan sebaik-baiknya untuk

kepentingan nagari;

c. Diusir dari kampung, sanksi ini diterapkan apabila perbuatan pencurian

sudah dilakukan berulang kali dan tidak dapat ditoleransi lagi

d. Hukuman lain berdasarkan kesepakatan para pemuka adat. Hal ini

ditentukan oleh para anggota pada sidang peradilan adat. Contohnya

membersihkan lingkungan nagari dalam jangka waktu tertentu atau

sebagainya57

Ada beberapa kasus pencurian di Nagari Bayur yang diselesaikan

melalui peradilan adat. Pertama, pencurian ikan oleh dua pelaku berinisial ED

dan RS di Jorong Kapalo Koto. Tindak pidana pencurian ini dilakukan pada

tanggal 23 Desember 2021. Dua pria ini berhasil mencuri ikan dengan berat 700

kilogram. Kejadian bermula saat korban bernama Yondri akan membuang ikan

yang sudah mati. Namun ketika melihat ke arah tambaknya ia menyadari bahwa

57
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 12.10 WIB.

47
ikannya berkurang dalam jumlah yang sangat banyak. Ketika menceritakan hal

yang terjadi kepada istrinya, seorang warga bernama Asrul mengatakan bahwa

ia melihat dua orang pria menggunakan boat berjalan dari arah tambak korban.

Kejadian pencurian ini sering terjadi pada malam hari, oleh karena hal

tersebut masyarakat memutuskan untuk melakukan ronda. Namun, hal tersebut

masih juga kurang efektif karena masih banyak pelaku pencurian yang

tertangkap. Kedua pelaku berhasil tertangkap ketika hendak berusaha

melarikan diri oleh warga. Pencurian yang dilakukan dapat digolongkan ke

dalam jenis pencurian dengan pemberatan.

Setelah diamankan, kedua pelaku keesokan harinya langsung dibawa ke

sidang nagari yang diselenggarakan oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari.

Berdasarkan hasil kesepakatan para pemuka adat yang diperoleh melalui

peradilan adat, terhadap pelaku dijatuhkan hukuman berupa membayar denda

dan diusir dari kampung. Hal ini mengingat kerugian yang disebabkan oleh

pelaku cukup besar. Selain menerima sanksi pidana adat, korban juga

melaporkan pelaku ke pihak kepolisian karena merasa belum puas dengan

hukuman yang diberikan.58

Kedua, kasus pencurian motor yang dilakukan oleh pelaku berinisial YS

di Jorong Tabin terhadap Ibu Meliana, pelaku kemudian diketahui berasal dari

Talu, Pasaman Barat. Kejadian ini terjadi pada waktu sholat isya tanggal 24

58
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketuan KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur , tanggal 13 Oktober 2022, pukul 10.00 WIB.

48
Februari 2022 Pelaku membawa kabur motor yang sedang terparkir ketika

korban buang air di sebuah masjid. Korban sempat menyadari dan berusaha

mengambil kembali sepeda motor miliknya, namun pelaku memukul korban

tepat di kepalanya hingga pingsan. Pelaku langsung tertangkap oleh masyarakat

setempat dan sempat dipukuli oleh warga sekitar. Namun para pemuka adat

segera mendamaikan dan membawa kasus ini ke dalam peradilan adat.

Pencurian ini dapat digolongkan sebagai pencurian dengan kekerasan.

Terhadap pelaku diharus melakukan permintaan maaf dan membayar

denda dua puluh sak semen. Meskipun pelaku bukan berasal dari Nagari Bayur,

namun berdasarkan kesepakatan masyarakat Bayur tetap harus dikenakan

sanksi pidana adat yang berlaku. Hal ini bersesuaian dengan pepatah dimana

bumi dipijak disitu langit dijunjung. Namun dalam pelaksanaan hukumannya,

pelaku tidak langsung membayar denda yang dijatuhkan karena mengaku

bahwa ia sedang kesulitan ekonomi dan berjanji akan mencicilnya59.

Ketiga, terjadi kembali pencurian uang serta emas milik warga bernama

Bapak Ade dengan cara membobol rumahnya oleh pelaku berinisial HN senilai

dua juta rupiah. Pencurian ini dapat digolongkan menjadi pencurian ringan. Ia

melakukan aksi pencurian itu ketika pemilik rumah sedang tidak berada di

rumah pada tanggal 11 April 2022.

59
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketuan KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur , tanggal 13 Oktober 2022, pukul 10.30 WIB.

49
Kasus pencurian ini juga dibawa oleh masyarakat ke dalam peradilan

adat. Terhadap pelaku juga dijatuhkan sanksi pidana adat berupa pembayaran

denda dan ganti rugi serta permintaan maaf. Denda yang dijatuhkan sebesar

kerugian yang disebabkan dan lima sak semen dan uang tunai sebesar lima juta

rupiah. Selain itu pelaku juga diusir dari kampung, karena diketahui telah sering

melakukan tindak pidana pencurian. Namun, karena mengaku tidak mempunyai

tempat tinggal lain dan uang yang cukup untuk membayar denda serta ganti

kerugian, pelaku meminta tenggang waktu agar bisa tetap tinggal di Nagari

Bayur.

Mayarakat memandang bahwa sanksi pidana adat yang berlaku

memiliki kekuatan yang sama dengan ketentuan hukum nasional yang

tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hal ini dikarenakan

sanksi tersebut telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan kesepakatan antara

para pemuka adat bersama dengan masyarakat. Penjatuhan sanksi tersebut juga

dilakukan dengan mekanisme yang telah ditetapkan dan tidak boleh

bertentangan dengsn peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan jenis serta besar kecilnya sanksi yang diterapkan

terhadap pelaku tindak pidana pencurian tergantung pada kerugian yang

ditimbulkannya. Selain itu bagi pelaku yang sudah berulang kali melakukan

pencurian juga dikenakan sanksi berupa pengusiran dari kampung. Bagi pelaku

yang berasal dari luar Nagari Bayur juga dikenakan sanksi pidana adat sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

50
Upaya penyelesaian melalui peradilan adat bertujuan untuk

memperbaiki keadaan pasca terjadinya tindak pidana pencurian. Berikut ini

adalah beberapa alasan masyarakat Nagari Bayur lebih memilih penyelesaian

delik adat pencurian melalui penyelesaian secara adat yaitu :

a. Memberikan rasa malu pada masyarakat. Rasa malu yang ditimbulkan

oleh pelaku pencurian tidak hanya dirasakan oleh si pelaku, namun juga

oleh masyarakat adatnya. Ketika permasalahan diselesaikan melalui

jalur hukum, maka rasa malu yang dirasakan oleh masyarakat nagari

akan bertambah, karena perbuatan mencuri tidak hanya menyalahi

aturan adat namun juga norma hukum yang berlaku;

b. Menciptakan kembali keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan

masyarakat tanpa mementingkan benar atau salah sehingga pihak yang

berkonflik dapat menghentikan permusuhan dan kembali menjalani

kehidupan dengan rukun;

c. Menghemat biaya dan waktu, karena dengan membawa kasus pencurian

ke jalur hukum memakan waktu yang lama serta biaya yang banyak;

d. Melestarikan nilai-nilai adat dan budaya masyarakat, karena

penyelesaian persoalan melalui peradilan adat didasarkan pada nilai-

nilai yang berkembang dan hidup di tengah masyarakat secara turun

temurun;60

60
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 12.30 WIB.

51
Proses penyelesaian perkara pencurian melalui peradilan adat oleh

lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur dilakukan berdasarkan prosedur yang

telah ditetapkan oleh para pemuka adat beserta pengurus KAN. Proses

persidangan dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan sehingga

persidangan berlangsung tertib dan hasilnya yang adil dapat diterima oleh

masyarakat. Nilai-nilai adat masih kental dipergunakan dalam penyelesaian

perkara pencurian tersebut. Walaupun terkadang masih kurangnya pengawasan

penjalanan sanksi oleh para pemuka adat dan pengurus KAN, namun secara

keseluruhan penyelesaian perkara pencurian menggunakan mekanisme pidana

adat sudah cukup teorganisir dengan baik.

Penerapan sanksi pidana adat oleh lembaga kerapatan adat Nagari

Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam telah dilakukan dengan

cukup baik. Untuk sanksi berupa permintaan maaf dan membayar denda serta

ganti kerugian biasanya dijatuhi kepada tindak pidana pencurian ringan, dengan

pemberatan dan pencurian dengan kekerasan. Untuk pelaku tindak pidana yang

telah melakukan tindak pidana berulang kali biasanya dikenakan hukuman

berupa diusir dari kampung. Untuk sanksi berupa diusir dari kampung

dikeluarkan saat sidang nagari dan dibuat perjanjian tertulis yang harus ditanda

tangani oleh si pelaku. Sedangkan hukuman lainnya diberikan sesuai dengan

kesepakatan para pengurus Kerapatan Adat Nagari Bayur dan pemuka adat

dalam sidang nagari.

52
B. Hambatan dalam Penerapan Sanksi Pidana Adat Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Pencurian oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

Hukum pidana adat hingga saat ini masih diakui dan digunakan dalam

menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.

Proses penyelesaian perkara pidana melalui jalur hukum dianggap belum cukup

karena tidak bisa memulihkan keseimbangan masyarakat. Kemampuan hukum

pidana adat dalam memulihkan kembali keseimbangan dalam masyarakat

menjadi ciri khas yang menjadi alasan dibutuhkan penerapannya.

Hal ini menyebabkan hukum pidana adat yang telah diberlakukan tidak

dapat berjalan sebagaimana mestinya. Setiap pihak yang terlibat dalam

penerapan sanksi pidana adat mengalami berbagai hambatan. Berikut ini

merupakan hambatan dalam penerapan sanksi pidana adat yang dirasakan oleh

lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur yaitu :

a. Adanya rasa kasihan dan simpati pengurus KAN terhadap pelaku

mengingat masa depan si pelaku dan keadaan ekonomi pelaku yang

sulit;

b. Penentuan waktu sidang yang sulit, karena susah mencari waktu

pengurus KAN yang kosong karena banyak dari pengurus tersebut yang

juga memiliki pekerjaan lain;

53
c. Setelah putusan dari sidang dikeluarkan, para pengurus KAN kurang

melakukan pengawasan terhadap pelaku sehingga tidak jarang sanski

diterapkan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini misalnya dapat

dilihat dari pelaksanaan sanksi berupa pembayaran denda yang tidak

langsung dilunasi tapi dicicil oleh si pelaku dengan alasan bahwa

ketidakmampuan ekonomi, serta bagi masyarakat yang diberikan sanksi

yang diusir dari kampung masih meminta untuk diberi izin tinggal

sementara waktu dikarenakan ketidakteserdiaan tempat tinggal di

tempat lainnya dan keterbatasan ekonomi61

Hambatan dalam penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak

pidana pencurian ini juga berasal dari masyarakat itu sendiri. Beberapa

hambatan tersebut diantaranya :

a. Rasa enggan masyarakat untuk melaporkan tindak pidana yang terjadi

kepada penegak hukum di lingkungan peradilan adat serta adanya sikap

main hakim sendiri ketika terjadinya suatu perbuatan pidana. Perbuatan

main hakim sendiri dilakukan oleh masyarakat karena emosi yang sudah

tersulut atas perbuatan pidana yang telah terjadi;

b. Banyaknya masyarakat pendatang baru sehingga mereka tidak

mengetahui nilai-nilai adat yang berlaku dalam masyarakat;

61
Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro, Ketua KAN Nagari Bayur di Kantor
Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 13.00 WIB.

54
c. Kurangnya edukasi mengenai penerapan sanksi pidana adat sehingga

masyarakat merasa asing ketika harus menggunakan pidana adat sebagai

alternatif penyelesaian masalahnya;62

Berdasarkan wawancara penulis dengan pelaku tindak pidana pencurian

di Nagari Bayur pada tanggal 10 Januari 2023, Adapun hambatan-hambatan

yang dialami oleh pelaku tindak pidana pencurian yaitu :63

a. Keadaan perekonomian pelaku yang sulit sehingga penerapan sanksi

tidak dapat berjalan lancar. Biasanya pelaku tindak pidana pencurian di

Nagari Bayur melakukan perbuatannya dikarenakan faktor ekonomi

yang sulit. Ketika peradilan adat menjatuhkan sanksi berupa denda dan

ganti kerugian serta diusir dari kampung maka sanksi pidana akan sulit

dilaksanakan. Sedangkan apabila diberikan kelonggaran terhadap

pelaksanaan sanksi ini, maka akan menimbulkan kemungkinan untuk

terjadinya pengulangan pencurian di waktu yang akan dating;

b. Pelaku tetap dikucilkan dalam kehidupan masyarakat meskipun telah

selesai menjalani sanksi pidana yang telah diputuskan dalam sidang

peradilan adat. Meskipun pelaku telah menjalani hukuman dengan baik

dan meminta maaf serta menyatakan penyesalan atas perbuatan yang

62
Wawancara dengan Bapak Ibu Susi , Warga Bayur di Kantor Kerapatan Adat Nagari
Bayur, tanggal 7 Januari 2023 pukul 14.00 WIB.
63
Wawancara dengan Bapak HN,ED,RS dan YS, Pelaku Pencurian di Kantor Kerapatan
Adat Nagari Bayur, tanggal 10 Januari 2023 pukul 11.00 WIB.

55
telah dilakukannya, tidak jarang ia tetap masih disisihkan dari

kehidupan masyarakat hukum adat;

c. Tenggang waktu yang diberikan terlalu singkat untuk menjalankan

sanski pidana adat sehingga pelaku tidak dapat menjalankan sanksinya

dengan baik;

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para korban tindak pidana

pencurian di Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam yaitu

Bapak Yondri, Ibu Meliana dan Bapak Ade pada tanggal 12 Januari 2023,

Adapun hambatan-hambatan yang dialami oleh korban tindak pidana pencurian

yaitu : 64

a. Sanksi yang dijatuhkan berdasarkan keputusan sidang peradilan adat

terlalu ringan sehingga dirasa tidak adil bagi korban yang telah banyak

dirugikan. Sanksi pidana adat hendaknya lebih diberatkan sehingga

lebih menimbulkan efek jera bagi pelaku;

b. Waktu penyelesaian perkara yang cukup lama sehingga korban merasa

sangat lambat untuk memperoleh keadilan dan kepastian hukum;

c. Korban kurang mendapatkan sosialisasi mengenai prosedur

penyelesaian sengketa melalui peradilan adat sehingga lebih banyak

64
Wawancara dengan Bapak Yondri, Ibu Meliana dan Bapak Ade, Korban Pencurian di
Kantor Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 13 Januari 2023 pukul 10.00 WIB.

56
korban yang memilih untuk langsung menyelesaikan masalah melalui

jalur hukum;

Aparat penegak hukum juga merasakan hambatan dalam proses

penerapan sanksi pidana adat. Adapun hambatan-hambatan tersebut yaitu :

a. Masyarakat yang seringkali langsung main hakim terhadap pelaku

pencurian sehingga sulit bagi aparat kepolisian untuk tidak ikut campur

dalam penyelesaian tindak pidana pencurian;

b. Kurangnya koordinasi antara pemuka adat dengan pihak kepolisian

mengenai penenrapan sanksi pidana adat sehingga sebagai suatu unsur

penegak hukum pihak kepolisian merasa kurang dihargai;

c. Kurangnya edukasi bagi anggota kepolisian mengenai keuntungan

penerapan sanksi pidana adat;65

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari penelitian di lapangan,

hambatan yang terjadi dalam penerapan sanksi pidana adat terhadap pelaku

tindak pidana pencurian oleh lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam tindak hanya disebabkan oleh si

pelaku, korban, namun juga dari para penegak hukum di lingkungan peradilan

adat beserta masyarakat sekitar. Meskipun begitu, masyarakat masih

mempercayai peran peradilan adat yang diselenggarakan oleh lembaga

65
Wawancara dengan Bapak Tomi Hendra, Bhabinkamtibmas di Kantor Kepolisian Sektor
Tanjung Raya , tanggal 8 Januari 2023 pukul 12.00 WIB.

57
Kerapatan Adat Nagari Bayur dalam menangani tindak pidana pencurian yang

terjadi di dalam masyarakat. Adanya kepercayaan masyarakat membuktikan

bahwa masyarakat ikut serta dalam upaya pelestarian terhadap nilai-nilai

hukum adat yang berlaku.

C. Respon Aparat Penegak Hukum terkait Penerapan Sanksi Pidana Adat

oleh Lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian

Penyelesaian tindak pidana pencurian melalui ketentuan pidana adat

didasari oleh nilai dan pandangan hidup yang telah berlaku sejak lama di

masyarakat. Penyelesaian melalui ketentuan pidana adat dilakukan dengan pola

kekeluargaan, namun bukan berarti tidak terdapat hukuman atau sanksi

terhadap pelanggarnya. Jalur kekeluargaan diimplemantasikan dalam bentuk

sidang nagari dengan sistem musyawarah yang bertujuan untuk mengembalikan

keadaan perdamaian seperti semula yang hasil akhirnya dapat menguntungkan

kedua belah pihak yang terlibat.

Penyelesaian tindak pidana melalui pidana adat lebih efektif. Hal ini

dikarenakan pidana adat bersumber dari nilai yang sudah berlaku secara turun

temurun dan diakui sejak dahulu oleh masyarakat. Proses penyelesaian melalui

peradilan adat cenderung bersifat lebih fleksibel serta mengedepankan

perdamaian. Masyarakat cenderung lebih memilih penyelesaian secara adat

karena dianggap lebih sejalan dengan nilai yang mereka anut dalam kehidupan

58
dan dapat kembali memulihkan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat

tanpa merugikan pihak manapun66.

Penggunaan hukum pidana adat sebagai alternatif penyelesaian tindak

pidana pencurian di Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

dinilai oleh masyarakatnya lebih mampu untuk mendatangkan keadilan dan

keseimbangan bagi masyarakatnya. Hal ini dikarenakan penyelesaian melalui

peradilan adat lebih bersifat damai sehingga baik pihak korban atau pelaku

merasa sama diuntungkan. Pihak korban dan pelaku dapat mencari dan

memperoleh solusi serta alternatif terbaik untuk menyelesaikan

permasalahannya.

Aparat penegak hukum yang terdapat di wilayah Bayur Kecamatan

Tanjung Raya Kabupaten Agam yaitu Kepolisian Sektor Tanjung Raya.

Sebagai aparat penegak hukum, polisi bertugas menjaga keamanan dan

ketertiban dalam proses penegakan hukum yang berlaku ketika terjadi suatu

tindak pidana. Penyelesaian perkara berdasarkan jalur hukum dimulai dari

adanya laporan kepada pihak kepolisian terlebih dahulu. Polisi merupakan

bagian dari sistem peradilan pidana yang melakukan penyidikan ketika

diketahui terjadinya suatu tindak pidana.

66
Yohanes W.S dan Stanislaus Hermadityo, 2020, Revitalisasi Peran Lembaga Adat dalam
Penanganan Konflik : Studi di Manggarai Nusa Tenggara Timur, Sosio Konsepsia, Vol.9,No.3, 2020,
hlm.219.

59
Sebagaimana yang telah tercantum dalam peraturan perundang-

undangan, bahwa masyarakat Indonesia mengakui eksistensi pidana adat. Hal

ini tentunya juga dilakukan oleh pihak Kepolisian Sektor Tanjung Raya yang

sangat menghargai penggunaan ketentuan pidana adat dalam menangani tindak

pidana pencurian ini. Namun untuk kasus pencurian yang menyebabkan

kerugian sangat besar, biasanya pihak kepolisian langsung memproses sesuai

dengan prosedur hukum yang berlaku tanpa menunggu penyelesaian secara adat

terlebih dahulu.

Adanya penerapan sanksi pidana adat sangat membantu polisi dalam

menyelesaikan tindak pidana di masyarakat. Penyelesaian melalui jalur adat

dianggap lebih menimbulkan efek jera dan rasa malu bagi si pelaku. Selain itu,

dengan menempuh penyelesaian melalui peradilan adat terlebih dahulu, berarti

mendukung prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana yang menjadikan

sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam menyelesaikan suatu persoalan

dalam masyarakat67.

Adanya pemberlakuan sanksi pidana adat terhadap pelaku tindak pidana

pencurian tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum nasional. Ketika

suatu delik adat terdapat juga ketentuannya dalam peraturan perundang-

undangan, maka sebaiknya selain dikenakan sanksi adat juga diberlakukan

sanksi pidana berdasarkan ketentuan hukum nasional yang berlaku. Sanksi

67
Wawancara dengan Bapak Tomi Hendra, Bhabinkamtibmas di Kantor Kepolisian Sektor
Tanjung Raya , tanggal 8 Januari 2023 pukul 10.00 WIB.

60
pidana adat dapat diberlakukan sebagai bentuk hukuman tambahan untuk

menjaga keseimbangan masyarakat setelah terjadi perbuatan pidana yang

mengganggu kehidupan68.

68
Wawancara dengan Bapak Tomi Hendra , Bhabinkamtibmas di Kantor Kepolisian Sektor
Tanjung Raya , tanggal 8 Januari 2023 pukul 10.20 WIB.

61
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan ketentuan hukum pidana adat dalam proses penyelesaian tindak pidana

pencurian melalui lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur didasarkan oleh adanya

pengakuan dan rasa percaya masyarakat terhadap ketentuan pidana adat yang telah

berlaku sejak dahulu di masyarakat. Penerapan sanksi pidana adat oleh lembaga

kerapatan adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam telah

dilakukan dengan cukup baik. Sanksi pidana adat yang diterapkan terhadap pelaku

tindak pidana pencurian di Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten

Agam seperti permintaan maaf, denda dan ganti kerugian,diusir dari kampung

serta hukuman lain berdasarkan kesepakatan para pemuka adat. Permintaan maaf

dilakukan secara lisan oleh si pelaku pencurian di depan peradilan adat disertai

dengan rasa penyesalan dan perjanjian untuk tidak mengulangi perbuatan

pencurian lagi. Denda dan ganti kerugian, pelaku pencurian harus membayarkan

sejumlah uang. Jumlah denda yang harus dibayarkan tergantung dengan besar

kecilnya kerugian yang ditimbulkan . Denda yang sudah dibayarkan nantinya akan

dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan nagari. Denda biasanya berupa

pembayaran uang tunai ataupun semen. Hukuman lain berdasarkan kesepakatan

para pemuka adat. Hal ini ditentukan oleh para anggota pada sidang peradilan adat.

Contohnya membersihkan lingkungan nagari dalam jangka waktu tertentu atau

sebagainya. Proses penerapan sanksi pidana adat tehrhadap perkara pencurian

62
melalui peradilan adat oleh lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur dilakukan

berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan oleh para pemuka adat beserta

pengurus KAN. Proses persidangan dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah

ditetapkan sehingga persidangan berlangsung tertib dan hasilnya yang adil dapat

diterima oleh masyarakat. Nilai-nilai adat masih kental dipergunakan dalam

penyelesaian perkara pencurian tersebut.

2. Hambatan dalam penerapan sanksi pidana adat oleh lembaga Kerapatan Adat

Nagari Bayur diantaranya yaitu Bagi lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur :

Adanya rasa kasihan dan simpati para pemuka adat dan pengurus KAN terhadap

pelaku mengingat masa depan si pelaku dan keadaan ekonominya yang sulit,

Penentuan waktu sidang yang sulit, karena susah mencari waktu para pemuka adat

dan pengurus KAN yang kosong karena banyak dari mereka yang juga memiliki

pekerjaan lain, dan Setelah putusan dari sidang dikeluarkan, para pengurus KAN

kurang melakukan pengawasan terhadap pelaku sehingga tidak jarang sanski

diterapkan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bagi masyarakat : Rasa enggan

masyarakat untuk melaporkan tindak pidana yang terjadi kepada penegak hukum

di lingkungan peradilan adat serta adanya sikap main hakim sendiri ketika

terjadinya suatu perbuatan pidana, Banyaknya masyarakat pendatang baru

sehingga mereka tidak mengetahui nilai-nilai adat yang berlaku dalam masyarakat,

dan Kurangnya edukasi mengenai penerapan sanksi pidana adat. Bagi pelaku

tindak pidana pencurian : Keadaan perekonomian pelaku yang sulit sehingga

penerapan sanksi tidak dapat berjalan lancar, Pelaku tetap dikucilkan dalam

63
kehidupan masyarakat meskipun telah selesai menjalani sanksi pidana, dan

Tenggang waktu yang diberikan terlalu singkat untuk menjalankan sanski pidana

adat. Bagi korban tindak pidana pencurian : Sanksi yang dijatuhkan berdasarkan

keputusan sidang peradilan adat terlalu ringan, Waktu penyelesaian perkara yang

cukup lama sehingga korban merasa sangat lambat untuk memperoleh keadilan

dan kepastian hukum dan Korban kurang mendapatkan sosialisasi mengenai

prosedur penyelesaian sengketa melalui peradilan adat. Bagi aparat penegak

hukum : Masyarakat yang seringkali langsung main hakim terhadap pelaku

pencurian, Kurangnya koordinasi antara pemuka adat dengan pihak kepolisian

mengenai penenrapan sanksi pidana adat, dan Kurangnya edukasi bagi anggota

kepolisian mengenai keuntungan penerapan sanksi pidana adat.

3. Sebagaimana yang telah tercantum dalam peraturan perundang-undangan, bahwa

masyarakat Indonesia mengakui eksistensi pidana adat. Hal ini tentunya juga

dilakukan oleh pihak Kepolisian Sektor Tanjung Raya yang sangat menghargai

penggunaan ketentuan pidana adat dalam menangani tindak pidana pencurian ini.

Namun untuk kasus pencurian yang menyebabkan kerugian sangat besar, biasanya

selain digunakan penyelesaian melalui peradilan adat juga diproses melalui

prosedur hukum yang berlaku.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

64
a. Bagi para pemuka adat dan anggota lembaga Kerapatan Adat Nagari Bayur agar

melakukan pengawasan sebaik-baiknya terhadap pelaksanaan putusan dari sidang

yang telah dilaksanakan oleh peradilan adat dengan baik

b. Bagi masyarakat dan para penegak hukum serta pemuka adat agar memperdalam

pengetahuannya mengenai penerapan sanksi pidana adat sehingga proses

penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya dan menjamin

kepastian hukum untuk masyarakat

65
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

-------, 2016, Kejahatan Terhadap Harta Benda Dan Nyawa , Media Nusa Kreatif,

Malang.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali

Press, Depok.

Andi Zainal Abidin 2007, Hukum Pidana 1, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Aria Zurnetti, 2020, Kedudukan Hukum Pidana Adat dalam Penegakan Hukum dan

Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Pidana Nasional, Rajawali Pers,

Depok.

Azmi Djamarindan Yardi Gond, 2000, Perbuatan dan Sanksi Adat yang Masih Hidup

dalam Hukum Adat Minangkabau Dewasa Ini, , Fakultas Hukum Universitas

Andalas, Padang.

Chairul Anwar, 1997, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau,

Rineka Cipta, Jakarta.

Edi Sanjaya, 2011, Hukum dan Putusan Adat dalam Praktik Peradilan Negara, Fakultas

Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Semarang.

Erdianto Effendi, 2018, Hukum Pidana Adat, Refika, Bandung.

Erwin Owan Hermasyah, Soetoto, Zulkifli Ismail dan Melanie Pita Lestari, 2021, Buku

Ajar Hukum Adat, Madza Media, Malang.

66
Hilman Hadikusuma, 1989, Hukum Pidana Adat, Penerbit Alumni, Bandung.

-------,2002, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung.

P.A.F Lamintang, 2008, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Saifulllah, 2006, Buku Panduan Metodologi Penelitian, Fakultas Syariah UIN,

Malang.

Soerjono Soekanto, 2020, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta.

S.R Sianturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Alumni AHM-PTHM,

Jakarta.

Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Suharsimi Arikunto, 2012, Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek, Sinar

Grafika, Jakarta.

Warjiyati Sri, 2020, Ilmu Hukum Adat, Deepublish, Sleman.

W.J.S Purwodarminto, 1986, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Yulia, 2016, Buku Ajar Hukum Adat, Unimal Press, Lhokseumawe.

Yusnita Eva, 2016, Dari Komunal ke Individual Perubahan Budaya Hukum

Masyarakat Adat Minangkabau, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Zainal Asikin, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Nagari.

67
Keputusan Bersama Pemuka Adat Nagari Bayur Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten

Agam

C. JURNAL

Elwi Danil, 2012, “Konstitusionalitas Penerapan Hukum Adat dalam Penyelesaian

Perkara Pidana”, Jurnal Konstitusi, Vol.9,No.1, 2012.

Nurhafifah dan Hardiyanti, 2021, “ Kajian Yuridis Statistik Kriminal Tindak Pidana

Pencurian yang Dilakukan oleh Anak”, Jurnal Hukum dan Keadilan Mediasi,

Vol.8, No.1, 2021.

R. Bagus Irawan, Dede Santi Fatimah dan Aryo Fadlian, 2021, “Analisis Yuridis Kasus

Perzinahan Berdasarkan Hukum Adat Minangkabau dan Hukum Batak”, Journal

Of Law, Vol.1, No.1, 2021.

Rini Apriyani, 2018, “Keberadaan Sanksi Adat dalam Penerapan Hukum Pidana

Adat” ,Jurnal Hukum Prioris, Vol. 6, No.3, 2018.

Rony A Walandouw, Pangemanan Diana. R dan Hendrik Pondaag, 2020, “Unsur

Melawan Hukum yang Subjektif dalam Tindak Pidana Pencurian Pasal 362

KUHP”, Lex Crimen, Vol.9, No.3, 2020.

Rusmiati Syahrizal dan Mohammad Din, 2017, “Konsep Pencurian dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum pidana Islam”, Syiah Kuala Law

Journal, Vol.1, No.1, 2017.

68
Saidil Adri, 2020, “Penentuan Kriteria Delik Adat oleh Masyarakat Adat Melayu

Rokan Hilir”, Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum, Vol.3,No.1, 2020.

Yohanes W.S dan Stanislaus Hermadityo, 2020, “ Revitalisasi Peran Lembaga Adat

dalam Penanganan Konflik : Studi di Manggarai Nusa Tenggara Timur”, Sosio

Konsepsia, Vol.9,No.3, 2020.

D. WEBSITE

Amrie Hakim, “ Pencurian dalam Kalangan Keluarga”,

https://www.hukumonline.com/klinik/a/pencurian-dalam-keluarga-

lt5041cf072f0e0, diakses pada 29 September pukul 08.30.

Dedi Suryandi, “ Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Menyelesaikan Sengketa

Tanah Ulayat Kaum”, https://badilum.mahkamahagung.go.id/artikel-

hukum/2453-peran-kerapatan-adat-nagari-kan-dalam-menyelesaikan-sengketa-

tanah-ulayat-

kaum.html#:~:text=Lembaga%20Kerapatan%20Adat%20Nagari%20merupaka

n,atas%20hukum%20adat%20nagari%20setempat, diakeses pada 02 Oktober

2022 pukul 15.37.

Firdaus Marbun, “ Undang-Undang Nan Salapan”,

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsumbar/undang-undang-nan-salapan/,

diakses pada 05 Oktober 2020 Pukul 13.45.

69
John Ganesha Siahaan, “Macam Delik Adat dan Tata Cara Penyelesaiannya”,

https://langitbabel.com/macam-delik-adat-dan-tata-cara-penyelesaiannya/,

diakses pada 15 Juli 2022 pukul 22.24.

Sovia Hasanah, “ Kedudukan Hukum Peradilan Desa Adat ”,

https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-hukum-peradilan-desa-adat-

lt59487a43f02f2, diakses pada 12 Februari 2023 Pukul 12.15

E. WAWANCARA

Wawancara dengan Bapak Jonny Datuak Sinaro selaku Ketua Kerapatan Adat Nagari

(KAN) Nagari Bayur, tanggal 13 Oktober & 5,7 Januari 2023, pukul 10.00 WIB.

Wawancara dengan Bapak Antoni selaku Sekretaris Kerapatan Adat Nagari (KAN)

Nagari Bayur, tanggal 7Januari 2023, pukul 11.00 WIB.

Wawancara dengan Bapak Ibu Susi selaku Warga Bayur di Kantor Kerapatan Adat

Nagari Bayur, tanggal 7 Januari 2023, pukul 14.00 WIB.

Wawancara dengan Bapak Tomi Hendra selaku Bhabinkamtibnas Polsek Tanjung

Raya Nagari Bayur, tanggal 8 Januari 2023, pukul 10.00 WIB.

Wawancara dengan Bapak HN,ED,RS dan YS selaku Pelaku Pencurian di Kantor

Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 10 Januari 2023, pukul 11.00 WIB.

70
Wawancara dengan Bapak Yondri, Ibu Meliana dan Bapak Ade, Selaku Korban

Pencurian di Kantor Kerapatan Adat Nagari Bayur, tanggal 13 Januari 2023,

pukul 10.00 WIB.

71

Anda mungkin juga menyukai