SOSIOLOGI HUKUM
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hukum Adat di Indonesia
Hukum adat telah diakui sejak zaman kolonial Belanda yaitu pada Pasal 75 Regerings
Reglement baru (disingkat R.R baru), berlaku sejak tanggal 1 Januari 1920, menyatakan
bahwa Hukum Eropa akan berlaku bagi golongan Eropa dan bagi orang Indonesia Asli
dengan sukarela bahwa akan tunduk terhadap hukum Eropa. Sedangkan dalam lapangan
perdata bagi golongan orang Indonesia yang lain, akan berlaku hukum adat dengan syarat
tidak bertentangan dengan dasar-dasar keadilan yang diakui umum. Sebaliknya apabila
peraturan hukum adat bertentangan dengan dasar-dasar keadilan atau terdapat suatu masalah
yang tidak diatur dalam hukum adat, maka hakim wajib memakai dasar-dasar umum hukum
perdata Eropa sebagai pedoman. Pasal 75 RR tersebut dipertegas oleh pasal 130 IS yang
menyatakan bahwa daerah-daerah diberi kebebasan untuk menganut hukumnya sendiri.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, sehari berikutnya tanggal
18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar 1945. Dasar hukum berlakunya
hukum adat ketika jaman penjajahan masuk ke wilayah setelah Indonesia merdeka melalui
pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa segala badan
negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, secara eksplisit tidak ada satu pasal pun yang
menyatakan berlakunya hukum adat di Indonesia. Hal ini berbeda apabila dibandingkan
dengan Konstitusi RIS, yang secara konstitusional dapat diketemukan pasal-pasal yang
merupakan landasan hukum berlakunya hukum adat, sebagaimana dinyatakan dalam pasal
146 ayat (1) yang menyatakan bahwa keputusan kehakiman harus berisi alasan-alasan dan
dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan hukum
adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Pasal 146 ayat (1) Konsitusi RIS tersebut ditegaskan
kembali dalam pasal 104 (1) Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Dewasa ini konfigurasi hukum telah berubah dan hukum adat adalah bagian organik
dari hukum negara. Setelah mengalami empat kali perubahan (amandemen) UUD NRI 1945
melahirkan perubahan fundamental pada struktur dan orgaisasi ketatanegaraan yang
membawa implikasi sangat besar pada praktik penyelenggraan kehidupan bernegara di
Indonesia terutama mengenai hukum adat itu sendiri. Salah satu hasil perubahan tersebut
adalah dicantumkannya Pasal 18 B ayat (2) yang menyatakan bahwa :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-undang.”
Selain pada UUD NRI 1945 terdapat beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
nasional yang memeperkuat berlakunya Hukum Adat di Indonesia pada saat ini antara lain :
1. Ketetapan MPRS nomor II/ MPRS/ 1960 dalam lampiran A paragraf 402 disebutkan
bahwa:
- Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan
berlandaskan Hukum Adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil
dan makmur.
3. UU No. 5 tahun 1960 tentang UUPA Pasal 2 ayat (4) UUPA mengatur tentang
pelimpahan wewenang kembali kepada masyrakat hukum adat untuk melaksanakan
hak menguasai atas tanah, sehingga masyrakat Hukum Adat merupakan aparat
pelaksana dari hak menguasai negara atas untuk mengelola tanah yang ada di
wilayahnya.
Pasal 3 UUPA bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat Hukum Adat, sepanjang
menurut kenyataannya harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan
dengan UU atau peraturan yang lebih tinggi.
Pasal 5 UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air,
udara dan ruang angkasa adalah Hukum Adat sepanjang (dengan pembatasan) tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, negara, sosialisme dan undang-undang.
Harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada agama (Abdurahman,
1978:75).
Secara implisit hukum adat dapat dijadikan dasar oleh hakim dalam mengadili dan
memutus perkara di pengadilan, karena yang dimaksud sumber hukum tidak tertulis
dalam pasal 50 ayat (1) adalah hukum adat. Dan yang dimaksud dengan nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, salah satunya adalah hukum adat, dengan
asumsi bahwa hukum adat adalah hukum yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat. Kedua pasal tersebut memberikan kewenangan kepada hakim dalam
memutus perkara dengan mendasarkan pada hukum adat.
7. UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun dan PP No. 4 1988 tentang Rumah
Susun. UU No. 16 tahun 1985 mengangkat lembaga Hukum Adat dengan cara
dimasukkan ke dalam UU tsb yaitu, asas pemisahan hirizontal.
Buku :
Soejon, Soekanto, 2002, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Sudantra, I Ketut, 2016, Pengakuan Peradilan Adat dalam Politik Hukum Kekuasaan
Kehakiman, Swasta Nulus, Denpasar.
Undang-Undang :