Anda di halaman 1dari 4

Tugas 12 Hukum Adat

Nama: Melza Hepyliana


Npm: 2212011064
Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H., M.H.

PERAN HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak lahir, manusia sudah anugerahi naluri untuk hidup bersama-sama
dengan orang lain. Manusia memulai hidupnya di lingkungan keluarga dan
Masyarakat. Dalam hidup berkeluarga ada aturan atau kebiasaan yang diterapkan,
begitupun dalam kehidupan bermasyarakat. Jika dilihat dari perkembangan hidup
manusia, hukum bermula dari pribadi manusia yang diberi akal dan pikiran oleh
tuhan dalam berperilaku. Dan perilaku-perilaku yang dilakukan secara terus-
menerus dapat menimbulkan kebiasaan. Jika kebiasaan itu ditiru oleh orang lain,
maka akan juga menjadi kebiasaan bagi orang lain yang mengikutinya. Kemudian
lama-kelamaan kebiasaan tersebut menjadi “adat” dalam Masyarakat tersebut.
(Aprilianti, 2022)
Jadi adat adalah kebiasaan Masyarakat hasil dari tiru meniru dalam hal
yang baik. Kemudian oleh Masyarakat, adat itu dijadikan sebagai alat yang harus
berlaku untuk semua anggota Masyarakat sehingga adat itu diterima, diakui, dan
dipertahankan. Apabila ada pelanggaran yang terjadi maka akan dikenakan sanksi
bagi pelanggar yang hingga akhirnya itu disebut “hukum adat”. Untuk terus
mempertahankan pelaksanaan hukum adat, agar tidak terjadi pelanggaran dan
penyimpangan, maka di antara anggota masyarakat akan diserahi tugas untuk
mengawasi pelaksanaan hukum adat itu sendiri. (Aprilianti, 2022)
Adat istiadat menunjukkan sikap, bentuk, tindakan (perubahan) manusia
pada masyarakat hukum adat untuk mempertahankan adat istiadat yang berlaku di
lingkungan wilayahnya. (Yulia, 2016)
Pada tingkat pemerintahan kenegaraan sebagian dari hukum adat akan
menjelma menjadi “hukum negara” yang kemudian karena sifatnya tertulis
menjadi “hukum perundangan” dan sebagian lainnya tetap sebagai “hukum rakyat
atau hukum adat”. (Aprilianti, 2022)
Istilah “Hukum adat” berasal dari kata-kata Arab, “Huk’m” dan “Adah”.
Huk’m berarti suruhan atau ketentuan. Sedangkan “Adah atau adat” artinya
kebiasaan. Istilah Hukum adat pertama kali dicatat oleh Snouck Hurgronye ketika
ia melakukan penelitian di Aceh (1891 – 1892) dengan istilah Belanda
“Adatrecht” dalam hasil penelitiannya “The Atjehers (orang-orang Aceh)”. Istilah
“Adatrecht” diterjemahkan sebagai Hukum Adat, untuk membedakan antara
kebiasaan dan pengertian adat yang mempunyai sanksi hukum. Lalu oleh Van
Vollen Hoven Hukum Adat disejajarkan dengan ilmu-ilmu lainsebagai ilmu
pengetahuan hukum adat. Hukum Adat adalah adat yang mempunyai sanksi,
sedangkan istilah adat yang tidak mengandung sanksi adalah “kebiasaan yang
normatif” yaitu kebiasaan yang berwujud aturan bertingkah laku dalam suatu
masyarakat. (Aprilianti, 2022)
Sejak istilah adatrecht yang kemudian diterjemahkan menjadi “hukum
adat” dalam bahasa Indonesia, ditemukan oleh Snouch Hurgronye dan
diperkenalkan oleh Van Vollenhoven kedalam dunia ilmu pengetahuan sebagai
istilah teknik juridis, maka hukum adat itu diartikan sebagai hukum yang berlaku
menurut perasaan masyarakat berdasarkan kenyataan. (Aprilianti, 2022)

PEMBAHASAN

1. PIDANA ADAT
Pengertian Hukum Pidana Adat (adatrechtdelicten) atau hukum
pelanggaran adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa atau
perbuatan kesalahan yang berakibat pada terganggunya keseimbangan
masyarakat, sehingga perlu diselesaikan (dihukum) agar keseimbangan
masyarakat tidak terganggu. Hukum Pelanggaran Adat (Hukum Pidana Adat)
adalah semua perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan kepatutan,
kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat
yang bersangkutan, baik akibat perbuatan seseorang maupun penguasanya sendiri.
(Aprilianti, 2022)
Ten Haar mengatakan untuk dapat disebut delik adat, perbuatan tersebut
harus mengakibatkan keguncangan dalam keseimbangan masyarakat.
Keguncangan tersebut, tidak hanya terdapat apabila peraturan-peraturan hukum
suatu masyarakat dilanggar, tetapi juga apabila norma-norma kesusilaan,
keagamaan dan sopan santun dalam masyarakat dilanggar. Jadi hukum delik adat
adalah keseluruhan hukum tidak tertulis yang menentukan adanya perbuatan
perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala upaya untuk memulihkan
kembali keadaan yang terguncang. (Yulia, 2016)
Sistem hukum pidana adat telah ada sebelum hukum pidana diberlakukan
dan masih tetap ada di Indonesia. Sistem hukum pidana berpatokan dari hukum
adat yang ada di masing-masing wilayah hukum di Indonesia. Hukum Pidana
adat satu daerah dengan daerah lainnya memiliki perbedaan dan persamaan,
dimana sesuai dengan pengaturan adatnya masing-masing atau sesuai dengan
kebiasaan dari daerahnya masing-masing. Secara materil Hukum Pidana Adat
sudah diterapkan dan tertuangkan dalam peraturan Perundang-undangan dilihat
dari Undang-Undang Darurat Nomor 1 tahun 1951. Namun, secara formil Hukum
pidana adat belum diatur dalam suatu aturan yang baku, dimana tatacara
beracaranya belum diatur dalam hukum positif Indonesia dan secara formal tidak
diakui atau tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Nomor
8 Tahun 1981. (Kalengkongan, 2017)
Peran Masyarakat Hukum Adat dalam pembangunan hukum nasional bisa
dilihat dari keluarnya RUU Masyarakat Adat. Berbagai rumusan dalam RUU
tersebut menunjukkan adanya kepentingan politk dalam proses legislasi, salah
satunya adalah adanya prosedur pengakuan Masyarakat Adat melalui berbagai
tahapan yang rumit dan akan mengancam eksistensi dari Masyarakat Hukum Adat
itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa RUU Masyarakat Adat tidak memiliki
semangat kebhinekaan sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 demi terwujudnya
hukum pembangunan nasional yang berkelanjutan. (Sinaga, 2019)
Dikaji dari perspektif teori, praktik dan prosedurnya ditemukan dalam
bentuk yurispudensi Mahkamah Agung RI seperti Putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 42 K/Kr/1966 tanggal 8 Januari 1966, Putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 275 K/Pid/1983 tanggal 29 Desember 1983 serta penjatuhan sanksi adat
(obat adat) hakikatnya bersifat untuk pemulihan keseimbangan alam magis,
pemulihan alam kosmos guna mengembalikan pada keseimbangan yang
terganggu agar bersifat religio magis kembali. Kemudian dalam kajian hukum
pidana maka eksistensi hukum pidana adat Indonesia berada pada tataran
dogmatik hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Oleh karena itu hukum pidana
adat secara holistik menjiwai seluruh lapisan ilmu hukum dalam praktek hukum
sehingga eksistensi dari dimensi ilmu hukum maka hakikatnya hukum pidana adat
tidak diragukan kapabilitasnya sebagai karakteristik praktek hukum di Indonesia.
(Mulyadi, 2013)
Dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia khususnya RUU KUHP,
hukum pidana adat dijadikan salah satu sumber untuk menentukan suatu
perbuatan dapat dipidana atau tidak, baik sebagai sumber yang positif maupun
negatif. Sanksi adat berupa pemenuhan kewajinan adat, disamping sebagai pidana
tambahan, dapat juga menjadi pidana yang diutamakan, semata-mata terhadap
pelanggaran hukum adat. (Jaya, 2016)
Hukum pidana adat tidak membedakan antara pelanggaran yang bersifat
pidana yang harus diperiksa oleh hakim pidana, dengan pelanggaran yang bersifat
perdata dan harus diperiksa oleh hakim perdata. Begitu pula tidak dibedakan
apakah itu pelangaran adat, agama, kesusilaan atau kesopanan. Semuanya akan
diperiksa dan diadili oleh hakim adat sebagai suatu kesatuan perkara yang
pertimbangan dan keputusannya bersifat menyeluruh berdasarkan segala factor
yang mempengaruhinya. (Apriyani, 2018)
Sebagai dasar problematika substantif hukum pidana adat dan hukum
pidana nasional, dengan sendirinya akan teratasi karena hukum yang nantinya
akan terbangun adalah hukum yang benar-benar berasal dari masyarakat dan
hukum tersebut memang bersubstansikan langsung dari nilai-nilai yang hidup di
masyarakat. Dengan demikian hukum akan selalu linier dengan tuntutan keadilan
bagi seluruh masyarakat, serta hukum pidana adat di masa yang datang akan
menjadi sumber hukum dan menjadi dasar dalam pembentukan hukum pidana
nasional. (Kurniawan, 2016)

KESIMPULAN
Hukum Pelanggaran Adat (Hukum Pidana Adat) adalah semua perbuatan atau
kejadian yang bertentangan dengan kepatutan, kerukunan, ketertiban, keamanan,
rasa keadilan dan kesadaran hukum masyarakat yang bersangkutan, baik akibat
perbuatan seseorang maupun penguasanya sendiri. Sistem hukum pidana adat
telah ada sebelum hukum pidana diberlakukan dan sampai saat ini masih tetap
ada di Indonesia. Peran Masyarakat Hukum Adat dalam pembangunan hukum
nasional bisa dilihat dari keluarnya RUU Masyarakat Adat. Penjatuhan sanksi adat
(obat adat) hakikatnya bersifat untuk pemulihan keseimbangan. Hukum pidana
adat dijadikan salah satu sumber untuk menentukan suatu perbuatan dapat
dipidana atau tidak dapat juga menjadi pidana yang diutamakan, semata-mata
terhadap pelanggaran hukum adat. Hukum pidana adat tidak membedakan antara
pelanggaran yang bersifat pidana atau perdata.

Anda mungkin juga menyukai