Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Gusti Putu Agung Ngurah Angkasa Wirajaya

NIM : 2204551420
Matkul : Hukum Adat
Dosen Pengampu :
1. Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H., M.Si.
2. I Gede Pasek Pramana, S.H., M.H.

UAS
1. Sebutkan dan jelaskan ciri/corak hukum adat dengan disertai contoh.
2. Bagaimanakah pendapat saudara tentang eksistensi hukum adat di Indonesia? Jelaskan.
3. Jelaskan letak hukum adat di dalam 3 wujud kebudayaan.
4. Berikan deskripsi umum mengenai sejarah hukum adat di Indonesia.
5. Apakah hukum adat memiliki peran penting dalam proses pembentukan hukum di Indonesia?
Jelaskan.

Jawaban
1. FD. Holleman menyebutkan dalam bukunya yaitu “De Commune Trek in bet Indonesische”
bahwa ada empat corak hukum adat yaitu:

Religius Magis
Religius Magis digambarkan memiliki pola pikir yang dibangun atas keyakinan masyarakat
akan adanya sesuatu yang sakral. Sebelum pengenalan sistem hukum agama, agama
diekspresikan melalui frologka, animisme, dan kepercayaan pada kekuatan magis alam.
Dunia batin (atau tak terlihat) dan alam harus hidup berdampingan secara harmonis dalam
masyarakat. Sentimen keagamaan masyarakat berbentuk keimanan kepada Tuhan (Allah)
setelah mereka mengetahui kerangka hukum agama. Masyarakat berpandangan bahwa setiap
tindakan, apapun bentuknya, akan menghasilkan pahala atau pembalasan Tuhan, tergantung
seberapa drastisnya hal itu mengubah dunia. Contohnya termasuk berkorban atau melakukan
sesajen, percaya pada roh dan kekuatan dunia lain, dan selametan untuk anak .

Kebersamaan (Komunal) yang Kuat


Orang yang memiliki sifat komunal (Commuun) beranggapan bahwa setiap individu
merupakan komponen esensial masyarakat secara keseluruhan. Karena tidak ada seorang pun
yang benar-benar terpisah dari masyarakat, dianggap bahwa kepentingan individu harus
disesuaikan secara memadai dengan kepentingan masyarakat. Karena manusia adalah
makhluk sosial yang harus selalu hidup bermasyarakat dan lebih mengutamakan kepentingan
keseluruhan dari pada kepentingan individu, maka hukum adat Indonesia mengakui bahwa
kehidupan manusia selalu dipandang sebagai suatu kesatuan kesatuan yang utuh karena
individu itu satu dengan yang lain. individu dan orang lain tidak dapat hidup sendiri.
Contohnya: Bergotong royong.

Konkrit
Setiap hubungan hukum yang berlangsung dalam masyarakat tidak dilakukan secara
terselubung atau rancu, menurut pengertiannya yang bersifat konkrit, yaitu pola yang tampak
atau polos. Menurut hukum adat Indonesia, segala perbuatan dan keinginan yang merupakan
bagian dari suatu hubungan hukum harus dinyatakan dalam hal-hal yang konkret. Karena
setiap janji pasti disertai dengan perbuatan nyata dan tidak ada ketidakpercayaan antara yang
satu dengan yang lain, tidak ada janji yang dibayar dengan janji yang lain. Contoh: Saat
membeli dan menjual, ini menyiratkan bahwa penjual dan pembeli mengirimkan barang dan
uang pada saat yang bersamaan. Jika pelanggan menerima produk tetapi pembayaran
pembelian belum dibayar, hutang dagang, bukan penjualan dan pembelian, adalah namanya.
Kecuali seorang portir hadir sebagai tanda penyelesaian. Hal yang sama berlaku jika
perkawinan terjadi sebelum peningset. Jika ada tanda mebali (tanda silang pada pohon), itu
menunjukkan bahwa area tersebut sebelumnya telah dibuka untuk digunakan sebagai ladang
dalam kasus lahan hutan.

Visual (Kontan / Tunai).


Sifat yang melekat pada tunai (kontane handeling) memerlukan keterlibatan, terutama dalam
mencapai imbalan yang diberikan segera. Menurut hukum adat Indonesia, semua peristiwa
serah terima harus terjadi secara bersamaan untuk menjaga keseimbangan kehidupan
bermasyarakat. Hal ini berlaku untuk pengalihan hak dan kewajiban serta pengalihan
kepemilikan. Misalnya, penjualan dan pembelian serta adopsi.

Demokrasi
Menurut hukum adat Indonesia, semua perselisihan harus diselesaikan dengan rasa
kebersamaan dan dengan mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu,
sejalan dengan dasar-dasar musyawarah dan perwakilan sebagai bentuk pemerintahan.
Contohnya: Diskusi yang diadakan di Balai Desa, harus diikuti oleh seluruh peserta diskusi.

2. Khususnya di Bali, hukum adat masih diakui sebagai hukum yang telah ada dalam
masyarakat. Dalam urusan waris, tanah, dan perkawinan, hukum adat Bali masih berlaku.
Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati
keberadaan hukum adat dan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan, menunjukkan
betapa negara Indonesia telah mengakui adanya hukum adat. Negara Indonesia. Namun
sangat disayangkan, meskipun keberadaan hukum adat telah diakui dan dilindungi, sejumlah
persoalan masih sering muncul sebagai akibat dari kurangnya informasi dan kesadaran
masyarakat terhadapnya.
3. Wujud abstrak, Karena tidak memiliki bentuk, maka hukum adat tidak dapat disentuh atau
disentuh dalam bentuk abstraknya. Wujud budaya ini dapat dilihat dalam pengertian
masyarakat yang nilai-nilai, konvensi, dan gagasannya melahirkan hukum adat.
Wujud aktivitas kelakuan berpola, adalah sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
dan telah mendarah daging dalam tingkah laku seseorang di masyarakat.
Wujud benda hasil karya manusia, Ciptaan seseorang berupa benda atau tulisan yang
berwujud, dapat diraba, dan dapat dilihat adalah bentuk fisik dari hukum adat. Contohnya di
bali adanya awig awig.

4. Begitu VOC tiba di Indonesia, keberadaan hukum adat di negara itu menjadi nyata. VOC
mengembangkan hukum pribumi yang setara dengan hukum Islam karena perbedaan sistem
hukum, sedangkan Belanda meninggikan hukum Belanda di atas hukum adat. untuk
mengontrol kelompok penduduk (sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 163 dan 131 IS).
Kelompok pribumi tunduk pada hukum adat, Kelompok dari Eropa tunduk pada hukum
Eropa, sedangkan kelompok dari Timur Jauh tunduk pada adat nasional masing-masing
negara. Kemudian, hukum adat menjelma menjadi bidang studi hukum tersendiri.

Landasan hukum hukum adat tidak banyak mengalami perubahan selama masa penjajahan
Jepang; sebaliknya, pemerintah Jepang hanya mengakui keberadaan pengadilan desa dan
pengadilan adat. Seiring dengan dimulainya era kemerdekaan, keinginan untuk menghormati
keberadaan hukum adat semakin meningkat, dan hukum adat kini diatur oleh peraturan
perundang-undangan (Pasal 1 AP dan 18 B Ayat (2) UUD 1945). Hukum adat tunduk kepada
hukum negara demi ketertiban dan keamanan, meskipun negara mengakuinya sebagai hukum
asli bangsa Indonesia.

5. Jika mencermati landasan filosofis, sosiologis, dan hukum dari penerapan hukum adat, maka
tidak diragukan lagi ia memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan hukum
Indonesia. Dari segi filosofis, hukum adat mencerminkan asas-asas fundamental yang
melandasi konstitusi negara kita, artinya beberapa nilai yang terdapat dalam hukum adat
penting (walaupun tidak semuanya) dalam hukum nasional. Karena pada hakekatnya hukum
adat adalah sistem hukum masyarakat adat yang berkembang berdasarkan nilai-nilai,
kepercayaan, tradisi, dan adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun. Kehidupan
sehari-hari masyarakat adat, struktur sosial, kepemilikan properti, tradisi perkawinan,
pemukiman, dan proses penyelesaian konflik seringkali diatur oleh hukum adat. Oleh karena
itu, karena hukum adat sudah mengenal adat-istiadat masyarakat Indonesia, maka
keberadaannya dapat membantu terciptanya hukum nasional di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, dan Kasmawati. (2022). Hukum Adat Di Indonesia.

Sudaryatmi, Sri. (2012). Peranan Hukum Adat Dalam Pembangunan Hukum Nasional Di
Era Globalisasi. Jilid 4.

Yulia, (2016). Buku Ajar Hukum Adat. Sulawesi: Unimal Press

Soetoto, Erwin Owan Hermansyah. 2021. Buku Ajar Hukum Adat. Malang: Madza
Media

Anda mungkin juga menyukai