Anda di halaman 1dari 6

CIRI HUKUM ADAT

Istilah hukum adat pertama sekali diperkenalkan oleh Snouck Hurgronje pada Tahun 1983
dalam bukunya De Atjehnese1. Dalam buku itu dia memperkenalkan istilah Adatrecht (hukum
adat) yaitu hukum yang berlaku bagi bumi putra (orang Indonesia asli) dan orang timur asing pada
masa Hindia Belanda. Hukum adat baru mempunyai pengertian secara tehnis yuridis setelah C.
Van Vollenhoven mengeluarkan bukunya yang berjudul Adatrecht. Dialah yang pertama sekali
menyatakan bahwa hukum adat merupakan hukum yang berlaku bagi rakyat Indonesia asli dan
mejadikannya sebagai objek ilmu pengetahuan hukum positif serta dijadikan sebagai mata kuliah
tersendiri. Dia juga yang mengangkat hukum adat sebagai hukum yang harus diterapkan oleh
hakim gubernemen.2

Oleh Pemerintah Kolonial Belanda hukum adat diakui secara resmi merupakan hukum bagi
bangsa Indonesia dan sejajar dengan hukum Eropah melalui Pasal 131 ayat (6) IS yang menyatakan
”hukum bangsa Indonesia adalah hukum positif bagi bangsa Indonesia”. Pengertian hukum bangsa
Indonesia dalam pasal tersebut adalah hukum adat. Adapun C. Van Vollenhoven menyatakan yang
dinamakan hukum adat (adatrecht) ialah dat samenstel van voor inlanders en vreende
oosterlingen geldende gedragregels, die eenerzijds sanctie hebben (hukum adat ialah keseluruhan
aturan tingkah laku yang berlaku bagi orang Indonesia asli yang mempunyai upaya paksa dan tidak
dikodifikasikan)

Sehingga ada tiga hal penting yang perlu digaris bawahi dalam pengertian hukum adat,
pertama hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku bagi bangsa Indonesia dan Timur
Asing. Dalam Tata Hukum Hindia Belanda pada masa itu rakyat yang ada di wilayah Hindia
Belanda digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu, orang Indonesia asli, orang timur asing dan
orang eropah. Kedua hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang ada sanksinya
(upaya paksa) artinya, jika aturan itu dilanggar ada upaya tertentu untuk memaksa agar aturan itu
tetap ditaati; dan ketiga hukum adat tidak dikodifikasikan, maksudnya tidak tertulis dalam bentuk
kitab undang-undang yang tertentu susunannya.

1
Djuned T, 1992, Asas-asas Hukum Adat, Fakultas Hukum Unsyiah, hlm.8
2
Kusumadi Pudjosewojo, 1976, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 64.
Kusumadi Pudjosewojo memberikan pengertian hukum adat adalah ”keseluruhan aturan
hukum yang tidak tertulis” 3
Pengertian tersebut hampir sama dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Soepomo yang menyatakan ”hukum adat adalah synonim dari ”hukum tak
tertulis” Hukum yang tidak tertulis berarti hukum yang tidak dibentuk oleh badan legislatif.
Berdasarkan pengertian atau difinisi yang dikemukakan di atas ada tiga ciri khusus yang
membedakan hukum adat dengan hukum lain yaitu berlaku untuk orang Indonesia, tidak tertulis
dan tidak dibuat oleh badan legislatif .

Dikarenakan hukum adat berbeda dengan hukum yang bersumbe r dari Romawi
atau Eropa Kontinental lainnya maka hukum adat bersifat pragmatisme realisme
artinya mampu memenuhi kebutuhanmasyarakat yang bersifat fungsional religius, sehingga
hukum adat mempunyai fungsi sosialatau keadilan sosial. Adapun sifat yang menjadi ciri daripada
hukum adat dijelaskan oleh F.D. Hollemann dalam pidato inagurasinya De Commune Trek in het
Indonesische Rechtsleven ia mengemukakan ada empat corak atau sifat umum Hukum Adat yang
merupakan satu kesatuan pada Indonesia yaitu :

a. C o m m u n a t a u K o m u n a l ( K e b e r s a m a a n )

Menurut pandangan Hukum Adat setiap individu, anggota masyarakat merupakan


bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan. Hubungan antara anggota
masyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh sifat rasa kebersamaan, dan
kekeluargaan, tolong menolong, dan gotong royong. Masyarakat Hukum Adat
meyakini bahwa setiap kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan hukum
dan kepentingan masyarakat karena tidak ada individu yang terlepas dari
masyarakatnya, secara singkat arti komunal adalah manusia terikat pada
kemasyarakatan tidak bebas dari segala perbuatannya, hak subyektif berfungsi
sosial, bersifat gotong royong, contohnya : perburuan binatang seperti babi,
rusa, burung yang dilakukan secara bersamaoleh suku $aulu di pulau
Seram. contoh lainya seperti masohi atau goton g royong
ketikamembangun rumah, masjid, gereja dan sebagainya

3
Kusumadi Pudjosewojo, 1976, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, hlm, 42.
b. Kontan dan Tunai
Sifat ini mempunyai makna bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh
suasana yang serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi. Bahwa setiap
pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi yang diberikan secara
serta merta. Prestasi dan kontra prestasi dilakukan secara bersama-sama pada waktu
itu juga. Dalam Hukum Adat segala sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah
timbang terima secara kontan adalah di luar akibat hukum, perbuatan hukum telah
selesai seketika itu juga. contohnya : jual'lepas, perkawinan jujur atau sah menurut
hukum, adopsi, dan seterusnya
c. Konkret (visual)
Sifat yang Konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan visual, artinya dapat
terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Hal ini mengartikan bahwa setiap
hubungan hukum Indonesia yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan secara
diam-diam melainkan ditransformasikan atau diberiw u j u d s e s u a i b e n d a ,
d i b e r i t a n d a ya n g k e l i a t a n , b a i k b e r u p a l a n g s u n g m a u p u n h a n y a
menyerupai objek yang dikehendaki. Contoh : panjer dalam maksud akan
melakukan jual beli atau memindahkan hak atas tanah, peningset dalam
pertunangan jika akan melakukan pertunanganan
d. Magis Religius (Magische-Religieus)

Sifat ini diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, yakni keyakinan masyarakat
Indonesia tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. Sebelum masyarakat adat mengenal agama,
sifat religius ini diwujudkan dalam cara berpikir yang tidak logis, sifat animisme dan kepercayaan
pada hal-hal yang bersifat gaib. Menurut sifat kepercayaan masyarakat pada masa itu bahwa di
alam semesta ini benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu punya daya gerak
(dinamisme), di sekitar kehidupan manusia ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia,
dan hukum alam itu ada karena ada yang menciptakan, yaitu Yang Maha Pencipta. Sifat ini
mengharuskan masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia lahir (dunia nyata)
dengan dunia batin (dunia gaib). Setelah masyarakat adat mengenal agama, maka sifat religius
tersebut diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Arti Relegieus
Magis adalah :

 Bersifat kesatuan batin


 Ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib
 Ada hubungan dengan arwah-arwah nenek moyang dan makluk-makluk halus lainnya.
 Percaya adanya kekuatan gaib
 Pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang
 Setiap kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegieus
 Percaya adnya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam semesta seperti terjadi
gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan lain sebagainya.
 Percaya adanya kekuatan sakti
 Adanya beberapa pantangan-pantangan

Di samping 4 (empat) corak corak hukum Adat Indonesia yang dikemukakan Holleman
di atas, ada sifat khas lainnya dari hukum adat, sebagai berikut:

a. Tradisional
Sifat ini menunjukkan bahwa masyarakat adat bersifat turun temurun, dari
zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya masih tetap
berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Peraturan
hukum yang turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur sebagai
pusaka yang dihormati, karena itu harus dijaga terus-menerus. Pelanggaran
terhadap sesuatu yang diterima dari nenek moyang diyakini dapat
mendatangkan malapetaka terhadap masyarakat. Corak tradisional yang sampai
sekarang masih dipertahankan dapat dilihat pada masyarakat Batak Indonesia di
mana tidak diperkenankan kawin dalam satu marga
b. Dinamis

Hukum Adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap
perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri sesuai dengan
perkembangan yang terjadi.

c. Terbuka
Hukum Adat memiliki sifat terbuka. Artinya, Hukum Adat dapat menerima
sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan menganggap
bahwa sistem hukum lain Indonesia tersebut patut atau berkesesuaian.
Contohnya : suku naulu di pulau seram bisa menerima hukum adat dari daerah
atau negeri lainyang ada di pulau seram
d. Sederhana
Artinya, bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak
beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan berdasar
saling percaya mempercayai. Hal ini dapat di lihat pada transaksi yang
dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal pembagian warisan, jarang
dilakukan secara tertulis.

e. Musyawarah dan Mufakat


Artinya, masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan mufakat.
Dalam menyelesaikan perselisihan di Indonesia selalu diutamakan penyelesaian
secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.
DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL, JURNAL, DOKUMEN

Djuned T, (1992), Asas-asas Hukum Adat, Fakultas Hukum Unsyiah

Hurgronje, Snouck, (1906), the Atjehnese, Tranalated by the Latp AWS O’Sulliven, Vol. 1,
Layden.

Kusumadi Pudjosewojo, (1976), Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Akasar Baru, Jakarta

Susylawati, Eka .2009. “Eksistensi Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Di Indonesia“.artikel.
diakses dari http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/alihkam/article/view/267/258, pada 3
November 2019

Sabda, Ana Y . Tanpa Tahun. Ciri-Ciri Hukum Adat Di Indonesia. Diakses dari
https://www.academia.edu/31640115/Ciri-Ciri_Hukum_Adat_Indonesia , pada 3 November 2019

Saputra, Irmawan Hadi .2019. Hukum Adat Indonesia, Sifat & Corak. Diakses dari
https://www.plengdut.com/2019/09/hukum-adat-indonesia-sifat-corak.html , pada 4 November
2019

Anda mungkin juga menyukai