Anda di halaman 1dari 10

Apa yang kalian ketahui tentang hukum adat

1. Sebutkan definisi batasan ruang Lingkup hukum adat


2. Apa yang kalian ketahui tentang unsur2 sistem hukum adat
3. Bagaimana teori pendapat dari Reciptio Complexu
4. Bagaimana sikap hukum adat yang kalian ketahui
5. Bagaimana ciri dan bentuk hukum adat
6. Hubungan Hukum adat dan kebudayaan
7. Hukum adat dan politik
8. Hukum adat secara yuridis dan sosiologis
9. Bagaimana Hukum adat menurut Soerjono Sukamto

Jawaban
1. Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan adat dan berlaku secara spontan. Dapat disimpulkan hukum adat
adalah suatu norma atau peraturan tidak tertulis yang dibuat untuk mengatur
tingkah laku masyarakat dan memiliki sanksi.

2. Jadi ruang lingkup hukum adat hanya sebatas wilayah yang menganut adat
atau kepercayaan tersebut saja.

Ruang lingkup hukum adat dibatasi oleh lingkungan hukum perdata. Jika
aturan yang ada hukum adat sudah diatur oleh hukum perdata maka hukum
adat tersebut tidak berlaku lagi. Hukum adat merupakan salah satu
kebudayaan bangsa.

3. Sistem hukum Adat, terdiri atas unsur-unsur pokok:


1) Kepercayaan,
2) Perasaan,
3) Tujuan,
4) Kaidah,
5) Kedudukan, peranan dan pelaksanaan peranan,
6) Tingkatan atau jenjang,
7) Sanksi,
8) Kekuasaan, dan
9) Fasilitas (Soerjono Soekanto, 2012: 132).

4. Teori Receptio in complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku


penuh hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam walaupun dalam
pelaksanaannya terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ini berlaku di
Indonesia ketika teori ini diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem
Christian van den Berg (1845-1927).

5.

1) Magis Religius (Magisch – Religieus)


Sifat ini diartikan sebagai pola pikir yang didasarkan pada religiusitas, Yakni
keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.
Sebelum masyarakat adat mengenal agama, sifat religius ini diwujudkan
Dalam cara berpikir yang tidak logis, animisme dan kepercayaan pada hal-hal
Yang bersifat gaib.
Menurut kepercayaan masyarakat pada masa itu bahwa di Alam semesta ini
benda-benda itu serba berjiwa (animisme), benda-benda itu Punya daya
gerak (dinamisme), di sekitar kehidupan manusia ada roh-roh Halus yang
mengawasi kehidupan manusia, dan alam itu ada karena ada yang
Menciptakan, yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya, setiap manusia
Akan memutuskan, mengatur, menyelesaikan suatu karya memohon restu
Yang Maha Pencipta dengan harapan bahwa karya tersebut berjalan sesuai
Dengan yang dikehendaki, dan apabila melanggar pantangan dapat
Mengakibatkan hukuman (kutukan dari Tuhan Yang Maha Esa).
Sifat Magis Religius ini merupakan kepercayaan masyarakat yang tidak
mengenal Pemisahan dunia lahir (fakta) dengan dunia gaib. Sifat ini
mengharuskan Masyarakat untuk selalu menjaga keseimbangan antara dunia
lahir (dunia Nyata) dengan dunia batin (dunia gaib).
Setelah masyarakat adat mengenal Agama, maka sifat religius tersebut
diwujudkan dalam bentuk kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Masyarakat mulai mempercayai bahwa Setiap perilaku akan ada imbalan dan
hukuman dari Tuhan.
Kepercayaan itu Terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat modern.
Sebagai gambaran Dapat dilihat pada setiap keputusan badan peradilan
yang selalu Mencantumkan klausul “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Walaupun klausul tersebut karena peraturan
mengharuskannya.
2) Komunal (Kebersamaan
Menurut pandangan Hukum Adat setiap individu, anggota masyarakat
Merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan.

Hubungan Antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain


didasarkan oleh rasa Kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, dan
gotong royong.

Masyarakat Hukum Adat meyakini bahwa setiap kepentingan individu


Sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan masyarakat karena tidak
ada Individu yang terlepas dari masyarakatnya.

3) Konkret (Visual)
Sifat yang Konkret artinya jelas, nyata, berwujud, dan visual, artinya
Dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi.

Hal ini mengartikan Bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam
masyarakat tidak Dilakukan secara diam-diam. Contoh jual beli, selalu
memperlihatkan adanya Perbuatan nyata yakni dengan pemindahan
benda objek perjanjian.

Berbeda Dengan halnya Hukum Barat yang mengenal perbedaan antara


benda Bergerak dengan benda tidak bergerak, di mana di dalam
perjanjian jual beli, Tanggung jawab atas suatu barang telah beralih
kepada pembeli, walaupun Barang tersebut masih ada di tangan penjual.

4) Kontan (Tunai)
Sifat ini mempunyai makna bahwa suatu perbuatan selalu diliputi oleh
Suasana yang serba konkret, terutama dalam hal pemenuhan prestasi.

Bahwa Setiap pemenuhan prestasi selalu diiringi dengan kontra prestasi


yang Diberikan secara serta merta.

Prestasi dan kontra prestasi dilakukan secara Bersama-sama pada waktu


itu juga.

Dalam Hukum Adat segala sesuatu yang Terjadi sebelum dan sesudah
timbang terima secara kontan adalah di luar Akibat hukum, perbuatan
hukum telah selesai seketika itu juga.

Di samping 4 (empat) corak hukum Adat yang dikemukakan Holleman Di


atas, ada sifat khas lainnya dari hukum adat, sebagai berikut:

A. Tradisional
Sifat ini menunjukkan bahwa masyarakat adat bersifat turun temurun,
Dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya
masih Tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang
bersangkutan.

Peraturan yang turun temurun ini mempunyai keistimewaan yang luhur


Sebagai pusaka yang dihormati, karena itu harus dijaga terus-menerus.
Pelanggaran terhadap sesuatu yang diterima dari nenek moyang diyakini
Dapat mendatangkan malapetaka terhadap masyarakat.

Corak tradisional yang Sampai sekarang masih dipertahankan dapat


dilihat pada masyarakat Batak di Mana tidak diperkenankan kawin dalam
satu marga.

B. Dinamis
Hukum Adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat. Setiap
Perkembangan masyarakat hukum akan selalu menyesuaikan diri sesuai
Dengan perkembangan yang terjadi.

C. Terbuka
Hukum Adat memiliki sifat terbuka. Artinya, Hukum Adat dapat Menerima
sistem hukum lain sepanjang masyarakat yang bersangkutan
Menganggap bahwa sistem hukum lain tersebut patut atau
berkesesuaian.

D. Sederhana
Artinya, bahwa masyarakat hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak
Beradministrasi, tidak tertulis, mudah dimengerti, dan dilaksanakan
berdasar Saling percaya mempercayai. Hal ini dapat dilihat pada
transaksi yang Dilakukan secara lisan saja, termasuk dalam hal
pembagian warisan, jarang Dilakukan secara tertulis.

E. Musyawarah dan Mufakat


Artinya, masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah dan
Mufakat. Dalam menyelesaikan perselisihan selalu diutamakan
penyelesaian Secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat.

5) Sistem Hukum Adat mencakup hal-hal sebagai berikut:

i. Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat


Berbeda dengan Hukum Eropa yang membedakan antara hukum
yang Bersifat Publik dan hukum yang bersifat Privat.

Di mana Hukum Publik Yang menyangkut kepentingan umum dan


Hukum Privat yang mengatur Kepentingan perorangan atau
mengatur hubungan antara masyarakat satu Dengan yang
lainnya.

Di dalam Hukum Adat tidak mengenal pembedaan Seperti itu.

ii. Tidak membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak


Perseorangan (personlijke rechten) menurut Hukum Barat (Eropa)
setiap Orang yang mempunyai hak atas suatu benda ia berkuasa
atau bebas Untuk berbuat terhadap benda miliknya itu karena
mempunyai hak Perseorangan atas hak miliknya tersebut, tetapi
menurut Hukum Adat, Hak kebendaan dan hak perseorangan itu
tidak bersifat mutlak sebagai Hak pribadi oleh karena berkaitan
dengan hubungan kekeluargaan dan Kekerabatannya.

iii. Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana. Di dalam


Hukum Adat apabila terjadi pelanggaran hukum perdata dan
pelanggaran hukum Pidana diputuskan sekaligus oleh
fungsionaris hukum (ketua adat atau Kepala desa).

Hal ini berbeda dengan hukum barat di mana pelanggaran


Perdata diperiksa dan diputuskan oleh hakim perdata sementara
Pelanggaran yang bersifat pidana diperiksa dan diputuskan oleh
hakim Pidana.

6) Pengertian dan Ciri-ciri Hukum Adat


 Tidak teratur.
 Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi.
 Tidak tersusun secara sistematis.
 Keputusannya tidak memakai konsideran atau pertimbangan.
 Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan

Bentuk Hukum Adat

Berbeda dengan sistem hukum yang berkembang lainnya, hukum adat adalah
hukum yang tidak tertulis. Hukum ini tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan Masyarakat

7) Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat
termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide
yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia
dalam berkehidupan bermasyarakat.
8) S

9) Secara sosiologis, Masyarakat Hukum Adat itu merupakan bentuk


Kehidupan sosial yang ditata oleh hukum adat.Menurut Ter Haar Bzn
Disebut dengan endapan dari kenyataan sosial.Kemudian endapan
Tersebut dibentuk dan dipelihara dalam keputusan pemegang kekuasaan
Yang dijatuhkan atas sesuatu tindakan hukum atau atas suatu
perselisihan.

Putusan tersebut berkaitan dengan perselisihan baik secara internal


dalam Masyarakat itu sendiri ataupun dengan pihaklain,berkaitan dengan
hak Atas tanahnya, air, tanamannya, bangunannya, benda keramat, dan
Barang-barang lain miliknya
Dasar yuridis
Dasar Berlakunya Hukum Adat Ditinjau Secara Yuridis dalam Berbagai Peraturan
Perundang-undangan Mempelajari segi Yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti
mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia (Saragih, l984:15).
Berdasarkan fakta sejarah dapat dibagi dalam dua periode yaitu pada jaman Kolonial
(penjajahan Belanda dan Jepang) dan jaman Indonesia Merdeka.

A. Jaman Kolonial (Penjajahan Belanda dan Jepang)

Sebelum Konstitusi RIS berlaku yaitu pada jaman penjajahan Jepang, terdapat
peraturan Dai Nippon yaitu Osamu Sirei pasal 3 menentukan bahwa peraturan-
peraturan sebelumnya juga masih tetap berlaku. Ketentuan yang ada pada waktu
sebelum penjajahan Jepang adalah ketentuan pasal 75 baru RR yang pada tahun
l925 diundangkan dalan Stb nomor 415 Jo 577 berlaku mulai 1 januari 1926
dimasukkan dalam pasal 131 IS _(Indische Staatsregeleing) lengkapnya wet op de
staatsinrichting van Nederlands Indie. Ketentuan tersebut juga merupakan
penyempurnaan dari pasal 75 ayat 3 lama RR l854 (Regeringsreglemen)
lengkapnya Reglement op het beleid der regering van Nederlands Indie_
(Peraturan tentang kebijaksanaan pemerintah di Hindia Belanda ) stb no. 2 tahun
1854 (belanda) dan Stb nomor 2 jo 1 1855 (Hindia Belanda) .Pasal 75 lama RR
terdiri dari 6 ayat (Mahadi, 1991:1-2) yaitu:

Senjang mengenai golongan Eropa, pemberian keadilan dalam bidang hukum


perdata juga dalam hukum pidana didasarkan pada _verordering-verordering
umum, yang sejauh mungkin sama bunyinya dengan undang undang yang
berlaku di negeri Belanda.

1. G Jendral berhak menyatakan berlaku aturan-aturan yang dipandang


pantas, dari verordering-verordering tersebut bagi golongan orang orang
bumi putra. Jika perlu aturan-aturan tersebut boleh dirubah.
2. Kecuali secara suka rela orang Bumi putra menundukkan diri ke dalam
hukum perdata Eropa, maka dalam memutus suatu perkara hakim
mempergunakan Hukum Adat.

Pada waktu itu istilah untuk menyebut Hukum Adat dengan berbagai macam
yaitu: (1) UU agama, (2)l Lembaga-lembaga golongan bumi putra dan (3)
Kebiasaan golongan bumi putra sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas
yang diakui umum tentang kepatutan dan keadilan (4), (5) dan seterusnya tidak
begitu penting bagi hukum adapt (6). Jika hukum adat tidak mengatur tentang suatu
perkara yang diajukan ke pengadilan maka hakim memberikan keadilan
kepada golongan bumi putra mengambil asas-asas umum dari hukum perdata
Eropa.

Pasal 131 ayat 2 sub b IS berisi tentang ketentuan bahwa bagi golongan hukum
bumi putra dan timur asing berlaku hukum adat mereka, _tetapi dengan pembatasan
_(Sudiyat, l981:24):

1. Jika kepentingan sosial mereka membutuhkan maka pembuat ordonansi


(Gubernur jendral dan Voksraad) dapat menentukan bagi mereka:
a. Hukum Eropa
b. Hukum Eropa yang telah diubah
c. Hukum bagi beberapa golongan bersama-sama
2. Jika kepentingan umum memerlukan maka bagi mereka dapat ditentukan
yaitu hukum baru yang merupakan sintesa antara Hukum Adat dan Hukum
Eropa.

Perbedaan antara pasal 131 IS dengan pasal 75 lama RR antara lain:

1) Hukum Adat dirumuskan secara berbeda dalam kedua pasal 75 lama


RR dan 131 IS (Mahadi, l991:17). Dalam pasal 75 lama Hukum Adat
dirumuskan sebagai UU agama lembaga-lembaga dan kebia saan-
kebiasaan golongan bumi putra. Dalam pasal 131 IS, Hukum Adat
dirumuskan sebagai norma hukum yang erat hubungannya dengan
agama dan kebiasaan-kebiasaan. Rumusan Hukum Adat menurut
pasal 75 lama RR dipengaruhi oleh pendapat van den Berg yang
dikenal dengan teori resepsi (_Recetio in complexu).

2) Pasal 75 RR ditujukan kepada hakim sedang 131 ditujukan kepada


pembuat UU.

3) Pasal 75 lama RR tidak ada kemungkinan bagi BP untuk menun


dukkan diri kepada hukum baru, sedangkan 131 IS ada kemung kinan
untuk itu.

4) Pasal 75 lama RR memuat ketentuan tentang pembatasan terhadap


berlakunya Hukum Adat yaitu Hukum Adat tidak diberlakukan jika
bertentangan dengan asas-asas keadilan.

Pasal 131 dan 134 IS hanya berlaku bagi hakim Landraad (PN), sedangkan bagi
hakim Peradilan Adat _(inheemse rechtspraak) dasar hukumnya adalah pasal 3 stb
nomor 80 tahu 1932 bagi daerah yang langsung dikuasai oleh Belanda yang di luar
Jawa dan Madura. Sedangkan bagi daerah swapraja dasar hukumnya berlakunya
Hukum Adat adalah pasal 13 ayat 3 stb nomor 529 tahun 1938 dalam lange
contracten. Dasar hukum peradilan adat di Jawa dan Madura adalah ketentuan
pasal 3 RO stb 23 tahun 1847 jo stb jo. Nomor 47 tahun 1848.

B. Jaman Kemerdekaan Indonesia

a. Ketentuan UUD NRI 1945

Dalam pasal 18 b ayat (2) Undang Undang Dasar NRI 1945 Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai den gan perkembangan
masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU. Beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan nasional yang memperkuat berlakunya hukum
adat di Indonesia pada saat ini antara lain :

1. Ketetapan MPRS nomor II/ MPRS/ l960


Dalam lampiran A paragraf 402 disebutkan bahwa:
a. Asas-pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan
haluan negara dan Berlandasakan hukum adat yang tidak
menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.

b. Dalam usaha ke arah homoginitas hukum supaya


diperhatikan kenyataan- kenyataan yang hidup di Indonesia.

Dalam penyempurnaan UU hukum perkawinan dan waris


supaya memperhatikan fakor-faktor agama, adat dan lain-lain.

2. UU Drt nomor 1 tahun 1951


Tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan
susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil Pasal 1 ayat 2 UU drt 1
tahun 1951: secara berangsur-angsurakan ditentukan oleh mentri
kehakiman, dihapus:

Segala pengadilan swapraja kecuali peradilan Islam negara Sumatera


Timur dahulu, Kalimantan Barat dan negara Indonesia Timur dahulu.

Segala pengadilan adat kecuali Pengadilan Islam. Pasal 1 ayat 3 UU drt


nomor 1 tahun 1951 hakim desa tetap dipertahankan

3. UU nomor 5 tahun 1960


Tentang UUPA . Pasal 2 ayat 4 UUPA mengatur tentang pelimpahan
wewenang kembali kepada masyarakat hukum adat untuk
melaksanakan hak menguasai atas tanah, sehingga masyarakat hukum
adat merupakan aparat pelaksana dari hak menguasai negara atas
untuk mengelola tanah tanah tyang ada di wilayahnya. Pasal 3 UUPA
bahwa pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya harus sedikikan rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan ansional dan negara, berdadasakan persatuan bangsa
dabn tidak boleh bertentangan dengan UU atau peraturan yang lebih
tinggi.

4. UU Nomor 41 tahun l999


UU Pokok KehutananMenegaskan bahwa pelaksanaan hak-hak
masyarakat adat, Hukum Adat dan anggotanya serta hak-hak
persseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hutan secara langsung
atau tidak langsung didasarkan pada suatu peraturan yang demi
tercapainya tujuan yang dimaksud oleh UU ini.

5. PP nomor 21 tahun 1971


Tentang HPH dan hak pemungutan hasil Hutan. Pasal 6 ayat 1 PP
nomor 21 tahun 1971 menyebutkan bahwa Hak-hak
masyarakathukum adat dan anggota-anggotanya untuk memungut
hasil hutan didasarkan atas peraturan hukum adat sepanjang
kenyataannya masih ada, pelaksanaannya masih perlu ditertibkan
sehingga tidak menggangu HPH.Ayat 2 Pasal 6 PP no. 21 tahun 1971
Pelaksanaan pasal 1 harus seijin pemegang HPH yang diwajibkan
meluluskan pelaksanaan Hak tsb dan diatur dengan tata tertib sebagai
hasil musyaŠwarah antara pemegang HPH musyawarah adat dengan
bimbingan dan pengawasan Dinas kehutanan.Ayat 3 Demi keselamatan
umum dalam areal hutan yang sedang dalam rangka penmgusahaan
hutan maka pelaksanaan hak-hak rakyat untuk memungut hasil hutan
dibekukan.

6. UU Nomor 4 Tahun 2004


Yang menggantikan UU nomr 14 tahun 1970 tentang ketentuan-keentuan
pokok kekuasaan kehakiman
 Pasal 25 ayat 1 yang isinya segala putusan pengadilan selain
harus memuat dasar-dasar putusan, juga harus memuat
pasal-pasal tertentu dari peraturan ybs atau _sumber hukum
tidak tertulis ang dijadikan dasar untuk mengadili.
 Pasal 28 ayat 1 yang isinya tentang hakim sebagai penegak
hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dengan
diundangkannya UU nomor 4 tahun 2004 maka ketentuan pasal
131 ayat 6 Is tidak berlaku lagi.

7. UU no 1 tahun l974
Tentang Perkawinan Pasal 35 dan 37 UUnomor 1 tahun 1974 tentang
harta benda dalam perkawinan. Pasal 35 ayat 1: harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.ayat 2: harta
bawaan dari masing-masing suami dan isstri dan harta benda yang
diperoleh oleh masing-masing pihak sebagai hadiah, warisaan, adalah
berada dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak
tidak menen tukan lain.

8. UU nomor 16 tahun 1985


Tentang rumah susun dan PP no. 4 1988 tentang rumah susun UU
nomor 16 tahun 1985 mengangkat lembaga Hukum Adat dengan cara
dimasukkan ke dalam UU tsb yaitu _asas pemisahan horizontal.

9. PP nomor 24 tahun 1997


Mengenai pendaftaran tanah PP 24 merupakan penyempurnan PP10
tahun 1961. PP 24 diundangkan pada 8 juli 1997 dan berlaku efektif 8
oktober 1997 mengangkat dan memperkuat berlakunya Hukum Adat
yaitu lembaga rechtsverwerking_ (perolehan hak karena menduduki
tanah dan menjadikannya sebagai hak milik dengan syarat yaitu
iktikad baik selama 20 tahun berturut tanpa ada gangguan/ tuntutan dari
pihak lain dan disaksikan atau diakui oleh masyarakat.lembaga
aquisitive verjaring kehilangan hak untuk menuntut hak milik

10. UU NO.31 TAHUN 2004 Tentang Perikanan


Pasal 6 ayat (2) UU no.31/ 2004 Pengelolaan Perikanan untuk
kepantingan penengkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus
mempertimbangkan hukum adat da/ atau kearifan lokal serta
memperhatikan peran serta masyarakat.

11. UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi


Pasal 33 ayat (3) Kegiatan usaha mminyak dan gas bumi tidak dapat
dilaksanakan pada huruf b yaitu : tempat pemakaman, tempat yang
dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasana umum, cagar alam,
cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat.

10. Soerjono Soekanto memberikan pengertian hukum adat sebagai kompleks adat-adat
yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasi) dan bersifat pemaksaan (sehingga
mempunyai akibat hukum). Ilman Hadikusuma mendefinisikan hukum adat sebagai
aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai