Anda di halaman 1dari 6

Nama :

NIM :
Semester :
Kelas :
Studi :
Fakultas :

JUDUL SKRIPSI BESERTA RUMUSAN MASALAH

1. Judul :

Efektivitas Hukum Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika Pada Lembaga


Pemasyarakatan Kelas IIA Mataram

1.1. Latar Belakang

Kejahatan adalah merupakan gejala sosial yang biasa dalam setiap masyarakat.

Kejahatan itu bersumber di masyarakat, dimana masyarakat yang memberi kesempatan untuk

melakukan dan masyarakat juga yang akan menanggung akibat dari kejahatan itu walaupun tidak

secara langsung. Kejahatan tersebut berkembang seiring zaman dan kemajuan teknologi.

Berbagai macam kejahatan saaat ini merajalela dalam masyarakat bahkan dalam hal-hal diluar

pikiran kita. Bersamaan dengan berkembangnya kejahatan, masyarakat mulai memikirkan

bagaimana cara menanggulanginya, karena banyak kerugian bahkan korban jiwa akibat

kejahatan tersebut (Hutagalung, 2022).

Sejalan dengan perkembangan tersebut, hukum berkembang mengikuti setiap

kebutuhan manusia. Hukum terus mengalami perubahan guna perbaikan-perbaikan di segala segi

kehidupan manusia demi terwujudnya tujuan nasional sesuai dengan amanat pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NKRI
1945) terdapat beberapa cita-cita bangsa antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia. Hal imi tak terkecuali di dalam sistem kepenjaraan di Indonesia.

Sistem kepenjaraan telah mengalami perubahan karena dianggap tidak sesuai dengan sistem

pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Asshiddiqie, 2022).

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam hal pemidanaan,

seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat menghukum penjahat sehingga

dapat memberikan efek jera. Hal ini memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan

vonis penjatuhan sanksi kepada para pelaku kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan

masyarakat. Kenyataan empiris di bidang pemidanaan secara umum masih menganut

pemahaman untuk memperbaiki terpidana di lembaga pemasyarakatan sehingga memberikan

gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembali dalam

lingkungan kehidupan social masyarakat (Laksana, 2016).

Merujuk terhadap konsepsi pemidanaan itu cenderung dimulai dari konsepsi yang

bersifat menghukum yang berorientasi ke belakang, bergeser ke arah gagasan/ide membina yang

berorientasi ke depan. Menurut Roeslan Saleh, pergeseran orientasi pemidanaan disebabkan

hukum pidana berfungsi dalam masyarakat. Di Indonesia pergeseran orientasi dalam pemidanaan

ini dapat terlihat dengan adanya penggantian istilah penjara menjadi istilah pemasyarakatan.

Penggantian ini dimaksudkan agar pembinaan narapidana berorientasi pada tindakan yang lebih

manusiawi dan disesuaikan dengan kondisi narapidana. Melalui sistem pemasyarakatan

ini pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana lebih bersifat manusiawi dengan tetap

menjungjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia. Perlakuan ini dimaksudkan untuk

menempatkan narapidana sebagai subjek di dalam proses pembinaan dengan sasaran akhir

mengembalikan narapidana ke tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna
(resosialisasi). Resosialisasi merupakan salah satu tujuan dari ide individualisasi pemidanaan

yang lahir dari pemikiran mashab modern (Tonggengbio, 2016; Samsu dan Yasin, 2021).

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan

yang disertai dengan lembaga "rumah penjara" secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu

sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar

Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan

kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan

lingkungannya (Situmorang et al., 2019).

Sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana,

oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum

mengenai pemidanaan. Sistem Pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan

warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi

masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan

pemasyarakatan, serta

merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila (Wulandari, 2015).

Sistem pemidanaan seharusnya berlandaskan pada filsafat pemidanaan yang sesuai

dengan falsafah masyarakat dan bangsanya. Bagi masyarakat dan bangsa Indonesia yang

berdasarkan Falsafah Pancasila sudah seharusnya sistem pemidanaan juga berlandaskan nilai-

nilai Pancasila. Meskipun demikian, penerapan sistem pemidanaan tersebut tidaklah berjalan

sebagaimana mestinya. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya berbagai masalah dalam

pelaksanaan sanksi pemidanaan tersebut pada lembaga pemasyarakatan. Salah satunya, yakni
dengan maraknya pengrusakan, kerusuhan sampai pembakaran yang dilakukan oleh para

narapidana terhadap lembaga pemasyarakatan, ini memberikan rasa was-was bagi aparat

penegak hukum khususnya bagi petugas lembaga pemasyarakatan (Purwadiyanto, 2015).

Pelaksanaan sanksi pemidanaan pada lembaga pemasyarakatan sangat ditentukan

dengan jenis kasus yang terjadi. Dengan sifat ideal yang menghendaki adanya pembinaan pada

narapidana, maka penerapan sanksi pemidanaan tersebut haruslah merujuk pada jenis

kasus yang narapidana tersebut lakukan, sehingga pembinaan tersebut akan berjalan secara

efektif dan efisien. Salah satu tindak pidana yang memerlukan penerapan sanksi pemidanaan

yang tepat, yakni tindak pidana penyalahgunaan narkotika (Remaja, 2022).

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba bukan saja merupakan tantangan

pemerintah, tetapi juga merupakan masalah bangsa yang amat rumit, karena di samping

merusak fisik dan mental generasi bangsa juga dapat mengganggu keamanan dan ketahanan

nasional. Lebih dari 200 juta penduduk Indonesia, saat ini 2% atau sekitar 4 juta jiwa

terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan 85% di antaranya adalah generasi muda dari

berbagai kalangan. Sedangkan beberapa wilayah di Indonesia yang termasuk rawan terjadinya

kasus-kasus narkoba adalah Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan

Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Sumatera Utara, Riau bahkan hingga NTB. Peredarannya pun

semakin meluas, tidak hanya di kalangan bawah, tapi juga kalangan menengah atas.

Penyebarannya pun mewabah, tidak hanya di perkotaan tapi juga perdesaan (Aida, 2020).

Permasalahan penyalahgunaan narkotika tersebut juga banyak terjadi dalam lingkup

wilayah hukum Nusa Tenggara Barat khususnya daerah Mataram. Kondisi tersebut

menunjukkan bahwa tindak pidana penyalahgunaan narkotika harus mendapat perhatian serius,
khususnya dalam sanksi pemidanaannya, agar nantinya penerapan sanksi pemidanaan yang

bertujuan untuk melakukan rehabilitasi, pembinaan, dan bimbingan pada narapidana benar-benar

dapat berjalan dengan efektif. Sehingga permasalahan narkotika tersebut dapat segera teratasi

Dari uraian tersebut terdapat pentingnya suatu pembinaan maupun bimbingan yang

dilakukan setiap individu yang melakukan pelanggaran serta penyimpangan-penyimpangan

norma hukum dalam masyarakat, khususnya pada pelaku perbuatan pidana narkotika.

Berdasarkan uraian tersebut maka saya tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Efektivitas

Hukum Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika Pada Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Mataram”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yang

akan diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana narkotika di

Lembaga Pemasyarakatan IIA Mataram?

2. Apakah Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana

narkotika di Lembaga Pemasyarakatan IIA Mataram?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana narkotika di

Lembaga Pemasyarakatan IIA Mataram.


2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap

narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan IIA Mataram.

DAFTAR PUSTAKA

Aida Sari, N. O. O. R. (2020). Efektivitas Hukum Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika


Pada Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas IIA Banjarmasin. Diploma thesis, Universitas
Islam Kalimantan MAB
Asshiddiqie, J. (2022). Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan. Sinar Grafika.
Hutagalung, N. (2022). Pelaksanaan Pembinaan Warga Binaan Menurut Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Journal of Law (Jurnal Ilmu Hukum), 8(1), 151-
166.
Laksana, A. W. (2016). Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika
Dengan Sistem Rehabilitasi. Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(1), 74-85.
Purwadiyanto, T. (2015). Analisis Pidana Kerja Sosial Dalam Hukum Positif Di Indonesia. Lex
Administratum, 3(8).
Remaja, I. N. G. (2022). Mekanisme Penegakan Disiplin Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIB. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora, 6(1), 123-131.
Samsu, S., & Yasin, H. M. (2021). Optimalisasi Pelaksanaan Pembinaan Residivis Narapidana
Narkotika pada Lembaga Pemasyarakatan. Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum, 24(1), 18-38.
Situmorang, V. H., Ham, R., & Kav, J. H. R. S. (2019). Lembaga Pemasyarakatan sebagai
Bagian dari Penegakan Hukum. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 13(1), 85.
Tonggengbio, S. (2016). Sistem Pemidanaan Dalam Penjatuhan Pidana Penjara Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Lex Administratum,
4(3).
Wulandari, S. (2015). Fungsi sistem pemasyarakatan dalam merehabilitasi dan mereintegrasi
sosial warga binaan pemasyarakatan. Serat Acitya, 4(2), 87.

Anda mungkin juga menyukai