Anda di halaman 1dari 30

1

IMPLEMENTASI UU NO. 22 TAHUN 2022 PASAL 11


TENTANG KEWAJIBAN NARAPIDANA DALAM
MEMELIHARA PERIKEHIDUPAN YANG BERSIH
PERSPEKTIF MAQASHID SYARI’AH (STUDI KASUS PADA
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA BENGKALIS)

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun oleh :
RIZKI WAHYUDI
NIM: 182219541

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH SYAR’IYYAH)


JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BENGKALIS
2023 M/1444 H
1
2

IMPLEMENTASI UU NO. 22 TAHUN 2022 PASAL 11 TENTANG


KEWAJIBAN NARAPIDANA DALAM MEMELIHARA PERIKEHIDUPAN
YANG BERSIH PERSPEKTIF MAQASHID SYARI’AH (STUDI KASUS
PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA BENGKALIS)

A. Latar Belakang

Manusia dan hukum merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam

kehidupan di dunia ini karena tanpa adanya hukum yang mengatur tingkah laku

manusia maka akan terjadi kekacauan didalam kehidupan manusia (masyarakat).

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan suatu

masyarakat yang berkeadilan. Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan

apa saja yang tidak boleh dilakukan. Sasaran hukum bukan saja orang yang

nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan perbuatan yang mungkin akan

terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum.

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan atura-aturan atau kaedah

bersama yang dalam pelaksanaannya dapat berupa sanksi. Hukum itu ada untuk

melindungi kepentingan manusia, maka hukum harus di taati, dilaksanakan,

dihormati dan bukan untuk dilanggar. Sifat bawaan manusia yang ingin selalu

menang sendiri dikenal dengan istilah (homo homini lupus) dan egois harus

ditata dan diatur sedemikian rupa oleh hukum tanpa kecuali, agar tidak

melanggar hak orang lain. Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia,

khususnya dalam hal pemidanaan seharusnya merujuk pada norma hukum yang

bersifat menghukum warga binaan sehingga dapat memberikan efek jera. Hal ini

memberikan wacana pada hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi

kepada para pelaku kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan

masyrakat.
3

Kenyataan empiris dibidang pemidanaan secara umum masih menganut

pemahaman untuk memperbaiki terpidana di lembaga pemasyarakatan, sehingga

memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan

muncul kembali dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat. Merujuk

terhadap konsepsi pemidanaan itu cenderung di mulai dari sikap menghukum

yang beroentasi kebelakang. Sistem pemasyarakatan yang sangat menekan pada

unsur efek jera yang di sertai dengan lembaga rumah pemasyarakatan secara

berangsur-ansur dipandang sebagai suatu sistem sarana yang tak sejalan dengan

konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari

kesalahannya, tidak lagi berhendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali

lagi menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab pada keluarga dan

sosial.1

Pemidanaan terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana

bukanlah semata-mata bertujuan untuk pembalasan terhadap perbuatan yang di

lakukannya. Pidana penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling

sering di gunakan dalam menanggulangi masalah kejahatan.2

Sering di jumpai dalam lembaga pemasyaraktan bahwa hak-hak narapidana

belum terpenuhi sesuai hak mereka sebagai warga negara. Hal ini sebabkan

beberapa faktor, diantaranya kurang di pahaminya aturan-aturan mengenai hak

narapidana yang tertuang dalam undang-undang oleh petugas lembaga

pemasyarakatan atau bahkan oleh narapidana sendiri.

1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
2
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung; PT Reflika Aditama,
2006), h. 2
4

Aturan pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan warga

binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk

melindungi masyarakat terhadap kemungkinan–kemungkinan diulanginya tindak

pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan

bagian yang tak terpisah dari nilai–nilai yang ada dalam pancasila.

Tentunya dalam sistem pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan

berhak mendapatkan pembinaan rohani dan jasmani serta dijamin hak-hak

mereka untuk menjalankan ibadahnya, berhubungan dengan pihak luar baik

keluarga maupun pihak lain, berhak memperoleh informasi baik melaui media

cetak maupun elektronik, memperoleh pendidikan yang layak, berhak

mendapatkan pelayanan kesehatan dan sebagainya. Untuk menjamin

terlaksananya hak-hak tersebut, diadakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan

yang secara langsung melakukan perawatan, pembinaan dan bimbingan terhadap

warga binaan pemasyarakatan.

Pemenuhan terhadap hak–hak dan kewajiban warga binaan

pemasyarakatan ini, terutama dalam hal hak mendapatkan pelayanan kesehatan

sering tidak dapat terlaksana dengan baik atau sesuai dengan standar pelayanan

yang seharusnya oleh mereka yang memiliki kewenangan, terutama petugas

pemasyarakatan yang mempunyai peranan penting sebagai tamen utama yang

melakukan pembinaan dengan berpedoman pada sistem pemasyarakatan. Banyak

implikasi yang mempengaruhi pemberian hak-hak warga binaan pemasyarakatan

yang tidak dapat terpenuhi dengan baik sehingga menjadikan lembaga

permasyarakatan tempat pembinaan.3

3
Muhammad Farid Aulia, “Implementasi Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Dan Makanan
Yang Layak Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Sungguminasa”, (Skripsi,
Program Sarjana Hukum Universitas Hasanuddin, 2015), h. 3.
5

Tentang pelayanan hak kesehatan bagi narapidana sudah di tegaskan dalam

peraturan yaitu, Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, menegaskan bahwa narapidana berhak

mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. 4

Sedangkan untuk pemenuhan pelayanan kesehatan ini tidak hanya

menyangkut penciptaan lingkungan yang baik, tapi termasuk pula pembenaan

pelayanan kesehatan secara manusiawi yang diarahkan pada tingkat harakat dan

martabat, sehingga diharapkan meningkatkan atau mengaharagai derajat sesama

manusia dan menjujung tinggi nilai-nilai kemanusian. Dalam konsepnya bahwa

sistem pemasyarakatan memperlakukan orang lebih manusiawi dari pada sistem

kepenjaraan narapidana. Pelaksanakan program dalam pembinaan harus dalam

keadaan sehat. Maka dari itu penegak hukum khususnya para staf di lembaga

pemasyarakatan harus menjamin perlindungan hak-hak narapidana sebagaimana

fungsi lembaga pemasyarakatan sendiri yang berfungsi untuk melakukan

pembinaan terhadap narapidana nya disamping dari warga binaan itu sendiri

harus mematuhi kewajiban sebagai narapidana yaitu dalam memelihara

perikehidupan yang bersih.

Narapidana juga perlu diperhatikan sebagai mana manusia yang lain nya,

agar ketika narapidana sudah mendapatkan kebebasan bisa menjadi masyarakat

yang lebih baik. Walaupun seorang narapidana telah melakukan kesalahan

melanggar hukum akan tetapi mereka harus di berikan pemenuhan hak pelayanan

kesehatan narapidana khususnya Lapas Kelas IIA Bengkalis

4
Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
6

Demikian pula bagi narapidana yang sedang menjalankan masa pidananya

di Lapas Kelas IIA Bengkalis, wajib memenuhi kewajiban sebagai narapidana

dalam memelihara perikehidupan yang bersih dan sebagai penunjang kehidupan

yang bersih bagi narapidana di Lembaga pemasyarakatan kelas IIA Bengkalis

perlu adanya pelayanan kesehatan yang di berikan di lembaga pemasyarakatan

merupakan salah satu pemberian hak asasi manusia dari negara kepada

warganya.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Implementasi UU No. 22 Tahun 2022 Pasal 11

Tentang Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang

Bersih Persepektif Maqashid Syari’ah ( Studi Kasus Pada Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkalis).”.

B. Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas, maka penelitian ini

membatasi pembahasan hanya pada Implementasi UU No. 22 Tahun 2022

Pasal 11 Tentang Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan

yang Bersih Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Bengkalis.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkanm latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka

Peneliti dapat menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pada Implementasi UU No. 22 Tahun 2022 Pasal 11 Tentang

Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih

Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Bengkalis
7

2. Bagaimana Tinjauan pada UU No. 22 Tahun 2022 Pasal 11 Tentang

Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih

Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Bengkalis.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian di dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pada Implementasi UU No. 22 Tahun 2022 Pasal 11

Tentang Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih

Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Bengkalis.

2. Untuk mengetahui Tinjauan pada Implementasi UU No. 22 Tahun 2022 Pasal

11 Tentang Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang

Bersih Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Bengkalis.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat berguna karena untuk menambah

pengetahuan serta memperkaya hazanah keilmuan ilmu politik islam yang

berhubungan dengan Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan

yang Bersih Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

IIA Bengkalis.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan berguna memberikan kontribusi

pemikiran bagi para pihak untuk terus memperbaiki dan meningkatkan

Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih di Lapas.


8

F. Penjelasan Judul

Berdasarkan judul penelitian di atas, maka dapat didefinisikan

beberapa istilah di dalam penelitian ini yaitu:

1. Implementasi adalah tindakan–tindakan yang dilakukan oleh individu

atau pejabat–pejabat, kelompok–kelompok pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada terciptanya tujuan–tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijakan.7

2. Maqashid Syari’ah adalah adalah sebuah gagasan dalam hukum Islam

bahwa syariah diturunkan Allah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Menurut para pengusung gagasan ini, tujuan-tujuan ini dapat ditemukan

atau disarikan dari sumber utama hukum Islam dan harus senantiasa

dijaga saat memutuskan perkara hukum.8

3. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah

tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan.9
9

7
Petter Salim DAN Yunny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, 2012), h. 722.
8
Abdul Wahhab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2016, cet. Ke-4), h. 154.
9
Ibid, Pasal 1 Ayat 1
10

G. Telaah Pustaka

1. Lembaga Pemasyarakatan

Pemasyarakatan adalah kegaitan untuk melakukan pembinaan Warga

Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara

pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemindanaan dalam

tata peradilan pidana (Pasal 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022

Tentang Pemasyarakatan). Pemasyarakatan adalah menimbulkan derita pada

pelanggan hukum karena dihilangkan kemerdekaan bergerak,

membimbingan pelanggaran hukum supaya bertobat dan mendidik

pelanggaran hukum supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna.10

Pemasyarakatan adalah suatu proses therapeuti, dimana narapidana

pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan merasa dalam keadaan tidak

harmonis dengan masyarakat sekitarnya. Pola pembinaan narapidana

merupakan suatu cara perlakuan terhadap narapidana yang dikehendaki oleh

sistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai tujuan, yaitu agar

sekembalinya narapidana dapat berperilaku sebagai anggota masyarakat

yang baik dan berguna bagi dirinya, masyarakat serta negara.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembinaan narapidana juga

mempunyai arti memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk

dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Maka yang perlu

dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana agar membangkitkan

kembali rasa percaya dirinya dan dapat mengembangkan fungsi sosialnya

dengan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat.

10
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, (Jakarta,
2012 ) h. 32
11

Jadi pembinaan sangat memerlukan dukungan dan keikutsertaan dari

masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat dari sikap positif masyarakat

untuk menerima mereka kembali di masyarakat. Berdasarkan UU No.22

Tahun 2022 pembinaan narapidana dilaksanakan dengan sistem:

a) Pengayoman

Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan

pemasyrakatan dalam rangka melingdungi masyarakat dari

kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan

pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga

binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di

masyarakat.

b) Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

Persamaan Perlakuan dan pelayanan adalah pemberian

perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan

pemasyarakatan tanpa membedabedakan orang.

c) Pendidikan

Pendidikan adalah bahwa penyelenggara pendidikan dan

bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman

jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan

kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d) Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa

sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap

diperlukan sebagai manusia.


12

e) Kehilangan Kemerdekaan

Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan

adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga

Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai

kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di Lembaga

Pemasyarakatan (warga binaan tetap memperoleh hak-hakny yang lain

seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap

dilindungi seperti hak memperoleh perawatan, kesehatan, makan,

minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olah raga, atau rekreasi).

f) Terjaminnya Hak Untuk Tetap Berhubungan Dengan Keluarga atau

Orang tertentu.

Terjaminnya hak unutk tetap berhubungan dengan keluarga atau

orang tertentu adalah bahwa warga binaan pemasyarakatan berada di

Lembaga Pemasyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan

kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat, antara

lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan

ke dalam Lembaga Pemasyarakatn dari anggota masyarakat yang bebas,

dalam kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti

program cuti mengunjungi keluarga.

Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga

berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para

narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana

yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga

yang berguna di masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk


13

meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani

narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

Sebagai suatu program, maka pembinaan yang dilaksanakan

dilakukan melalui beberapa tahapan. Pembinaan yang dilaksanakan

berdasarkan Surat Edaran No. KP.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang

Pemasyarakatan sebagai proses, maka pembinaan dilaksanakan melalui

empat (4) tahapan sebagai suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu, yaitu

Pemasyaraktan merupakan proses yang berlaku berkesenambungan.11

Pembinaan terhadap narapidana tidak terlepas adalah pemenuhan hak

dan kewajiban mereka sebagai manusia. Kewajiban narapidana adalah

mentaati segala peraturan yang ada di lapas, sementara hak-hak mereka

antara lain hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, hak untuk

mendapatkan makanan yang layak, informasi dan sebagainya. Pemenuhan

hak kebutuhan seksual narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan

dilaksanakan melalui mekanisme Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) bagi

narapidana, dimana berdasarkan tahapan pembinaan, hak CMK bisa

diperoleh oleh narapidana apabila telah memasuki tahap pembinaan ketiga

dengan pengamanan minimum security.

11
Surat Edaran No. KP.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang Pemasyarakatan
sebagai proses
14

Hak narapidana tersebut antara lain terdapat pada Pasal 9 Ayat (1)

UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yaitu:12

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak

e. Menyampaikan keluhan

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnyayang

tidak dilarang

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentulainnya

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungikeluarga

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat

l. Mendapat cuti menjelang bebas

m. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terpenuhinya hak-hak narapidana memiliki dampak positif terhadap

perikehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

12
Pasal 9 Ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
15

Terwujudnya tata kehidupan yang aman dan tertib yang pada akhirnya

mampu mewujudkan narapidana yang telah siap kembali ke masyarakat

sebagai manusia yang bermartabat, siap menjalankan perannya di

masyarakat dan berbakti terhadap bangsa dan negara.

Sesuai dengan lokasi tempat studi penulis yakni Lembaga

Pemasyarakatan maka, penulis mengamati perlu mencantumkan apa

pengertian Lembaga Pemasyaraktan itu sendiri. Undang-Undang No.22

Tahun 2022 Pasal 1 ayat (3), Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya

disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana

dan anak didik pemasyarakatan.13

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

No.M.01- PR.O7.03 tanggal 26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata

Cara Kerja Lembaga Pemasyarakatan menentukan bahwa lembaga

pemasyarakatan di Indonesia terdiri dari:14

1) Lembaga Pemsayarakatan yang diperuntukan bagi narapidana dewasa

pria yang berumur lebih dari 21 tahun

2) Lembaga Pemasyarakatwan Wanita untuk menempatkan Narapidana

dewasa wanita yang berumur lebih dari 21 Tahun.

3) Lembaga Pemasyarakatan Pemuda, dipakai untuk menempatkan

narapidana mudah pria dan wanita yang berumur kurang dari 21 Tahun.

13
UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
14
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01- PR.O7.03 tanggal 26
Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Lembaga Pemasyarakatan
16

4) Lembaga Pemasyarakatan Anak dipergunakan untuk menempatkan

narapidana anak yang berumur sampai dengan 18 Tahun, meliputi Anak

Negara dan Anak Sipil Pria dan Wanita.

5) Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria untuk penempatan narapidana

anak yang berumur sampai dengan Anak Negara dan Anak Sipil

Wanita.

6) Lembaga Pemasyarakatan Anak dan Wanita dipergunakan untuk

narapidana anak yang berumur sampai dengan 18 Tahun meliputi Anak

Negara dan Anak Sipil Wanita.

2. Hak, Kewajiban dan Larangan Narapidana

a. Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

1) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

2) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

3) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

4) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

5) Menyampaikan keluhan;

6) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang;

7) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

8) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya;

9) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

10) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga;
17

11) Mendapatkan pembebasan bersyarat;

12) Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

13) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

b. Kewajiban WBP

1) Taat menjalankan ibadah sesuai agama dan/atau kepercayaan yang

dianutnya serta memelihara kerukunan beragama;

2) Mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan;

3) Patuh, taat, dan hormat kepada Petugas;

4) Mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan;

5) Memelihara kerapihan dan berpakaian sesuai dengan norma

kesopanan;

6) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian serta mengikuti

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kebersihan lingkungan

hunian; dan

7) Mengikuti apel kamar yang dilaksanakan oleh Petugas

Pemasyarakatan.

c. Larangan WBP

1) Mempunyai hubungan keuangan dengan Narapidana atau Tahanan

lain maupun dengan Petugas Pemasyarakatan;

2) Melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual;

3) Melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian;


18

4) Memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala

Lapas atau Rutan tanpa izin dari Petugas pemasyarakatan yang

berwenang;

5) Melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatan dalam

menjalankan tugas;

6) Menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian serta mengikuti

kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kebersihan lingkungan

hunian; dan

7) Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau

mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-

obatan lain yang berbahaya;

8) Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau

mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;

9) Melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi,

dan/atau alat elektronik lainnya;

10) Memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti

laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager,

dan sejenisnya;

11) Melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;

12) Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya;

13) Membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat

menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran;


19

14) Melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis,

terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau

tamu/pengunjung;

15) Mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat

menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban;

16) Membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau Tahanan

Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau lainnya yang

sejenis;

17) Memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas

Pemasyarakatan;

18) Melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan

keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan, Petugas

Pemasyarakatan, pengunjung, atau tamu;

19) Melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan;

20) Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;

21) Menyebarkan ajaran sesat; dan

22) Melakukan aktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan

keamanan dan ketertiban Lapas atau Rutan

3. Maqashid Syari'ah

Maqashid syari'ahberasal dari dua kata, yaitu maqashid dan

syari'ah.Kata maqashidadalah bentuk jama' dari maqashad yang artinya

adalah maksuddan tujuan, sedangkan syari'ahadalah hukum-hukum

Allahyang ditetapkan bagi manusia untuk dijadikan pedoman dalam

mewujudkankebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.


20

Untuk itu,maqashid syari'ah adalahnilai yang mengandung tujuan

adanya syariat hukum. Dapat diartikan pula bahwa maqashid al-syaria'ah

adalah tujuan-tujuan yanghendak dicapain dari suatu penetapan hokum

(Shidiq, 2009).

Para pakar ilmu ushul fikih merumuskanmaqashid al-syari'ah dengan

maksud dan tujuan yang hendak dicapai syara' dalam mensyariatkan suatu

hukumguna mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Maqashid al-syari'ah

di kalangan ulamaushul fikih juga disebut dengan asrar asy-syari'ah, yang

artinya adalah rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh syara' yang berada di

balik suatu hukum, yaitu berupa kemaslahatan bagiumat manusia, baik di

dunia maupun akhirat. Para ulama sepakat bahwa dalam setiap hukum yang

ditetapkan oleh Allah swt pasti mengandung kemaslahatan bagi hamba-Nya,

baik kemaslahatan yang bersifat duniawi dan kemaslahatan yang bersifat

ukhrawi.Maka dari itu, setiap mujtahid dalam menetapkan hukum pada kasus

tertentu harus sesuai dengan tujuan syara'dalam menetapkan hukum, sehingga

hukum yang ditetapkan dapat membawa manfaat bagi kehidupan

manusia(Susilawati, 2015).

Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan maqashid syari'ah yaitu nilai-

nilaidan sasaran syara' yang terkandung dalam sebagaianbesar darihukum-

hukum-Nya. Nilai-nilai dan target ini ditafsirkan sebagai tujuan dan rahasia

syariah, yang ditetapkan oleh al-shari' dalam setiap ketentuan hukum. Lebih

jauh, Yusuf al-Qardhawi mendefinisikan maqashid al-syari'ah sebagai tujuan

yang menjadi sasaran teks dan hukum tertentu untuk diwujudkan dalam

kehidupan manusia.
21

Baik dalam bentuk perintah, larangan, dan izin untuk perorangan, keluarga,

jemaat, dan orang banyak, atau juga dapat diartikan sebagai hikmat yang

merupakan tujuan adanya ketetapan hukum, baik yang disyariatkan oleh

agama atau tidak. Karena dalam setiap hukum yang ditentukan oleh Allah

kepada hamba-Nya harus ada tujuan mulia atau hikmat yang ada di balik

hokum (Hakim, 2016).

Secara garis besar, para ulama memberikan deskripsi tentang teori

Maqashid Syariah, yaitu bahwa Maqashid Syariah harus dipusatkan dan

bertumpu pada lima manfaat utama, yaitu: kemaslahatan agama (hifz al-

din),kemaslahatan jiwa (hifz al-nafs), kemaslahatan akal (hifz al-aql),

kemaslahatanketurunan (hifz al-nasl) dan kemaslahatan harta (hifz al-mal).

Dalam setiaptingkatannya mempunyai klasifikasi tersendiri, yaitu peringkat

pokok/primer(dharuriyyat), peringkat kebutuhan/sekunder (hajiyyat), dan

peringkatpelengkap/tersier (tahsiniyyat). Dalam menentukan hukum, urutan

peringkat ini akan menunjukkan tingkat kepentingannya ketika bertentangan

dalam manfaatnya. Perkara Dharuriyyat menempati peringkat pertama,

kemudian Hajjyyat mendahului peringkat tahsiniyyat. Dari sini, dapat

diartikan bahwa peringkat ketiga melengkapi peringkat kedua dan peringkat

pertama diselesaikan oleh peringkat kedua (Musolli, 2018).

H. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Penny Naluria Utami dengan judul penelitian Keadilan Bagi Narapidana

Di Lembaga Pemasyarakatan (Justice for Convicts at the Correctionl

Institutions).
22

Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan hak-hak Narapidana

masih mengalami kendala terutama berkenaan dengan penerapan hak-hak

bersyarat. Terdapat beberapa persyaratan yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah cenderung tidak harmonis dengan Undang- undang sehingga

dapat menunda atau meniadakan hak-hak tertentu untuk jangka waktu

tertentu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disarankan agar

Pemerintah melakukan perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun

2022 tentang Pemasyarakatan khususnya yang berhubungan dengan hak-

hak narapidana, yang mana beberapa persyaratan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menjadi tidak harmonis

dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

dan mengajak masyarakat, perusahaan swasta dan BUMN untuk

berpartisipasi dan berkontribusi dalam pembinaan narapidana sehingga

warga binaan mendapatkan kesempatan kedua.

2. Agus Apriyanto dengan judul penelitian Implementasi Hukuman Disiplin

Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan Yang Melanggar Tata Tertib (Studi

di LAPAS kelas II A Mataram). Hasil penelitian menunjukan bahwa

kendala-kendala yang dihadapi LAPAS Kelas IIA Mataram dalam

melakukan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan antara lain :

jumlah personil petugas yang masih kurang, anggaran dana yang belum

mencukupi, dan dari segi warga binaan pemasyarakatan, serta sarana dan

prasarana pembinaan. Dan implementasi hukuman disiplin bagi warga

binaan pemasyarakatan yang melanggar tata tertib yaitu untuk

pelanggaran disiplin tingkat ringan pemberian hukuman disiplin berupa

peringatan teguran secara lisan,


23

untuk pelanggaran disiplin tingkat sedang hukuman disiplin yang

diberikan adalah penundaan waktu pelaksanaan kunjungan, dan untuk

pelanggaran disiplin tingkat berat bagi narapidana yang melakukan akan

dilaksanakan pemerikasaan oleh petugas, yang kemudian hasil

pemeriksaan akan dijadikan bahan rekomendasi untuk dilaksanakan sidang

TPP, dan kemudian dari hasil sidang TPP tersebut akan diberikan kepada

Kepala LAPAS Mataram sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan

hukuman disiplin. Untuk hukuman disiplin yang diberikan dalam

pelanggaran tingkat berat ini yaitu penempatan dalam sel pengasingan

selama 6(enam) hari dan bisa diperpanjang selama 2 (dua) kali 6(enam)

hari dan untuk kepentingan keamanan bisa dipindahkan ke LAPAS lain.

3. Febriana Putri Kusuma dengan judul penelitian Implikasi Hak-Hak

Narapidana Dalam Upaya Pembinaan Narapidana Dalam Sistem

Pemasyarakatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Narapidana adalah

orang yang sedang menjalani masa hukuman atau pidana dalam Lembaga

Pemasyarakatan, namun HAM terhadap narapidana juga harus

dilindungi. Sebagai landasan tugas dan fungsi dari petugas

pemasyarakatan adalah Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang

pemasyarakatan, yang didalamnya juga mengatur tentang hak-hak narapidana

yaitu yang terdapat pada Pasal 14 ayat (1) huruf a sampai m yang harus dipenuhi.

Syarat dan tata cara pemberian hak tersebut pun diatur dengan peraturan

pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan

Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.


24

Pemenuhan hak-hak narapidana ini sangat penting dikarenakan merupakan upaya

dalam proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan guna mencapai tujuan.

Sehingga Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat lebih memperhatikan hak

narapidana sebagai upaya pembinaan narapidana.

I. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang

apa yang dialami oleh subjek penelitian. 15 Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai

dengan konteks apa adanya melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai

sumber lapangan dengan instrumen kunci peneliti itu sendiri. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menggunakan latar alami dengan jalan melibatkan berbagai

metode yang ada. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.16

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam melakukan

penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analisis kualitatif. Dimana peneliti mendeskripsikan dan menganalisis Implementasi UU

No. 22 Tahun 2022 Pasal 11 Tentang Kewajiban Narapidana Dalam Memelihara

Perikehidupan yang Bersih Persepektif Maqashid Syari’ah di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Bengkalis.

15
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Hal. 5.
16
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006),
Hal 6
25

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah Lapas Kelas IIA Bengkalis, yang

beralamat di Jalan Lembaga Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari- April tahun 2023.

3. Jenis Data

Dalam pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan dalam

penelitian ini, maka data yang diperoleh digolongkan ke dalam dua jenis

yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. 17

Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan gambaran data berupa fakta di lapangan yang dibutuhkan

mengenai Undang Nomor 22 Tahun 2022 Pasal 9 terkait Hak Narapidana

dalam melaksanakan ibadah.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil- hasil

penelitian yang berwujud laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan

perundangan.18 Data sekunder hanya berfungsi sebagai pendukung

terhadap data primer. Data sekunder ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 19

1). Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang isinya bersifat

17
Santoso, M. Iman, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan. JOM FISIP Vol. 4 No. 2
– Oktober 2017 Page 11 Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta : Universitas Indonesia (UI
Press) h.106
18
Ibid, h.108
19
Ibid, h.108
26

mengikat, memiliki kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan

oleh pemerintah dan pihak lainnya yang berwenang untuk itu. Bahan-

bahan hukum yang digunakan antara lain:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Undang Nomor 22 Tahun 2022 Pasal 11 Tentang Kewajiban Narapidana

Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih

c) Permenkumham No. 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lapas dan

Rutan di Indonesia

2). Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah yaitu buku-buku, maupun

tulisan- tulisan ilmiah terkait dengan penelitian ini.20 Yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya rancangan

Undang-Undang (RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil

penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan

sebagainya.21

3). Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai

bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari

kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.22

20
Santoso, M. Iman, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan. JOM FISIP Vol. 4 No. 2
– Oktober 2017 Page 11 Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta : Universitas Indonesia (UI
Press), h.224
21
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
h.114
22
Zainuddin Ali, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h 106
27

4. Sumber Data

Dalam penulisan ini sumber data yang digunakan adalah:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen

resmi, publikasi, dan hasil penelitian.23 Studi kepustakaan dilakukan

dibeberapa tempat, yaitu pustaka dan bacaan lainnya.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Data lapangan merupakan data yang langsung didapatkan di

lapangan dan diperlukan sebagai data penunjang untuk mendapatkan hasil

penelitian. Data ini diperoleh melalui informasi dari informan dan

pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling

(ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya) dan/atau random

sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak).24 Penelitian lapangan

dilakukan di Lapas Kelas IIA Bengkalis.

5. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan tanya

jawab secara langsung untuk memperoleh informasi mengenai

implementasi Undang Nomor 22 Tahun 2022 Pasal 11 Tentang Kewajiban

Narapidana Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara semi


23
Ibid, h.106
24
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia,2009), h. 193
28

terstruktur, maksudnya dalam penelitian terdapat beberapa pertanyaan

akan penulis tanyakan kepada narasumber yang pertanyaan-pertanyaan

tersebut terlebih dahulu penulis siapkan dalam bentuk point-point. Namun

tidak tertutup kemungkinan di lapangan nanti penulis akan menanyakan

pertanyaan-pertanyaan baru setelah melakukan wawancara dengan

narasumber.

b. Dokumentasi

Studi dokumen yaitu mempelajari dan memahami dokumen-

dokumen, peraturan perundang-undangan, jurnal, dan buku-buku pustaka

yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti sebagai referensi bagi

penulis dalam melakukan penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Berdasarkan data-data yang telah berhasil dikumpulkan baik data

primer maupun data sekunder, dapat ditarik suatu kesimpulan untuk

dianalisa. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data

yang tidak berupa angka sehingga tidak menggunakan rumus statistik tetapi

menilai berdasarkan logika dan diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat dan

kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan, pendapat

para sarjana, pendapat pihak terkait, dan logika dari penulis.


29

J. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Di dalam bab ini, terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi

masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian dan penegasan istilah.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab II terdiri dari teori lembaga pemasyarakatan, hak dan

kewajiban narapidana, tinjauan hukum islam tentang hak dan

kewajiban narapidana dan penelitian relevan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian terdiri dari waktu dan lokasi penelitian,

populasi dan sammpel, subjek dan objek penelitian, teknik

pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, penyajian

data dan analisa data sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian.

BAB V : PENUTUP

Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.


30

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita,


(Jakarta, 2012)

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,


2012)

Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan


Dengan Pidana Penjara (Semarang: Genta Publishing, 2010)

Bernard L Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, (Yogyakarta: Genta Publising, 2013)

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Penerbit


J-ART, 2004)

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia (Bandung:


Refika Aditama, 2006)

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika)

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01- PR.O7.03 tanggal


26 Februari 1985 tentang Organisasi dan Tata Cara Kerja Lembaga
Pemasyarakatan

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009)

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah
Tahanan Negara.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan


Undang-undang RI No. 22Tahun 2022 pasal 11 11 Tentang Kewajiban Narapidana
Dalam Memelihara Perikehidupan yang Bersih

Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, Moralitas Hukum, (Yogyakarta: Genta


Publishing. 2014)

Zainuddin Ali, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)


Ardani, Tristiadi Ardi, dkk. (2007). Psikologi Klinis. Yogykarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai