Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang selanjutnya disebut

Lapas adalah suatu tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana

dan anak didik pemasyarakatan. Seiring dengan berkembangnya zaman,

secara tidak langsung lembaga ini menjadi saksi sejarah tentang sistem

pemasyarakatan yang terjadi di negeri ini. Perubahan-perubahan dalam

cara pandang perlakuan terhadap narapidana di Indonesia dapat

dikategorikan merupakan suatu manifestasi dari nilai-nilai luhur

Pancasila sebagai dasar pandangan hidup bangsa yang mengakui hak-hak

asasi manusia.

Sistem pemasyarakatan merupakan salah satu pilihan dalam

pembaharuan untuk pelaksanaan pidana penjara yang mengandung upaya

baru dan perlakuan cara baru terhadap narapidana yang berlandaskan

asas kemanusiaan. Tujuan pemidanaan tidak terlepas dari dua hal, yang

pertama mengapa hukuman pidana dijatuhkan kepada seseorang yang

telah melanggar peraturan, dan kedua apa yang diharapkan dari

memidana seseorang yang melanggar peraturan tersebut. Segala

ketentuan mengenai sistem pemasyarakatan sudah termuat dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang

Pemasyarakatan. Undang-Undang ini merupakan salah satu landasan

hukum bagi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pemasyarakatan dalam rangka

1
Universitas Bung Karno
2

mengimplementasikan pelayanan dan juga bimbingan terhadap Warga

Binaan Pemasyarakatan (WBP).

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa

“Pemasyarakatan adalah subsistem peradilan pidana yang

menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap

tahanan, anak, dan warga binaan.” 1 Oleh karena itu dalam pelaksanaan

sistem pemasyarakatan diharuskan dapat mencapai tujuan dari

pemasyarakatan yang berbentuk pembimbingan, pembinaan, dan juga

pengayoman agar sesuai dengan asas dari sistem pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan memiliki asas-asas sebagaimana

tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang

Pemasyarakatan, pada umumnya merupakan asas-asas yang menjunjung

tinggi sistem pemidanaan yang lebih terpadu dan integratif. Asas-asas ini

berjalan beriringan dengan adanya hak asasi manusia yang melindungi

hak setiap narapidana, sehingga dapat terwujud suatu sistem pidana

penjara yang benar-benar diimplementasikan sebagai suatu pembaharuan

moral bagi narapidana.

Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (Undang-

Undang Pemasyarakatan) disebutkan bahwa “Lembaga Pemasyarakatan

yang selanjutnya disebut Lapas adalah lembaga atau tempat yang

menjalankan fungsi Pembinaan terhadap Narapidana”.2 Hal ini


1
Pasal 1 Angka 1, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
2
Pasal 1 Angka 18, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


3

memiliki maksud dan tujuan, yakni sebelum narapidana tersebut kembali

ke tengah masyarakat, maka dengan keberadaan Rumah Tahanan Negara

(Rutan) maupun dengan adanya Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dapat

diharapkan sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan bagi

narapidana.

Berbicara hak yang dimiliki oleh seorang narapidana, tentu tidak

akan terlepas dari kodratnya sebagai seorang manusia. Masyarakat

memandang bahwa sebagai pelaku tindak pidana kejahatan, sudah

sepantasnya jika seorang narapidana tidak perlu diperlakukan secara baik

dan layak, sedangkan pada hakikatnya manusia terlahir dengan memiliki

hak mutlak atau biasa disebut dengan Hak Asasi Manusia.3 Adapun

beberapa hak yang dapat diterima oleh seorang narapidana selama

menjalani pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, telah

tercantum dalam Pasal 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022

tentang Pemasyarakatan.

Pemenuhan hak tersebut didasarkan atas prinsip-prinsip pokok

dari konsepsi pemasyarakatan yang kemudian dikenal sebagai Sepuluh

Prinsip Pemasyarakatan, antara lain:4

1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat

menjalankan peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan

berguna.

3
Munir Fuady, Sylvia Laura. Hak Asasi Tersangka Pidana. Jakarta:PT Kharisma
Putra Pratama, 2015. hlm. 16
4
Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana/ Tahanan

Universitas Bung Karno


4

2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang

pembalasan.

3. Berikan bimbingan (bukannya penyiksaan) supaya mereka

bertobat.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau

lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

5. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya para

narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari

masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak

boleh bersifat sekedar pengisi waktu.

7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan

anak didik adalah berdasarkan Pancasila.

8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati

agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah

dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya, dan

lingkungannya kemudian dibina/dibimbing ke jalan yang benar.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa

membatasi kemerdekaannya dalam jangka waktu tertentu.

10. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik

maka disediakan sarana yang diperlukan.

Sudut pandang hukum positif disebutkan bahwa bagi seorang

narapidana sudah seharusnya diberikan hak untuk hidup layak. Hal ini

dilatarbelakangi oleh adanya Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 22

Universitas Bung Karno


5

Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menyebutkan bahwa

“Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan”,5 ia

telah mendapatkan sanksi hukuman yang setimpal dan dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum. Sehingga

baik masyarakat maupun negara, tidak memiliki alasan untuk merampas

hak mutlaknya sebagai manusia untuk hidup layak dan sejahtera.

Berdasarkan fakta sosial yang ada, saat ini masih terdapat

beberapa Lembaga Pemasyarakatan yang belum melaksanakan

pembinaan pemasyarakatan secara maksimal. Hal ini dibuktikan dari

banyaknya kasus-kasus kerusuhan yang terjadi di beberapa Lembaga

Pemasyarakatan di Indonesia, seperti terjadinya kerusuhan di Rutan

Mako Brimob, kerusuhan di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan yang

diakibatkan aliran listrik dan air yang mati, Kebakaran di Lapas Kelas I

Tangerang dan lain sebagainya. Keadaan yang terjadi di Lembaga

Pemasyarakatan tersebut, umumnya karena disebabkan oleh kondisi

kelebihan kapasitas daya tampung narapidana yang ada.6 Banyaknya

jumlah penghuni didalam suatu Lembaga Pemasyarakatan tentunya dapat

menimbulkan berbagai kendala, salah satunya dalam hal upaya

pemenuhan hak bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Kondisi hunian dan kapasitas yang ada di Lembaga

Pemasyarakatan memiliki keterkaitan terhadap upaya implementasi

pemenuhan hak bagi narapidana. Sebagai tempat untuk melaksanakan

pembinaan, pengayoman dan pembimbingan terhadap narapidana, suatu


5
Pasal 3 huruf g, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
6
Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara, Jakarta:Sinar Grafika, 2008, hlm. 48

Universitas Bung Karno


6

Lembaga Pemasyarakatan tentunya memegang andil serta tanggung

jawab besar dalam upaya memenuhi tujuan sistem pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan akan terus dituntut untuk merepresentasikan

sistem pemasyarakatan yang mumpuni dan layak. Sedangkan dampak

dari adanya kelebihan kapasitas penghuni, tentu menjadikan hal tersebut

sebagai faktor penghambat terhadap upaya pelayanan pemasyarakatan.

Kondisi seperti ini akan menimbulkan pertanyaan, bagaimana upaya

penuh yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk

mengimplementasikan pemenuhan hak terhadap narapidana dengan baik.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis bermaksud

untuk memperoleh fakta empiris terkait bagaimana upaya Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba dalam mengimplementasikan

pemenuhan hak bagi narapidana berdasarkan Pasal 9 dan 10 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Hal ini

dikarenakan Lembaga Pemasyarakatan ini mengalami kelebihan

kapasitas, sebagaimana perolehan data yang didapat dari Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan HAM D.K.I. Jakarta yang menerangkan bahwa

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba mengalami kelebihan

kapasitas sebesar 353,5%.7 Data berupa presentase tersebut menandakan

bahwa kelebihan kapasitas yang dialami oleh Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIA Salemba tergolong tinggi, sehingga peneliti memilih untuk

menjadikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba sebagai lokasi

penelitian dengan metode penelitian deskriptif kualitatif dalam konteks


7
Sistem Database Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Analisis
Jumlah Penghuni, diakses dari https://sdp.publik.go.id/

Universitas Bung Karno


7

judul penelitian “Tinjauan Yuridis Implementasi Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2022 Dalam Pemenuhan Hak Bersyarat Bagi

Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Studi di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba)”.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan

pokoknya dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah hak yang diterima oleh narapidana tindak pidana korupsi

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba telah sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang

Pemasyarakatan?

2. Bagaimana penyelesaian kendala dan hambatan dalam

pemenuhan hak narapidana tindak pidana korupsi di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis hak yang diterima oleh narapidana

tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

IIA Salemba apakah telah sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

b. Untuk menganalisis penyelesaian kendala dan hambatan

dalam pemenuhan hak narapidana tindak pidana korupsi di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.

2. Manfaat Penelitian

Universitas Bung Karno


8

a. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam hal sumbangsih ilmu

pengetahuan baru, khususnya di bidang Hukum Pidana

yang tentunya berkaitan dengan implementasi pemenuhan

hak-hak narapidana selama berada didalam Lembaga

Pemasyarakatan.

b. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat

memberikan manfaat sumbangsih dalam hal penyampaian

wawasan baru bagi masyarakat umum dan juga bagi

aparatur negara dalam melakukan evaluasi sistem

pemasyarakatan untuk menjadi lebih baik lagi.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif

kualitatif, yaitu penelitian dengan cara mendeskripsikan secara

objektif permasalahan yang ada ditengah masyarakat secara

faktual. Kemudian penelitian ini dikaji dan dianalisis berdasarkan

teori-teori yang relevan. Metode penelitian ini dikatakan sebagai

cara untuk memperoleh data yang memiliki tujuan dan kegunaan

tertentu.8

2. Jenis Penelitian

8
Sugiono, Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2010, hlm. 2

Universitas Bung Karno


9

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field

research) yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

Salemba. Disini peneliti menggunakan jenis penelitian yuridis

empiris, hal ini dikarenakan dalam data ini termuat data-data

primer yang didapat dari lapangan serta berlandaskan pada

kejadian faktual/nyata yang membahas tentang “Implementasi

Yuridis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Terhadap

Pemenuhan Hak Bersyarat Bagi Narapidana Tindak Pidana

Korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba”.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber

data primer dan sumber data sekunder. Data Primer diperoleh

langsung dari pengumpulan data di Lapangan melalui

pengamatan secara langsung dan mengeksplorasi data-data

tambahan yang berhubungan dengan pokok permasalahan di

Lapas Kelas IIA Salemba. Sedangkan data sekunder merupakan

data yang diperoleh dari bahan pustaka.9 Data sekunder penelitian

ini umumnya merupakan data sekunder yang bersifat publik, yang

mencakup bahan hukum sekunder seperti buku-buku teks, kamus-

kamus hukum, serta jurnal-jurnal hukum.10

4. Analisis Data

9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1983, hlm. 11
10
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cet 5, Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2003, hlm. 67

Universitas Bung Karno


10

Penelitian yang penulis gunakan merupakan penelitian deskriptif,

oleh sebab itu analisa datanya menggunakan analisa kualitatif,

yaitu data yang diperoleh, dipilih dan disusun secara sistematis

kemudian dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan

masalah yang dibahas, selanjutnya tahap penemuan hasil yang

diperoleh dari hasil membandingkan data dari lapangan dengan

buku-buku atau literatur-literatur yang relevan dengan pokok

permasalahan, sehingga didapat suatu kesimpulan.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan uraian mengenai latar belakang

masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TENTANG PEMENUHAN HAK

BERSYARAT BAGI NARAPIDANA

Bab ini membahas tentang kajian pustaka yang

didalamnya mencakup kajian teori yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti, antara lain Sistem

Pemasyarakatan di Indonesia, Tujuan dari Pembinaan

Pemasyarakatan, Hak dan kewajiban Narapidana,

Pengertian Remisi, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat,

Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Mengunjungi

keluarga (CMK).

BAB III : TINJAUAN TENTANG UNDANG-UNDANG

Universitas Bung Karno


11

NOMOR 22 TAHUN 2022 TENTANG

PEMASYARAKATAN SERTA PERKEMBANGAN

UU PEMASYARAKATAN

Bab ini menguraikan tentang UU Pemasyarakatan serta

perkembangan dari UU Pemasyarakatan terkait

pemenuhan hak bagi narapidana dalam rangka

memenuhi jawaban terkait permasalahan atau

pertanyaan dalam kajian penelitian ini, sehingga

mendapat hasil yang akurat dan dapat dapat dipercaya.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang penyajian data dan analisis

penelitian yang menjawab rumusan permasalahan yang

ada dalam penelitian ini, yakni Tinjauan Yuridis

Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022

Dalam Pemenuhan Hak Bersyarat Bagi Narapidana

Tindak Pidana Korupsi (Studi di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba).

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh kegiatan

penulisan yang berisikan kesimpulan dan saran.

Universitas Bung Karno


12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA TENTANG
PEMENUHAN HAK BERSYARAT BAGI NARAPIDANA

A. Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia

Pada zaman penjajahan kolonial belanda, tujuan hukuman di

Indonesia menggunakan sistem kepenjaraan, dimana perlakuan atau

tindakan terhadap narapidana bertolak pada pemikiran yang rasional

bahwa manusia yang melanggar hukum adalah manusia yang jahat

bahkan ada kalanya dipandang bukan sebagai manusia.

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila senantiasa

membuat gagasan-gagasan baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak

lagi sekedar penjeraan, tetapi merupakan suatu usaha dalam hal

rehabilitasi (perbaikan) dan reintegrasi sosial warga binaan

pemasyarakatan. Penjatuhan pidana sudah bukan semata-mata sebagai

upaya pembalasan dendam, namun yang paling penting adalah sebagai

upaya pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman kepada

masyarakat sekaligus kepada terpidana sendiri agar menjadi insyaf dan

dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Demikianlah konsepsi baru

mengenai pemidanaan bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun

sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Konsepsi ini di

Indonesia disebut sebagai sistem Pemasyarakatan.11

11
Bahrudin Agung Permana Putra, Paham Triyoso, Peranan Kejaksaan Dalam
Melakukan Pengawasan terhadap Narapidana Yang Memperoleh Pembebasan Bersyarat
(Studi Di Kejaksaan Negeri Malang), Malang, jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
hal. 1

13

Universitas Bung Karno


13

Sebagai tokoh pembaharuan dalam dunia kepenjaraan di

Indonesia, Saharjo telah mengemukakan ide pemasyarakatan bagi

terpidana, yaitu: 1) Tiap orang adalah makhluk kemasyarakatan; 2) Tidak

ada orang yang hidup diluar masyarakat; 3) Narapidana hanya dijatuhi

hukuman kehilangan kemerdekaan bergerak.12 Supaya tujuan

pemidanaan itu membawa dampak positif bagi pembinaan narapidana,

maka pemidanaan harus dikaitkan dengan nilai-nilai sosial dan budaya

yang hidup dalam masyarakat.

Seiring dengan berkembangnya zaman, perubahan cara pandang

terhadap perlakuan narapidana di Indonesia telah menuju kearah yang

lebih baik, yang lebih mengedepankan pandangan hidup bangsa yang

mengakui hak-hak asasi manusia. Melalui amanat tertulis Presiden

Republik Indonesia yang diberikan pada Konferensi Dinas para pejabat

kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964, di Lembang, Bandung, Jawa

Barat. Presiden Republik Indonesia menyampaikan arti penting terhadap

pembaharuan penjara pidana di Indonesia. Yaitu merubah nama

kepenjaraan menjadi “pemasyarakatan” yang sejak saat itu juga secara

resmi menggantikan istilah “kepenjaraan” dan menghasilkan 10

(sepuluh) Prinsip Pemasyarakatan – Reintegrasi Sosial yaitu :

1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan

peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2. Bahwa penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.

3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.


12
Petrus Irwan Panjaitan & Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan
Dalam Persfektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal 1.

Universitas Bung Karno


14

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk dari

sebelum dijatuhi pidana.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para warga binaan

pemasyarakatan harus dikenalkan dengan masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan

tidak boleh sekedar mengisi waktu, tetapi lebih diprioritaskan

untuk bekal hidup setelah nanti kembali ke masyarakat.

7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada warga binaan

pemasyarakatan harus berdasarkan Pancasila.

8. Warga binaan pemasyarakatan sebagai orang – orang yang

tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai

manusia.

9. Warga binaan pemasyarakatan hanya dijatuhi pidana hilang

kemerdekaan sebagai satu – satunya derita yang dialaminya.

10. Disediakan dan dipupuk sarana – sarana yang dapat mendukung

fungsi rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem

pemasyarakatan

Konferensi ini juga mengadakan “retooling” dan “reshaping”

mengenai sistem kepenjaraan yang dinilai sudah tidak ada hubungannya

sama sekali dengan pengayoman dan pemasyarakatan sebagai konsepsi

hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pidana penjara

di Indonesia dilakukan dengan sistem pemasyarakatan, suatu pernyataan

di samping sebagai arah tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara

untuk membimbing dan membina. Sistem pemasyarakatan merupakan

Universitas Bung Karno


15

penyempurnaan dari sistem kepenjaraan yang berangkat dari pemikiran

perlunya perlakuan yang lebih baik terhadap narapidana. Meskipun pada

dasarnya pelaksanaan sistem pemasyarakatan dilaksanakan untuk

mencapai tujuan, namun unsur pembalasan terhadap perbuatan yang

dilakukan oleh narapidana.

Secara filosofis Pemasyarakatan bertujuan untuk pulihnya hidup,

kehidupan dan penghidupannya bagi Warga Binaan Pemasyarakatan

(selanjutnya disingkat WBP).13 Konsep pemasyarakatan yang seperti ini

yang diharapkan dapat menggantikan konsep penjara peninggalan

pemerintahan Belanda yang dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi

dan norma masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan.

Hal ini sesuai isi dalam pasal 1 angka 1 yang menyebutkan bahwa

“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga

binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara

pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam

tata peradilan pidana.”14

Kemudian dalam Pasal 1 angka 2 ditegaskan bahwa “Sistem

Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila

yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan

masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan

agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi

13
Abdul Rasyid Hendarto, Kapita Selekta Pemasyarakatan, Ide Publishing, Bandung,
2020. hal. 9
14
Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


16

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup

secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.”15

Pemasyarakatan sebagai proses bukan hanya bertujuan untuk

pemidanaan, maka fokus pemasyarakatan tidak hanya individu terpidana

melainkan merupakan kesatuan hubungan antara terpidana dan

masyarakat sehingga sistem pemasyarakatan mengenal aspek pembinaan

institusional dan non-institusional.

Untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut diperlukan

keikutsertaan peran masyarakat baik dengan mengadakan kerjasama

dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali

warga binaan pemasyarakatan setelah menjalani masa pidananya. Proses

pemasyarakatan merupakan suatu proses sejak narapidana / anak didik

pemasyarakatan masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai dengan

kembali ke tengah – tengah masyarakat atau lepas yang sesungguhnya.

Pelaksanaan proses pemasyarakatan dilakukan melalui dua segi, yaitu

segi pengamanan dan segi pembinaan. Antara kedua segi tersebut tidak

bisa dipisahkan karena merupakan dua hal yang berjalan bersama – sama

saling mempengaruhi, artinya pengamanan dan ketertiban yang baik akan

mempermudah / memperlancar proses pembinaan di dalam lembaga

pemasyarakatan. Sebaliknya pembinaan yang baik akan mempermudah

mengatur ataupun memelihara keamanan dan ketertiban. Sistem

pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:16


15
Pasal 1 angka 2, Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
16
Pasal 3, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


17

a. Pengayoman;

b. Nondiskriminasi;

c. Kemanusiaan;

d. Gotong-royong;

e. Kemandirian;

f. Proporsionalitas;

g. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan,

dan

h. Profesionalitas.

Pemasyarakatan memiliki tujuan bahwa pemidanaan terhadap

seorang terpidana disamping menimbulkan rasa derita karena hilangnya

kemerdekaan bergerak, juga membimbing terpidana agar bertobat,

mendidik supaya menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia

yang berguna dan pemidanaan tidak lagi berorientasi pada tujuan

pembalasan / penjeraan yang bertentangan dengan nilai – nilai

kemanusiaan melainkan berorientasi pada rehabilitasi (perbaikan,

penyembuhan) dengan mengarahkan pemidanaan pada tata perlakuan

yang bertujuan bukan saja agar para narapidana bertobat dan tidak

melakukan tindak pidana lagi, tetapi juga melindungi masyarakat dari

tindak kejahatan.

B. Tujuan Pembinaan Pemasyarakatan

Menurut Sahardjo, pemasyarakatan memiliki tujuan untuk

melakukan pembinaan serta mengayomi narapidana dan bukan lagi

Universitas Bung Karno


18

memberikan siksaan yang tidak bermoral serta jauh dari kata layak.

Hingga saat pelaksanaan Konferensi Kepenjaraan di Lembang, Bandung

pada tanggal 27 April hingga tanggal 07 Mei 1964, Sahardjo

mengemukakan konsep pemasyarakatan ini yang pada akhirnya

diimplementasikan sebagai era baru lahirnya Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.17

Sehingga sistem yang ada didalam Lembaga Pemasyarakatan saat

ini tidak lagi sekedar menerapkan hukum pidana penjara. Akan tetapi,

sudah beralih menjadi penerapan upaya reintegrasi dan juga rehabilitasi

bagi setiap warga binaan pemasyarakatan demi mewujudkan sistem

kepemasyarakatan yang lebih terpadu. Dengan memperbaiki dan tidak

mengulangi tindakan kriminal, masyarakat dapat dibuka kembali,

berperan aktif dalam pembangunan dan tentunya hidup sebagai warga

negara yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan

merupakan pelaksana dari pidana penjara yang bertujuan memanusiakan

manusia sehingga menjadi warga baik dan berguna.

C. Pengertian Narapidana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), narapidana

memiliki artian sebagai seseorang yang menjalani masa tahanan atau

mendapat hukuman dikarenakan telah melakukan tindak pidana

kejahatan. Dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yang termuat dalam Pasal 1 angka 32 yang berbunyi,

17
La Ode Rinadi Muchlis, “Sistem Pemasyarakatan Sahardjo S.H”, diakses dari
website https://siwalimanews.com/sistem-pemasyarakatan-sahardjo/ pada tanggal 19 Mei
2023

Universitas Bung Karno


19

“Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.18 Pengertian

narapidana juga telah dicantumkan dalam Pasal 1 angka 6 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang tertulis

bahwa “Narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana

penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati

yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani

pembinaan di lembaga pemasyarakatan.”19

Seorang narapidana selama menjalani masa hukumannya di

dalam Lembaga Pemasyarakatan akan merasakan sanksi berupa

kehilangan ruang bebas dan menjalani masa “hilang sebagian

kemerdekaan” sementara.20 Yang dimaksud dengan sebagian

kemerdekaannya ialah dia ditangkap, ditahan, disita barangnya dan

sebagainya. Seperti yang kita ketahui, dimana ada hak maka disitu ada

kewajiban yang harus ditunaikan. Berikut merupakan hak dan kewajiban

bagi setiap narapidana selama dalam lembaga pemasyarakatan:

1. Hak-Hak Narapidana

Seorang yang menjalani masa pidananya bukan hanya mendapat

hukuman secara fisik, namun juga dari sisi psikologis dimana

seorang narapidana diharuskan mengikuti kewajiban aturan

selama dalam lembaga pemasyarakatan. Kewajiban aturan ini

haruslah berjalan imbang dengan adanya hak yang harus

18
Pasal 1 angka 32, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
19
Pasal 1 angka 6, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan
20
Pasal 3 huruf g, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


20

diperoleh oleh para narapidana. Narapidana tetaplah dilindungi

haknya dengan upaya perlindungan hukum terhadap beberapa

kebebasan dan hak asasi narapidana (fundamental rights and

freedoms of prisioner).21 Hak umum yang harus diperoleh bagi

seorang narapidana sudah diatur dengan jelas di dalam Pasal 9

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan,

yakni narapidana berhak:22

a. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama atau

kepercayaannya;

b. Mendapatkan perawatan baik secara rohani maupun secara

jasmani;

c. Mendapatkan pendidikan, pengajaran, dan kegiatan

rekresasional serta kesempatan mengembangkan potensi;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang

layak sesuai kebutuhan gizi;

e. Mendapatkan layanan informasi;

f. Mendapatkan penyuluhan hukum dan bantuan hukum;

g. Menyampaikan pengaduan dan/keluhan;

h. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media

massa tidak dilarang;

i. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dilindungi

dari tindakan penyiksaan, eksploitasi, pembiaran,

21
Nawawie Arief, Barda. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.
22
Pasal 9, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


21

kekerasan dan segala tindakan yang membahayakan fisik

dan mental;

j. Mendapatkan jaminan keselamatan kerja, upah atau premi

hasil bekerja;

k. Mendapatkan pelayanan sosial;

l. Menerima atau menolak kunjungan dari keluarga, advokat,

pendamping dan masyarakat.

Tidak hanya memiliki hak umum untuk seluruh narapidana,

terdapat juga hak khusus yang harus dipenuhi oleh lembaga

pemasyarakatan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hak

khusus tersebut tercantum dalam Pasal 10 angka 1 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang

berisi:23

a. Remisi;

b. Asimilasi;

c. Cuti mengunjungi keluarga atau dikunjungi keluarga;

d. Cuti bersyarat;

e. Cuti menjelang bebas;

f. Pembebasan bersyarat;

g. Hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Hak khusus diatas dapat diperoleh oleh narapidana yang

memenuhi persyaratan seperti, berkelakuan baik, aktif mengikuti

23
Pasal 10 Angka 1, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


22

kegiatan dan memiliki penurunan risiko. Dengan begitu mereka

akan mendapatkan hak-hak seperti yang terlampir dalam Pasal 10

tersebut.

2. Kewajiban Narapidana

Di dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana memiliki hak

yang harus dipenuhi oleh lembaga pemasyarakatan. Seiring

dengan adanya hak tersebutm narapidana memiliki kewajiban

yang harus ditunaikan, kewajiban tersebut meliputi:24

a. Menaati peraturan tata tertib;

b. Mengikuti secara tertib program Pembinaan;

c. Memelihara perikehidupan yang bersih, tertib, aman dan

damai;

d. Menghormati hak asasi manusia di setiap lingkungannya.

Adanya hak dan kewajiban yang secara sinkron terpenuhi dapat

menciptakan lingkungan pemasyarakatan yang layak dan tertib.

Tidak hanya itu, kewajiban dan hak yang dijalankan sesuai

dengan aturan yang ada akan mewujudkan sistem pemasyarakatan

yang lebih terpadu. Sehingga dapat menjadi faktor pendorong

utama yang menyokong pemenuhan hak-hak narapidana selama

dalam lembaga pemasyarakatan.

D. Hak-Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

1. Pemberian Remisi

24
Pasal 11 angka 1, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


23

Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang

diberikan kepada Narapidana yang memenuhi syarat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.25 Sebuah remisi

dan beberapa hak lainnya akan diberikan apabila narapidana atau

narapidana anak telah memenuhi syarat untuk mendapatkan

remisi. Syarat pemberian remisi bagi narapidana semula diatur

dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkum HAM)

Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberi

Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan

Bersayarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat kemudian

saat ini telah diperbaharui dengan Permenkum HAM Nomor 18

Tahun 2019 dan Permenkum HAM Nomor 7 Tahun 2022. Syarat

Pemberian Remisi Bagi Narapidana antara lain:26

(1) Remisi dapat diberikan oleh Menteri kepada Narapidana yang

telah memenuhi syarat:

a. berkelakuan baik; dan

b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

(2) Syarat berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dibuktikan dengan:

25
Pasal 1 angka 1, Permenkum HAM Nomor 7 Tahun 2022 tentang Syarat Dan Tata
Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat
26
Pasal 5, Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


24

a. tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun

waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal

pemberian Remisi; dan

b. telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan

oleh Lapas dengan predikat baik.

Adapun syarat pemberian Remisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 dapat dibuktikan dengan melampirkan dokumen:27

a. fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara

pelaksanaan putusan pengadilan;

b. surat keterangan tidak sedang menjalani kurungan

pengganti pidana denda dari Kepala Lapas;

c. surat keterangan tidak sedang menjalani Cuti Menjelang

Bebas dari Kepala Lapas;

d. salinan register F dari Kepala Lapas;

e. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan

f. laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani

oleh Kepala Lapas.

Sementara syarat pemberian Remisi bagi Narapidana yang

dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika

dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan

terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang

berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya

27
Pasal 7, Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


25

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 11

dapat dibuktikan dengan melampirkan dokumen:28

a. surat keterangan bersedia bekerjasama untuk membantu

membongkar tindak pidana yang dilakukannya yang

ditetapkan oleh instansi penegak hukum;

b. fotokopi kutipan putusan hakim dan berita acara

pelaksanaan putusan pengadilan;

c. surat keterangan tidak sedang menjalani kurungan

pengganti pidana denda dari Kepala Lapas;

d. surat keterangan tidak sedang menjalani Cuti Menjelang

Bebas dari Kepala Lapas;

e. salinan register F dari Kepala Lapas;

f. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan

g. laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani

oleh Kepala Lapas.

Selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud

sebelumnya, bagi Narapidana yang dipidana karena telah

melakukan tindak pidana korupsi juga harus melampirkan bukti

telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan

putusan pengadilan.

Selanjutnya mengenai Tata Cara Pemberian Remisi dilaksanakan

melalui sistem informasi pemasyarakatan. Sistem informasi

28
Pasal 12, Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


26

pemasyarakatan merupakan suatu sistem informasi

pemasyarakatan yang terintegrasi antara Unit Pelaksana Teknis

Pemasyarakatan, Kantor Wilayah, dengan Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan.

2. Asimilasi

Asimilasi merupakan salah satu program pembinaan yang

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan dengan cara

membaurkan Narapidana ke dalam kehidupan bermasyarakat,

untuk itu program ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

Narapidana dan juga keluarganya.29

Tidak semua narapidana dapat mengikuti program asimilasi,

karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelumnya, seperti

telah menunjukan berkelakuan baik, telah mengikuti kegiatan

pembinaan dengan baik, serta telah menjalani setengah masa

pidananya. Program Asimilasi tidak dapat diberikan kepada

narapidana tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor

narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan

negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta

kejahatan transnasional terorganisasi yang termasuk kedalam

kategorisasi kejahatan luar biasa. Sebagaimana telah diatur lebih

lanjut mengenai pengetatan persyaratan tersebut dalam Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013

29
Pasal 2, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2013 Syarat Dan
Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat,
Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


27

tentang Syarat dan tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti

Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang

Bebas, dan Cuti Bersyarat.

3. Pembebasan Bersyarat

Pembebasan Bersyarat adalah program pembinaan bagi

narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa

terkecuali berhak mendapatkan program integrasi berupa

Pembebasan Bersyarat, untuk mengintegrasikan narapidana ke

dalam kehidupan masyarakat.30

Adapun syarat yang dimaksud, yaitu berkelakukan baik selama

menjalani pembinaan, aktif mengikuti program pembinaan, serta

menunjukkan penurunan tingkat risiko yang dibuktikan melalui

hasil asessmen. Selain itu, narapidana tersebut telah menjalani

paling singkat 2/3 (dua pertiga) masa pidana bagi narapidana

dewasa atau 1/2 masa pidana bagi narapidana anak.

Proses pemberian pembebasan ini juga hanya berlaku bagi

narapidana yang tidak pernah residivise, maksudnya adalah

bahwa narapidana tersebut hanya melakukan sekali saja tindak

pidana dan diadili oleh pengadilan, tidak terjadi pengulangan

keluar dan masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakan setelah

narapidana tersebut mendapatkan pembebasan bersyarat dari

Lembaga Pemasyarakatan. Selama program pembebasan

bersyarat berlangsung, terdapat kegiatan yang harus di lakukan

30
Pasal 10, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan

Universitas Bung Karno


28

narapidana tersebut seperti wajib melapor ke Balai

Pemasyarakatan serta apabila terjadi suatu tindak pidana di

kemudian hari yang menyebabkan pelanggaran hukum dan

ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa yang diikuti penahanan di

rumah tahanan negara dan/atau menimbulkan keresahan dalam

masyarakat, maka proses pembebasan bersyaratnya akan

dilakukan proses pencabutan.31

4. Cuti Bersyarat

Cuti bersyarat adalah proses Pembinaan Narapidana yang dijatuhi

pidana singkat diluar lembaga pemasyarakatan. Cuti Bersyarat

dapat diberikan kepada Narapidana yang telah memenuhi syarat:

a. dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6

(enam) bulan;

b. telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana;

dan

c. berkelakuan baik dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir

dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

Cuti Bersyarat dapat diberikan kepada Anak yang telah

memenuhi syarat:

a. dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun;16

b. telah menjalani paling 1/2 (setengah) masa pidana; dan

c. berkelakuan baik dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir.

31
Pasal 139, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022 tentang
Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


29

5. Cuti Menjelang Bebas

Cuti Menjelang Bebas adalah proses pembinaan di luar Lapas

bagi narapidana yang menjalani masa pidana atau sisa masa

pidana yang pendek.32

Cuti Menjelang Bebas dapat diberikan kepada Narapidana yang

telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana,

dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak

kurang dari 9 (sembilan) bulan. Berkelakuan baik selama

menjalani masa pidana paling sedikit 9 (sembilan) bulan terakhir

dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

Lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling

lama 6 (enam) bulan.33

Bagi Narapidana yang melakukan tindak pidana terorisme,

narkoba, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan

kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan

transnasional terorganisasi lainnya, Cuti Menjelang Bebas dapat

diberikan dengan syarat telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua

per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa

pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan, serta telah

berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling sedikit 9

(sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per

32
“Cuti Menjelang Bebas”, 2019. diakses dari website
https://www.pemasyarakatan.com/cuti-menjelang-bebas/ pada tanggal 29 Mei 2023
33
Pasal 102, Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


30

tiga) masa pidana. Besaran lama Cuti Menjelang Bebas yang

dapat diberikan sebesar Remisi terakhir, paling lama 3 (tiga)

bulan.34

6. Cuti Mengunjungi Keluarga

Cuti Mengunjungi Keluarga adalah program pembinaan untuk

memberikan kesempatan kepada Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan untuk berasimilasi dengan keluarga dan

masyarakat. Program pembinaan ini dilaksanakan diluar Lembaga

Pemasyarakatan bagi narapidana yang melaksanakan kunjungan

ke tempat kediaman keluarganya. Kegiatan ini dapat dilaksanakan

rutin setiap 3 bulan sekali bagi narapidana yang memiliki masa

pidana 6 bulan. Cuti mengunjungi keluarga dapat diberikan untuk

waktu maksimal 2 hari atau 2 x 24 jam terhitung sejak narapidana

tiba di tempat kediaman keluarganya. Selain itu, cuti tersebut

hanya dapat dilaksanakan di wilayah kerja Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat dan tidak

dapat dilaksanakan pada hari raya besar keagamaan. Syarat

pemberian Cuti Mengunjungi Keluarga bagi Narapidana dan

Anak harus dibuktikan dengan melampirkan kelengkapan

dokumen:35

34
Pasal 103, Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara
Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat
35
Pasal 70, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022 tentang Syarat
Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan
Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat

Universitas Bung Karno


31

a. salinan kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan

putusan pengadilan;

b. salinan register F dari Kepala Lapas/LPKA;

c. salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas/LPKA;

d. surat permintaan dari pihak keluarga yang harus diketahui

oleh:

1. Ketua rukun tetangga; dan

2. Lurah, kepala desa setempat, atau nama lainnya;

e. surat pernyataan dari Narapidana atau Anak tidak akan

melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan melanggar

hukum;

f. surat jaminan kesanggupan dari pihak keluarga yang

diketahui oleh lurah, kepala desa, atau nama lain yang

menyatakan Narapidana atau Anak tidak akan melarikan diri

dan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum;

g. laporan penelitian kemasyarakatan dari Kepala Bapas; dan

h. laporan perkembangan pembinaan sesuai dengan sistem

penilaian pembinaan Narapidana yang ditandatangani oleh

Kepala Lapas/LPKA

BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG
PEMENUHAN HAK BERSYARAT BAGI NARAPIDANA

Universitas Bung Karno


32

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Universitas Bung Karno


33

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Universitas Bung Karno


34

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Munir Fuady, Sylvia Laura. Hak Asasi Tersangka Pidana. Jakarta: PT
Kharisma Putra Pratama, 2015. hlm. 16.

Adi Sujatno, Pencerahan di Balik Penjara, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.
48.

Sugiono, Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2010, hlm. 2.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press,


1983, hlm. 11

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cet 5, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2003, hlm. 67.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

76 tentang Pemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun 1990 tentang


Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan.

C. Website
Sistem Database Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
Analisis Jumlah Penghuni, diakses dari https://sdp.publik.go.id/

Universitas Bung Karno

Anda mungkin juga menyukai