Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Lembaga Pemasyarakatan

Model pembinaaan untuk narapidana yang berada di dalam Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas), saat ini telah berkembang jauh lebih baik. Seiring

berubahnya sistem penjara menjadi pemasyarakatan telah membawa ke arah

yang lebih manusiawi, serta lebih mengakui harkat dan martabat narapidana.

Dahulu masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah penjara, namun

sekarang telah berganti nama menjadi Lapas. Sebuah konsep yang

penggagasnya adalah Dr. Sahardjo S.H pada tahun 1963, yang digambarkan

dengan pohon beringin yang memiliki makna pengayoman. Hal tersebut

disampaikan oleh Dr. Sahardjo S.H pada saat pidato penganugerahan gelar

Doctoris Causa di Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1964

tepatnya dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang diselenggarakan di

Lembang Bandung, istilah pemasyarakatan ini diresmikan menjadi

pengganti dari kepenjaraan. Lahirnya istilah Lapas sesuai dengan visi

misinya yaitu untuk menyiapkan narapidana agar nantinya dapat kembali ke

masyarakat.

Lapas adalah salah satu bagian dari Sistem Peradilan Pidana

Indonesia, yang memiliki posisi sangat strategis dalam mewujudkan tujuan

akhir dari Sistem Peradilan Pidana. Dari keempat sub sistem pada Sistem

Peradilan Pidana tersebut mempunyai tugas / peran masing-masing, namun

12
meskipun demikian tujuannya tetap sama dan saling berkaitan satu sama

lainnya. Jika salah satunya tidak menjalankan tugasnya dengan baik maka

akan berdampak pada terpengaruhnya seluruh sistem tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 3 yang berbunyi : Lembaga

Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk

melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Dari pengertian tersebut maka dapat diartikan bahwa pemasyarakatan

adalah membina narapidana, agar nantinya dapat diterima kembali oleh

masyarakat dengan baik. Untuk melakukan pembinaan tersebut maka

diperlukan sebuah sistem, yaitu sistem pemasyarakatan. Sebagaimana yang

tercantum pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 :

“Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah


dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan
secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga masyarakat dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab”.

Tujuan sistem pemasyarakatan telah tertuang dalam Pasal 2 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa :

“Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka


membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga yang baik dan bertanggungjawab”.

13
Sistem Pemasyarakatan selain tujuannya untuk menyiapkan Warga

Binaan Pemasyarakatan (WBP) supaya dapat diterima kembali dengan baik

oleh masyarakat, juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan WBP

mengulangi tindak pidana yang dilakukan di masa lalu sehingga

penerapannya tidak dapat terpisahkan dari nilai-nilai yang terdapat dalam

Pancasila. Namun tentunya harus dengan dukungan serta masyarakat untuk

bekerjasama melakukan pembinaan.1

Fungsi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) menurut Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 3,

menjelaskan bahwa : Fungsi lembaga pemasyarakatan adalah menyiapkan

warga binaan dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,

sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas

dan bertanggungjawab.

Selain itu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) mempunyai fungsi,

diantaranya :

a. Sebagai kaidah bagaimana bertingkah laku serta bagaimana harus

bersikap pada saat ada masalah dalam masyarakat;

b. Untuk menjaga keutuhan dalam masyarakat;

c. Memberikan pijakan kepada masyarakat untuk melakukan social

control.2

1
Ismail Pettanase. Op.Cit. Hal 57
2
Ulang Mangun Sosiawan. 2017. Upaya Penanggulangan Kerusuhan di Lembaga
Pemasyarakatan. Vol 17 No 3. Hal 368.

14
B. Tantangan pada Sistem Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia tidak terlepas dari

adanya gangguan keamanan dan ketertiban. Menurut Permenkumham

Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Pengamanan pada Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan yang berbunyi : gangguan keamanan

dan ketertiban adalah kondisi yang menimbulkan keresahan,

ketidakamanan, serta ketidaktertiban kehidupan di dalam Lapas atau

Rutan. Sehingga Lapas saat ini mengalami tantangan sistem pemasyarakatan

yang dikenal dengan singkatan HALINAR (handphone, pungli, dan

narkotika). Idealnya memang ketika narapidana berada Lapas dibina untuk

menjadi warga yang baik, agar ketika bebas nantinya dapat diterima kembali

dengan baik oleh masyarakat. Meskipun telah diadakan kegiatan

pencegahan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban, mulai dari

dengan memeriksa ketat barang bawaan yang dibawa oleh keluarga / kerabat

narapidana yang berkunjung, rutin melakukan razia dengan memeriksa

semua barang yang dilarang masuk akan tetapi masih ada saja celah

masuknya barang-barang yang dilarang dibawa masuk ke dalam Lapas. 3

HALINAR (handphone, pungli, dan narkotika) terjadi memang

sumbernya adalah karena beredarnya “uang” sebagaimana penelitian yang

dilakukan oleh Shanti Riskiyani pada tahun 2016 yang pada intinya

mengatakan bahwa uang merupakan sebuah alat yang sangat berpengaruh

pada interaksi antara warga binaan pemasyarakatan (WBP) satu dengan

3
Farhan Arhami dan Padmono Wibowo. 2021. Analisis SWOT Sebagai Srategi
Pencegahan Penyebaran HALINAR di Lapas Kelas III Sinabang. Vol 8 No 6. Hal 1487

15
yang lainnya, dan dengan petugas. Narapidana yang memiliki uang yang

berlebih akan merasakan bahwa hidup di luar dengan hidup di dalam Lapas

tidak ada bedanya, dibandingkan dengan narapidana yang tidak memiliki

uang berlebih.

Peredaran handphone di Lapas tidak terlepas dari oknum petugasnya

yang memberikan izin untuk menggunakan handphone padahal itu jelas

dilarang. Namun tetap saja handphone dapat diselundupkan dengan bantuan

oknum petugas dengan ada uang jasa yang diberikan oleh narapidana.

Berbekal dari selundupan handphone ini maka muncul permasalahan terkait

dengan peredaran narkotika di Lapas karena handphone salah satu item

penting dalam pengendalian bisnis narkotika. Bisnis narkotika yang sangat

menjanjikan ini walaupun dengan segala keterbatasan berada di Lapas

masih tetap dapat menjalankan dan dapat mengendalikan bisnis narkotika

tersebut. Kasus yang menghebohkan publik pada saat itu adalah Freddy

Budiman yang menjalankan bisnis narkotika di dalam Lapas sejumlah 1,4

butir ekstasi yang akhirnya mendapatkan vonis hukuman mati. Selain itu

menjalankan bisnis narkotika dari dalam Lapas, Freddy Budiman juga

mendapat fasilitas mewah di dalam Lapas yang mana hal ini menunjukkan

betapa bobroknya kehidupan di Lapas. 4

Peneliti disini lebih memfokuskan pembahasan mengenai pungli di

Lapas. Pungli di dalam Lapas seperti permasalahan yang tidak akan ada

habisnya. Kepengurusan hak-hak narapidana dan kunjungan oleh keluarga

4
Ferdy Saputra. 2020. Peranan Lembaga Pemasyarakatan dalam Proses Penegakan
Hukum Pidana Dihubungkan dengan Tujuan Pemidanaan. Vol VIII No 1. Hal 3

16
saja membebankan tarif / biaya. Sehingga hal ini menyebabkan narapidana

pada saat kunjungan lebih memilih uang daripada makanan. Hal tersebut

merupakan uang jasa atau uang terimakasih karena telah diberikan

kesempatan untuk bertemu dengan keluarga. 5 Selain oknum petugas pungli

juga kerap dilakukan oleh sesama narapidana yang menambah daftar

bobroknya Lapas. Merasa karena narapidana lama (senior) serta memiliki

koneksi dengan orang Lapas merasa dirinya semena-mena mempunyai

power. Pemberantasan pungli di Lapas harus disertai dengan manajemen

yang baik terkait pemberian hak-hak tahanan dan narapidana. Selain itu

melakukan pengawasan yang ketat serta pemberian hukuman kepada oknum

yang melakukan pungli.6

C. Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pemasyarakatan

Narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan (Lapas) bukan

berarti hak-haknya sebagai narapidana diabaikan sebagaimana Pasal 14

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Meskipun kebutuhan di

dalam Lapas sudah dipenuhi oleh negara, namun ada beberapa kebutuhan

tambahan yang dibutuhkan oleh narapidana yang itu tidak seluruhnya dapat

5
Farisa Daffanur. 2018. Penjara yang Tidak Menjerakan (Studi Tentang Kehidupan
Narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta). Hal 4-9.
6
Umar Anwar. 2018. Pemberantasan Pungutan Liar Dalam Pelayanan Publik (Publik
Service) Pada Rutan Kelas I Bandung. Vol 1 No 2. Journal Correctional Issues. Hal 64.

17
dipenuhi oleh Negara. Sehingga narapidana memenuhi kebutuhan tambahan

dengan membeli di koperasi yang disediakan oleh pihak Lapas. 7

Koperasi yang dikelola oleh pihak Lapas menyediakan kebutuhan

tambahan sehari-hari yang diperlukan narapidana. Ada beberapa kategori

barang-barang yang tidak boleh di jual di koperasi Lapas seperti halnya

yang mengandung alkohol, mengandung soda, mengandung zat adiktif,

makanan yang bersantan, makanan fermentasi, refil maksimal ukuran 100

ml, rokok, obat-obatan, barang barang berbau sajam. Sedangkan kategori

barang-barang yang diperbolehkan di jual di Lapas ini seperti makanan

ringan / snack, susu, peralatan / perlengkapan mandi dan kecantikan,

makanan instan, minuman kemasan, perlengkapan sholat. Sehingga

narapidana tentu membutuhkan uang untuk membeli kebutuhan tambahan

sehari-hari selama berada di Lapas. Disinilah peran uang sangatlah penting

saat berada di dalam Lapas untuk menunjang keberlangsungan hidup,

membuat Lapas menerapkan alat tukar berupa uang.

Pihak keluarga / kerabat menitipkan uang atau barang pada layanan

penitipan untuk Warga Binaan Pemasyarakatan. Adanya layanan ini

dimaksudkan untuk WBP dapat memenuhi kebutuhan tambahan sehari-hari

selama berada di Lapas. Dari aktivitas ekonomi yang ada di dalam Lapas

inilah terjadi berbagai gangguan keamanan seperti halnya pungutan liar

(pungli) dengan berbagai modus, yang biasanya uang penitipan untuk WBP

dipotong oleh petugas (jasa titip), sesama narapidana karena menganggap


7
Elyna Amelia Dewi, dkk. Pemenuhan Hak-Hak Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Sidoarjo yang Mengalami Over Capacity (Kelebihan Kapasitas) Berkaitan dengan Hak
Mendapatkan Makanan dan Kesehatan. Hal 3.

18
lebih senior, hutang piutang, dan sebagainya. Namun peredaran uang tidak

diperbolehkan di Lapas karena rentan akan gangguan keamanan yang

membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi hal itu. Diketahui bahwa

Lapas pernah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengendalikan

peredaran uang dengan memberlakukan kupon, buku tabungan dan yang

terbaru dengan memanfaatkan unsur teknologi dengan memberlakukan

sistem e-money (uang elektronik), yaitu alat tukar pengganti uang tunai. 8

D. Tinjauan Umum E-money di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

Uang elektronik atau e-money merupakan sebuah alat pembayaran

secara non tunai. E-money merupakan alat pembayaran secara elektronik

yang didapatkan dengan cara menyetorkan uang terlebih dahulu kepada

penerbit secara langsung, dapat pula melalui agen-agen penerbit, atau

melalui pendebitan rekening di bank. Kemudian nilai uang tersebut akan

dimasukkan menjadi nilai uang dalam media uang elektronik dalam bentuk

satuan rupiah, yang nantinya dapat digunakan untuk transaksi pembayaran

dengan mengurangkan sejumlah nilai uang yang digunakan transaksi pada

media uang elektronik.9 Besaran uang yang terekam pada e-money akan

tetap sama nilainya dengan nilai yang disetorkan. Dalam e-money terdapat

data elektronik yang berfungsi untuk mendapatkan informasi jumlah saldo,

8
Ejo Imandeka dan Agung Muhammad. Op.Cit. Hal 1.
9
Decky Hendarsyah. Penggunaan Uang Elektronik dan Uang Virtual sebagai Pengganti
Uang Tunai Di Indonesia. Hal 3. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/314764-
penggunaan-uang-elektronik-dan-uang-virt-077c8d98.pdf

19
informasi pemegang e-money jika sudah didaftarkan, dan semua catatan

transaksi yang disimpan pada server/chip.10

Sejumlah Lapas di Indonesia kini telah menerapkan sistem e-money

untuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Penerapan sistem e-money

berawal dari keluarnya Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan Nomor

E.PR.06.10-70 pada tahun 2004 Tentang Bebas Peredaran Uang di Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan, dan kemudian terbit Peraturan

Kemenkumham Nomor 29 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Kemenkumham Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan mengatur terkait pengganti uang tunai

di Lapas dan Rutan. Karena dengan beredarnya uang tunai di Lapas justru

rentan untuk terjadinya berbagai gangguan keamanan seperti halnya pungli.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PR.06.10-

70 pada tahun 2004 Tentang Bebas Peredaran Uang (BPU) yang berbunyi :

1. Memerintahkan kepada para Kepala Lapas/Rutan/Cabrutan di


wilayah saudara untuk mengoptimalkan fungsi Register D
dalam rangka membatasi dan mengendalikan pemilikan,
peredaran dan penggunaan uang tunai secara langsung di
Lapas/Rutan/Cabrutan yang bersangkutan.
2. Melakukan inventarisasi terus menerus dan melaporkan
kepada kami Lapas/Rutan/Cabrutan yang telah atau sedang
dalam proses melakukan program BPU sebagaimana
diamanatkan dalam Rapat Kerja Teknis Pemasyarakatan
Tahun 2004
3. Mekanisme dan tata cara pelaksanaan BPU pada
Lapas/Rutan/Cabrutan disesuaikan dengan kondisi setempat,
namun demikian dalam pelaksanaanya agar berpedoman pada
ketentuan sebagai berikut :

10
Suharni. 2018. Uang Elektronik (E-Money) Ditinjau Dari Perspektif Hukum Dan
Perubahan Sosial. Jurnal Spektrum Hukum. Vol. 15 No. 1. Hal 18.

20
a. Uang tunai milik tahanan/narapidana harus didaftar
penyimpanannya dalam Register D
b. Alat bukti pembayaran/transaksi dapat diganti dengan
kupon atau sejenis yang memiliki nominal tertentu
c. Jumlah kupon yang boleh dibelanjakan oleh tahanan /
narapidana dibatasi hanya cukup/wajar untuk memenuhi
kebutuhan tambahan sehari-hari
d. Agar semua transaksi yang dilakukan dapat dikendalikan
dan dipantau maka harus dicatat dalam buku belanja dan
dilakukan melalui kantin yang dikelola oleh
Lapas/Rutan/Cabrutan.

Peraturan Kemenkumham Nomor 29 Tahun 2017 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Kemenkumham Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib

Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Pasal 5 C yang berbunyi :

1. Uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c yang


diperbolehkan untuk dimiliki oleh Narapidana dan Tahanan
merupakan uang yang telah melalui subtitusi uang dengan
alat tukar khusus yang hanya berlaku pada Lapas/Rutan
dalam bentuk virtual.
2. Jumlah uang virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3. Pelaksanaan transaksi dengan alat tukar khusus sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Direktur
Jenderal melalui kerja sama dengan perbankan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tebitnya aturan tersebut dirasa akan membawa dampak positif, agar

uang tunai tidak beredar di dalam Lapas yang rentan terhadap gangguan

keamanan seperti terjadinya pungutan liar (pungli). Seperti halnya dalam

pemberitaan media massa tentang adanya pungli yang terjadi di Lapas Kelas

1 A Tangerang, mengenai adanya dugaan jual beli kamar yang diungkapkan

oleh salah satu keluarga dari narapidana korban tewas yang bernama Petra

Eka. Tante Petra mengaku bahwa keponakannya tersebut diminta untuk

membayar biaya sewa di setiap minggunya. Setelah membayar maka

21
narapidana diperbolehkan tidur di kamar yang dilengkapi dengan berbagai

fasilitas di dalamnya.11 Selain itu juga terjadi pungli di Lapas Cipinang,

narapidana diharuskan membayar sekitar Rp.30.000,- setiap minggunya

supaya bisa tidur beralaskan kardus di lorong tahanan. Selain itu apabila

ingin tidur ditempat yang layak dengan fasilitas yang lebih baik, narapidana

harus mengeluarkan uang sekitar Rp.5.000.000,- sampai Rp.25.000.000,-

yang diduga bahwa uang tersebut nantinya disetorkan kepada petugas.12

Dengan keluarnya aturan tersebut sebenarnya untuk menciptakan

situasi kehidupan yang teratur, aman dan tentram, sehingga membuat

petugas nyaman bertugas dan narapidana nyaman bersosialisasi di Lapas.

Bebas Peredaran Uang (BPU) di Lapas merupakan suatu keadaan uang tunai

dilarang beredar di dalam Lapas, seperti menggunakan uang untuk

bertransaksi di koperasi. Hanya diperbolehkan menggunakan e-money

tentunya dengan mekanisme dan aturan yang berlaku di masing-masing

Lapas.

Pemberlakukan sistem e-money ini untuk meminimalisir terjadinya

berbagai gangguan keamanan yang diakibatkan dengan beredarnya uang di

dalam Lapas. Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang

ini Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) telah menggunakan e-money

11
Annas Furqon Hakim. Keluarga Korban Beberkan Dugaan Pungli di Lapas Tengerang :
Sewa Kamar, Ambil Makan Harus Bayar. Diakses dari
https://jakarta.tribunnews.com/2021/09/11/keluarga-korban-beberkan-dugaan-pungli-di-lapas-
tangerang-sewa-kamar-ambil-makanan-harus-bayar pada tanggal 25 Maret 2022 pukul 18.50 WIB
12
Agung Sandy Lesmana dan Yaumal Asri Adi Hutasuhut. Napi Byar Kardus Rp 30 Ribu
Buat Tidur, Kasus Pungli di Lapas Cipinang Karena Over Kapasitas?. Diakses dari
https://www.suara.com/news/2022/02/04/174749/napi-bayar-kardus-rp-30-ribu-buat-tidur-kasus-
pungli-di-lapas-cipinang-karena-over-kapasitas pada tanggal 24 Mei 2022 pukul 20.30 WIB

22
(kartu Tap Cash) untuk memenuhi kebutuhan di Lapas. Berbekal kartu Tap

Cash ini WBP kemudian dengan menggesek ke mesin EDC (Elektronic

Data Capture) yang nantinya saldo tersebut akan terpotong otomatis sesuai

dengan jumlah yang dibelanjakan oleh WBP.

E. Tinjauan Umum Lokasi Penelitian

Bagan 1.
Struktur Organisasi
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang

Kalapas

Kasub Bag TU

Kaur Kepeg/KU Kaur Umum

KA.K.P.L. Kasie Binadik Kasie Giatja Kasie Adm


Kamtib

Petugas Kasubsie Kasubsie Kasubsie


Keamanan Registrasi Bimker & Keamanan
Pengelolaan
Hasil Kerja

Kasubsie Kasubsie Kasubsie Pelap


Bimkemswat Sarana Kerja Tatib

23
Peneliti dalam hal ini berkoordinasi dengan Kasubsie Registrasi guna

menjadi narasumber yang berkompeten untuk menjawab permasalahan yang

diangkat oleh peneliti. Karena sesuai dengan tupoksi dari Kasubsie

Registrasi yang menangani prosedur sistem e-money di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang. Selain itu bagian koperasi

juga menjadi bagian dari narasumber peneliti, karena koperasi merupakan

tempat terjadinya jual beli yang dilakukan oleh Warga Binaan

Pemasyarakatan (WBP).

Kehidupan di Lapas dapat dibilang sebagai dunia kedua, yang artinya

aktivitas di luar Lapas juga terjadi di dalam Lapas seperti adanya aktivitas

jual beli. Pemenuhan kebutuhan tambahan sehari-hari di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang disediakan oleh koperasi

yang dikelola langsung oleh pihak Lapas sendiri (bukan orang luar Lapas)

dan seluruh pengurus serta anggota koperasi yang bertanggungjawab untuk

mengawasi jalannya koperasi.

WBP dapat membeli kebutuhan tambahan sehari-hari di koperasi yang

tersedia di Lapas dengan menggesek kartu Tap Cash ke mesin EDC. Pada

saat WBP membeli kebutuhan di koperasi dengan menggesek kartu Tap

Cash ke mesin EDC, kemudian saldo dari jual beli antara koperasi dengan

WBP tersebut terakumulasi pada rekening atas nama Koperasi. Apabila

barang-barang yang tersedia di Lapas telah habis, maka pihak koperasi

belanja stok yang habis kepada distributor. Dari uang yang terakumulasi di

rekening atas nama koperasi, apabila dibutuhkan uang tunai untuk belanja

24
stok maka akan dilakukan tarik tunai terlebih dahulu. Namun apabila pihak

distributor tempat koperasi belanja bersedia dibayar via transfer maka cukup

via transfer saja.

25

Anda mungkin juga menyukai