Anda di halaman 1dari 109

PROPOSAL SKRIPSI

PENEMPATAN NARAPIDANA DI DALAM RUMAH TAHANAN


NEGARA DALAM KONTEKS SISTEM PENEGAKAN HUKUM PIDANA

DISUSUN OLEH :
IWAN PUJI ANTORO
NIM. CO6 100 139

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR


BANTEN
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan sistem pemasyarakatan sebagai bagian dari pembangunan
dibidang hukum pada khususnya dan pembangunan bangsa Indonesia pada
umumnya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh situasi lingkungan strategis
dan perkembangannya dari waktu ke waktu, baik dalam skala nasional,
regional maupun internaional.1
Pemasyarakatan mempunyai visi, misi dan tujuan antara lain:
a. Visi
Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan warga
binaan pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan mahluk
Tuhan YME (Membangun Manusia Mandiri).
b. Misi
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan warga
binaan pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka

Ditjenpas, Pemasyarakatan Dalam Prospeksi Membangun Manusia Mandiri


(Renstra ditjenpas tahun 2001-2005), Jakarta, 2002, hal.1

penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan


dan perlindungan hak asasi manusia.
c. Tujuan
-

Membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia


seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi lagi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali
oleh

lingkungan

masyarakat,

dapat

aktif

berperan

dalam

pembangunan dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
-

Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan


di

rutan

dalam

rangka

memperlancar

proses

penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.


-

Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/ para pihak


yang berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda
yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta bendabenda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan
pengadilan.2

Pemasyarakatan berawal dari gagasan Sahardjo kemudian dirumuskan


dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Bandung dalam sepuluh
prinsip pemasyarakatan yaitu:

Ditjenpas, Pemasyarakatan Dalam Prospeksi Membangun Manusia Mandiri


(Renstra ditjenpas tahun 2001-2005), Jakarta, 2002, hal.5

1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal


hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan
4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau
lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi
waktu atau hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau negara
saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditujukan kepada narapidana
bahwa ia itu penjahat
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
10. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan
pelaksanaan sistem pemasyarakatan.3
Selain prinsip tersebut dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di
Indonesia juga meratifikasi SMR (Standard Minimum Rules) atau Peraturan
Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana dari Perserikatan
bangsa-bangsa
3

pada

tanggal

14

Desember

1990

melalui

resolusi

Harsono, CI, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta, 1995, Djambatan, hal.2

mengumumkan prinsip-prinsip dasar tentang perlakuan terhadap narapidana


yaitu :
1. Setiap narapidana akan diperlakukan dengan cara menghargai martabat da
nilai yang melekat sebagai manusia
2. tidak boleh dilakukan diskrminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, status kelahiran atau status yang lain
3. Namun, perlu sekali menghargai keyakinan agama dan tradisi budaya
kelompok

asal

narapidana,

bilamana

kondisi

setempat

begitu

mensyaratkan hal tersebut


4. Tanggung

jawab

lembaga

pemasyarakatan

untuk

memenjarakan

narapidana dan untuk melindungi masyarakat terhadap tindak kejahatan


akan dilaksanakan agar sesuai dengan tujuan sosial negara yang lain dan
tanggung jawab mendasar negara untuk meningkatkan kesejahteraan dan
memajukan semua nggota masyarakat
5. Kecuali untuk batasan-batasan yag tampak dibutuhkan oleh adanya
kenyataan tentang tindakan pengurungan, semua narapidana akan
memelihara hak asasi manusia da kebebasan mendasar sebgaimana tertera
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
6. Semua narapidana memilik hak untuk ambil bagian dalam kegiatan
budaya dan pendidikan yang bertujuan untuk pribadi manusia sepenuhnya.
7. Upaya-upaya yang bertujuan untuk melarang hukuma isolasi sebagai suatu
bentuk

hukuman

atau

dilaksanakan dan didorong

untuk

membatasi

penggunaannya

harus

8. Kondisi yang memungkinkan narapidana untuk melaksanakan pekerjaan


yang berarti dan mendapatkan upah harus diciptakan yang nantinya akan
memudahkan proses kembalinya mereka ke tengah bursa tenaga kerja dan
memungkinkan mereka untuk membiayai diberiri sendiri dan anggota
keluarga mereka
9. narapidana diberi akses ke layanan kesehatan yang tersedia di negaranya
anpa diskriminasi berdasarkan situasi hukum mereka
10. Dengan partisipasi dan bantuan masyarakat dan lembaga sosial, dan sesuai
dengan kepentingan korban yang menjadi haknya, harus diciptakan
kondisi yang menyenangkan untuk pengintegrasian kembali mantan
narapaku beridana ke tengah masyarakat menurut syarat-syarat yang
paling memungkinkan
11. Prinsip-prinsip diatas berlaku secara tidak memihak. 4
Legalitas keberadaan rutan berdasarkan KUHAP pasal 22 ayat 1 huruf a
yang menyebutkan, jenis penahanan dapat berupa penahanan rumah tahanan
negara .5 Serta penjelasan pasal 22 ayat 1 yang menyatakan:
Selama belum ada rumah tahanan negara di tempat yang besangkutan
penahanan dapat dilakukan di kantor kepolisian negara, di kantor
kejaksaan negeri, di lembaga pemasyarakatan, di rumah sakit dan
dalam keadaan yang memaksa di tempat lain.6

Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.302-

---, KUHAP Lengkap, Jakarta, 2008, Sinar Grafika, hal.16


---, KUHAP Lengkap, Jakarta, 2008, Sinar Grafika, hal.130

304
6

Struktur oraganisasi rutan dijelaskan melalui Keputusan Menteri


Kehakiman RI No. M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang organisasi dan tata
kerja rumah tahanan negara dan rumah penyimpanan benda sitaan negara.
Pada pelaksanaannya terjadi penyimpangan dari fungsi rutan tersebut,
bahwa rutan pun melaksanakan fungsi lapas, demikian pula sebaliknya. Suatu
kondisi terpaksa yang menjadi pekerjaan rumah dalam pengelolaan dan
pelaksana pemasyarakatan.
Alasan penempatan narapidana di rutan karena:
1. Tidak setiap kabupaten/ kota memiliki lapas dan atau rutan
2. Mempermudah proses pembinaan/ persidangan
3. Keamanan (gangguan kamtib)
4. SK Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tanggal 16 Desember 1983
tentang Penetapan lapas tertentu sebagai rutan, lapas dapat beralih fungsi
menjadi rutan dan begitu pula sebaliknya
5. SE Dirjenpas No. E.PK.01.10-16 Tanggal 19 Pebruari 1998 tentang
keharusan penempatan narapidana Reg. B.I dengan sisa pidana lebih dari
12 bulan ke lapas terdekat.
Rutan yang seharusnya sudah berfungsi sebagai tempat perawatan
tahanan nyatanya masih ditempati oleh narapidana yaitu tahanan yang sudah
divonis oleh pengadilan dan berkuatan hukum tetap dijatuhi hukuman penjara
yang dilaksanakan di lapas.
Memahami prinsip Peraturan Minimum tentang Standar perlakuan
terhadap narapidana pasal 8 huruf b menyatakan bahwa tahanan yang belum

diputus oleh pengadilan harus dipisahkan dari narapidana yang sudah diputus
oleh pengadilan (United prisoners shall be kept separate from convicted
prisoners). 7
Percampuran tahanan dengan narapidana dibeberapa rutan dan lapas
pun menyebabkan perlakuan terhadap tahanan seakan-akan sudah bersalah
karena diperlakukan dengan tidak layak .8
Percampuran ini akhirnya akan mempengaruhi pola pembinaan, sebab
petugas akan direpotkan dengan dua paradigma yang berbeda yaitu perlakuan
pelayanan terhadap tahanan dan pembinaan terhadap narapidana.9 Bahwa
penempatan narapidana di rutan atau tahanan di lapas merupakan suatu
kesalahan dari konsep pemasyarakatan yang patut dikoreksi dari segi
manajemen lapas.
Sebagai muara dari pembinaan di Rutan senantiasa diberi
kesempatan dan peluang agar warga binaan mampu berintegrasi dalam
masyarakat menurut Richard W. Snarr, sebagai berikut:
Reintegrasi adalah didasarkan pada premis bahwa apabila seseorang
mampu untuk menyatu dalam lingkungan masyarakat yang besar dan
terlibat dalam kegiatan-kegiatan di tengah-tengah masyarakat maka
kesempatan dan peluang untuk kembali berperilaku taat hukum
menjadi lebih terbuka.10
7
8

Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.248


Ditjenpas, Cetak biru pembaharuan pelaksanaan system pemasyarakatan, Jakarta,

2009, hal.119
9

Ditjenpas, Cetak biru pembaharuan pelaksanaan system pemasyarakatan, Jakarta,

2009, hal.127
10

Richard W. Snarr (1996), Introduction to Corrections, Third Edition, Brown and


Benchmark, Dubuque, IA, hal. 221

Upaya optimaslisasi berbasis kinerja telah membuat standar operating


prosedur dan prosedur tetap pelaksanaan tugas baik untuk lapas maupun rutan.
Namun belum mengatur bilamana ada penggabungan tahanan dan narapidana,
tentunya perlu kepekaan manajer dan staf dalam pengelolaan rutan.
Perbedaaan fasilitas yang tersedia antara rutan dan lapas menjadi salah
satu kendala. Sehingga proses pelaksanaannya akan menjadi prestasi yang luar
biasa dari beban kerja yang bertambah atau kebalikannya berupa pengabaian
hak-hak yang seharusnya diterima narapidana atau tahanan.
Dalam kondisi seperti itu dimana masih belum memungkinkan
pemisahan fungsi tersebut. Tentunya perlu inovasi dari manager/ karutan
sampai pelaksana agar pelayanan tahanan dan pembinaan narapidana dapat
dilaksanakan secara optimal. Karena tanggung jawab sebagai institusi negara
yang menangani pemasyarakatan dituntut oleh masyarakat.
Keberadaan narapidana di rutan merupakan kerja tambahan yang tetap
harus dikelola dengan baik guna meminimalisir dampak prisonisasi di Rutan.
Penulisan ini adalah pengamatan empiris berawal dari :
1. Beberapa usulan narapidana yang merasa jenuh karena tidak ada kegiatan
dan tempat mengadu selama berada dalam rutan. Banyaknya waktu yang
terbuang selama menjalani sisa pidana sehingga perlu action pengelolaan
rutan agar pembinaan pun dapat dilaksanakan secara optimal.
2. Bahwa

peran

petugas

baik

karena

kekurangan

personil

atau

ketidakmampuan memberdayakan warga binaan secara langsung akan

dambil alih oleh sesamanya. Apalagi dalam keseharian perikehidupan


mereka tidak ada pengawasan petugas pembina tentunya berpotensi
munculnyanya penyimpangan.
3. Model pembelajaran di pesantren guna pembekalan bahagia hidup duniaakherat yang sudah familier bagi warga Pandeglang.
4. Program bimbingan luar Lapas yang dilakukan oleh Pembimbing
Kemasyarakatan oleh Bapas yang dilakukan perorangan dapat lebih
memantau perkembangan kliennya. Hal yang sama seharusnya sudah
dilakukan sejak pembinaan di Lapas dan perawatan di Rutan. Sehingga
perkembangan tahap pembinaan setiap warga binaan dapat dievaluasi.
5. Adanya fungsi dan tanggung jawab petugas pemasyarakatan memperbaiki
perilaku warga binaan. Menurut Petrus Irawan Pandjaitan dan Wiwik Sri
Widiarty:
sebagai petugas seharusnya dapat memahami fungsi dan tanggung
jawabnya bukan hanya sebagai pegawai pemerintah, tetapi lebih dari
itu dia adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab untuk
memperbaiki perilaku narapidana yang dinyatakan sebagai pelanggar
hukum11

Sehingga petugas pemasyarakatan sebagai pengawal program yang diberikan


wewenang agar pelaksanaan program pembinaan dapat berjalan.

11

Pandjaitan, Petrus Irwan dan Wiwik Sri Widiarty (2008), Pembaharuan Pemikiran
Dr. Sahardjo mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta: CV Indhill Co,.hal.56

Sebagai aplikasi program pembinaan telah dibahas oleh sedikitnya


enam peneliti dari hasil penelusuran literatur yang melihat perlunya program
pembinaan di UPT Pemasyarakatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah setempat yaitu:
1. Risdianto (2007), melihat adanya Program pendidikan agama, Program
ketrampilan, Rendahnya pendidikan napi, Kurangnya tenaga pendidik
yang terampil, Kurangnya sarana dan prasarana dan kurangnya partisipasi
masyarakat12
2. Tambunan (2008), mengusulkan pembinaan pendidikan agama dan
ketrampilan bahkan yang menyentuh seluruhan aspek (holistik). 13
3. Situmeang (2008), pembinaan belum terlaksana secara optimal sesuai
dengan isi UU no.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, kualitas sumber
daya manusia belum memadai serta belum ada sarana dan prasarana
khusus UU khusus pembinaan wanita belum ada. 14
4. Zulfikri (2007), lebih membahas perlunya program pembinaan dan
peraturan khusus paling tidak terhadap kasus korupsi dan wanita. Belum
ada program khusus bagi narapidana kasus korupsi Tidak ada
pengklasifikasian masih secara umum15
12

Risdianto (2007), Suatu Kajian Tentang Upaya Petugas Lembaga


Pemasyarakatan Dalam Merehabilitasi Narapidana Menjadi Warga Negara Yang Baik (studi
Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II.b Garut), http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd0313108-111948/
13
Tambunan, S. Lenny. N (2008), Sistem Pembinaan Dan Kehidupan Para
Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Siborong-Borong, http://library.usu.ac.id/index.php?
option=com_journal_review&id=4296&task=view
14
Situmeang, Rita Uli (2008), Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan
Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta
Medan, http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=10069&task=view
15
Zulfikri (2007), Kendala yang dihadapi lembaga pemasyarakatan atas
tidak
adanya Pembinaan bagi narapidana kasus korupsi , http://www.digilib.ui.ac.id/

5. Chuldun (2005), mengemukakan Halfway Haouse/ Lapas terbuka, target


population selection, Personal dan training, pelayanan treatment dan
keamanan kurangnya sosialisasi program. 16
6. Sitorus (2005), lebih menekankan pembahasan pada community based
treatment sebagai program pembinaan karena belum menyentuh semua
warga binaan terutama pidana kurang dari satu tahun. Tidak semua napi,
khususnya pidana satu tahun ke bawah belum mendapat pembinaan dan
Napi memiliki berbagai macam tipikal ketika menerima pembinaan17
Dalam hal ini penulis lebih melihat pada program pembinaan yang
menyeluruh kepada semua warga binaan dan pelaksanaan pembinaan dari sisi
manajemen lapas. Bahwa penempatan narapidana di rutan tidak dapat
mengabaikan pelaksanaan fungsi pembinaan narapidana disamping fungsi
pelayanan tahanan.
Perlu manajemen untuk menangani narapidana di rutan, dengan status
penghuninya fluktuatif terkadang lebih banyak tahanan atau narapidana. Agar
tahanan yang sudah berubah status menjadi narapidana segera dipisahkan
penempatan serta dipersiapkan program pembinaannya.
Upaya pembinaan seolah-olah tidak dipenjara dari manajemen lapas
dengan community based treatment guna mendorong reintegrasi sosial. Bahwa
yang membina adalah profesional dibidangnya semata-mata demi pembekalan
opac/themes/libri2/detail.jsp?id=110100
16
Chuldun, Ibnu (2005), Peranan lapas terbuka dalam pembinaan narapidana
sebagai upaya reintegrasi sosial dan pelaksanaan community-based treatment: studi pada lapas
terbuka Jakarta, http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=100263
17
Sitorus, Roy Tulus Martin (2005), Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana
hukuman satu tahun ke bawah: studi kasus LP Kelas I A Cipinang http://www.digilib.ui.ac.id/
opac/themes/libri2/detail.jsp?id=83170

potensi narapidana. Termasuk pemberdayaan wali pemasyarakatan guna


mengawal program pembinaan sampai tahap kembali ke masyarakat.
Dengan karakteristik Rutan Pandeglang yang khas menggunakan
sistem pendekatan yang bersifat situasional (a contingency approach) dalam
kondisi terpaksa dapat meminimalkan dampak buruk karena adanya
penempatan narapidana di rutan dilihat dari penyimpangan perilaku penghuni.
Guna

optimalisasi

pelaksanaan

manajerial

rutan

mengunakan

manajemen lapas, menurut Kast dan Rosenzweig yang dikutip James G.


Houston dalam bukunya Correctional Management bahwa dalam lingkungan
organisasi terdiri dari beberapa sistem tujuan dan nilai, tekhnik, struktur,
hubungan sosial dan manajer. Dimana peran menejer adalah karutan yang
menetapkan rencana, kebijakan dan prosedur dari lingkungan, tujuan,
koordinasi dan petugas rutan. 18
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang perlu aplikatif antara lain:
1. Pelaksanaan fungsi pelayanan tahanan belum optimal di rutan.
2. Pemanfaatan waktu untuk pembinaan yang lebih holistik terhadap
narapidana.
3. Klasifkasi penempatan menurut golongan yaitu pembedaan antara wanita
dan pria, anak-anak dan dewasa, tahanan dan narapidana, narkoba dan
kriminal, wna dan wni serta kasus yang menarik perhatian masyarakat.19

18
Houston, James G, Correctional Management: Function, Skills and System,
Chicago, 1999, Nelson-Hall Inc, hal.33
19
Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.247248

4. Bahwa sirkulasi warga binaan Rutan Pandeglang yang lebih dinamis


dimana status tahanan dan narapidana yang fluktuatif terkadang banyak
tahanan dilain waktu lebih banyak narapidana, tentunya harus menjaga
keseimbangan perikehidupan dalam rutan. Adanya situasional pembenaran
penempatan narapidana di blok tahanan pada saat status narapidana lebih
banyak dan sebaliknya.
5. Pemanfaatan potensi profesional agar komunitas Rutan Pandeglang siap
berintegrasi kembali setelah menjalani masa pidana. Salah satu aspek yang
sangat penting adalah berupa falsafah perlakuan terhadap orang hukuman
yang sesuai dengan watak dan budaya masyarakat.20
Penggabungan tahanan dan narapidana menyebabkan peran ganda dari
struktur rutan dalam melaksanakan fungsi pelayanan tahanan serta
pengelolaan narapidana. Karena optimalisasi pelaksanaan pelayanan tahanan
dan pembinaan narapidana tidak akan maksimal sebagaimana rutan dan lapas
berfungsi masing-masing.
C. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian
tesis ini adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan menejemen pembinaan narapidana di rutan?
2.

Apa dampak dari penempatan narapidana di rutan?

D. Tujuan Penelitian

20

Pandjaitan, Petrus Irwan dan Wiwik Sri Widiarty (2008), Pembaharuan Pemikiran
Dr. Sahardjo mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta: CV Indhill Co,hal.hal.56

Penulis merumuskan agar penulisan ini terarah dengan pedoman


maupun teori yang menunjang. Adapun tujuan penelitian adalah:
a.

Untuk menggambarkan pelaksanaan program pembinaan dengan


adanya narapidana di rutan

b.

Untuk memberikan gambaran tentang dampak dari penempatan


narapidana di rutan

E. Batasan Penelitian
Pembangunan gedung lapas dan rutan di Indonesia menyesuaikan
dengan kemampuan keuangan negara. Perkembangan sementara ini guna
menyelesaikan permasalahan over kapasitas. Belum sesuai dengan harapan
KUHAP khususnya pemasyarakatan bahwa lapas dan rutan harus berada
disetiap kabupaten atau kota.
Dalam penulisan ini Penulis fokus pada Rutan Pandeglang yang
berfungsi campuran sebagai pelayanan tahanan sekaligus pembinaan
narapidana. Berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan narapidana dan dampak
penempatan narapidana di rutan.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis ini diperlukan adanya suatu uraian mengenai
susunan dari tulisan yang dibuat agar pembahasan teratur dan terarah pada
permasalahan yang sedang dibahas. Untuk itu tesis ini akan dibagi ke dalam
lima bab, yaitu:

Bab I

Pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah

penelitian, masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,


dan batasan konsep serta sistematika penulisan.
Bab II

Tinjauan Pustaka,

berisikan

mengenai kerangka teoritik,

kerangka pemikiran, kerangka konsep dan tupoksi


Bab III

Metode Penelitian berisikan rancangan penelitian dan


populasi.

Bab IV

Pembahasan atau analisa penulis tentang temuan data


dilapangan dengan menggunakan teori yang ada.

Bab V

Penutup, berupa uraian tentang kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik
Manajemen lapas menurut Richard W. Snarr yaitu proses manajemen
dalam komunitas penjara yang sangat unik karena melibatkan mengelola
orang (tahanan) yang tidak ingin berada di sana. Dalam konteks keamanan
juga harus dipertahankan, kerja dan program rehabilitasi dioperasikan,
bangunan dipertahankan dan hak-hak konstitusional ditegakkan, situasi yang
menyajikan tantangan berat. Management of prisons, the management process
in a prison community is unique because it involves managing people
(prisoners) who do not want to be there. Within this context security must be
maintained, work and rehabilitation programs operated, building maintained
and constitutional rights upheld, a situation that presents formidable
challenges.21
Yang menjadi fokus bahasan dari management of prisons adalah
manajer dan organisasi (managers and organizations)
1. Manajer adalah orang-orang bergerak dalam proses manajemen pada
berbagai tingkat organisasi. Dalam penjara jabatan sipir atau pengawas
biasanya diberikan untuk posisi manajemen puncak, sedangkan jabatan
petugas pemasyarakatan biasanya diberikan kepada level pertama.
Managers are the people enganged in the process of management at
21

Snarr, Richard W, Introduction to corrections, Dubuque, 1996, Times Mirror


Higher Education Group, Inc, hal.177

different levels of an organization. Within a prison the title of warden or


superintendent is usually given to the top management position, while the
title of correctional officer is usually given to the first level.
2. Organisasi dapat dianggap sebagai sekelompok orang yang mengejar
tujuan khusus atau tujuan. Organisasi menyediakan struktur yang
menentukan peran dan menetapkan wewenang pada orang dalam
kelompok yang datang bersama, asosiasi, dan berinteraksi dengan satu
sama lain, berusaha untuk mencapai tujuan mereka. Organization may be
thought of as a group of persons pursuing a special purpose or goal.
Organizations provide structure that defines roles and establishes
authority by which persons in these groups come together, associate, and
interact with one another, attempting to achieve their goals.
Sedangkan menurut James G. Houston dalam buku Correctional
Management pada kesimpulan the evolution of management theory menitik
beratkan pada the classical school yaitu sekolah klasik, yang terkonsentrasi
pada struktur dan organisasi sebagai entitas. which concentrated on
structure and the organization as entity. Yang mendapat kontribusi pandangan
dari :
1. Henri Fayol dengan 14 prinsip manajemen
2. Max weber yang melihat birokrasi menekankan aspek struktur sadar dan
formal organisasi di alam mereka, bentuk-bentuk yang lebih tradisional
(bureaucracy emphasizes the conscious and formal structural aspects of
organizations over their natural, more traditional forms).

3. Mary Parker Folletts melihat keprihatinan untuk bisnis dan kerja sosial
membuat teori administrasi khususnya instruksi untuk manajer penjara
(concerns for business and social work make her theories of
administration especially instructive to corrections managers)
4. James d. mooney and Alan C. Reiley melihat manajemen adalah teknik
atau seni menginspirasi orang lain. Organisasi adalah teknik yang
berkaitan tugas tertentu atau berfungsi sebagai unit yang terkoordinasi
(management is the technique or art of inspiring others. Organization is
the technique of relating specific duties or functions as a coordinated
unit).
5. Lyndall Urwick yang menganalisa elemen administrasi pada perencanaan,
koordinasi dan kontrol.
6. Chester I. barnard menggunakan komunikasi sebagai penghubung untuk
mendapatkan kerjasama (communication as a jeans of acquiring
cooperation).22
Menurut Stephen P. Robbins dalam teori organisasi adalah disiplin
ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi. Strukur organisasi
menetapkan bagaimana tugas akan dibagi siapa melapor kepada siapa dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Sedangkan desain organisasi mempertimbangkan konstruksi dan mengubah
struktur organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. 23

22
Houston, James G, Correctional Management: Function, Skills and System,
Chicago, 1999, Nelson-Hall Inc, hal.17-33
23
Robbins, Stephen P; alih bahasa Jusuf Udaya, Teori Organisasi : Struktur, Desain
& Aplikasi,, Jakarta, 1994, Arcan, hal.6-7

Struktur dapat memotivasi atau menghalangi tindakan strategis selain


juga menghambat pilihan strategis. Misalnya, keputusan strategis yang dibuat
pada struktur yang disentralisasikan biasanya idenya kurang bervariasi dan
mungkin akan lebih konsisten sesudah jangka waktu tertentu dibandingkan
organisasi yang didesentralisasikan dimana masukan tersebut kemungkinan
besar akan bermacam-macam jenisnya dan orang-orang yang memberikan
masukan pun berubah bergantung pada situasinya. 24
Karena perkembangan situasi, kondisi dan kebutuhan maka organsiasi
perlu dievaluasi guna membantu terwujudnya tujuan berupa reorganisasi dan
restrukturisasi. Reorganisasi adalah penyusunan kembali suatu organisasi baik
AD, ART maupun strukturnya supaya efektif dalam mencapai tujuan.
Sebaiknya penilaian struktur suatu organisasi dilakukan sekali dalam lima
tahun. 25
Dalam Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/ Tahanan menerangkan manajemen berkaitan dengan mutu
kepemimpinan, struktur organisasi dan kemampuan/ ketrampilan
pengelolaan (managerial skill) dari pucuk pimpinan maupun staf sehingga
pengelolaan administrasi di lingkungan Lapas, Rutan dan Bapas dapat berjalan
tertib dan lancar.
Menurut Hasibuan perbaikan bukan hanya pada kondisi fisik
melainkan juga menejemen, yaitu:

24

idem, hal.155-157
Hasibuan, Melayu SP, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta,
2008, PT Bumi Aksara, hal.171-172
25

Seharusnya bukan hanya perbaikan kondisi fisik rutan dan lapas yang
harus diperbaiki, tetapi yang paling penting adalah perbaikan
manajemen dalam lembaga itu. Terutama menyangkut pembinaan
kepada para tahanan sehingga apabila mereka keluar, dapat diterima
oleh masyarakat. 26

Menurut Fremont and James Rosenzweig (1979)yang dikutip Houston,


Organisasi dapat mengandung beberapa subsistem; tujuan organisasi dan nilainilai, teknis, hubungan sosial, struktural dan manajerial (the organization can
be trought of as containing several subsystem; organization goals and values,
technical, psychosocial, structural and managerial).

Tabel.1 Organisasi dan Manajemen dari fremont and James Rosenzweig


1
1. Lingkungan
2. Tujuan

3. Tekhnik
4. Struktural

Input

Output

MANAJER
subsystem

5. Hubungan Sosial
5

26

Stevianus G, Deliano, Pembinaan Tahanan Jangan Diabaikan, 18 Jan 2010

Bahwa manajemen berasal dari semua komponen yang terpusat pada


manajer yang membuat perencanaan, prosedur, menentukan tujuan, koordinasi
dan pengawasan petugas.
Manajer menjadi titik fokus untuk informasi dan kegiatan yang
berkaitan

dengan suatu kegiatan

tertentu.

Tujuannya

adalah

untuk

menyediakan integrasi yang efektif dari sumber daya suatu organisasi terhadap
penyelesaian suatu proyek tertentu. Implementasi pendekatan manajemen
seringkali melibatkan perubahan dramatis dalam hubungan wewenang dan
tanggung jawab. (The project manager becomes the focal point for
information and activities related to a specific project. The goal is to provide
effective integration of an organization's resources towards the completion of
a specific project. Implementing a project management approach often
involves

dramatic

changes

in

the

relationships

of

authority

and

responsibility). Manajemen struktur organisasi telah digunakan secara efektif


dalam yang sangat dinamis dan teknologi lingkungan. Perancis, Kast dan
Rosenzweig, (1985).27
Manajemen lapas menghendaki seluruh komponen bersinergi membina
warga binaan yang berasal dari beragam latar belakang. Warga binaan terdiri
dari tahanan dan narapidana. Kemudian kompleksitas permasalahan yang ada
membutuhkan penanganan dari berbagai disiplin ilmu.
Idealnya tugas pemasyarakatan mengantarkan warga binaan menjadi
manusia mandiri (visi), namun pelaksanaannya tidak selalu sesuai dengan

27

Walonick, David S, Teori dan Perilaku Organisasi, 23-06-2010

tujuan karena terjadinya penyimpangan yang memungkinkan dampak


prisonisasi.
Menurut Prof. Dr. Bambang Purnomo, SH dampak buruk prisonisasi
adalah stigmantisasi dan residivisme, yaitu:
Pemenjaraan yg berfungsi mengayomi masyarakat dari gangguan
kejahatan dalam prakteknya membawa dampak yang destruktif bagi
penghuni penjara yaitu prisonisasi, stigmatisasi dan residivisme.
Prisonisasi adalah proses terjadinya pengaruh negatif (buruk) yg
diakibatkan oleh sistem nilai yg berlaku dalam budaya penjara.
Stigmatisasi adalah proses pemberian cap oleh masyarakat melalui
tindakan yg dilakukan dalam proses peradilan bahwa ia adalah seorang
yg jahat. Residivisme adanya kemungkinan yang lebih besar untuk
terjadinya perilaku menyimpang yang sekunder yang menjadi sumber
utama terjadinya kejahatan ulang. 28

Menurut Donald Clemmerr menyatakan prisonization adalah tinggi


rendahnya atau besar kecilnya pengaruh tata cara kehidupan, moral, kebiasaan
dan kultur umum yang ada di dalam penjara atau pembelajaran transmisi
subkultur.
Subkultur narapidana berupa bahasa yang aneh, norma-norma informal
yang khas, sikap, keyakinan, nilai, status dan peran dalam perspektif yang
berbeda dengan masyarakat di luar penjara. Sykes menjelaskan subkultur
28

Sudirman, Didin (2007), Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan dlm sistem


peradilan pidana di indonesia, Jakarta, cv Alnindra Dunia Perkasa, hal.189

berkembang untuk membantu narapidana menyesuaikan diri dengan


kekurangan penahanan atau penderitaan penjara. (From his study of the New
Jersey State Prison, Sykes reasoned that the subculture develops to help
inmates adjust to the deprivations of incarceration, or what he called the
"pains of imprisonment). 29
Menurut Sykes antara lain mengemukakan beberapa derita tambahan
selain pidana hilang kemerdekaan bergerak antara lain:
1. kehilangan kepribadian diri (loose of personality)
2. kehilangan rasa aman (loose of personality)
3. kehilangan kemerdekaan (loose of liberty)
4. kehilangan komunikasi pribadi (loose of personal communication)
5. kehilangan akan pelayanan (loose of good and service)
6. kehilangan hubungan heteroseksual (loose of heteroseksual)
7. kehilangan harga diri (loose of prestige)
8. kehilangan kepercayaan (loose of belief)
9. kehilangan kreativitas (loose of creativity).
Belum lagi kondisi overkapasitas yang berpotensi terjadinya
penyimpangan seperti yang ditulis Anjrah Lelono Broto yaitu:
Kapasitas lapas di tanah air yang mayoritas overload memaksa
penghuninya hidup dan beraktifitas lazimnya manusia dalam penjara
dengan tekanan fisik, mental dan spiritual berlebih. Narapidana yang
tinggal di dalam lapas masih dipaksa menikmati layanan kamar yang
29

Clemmer, Donald, Prison: Prisoners-Inmate subcultures And Informal


Organization, 23 Juli 2010

jauh dari nilai-nilai humanisme. Padahal menurut Ernesto welch


(2002) mengatakan bahwa seorang pelaku kejahatan lahir dan
berkembang dari lingkungan yang penuh dengan tekanan, baik secara
fisik, mental maupun spiritual.30

B. Kerangka Pemikiran
Salah satu fungsi Rutan adalah memberikan pelayanan kepada tahanan,
meliputi perawatan, pemberian bantuan hukum, pendidikan, penyuluhan
jasmani dan rohani serta pemberian bimbingan dan kegiatan untuk tahanan.
Dengan adanya narapidana di rutan maka pembinaan pun harus
diupayakan sebagaimana fungsi lapas. Sehingga rutan mempunyai tugas
tambahan disamping fungsi pelayanan tahanan juga fungsi pembinaan.
Dalam struktur organisasi rutan kegiatan tersebut dilayani oleh subsi
pelayanan tahanan. Dimana uraian tugas pokok dan fungsinya identik dengan
seksi pembinaan narapidana di lapas. Pelaksanaannya rutan pun dapat
mengusulkan pengurangan pidana baik remisi, PB, CMB dan CB.

30

Broto, Anjrah Lelono, Miniatur Indonesia itu Lapas, 27-03-2010

Tabel.2 Skema Dampak Penempatan Narapidana di Rutan

Pelayanan

Pola
Pembinaan

Pembinaan

Tahanan
1.Proses persidangan

Narapidana
1. Menjalani eksekusi

2. Suka rela

2. Wajib bekerja

3. Diatur
PP 58/99
Menejemen

3. Diatur PP 31/99

Pembinaan
4. Tahanan

4. Narapidana

Campuran

Campuran

Dampak pembinaan
napi di Rutan

Perbedaan fungsi Rutan, Lapas dan Campuran


1. Fungsi Rutan adalah menjaga dan melindungi hak-hak asasi manusia
a. Memperlancar proses pemeriksaan baik pada tahap penyidikan maupun
pada tahap penuntutan dan pemeriksaan di muka pengadilan;
b. Melindungi kepentingan masyarakat dari pengulangan tindak kejahatan
yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang bersangkutan;

c. Melindungi sipelaku tindak pidana dari ancaman yang mungkin akan


dilakukan oleh keluarga korban atau kelompok tertentu yang terkait
dengan tindak pidana yang dilakukan.
Kondisi ideal pemenuhan hak-hak tahanan sebagai berikut:
1) Penyediaan sarana hunian yang memadai dan manusiawi
2) Penyediaan sarana prasarana kesehatan
3) Standarisasi dapur
4) Peningkatan kebutuhan gizi dalam makanan
5) Peningkatan standarisasi dukungan tenaga ahli
6) Penyelenggaraan proses belajar
7) Tidak wajib bekerja namun dapat mengikuti program perawatan
8) Pemenuhan kerjasama bantuan hukum
9) Perencanaan secara berkala kelengkapan administrasi yang baik dan
modern
10) Penyusunan mekanisme baku pelatihan dan strategi memahami over
kapasitas.31
Sehingga pelaksanaan fungsi Rutan dapat maksimal
2. Fungsi Lapas sesuai pasal 5 UU No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan
adalah:
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
31

Ditjenpas, cetak biru pembaharuan pelaksanaan system pemasyarakatan, Jakarta,


2009, hal.124-126

c. Pendidikan dan pembimbingan


d. Penghormatan harkat dan martabat manusia
e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu
Kondisi ideal pemenuhan hak-hak narapidana sebagai berikut:
1) Pemindahan berkala dari yang over kapasitas ke yang tidak over
kapasitas
2) Penyediaan sarana hunian yang memadai dan manusiawi
3) Penyediaan sarana kesehatan
4) Standarisasi dapur
5) Peningkatan kebutuhan gizi dalam makanan
6) Peningkatan standarisasi dukungan tenaga ahli
7) Penyelenggaraan proses belajar pendidikan formal dan informal
8) Wajib mengikuti kursus-kursus kejuruan
9) Pemenuhan kerjasama bantuan hukum
10) Menambah peran tenaga psikolog dan psikiater
11) Perencanaan secara berkala kelengkapan administrasi yang baik dan
modern
12) Perluasan pelayanan berdasarkan minat guna pengembangan diri
pribadi.32
32

Ditjenpas, cetak biru pembaharuan pelaksanaan system pemasyarakatan, Jakarta,


2009, hal.117-119

3. Fungsi Campuran adalah gabungan pelaksaan kedua fungsi rutan dan lapas
dalam satu tempat. Sehingga mempunyai lingkungan dan penanganan
manajerial yang lebih kompleks.
C. Kerangka Konsep
Fungsi pelayanan tahanan juga harus melaksanakan pembinaan
narapidana. Apalagi isi hunian Rutan Pandeglang yang fluktuatif, terkadang
lebih banyak tahanan dilain waktu lebih banyak narapidana.
Dalam pelaksanaan tugas Rutan Pandeglang tergolong dalam Klas IIB
yang terdiri dari 4 jabatan struktural yaitu kepala, kasubsi pengelolaan, kasusi
pelayanan dan kepala kesatuan pengamanan. Sehingga secara administrasi
maupun pelaksanaan harus menangani permasalahan Lapas. Dimana peran
ganda dimainkan oleh staf dari struktur yang ada.
Keseharian manajemen pengelolaan Rutan dilihat dari manajemen
pelayanan dan manajemen pengamanan.
yang ditinjau dari segi manajemen lapas adalah Teori pelayanan dan
pembinaan dan Teori Pengamanan
Konsep manajemen lapas dengan pendekatan struktur organisasi rutan
antara lain:
1. Konsep Pelayanan
Sesuai dengan fungsi rutan adalah pelayanan dan perawatan
tahanan. Mengantarkan tahanan mendapatkan kepastian hukum selama

menjalani masa penahanan. Termasuk perawatan jasmani dan rohaninya


agar senantiasa dalam keadaan sehat.
Pelayanan tahanan ialah segala kegiatan yang dilaksanakan dari
mulai penerimaan sampai dengan tahap pengeluaran tahanan.33 Perawatan
tahanan adalah proses pelayanan tahanan yang dilaksanakan mulai dari
penerimaan sampai dengan pengeluaran tahanan dari Rumah Tahanan
Negara (Rutan).34
2. Konsep pembinaan
Tahanan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
berubah

statusnya

menjadi

narapidana

dan

berhak

mendapatkan

pembinaan selama menjalani masa pidana.


Pembinaan ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki
dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana dan anak didik
yang berada di dalam lapas/ rutan (intramural treatment).35
Pembinaan

adalah

kegiatan

untuk

meningkatkan

kualitas

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyaraktan.36

33

Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan


Narapidana/ Tahanan
34
Pasal 1 PP Nomor 58 Th.1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
35
Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/ Tahanan
36
Pasal 1 PP Nomor 31 Th.1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 PP Nomor 32 Th.1999 tentang Syarat dan Tata Cara
pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Pasal 1 PP Nomor 57 Th.1999 tentang
Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Menurut pendapat Kirson Weinberg melalui Paul W. Tappan


penjara dapat dijadikan sebagai pusat pembinaan dan rehabilitasi dengan
cara :
1. Penjara merupakan tempat untuk merubah perilaku napi menjadi orang
yang mentaati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
2. Penjara harus dapat membangun / menumbuhkan sikap kerjasama dan
hubungan baik antar napi dan petugas, sehingga dengan terbukanya
komunikasi ini akan menjadikan napi yang taat hukum.
3. Penjara menjadi pusat belajar baik formal/nonformal, pembinaan
kemandiian dan kepribadian
4. Napi yang masuk penjara, menjalani pidana tidak secara keseluruhan
yang dinilai oleh tim terdiri dari ahli : sosiologi, psikologi, Peksos,
dan psikister untuk menilai diberikannya Pembebasan bersyarat.
5. Penjara juga mempunyai Psikolog untuk mengatasi napi yang
mempunyai gangguan emosional.
6. Penjara tidak boleh sebagai tempat mengisolasikan napi dengan
masyarakat luar, justru sbg tempat untuk memulihkan kesatuan
hubungan melalui Cuti Mngunjungi Keluarga (CMK) ,Assimilasi, Cuti
menjelang Babas (CMB ) dan Pembeban Bersyarat ( PB).
7. Point 1 sampai dengan 6 tidak akan berjalan apabila stigmatisasi dari
masyarakat masih berlaku.

8. Pengecualian terhadap kejahatan ringan : misalnya

pengkonsumsi

alkohol yang kronis dan pembunuh sadis tidak dapat dimasukkan


dalam kategori pembinaan yang ditetapkan Tappan.37

Program

pembinaan

yang

menjadi

acuan

adalah

Metode

Pembinaan Narapidana Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman


Republik Indonesia No. M.02-PK-04-10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana/ Tahanan, metode pembinaan atau bimbingan,
meliputi :
a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan
antara pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).
b. Pembinaan bersifat persuasif, edukatif, yaitu berusaha merubah
tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara
sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal
terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia
yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak yang
sama dengan manusia lainnya.
c. Pembinaan dilakukan secara berencana dan terus menerus, disusun
secara sistematis melalui tahapan-tahapan.
d. Pembinaan berupa

pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah

keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

37

Wemberg, S. Kirson , The Optimum Prison As a Coroctional And Rehabilitative


Center, KEY ISSUES a Journal of controversial issues in Criminology, Volume 2/1965, Chicago :
ST. Leonard House, p.81-86

Metode ini disebut dengan Security Approach yang dilaksanakan


secara bertingkat (Maximum, Medium, Minimum).
e. Pembinaan yang berupa Concelling Group, yaitu pendekatan yang
dilakukan secara kelompok. 38
Setiap narapidana wajiba bekerja, adapun pekerjaan di penjara
menurut Daniel Glaser
1) Bahwa penjara kesulitan memperoleh pekerjaan yang cukup untuk
semua penghuni penjara
2) Pekerjaan insentif sering tidak optimum dilakukan untuk memotivasi
penghuni penjara atau narapidana dalam melaksanakan tugas-tugasnya
di penjara yang dapat berguna bagi mereka setelah bebas nanti
3) Penilaian terhadap pekerjaan para narapidana sangat rendah
4) Relatif kecilnya kesempatan bagi narapidana yang bebas untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pelatihan yang diberikan
di penjara.39
3. Konsep Pengamanan
Keberadaan warga binaan pemasyarakatan di rutan dalam keadaan
terpaksa. Disatukan dengan orang-orang yang sebelumnya tidak dikenal
dengan beragam latar belakang pendidikan, jenis kelamin, usia dan status
sosial. Namun perikehidupan di dalam rutan yang aman dan tertib harus

38
Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan
narapidana/ tahanan
39
Pandjaitan, Petrus Irwan dan Wiwik Sri Widiarty (2008), Pembaharuan Pemikiran
Dr. Sahardjo mengenai Pemasyarakatan Narapidana, Jakarta: CV Indhill Co,hal.39

dikondisikan. Pengamanan harus menciptakan suasana perikehidupan


yang kondusif dalam lingkungan rutan.
Pengamanan

dinamis

adalah

pengamanan

(kebebasan

dari

melarikan diri dan kekacauan) berdasarkan membangun hubungan baik di


lingkungan penjara serta perlakuan baik terhadap tahanan.40
Contoh perikehidupan yang aman dan tertib di penjara Skotlandia
antara lain:
Bahwa pada tahun 1844 saja, Dirjen Lapas di Skotlandia telah
membuktikan bahwa dengan pengaruh pribadi yang baik,
dibeberapa lapas tingkat kepatuhan tumbuh luar biasa. Jumlah napi
yang terpaksa dimasukan ke sel sebagai hukuman karena
melanggar aturan menjadi rendah. Sikap berontak terhadap
hukuman pun rendah karena para petugas lapas memberikan alasan
yang jelas dan masuk akal kepada napi, sebelum terpaksa
memberikan hukuman. 41

Pemasyarakatan adalah institusi yang terbuka karena pembinaan


narapidana tidak hanya tanggung jawab petugas dan warga binaan
melainkan juga masyarakat dan unik karena produk yang dihasilkan tidak
masuk dalam hal kriteria swasta, yaitu: Kita harus melihat organisasi
pemasyarakatan

sebagai

sistem

terbuka

karena

bergantung

pada

40
Penal Reform International, Membuat standard-standard bekerja, London, 2001,
Astron Printer Ltd, hal.197
41
Cooke, David J, Pamela J Baldwin and Jaqueline Howidon: penerjemah Hary
Tunggal, Menyingkap Dunia Gelap Penjara, Jakarta, 2008, Gramedia Pustaka Utama, hal.137

lingkungan luar. Ini adalah sebuah organisasi yang unik, untuk


memastikan, karena tidak memiliki produk yang dapat diidentifikasi, dan
karyawan perusahaan adalah pengawas yang tidak produktif dalam hal
kriteria sektor swasta (One must view the correctional organization as an
open system because it depends on the outside environment. It is a unique
organization, to be sure, for it has no identifiable product, and its line
employees are supervisors who do nothing productive in terms of private
sector criteria).42
Menurut Aping pekerjaan narapidana sebagai media untuk
mengaktualisasikan diri, yaitu:
Sistem pemasyarakatan dalam memberikan pembinaan terhadap
narapidana memandang pekerjaan bagi narapidana bukan sematamata dimaksudkan untuk tujuan komersial yang bersifat profit
oriented namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana
untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi, anggota
keluarga dan anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan
bimbingan kerja yang bermanfaat sehingga baik selama maupun
setelah menjalani pidana dapat berperan utuh sebagaimana
layaknya anggota masyarakat lainnya. 43

Hasil pembinaan berupa penambahan pengetahuan, kerohanian dan


kecakapan tidak dapat dilihat perubahannya secara langsung berbeda
42

Snarr, Richard W, Introduction to corrections, Dubuque, 1996, Times Mirror


Higher Education Group, Inc, hal.33
43
Aping, Pemberdayaan narapidana di bidang konstruksi, Jakarta, 2009, hal.2

dengan karya cipta yang dapat dilihat secara fisik. Sehingga motivasi
pemberian ketrampilan selain pembekalan setelah narapidana bebas juga
mewujudkan salah satu hasil dari pembinaan di rutan.
Kenyataannya,

banyak

tahanan

tidak

punya

pengalaman

kepegawaian yang penting dan seringkali kurang memiliki ketrampilan


kerja, bekerja di penjara dapat memberi kesempatan mengembangkan
ketrampilan.44 Minimal pemberian program ketrampilan merupakan proses
pembelajaran bagi warga binaan.
Rutan di Indonesia banyak yang berperan ganda baik pelayanan
sekaligus pembinaan. sehingga berdampak terhadap adanya penempatan
narapidana di Rutan. Dalam skema penulisan ini guna pembedaan diberi
nama campuran yang ditinjau dari teori manajemen lapas. Kondisi real di
rutan diharapkan bisa mendekati kondisi ideal menggunakan pendekatan
manajemen lapas. Antara lain bertujuan program pembinaan narapidana
menjadi manusia mandiri.
Fungsi pelayanan yang optimal seiring pelaksanaan fungsi Rutan
juga melaksanakan manajemen lapas dengan memperhatikan:
1. Fungsi pembinaan yang optimal
Beragam program pembinaan diberikan sebagai pilihan
kegiatan wajib dan sesuai minat bakat. Sehingga warga binaan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya.
2. Penempatan warga binaan pemasyarakatan
44

Penal Reform International, Membuat standard-standard bekerja, London, 2001,


Astron Printer Ltd, hal.197

Semakin fluktuatifnya klasifikasi hunian menuntut pemisahan


yang tepat guna dan memperhatikan hak asasi manusia. Bahwa
pemisahan berdasarkan jenis kelamin, status hukuman, usia, kasus dan
warga negara. Bahkan tren pemisahan tidak hanya kasus narkoba dan
kriminal juga diupayakan untuk kasus tipikor.
3. Penghuni yang fluktuatif
Pemanfaatan kamar-kamar hunian tetap merujuk pada dasar
pemisahan namun tidak menutup kemungkinan penempatan tergantung
situasi dan kondisi dari banyaknya selisih penghuni yang fluktuatif.
Dimana jumlah yang over kapasitas tetap mengedepankan asas
kemanusiaan.
4. Pemanfaatan potensi
Senantiasa berkarya dalam tugas yaitu meningkatkan inovasi
berupa penambahan ragam pendidikan, kerohanian, kesenian, olah
raga dan ketrampilan. Membaca potensi daerah yang dapat
dikembangkan dalam rutan agar mudah diaplikasikan manakala
reintegrasi kembali.
UU No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan tidak mengatur
fungsi Rutan secara eksplisit yang ada hanya Lapas dan Bapas. Dalam hal
ini fungsi rutan diidentikkan dengan fungsi Lapas.

Sebagaimana

dinyatakan dalam pasal 51 yaitu:


1. wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan ada pada
Menteri

2. ketentuan

mengenai

syarat-syarat

dan

tata

cara

pelaksanaan

wewenang, tugas dan tanggung jawab perawatan tahanan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. 45
Kemudian pelaksanaannya dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah
No. 58 tahun 1999 tentang tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
Rutan adalah unit pelaksana teknis tempat tersangka atau terdakwa
ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan.46
Kondisi rutan pada umumnya dengan penggabungan tahanan dan
narapidana menimbulkan konsekuensi :
1. Over kapasitas
Hal ini memberi pemahaman kepada kita bahwa kondisi lapas/ rutan
yang over kapasitas berdampak pada buruk kondisi kesehatan
penghuni, dimana semakin banyak jumlah penghuni lapas/ rutan maka
semakin buruk tingkat kesehatan mereka..47
2. Pembinaan tidak menyeluruh, sebagaimana Sitorus menyatakan
narapidana pidana satu tahun kebawah belum mendapat pembinaan.
3. Potensi gangguan keamanan dan ketertiban

45

Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/ Tahanan
47
Sudirman Didin, Reposisi dan revitalisasi Pemsyarakatan dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia, Jakarta, 2007, CV.Alnindra Dunia perkasa, hal.283
46

Dengan

semakin

banyaknya

jumlah

penghuni

rutan

berarti

konsekuensi potensi gangguan kamtib makin besar. Tergantung


pendekatan pengamanan yang digunakan agar dinamis.
Pembinaan yang dapat diupayakan dengan Adanya Narapidana
antara lain :
a. Pelaksanaan pembinaan
Untuk itulah semua Pelaksanaan Pembinaan di rutan/ lapas haruslah
dilakukan secara berkesinambungan, dari :
1. Pola pendekatan petugas keamanan lapas yang bersifat dinamis.
2. Adanya Reward dan Punishment.
3. Penelusuran Minat dan Bakat yang Berdaya Guna dan Tepat Guna
4. Pemberian Kesempatan dan Kepercayaan
5. Kemudahan dan Transparansi Pengurusan Hak-Hak Narapidana
6. Merubah Paradigma dan Membuat Profil Keunggulan Lapas dalam
Pemberdayaan Narapidana
7.

Sosialisasi

Program-program

Pembinaan

seperti

Asimilasi,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas


kepada Masyarakat diluar tembok Penjara
8. Jangan jadikan dalih suatu pembenaran, bahwa Kekurangan
Anggaran atau Kesejahteraan dalam Lapas untuk kemudian tidak
melakukan pembinaan yang optimal,
9. Lapas harus memberanikan diri mencari kesempatan / lapangan
pekerjaan secara masal.48
48

Apienk, Pemberdayaan narapidana di bidang konstruksi, Jakarta, 2009, hal.4-10

.b. Fasilitas yang tersedia


Bahwa keberhasilan pembinaan narapidana itu sangat bergantung pada
tersedianya sarana. Dalam hal ini diperlukan sarana-sarana bukan
karena dikendaki undang-undang tetapi hal itu semata-mata sbg
kebutuhan untuk kemanusiaan terlebih hak-hak warga negara yg
berada di lapas.49
c. Pelaksanaan ketrampilan
Program ketrampilan yang beragam sesuai dengan minat bakat
warga binaan sehingga menjadi bekal setelah kembali ke masyarakat.
Termasuk proses pembelajaran selama berada dalam rutan.
Pembinaan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
1999, Tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan, dilakukan dengan melalui 4 (empat) tahapan yang
terdiri dari :
1. Pembinaan tahap awal adalah kegiatan masa pengamatan,
penelitian

dan

pengenalan

lingkungan

untuk

menentukan

perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan


kemandirian yang waktunya dimulai pada saat yang bersangkutan
berstatus sebagai narapidana sampai dengan

1/3 dari masa

pidananya, Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan di Lapas


dan pengawasannya Maximum Security.

49

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, Tentang Pembinaan dan


Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

2. Pembinaan tahap lanjutan, adalah merupakan lanjutan dari program


pembinaan kepribadian dan kemandirian sampai dengan penentuan
perencanaan

dan

pelaksanaan

program

assimilasi

yang

pelakasanaanya terdiri dari dua bagian (setengah) dari masa


pidanya, Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan didalam
Lapas dan

pengawasannya sudah memasuki tahap medium

security.
3.

Tahap kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama


sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidananya, dan pada tahap
ini pengawasan kepada narapidana memasuki tahap minimum
security. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki
tahap assimilasi dan selanjutnya dapat diberikan Cuti Menjelang
Bebas atau Pembebasan bersyarat dengan pengawasan minimum
security.

4. Pembinaan tahap akhir, adalah kegiatan berupa perencanaan dan


pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya
tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari napi
yang bersangkutan. 50
Melalui pentahapan ini perkembangan pembinaan narapidana
di Rutan senantiasa dievaluasi sampai dengan kembali berbaur
ditengah masyarakat. Sehingga Rutan mendorong peningkatan potensi

50

304

Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.302-

narapidana agar menjadi manusia mandiri dengan meminimalisir


dampak prisonisasi semaksimal mungkin.
D. Tugas Pokok dan Fungsi
Tupoksi Rutan Klas IIB hasil asistensi indikator dan target kinerja serta
uraian tugas sebagai berikut:
a. Kepala Rutan
1. Membuat rencana kerja Rutan
2. Melaksanakan penyusunan dan penelaahan data register tahanan, data
register barang titipan, data pelanggaran disiplin tahanan, data sarana
dan prasarana Rutan, data jumlah hari tinggal, data keadaan tahanan
dan data kepegawaian
3. Melaksanakan

penerimaan,

penelitian

dan

pemeriksaan

serta

pendaftaran/ pencatatan dan penempatan tahanan, pengeluaran


(tahanan yang mengikuti sidang, ijin berobat, permohonan luar biasa
dan bebas demi hukum serta bagi narapidana yang bebas, napi yang
melaksanakan CB dan PB serta mutasi ke Lapas)
4. Melaksanakan administrasi dan teknis perawatan makanan, kesehatan
serta mental dan rohani tahanan serta mengelola keamanan dan
ketertiban Rutan
5. Melaksanakan

fasilitas

pendamping

dan

penyuluhan

hukum,

bimbingan kegiatan kerja bagi tahanan serta fasilitas TPP (Tim


Pengamat Pemasyarakatan)
6. Menyusun pemberitahuan habisnya masa tahanan 10 hari dan 3 hari

7. Mengelola aministrasi kepegawaian, ketatausahaan, kerumahtanggaan


dan perlengkapan serta keuangan Rutan
8. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di
lingkungan Rutan sesuai target indikator sasaran
9. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja/ lembaga/ instansi terkait
10. Mengevaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas di lingkungan
Rutan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
11. Melaksanakan waskat di lingkungan Rutan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh
pimpinan.
b. Kepala subsi pelayanan tahanan
1. Membuat rencana kerja Subseksi Pelayanan Tahanan
2. Menyiapkan penyusunan dan penelaahan Data Register Tahanan, Data
Register Barang Titipan, Data Sarana dan Prasarana Rutan, Data
Jumlah Hari Tinggal, Data Keadaan Tahanan dan Data Mutasi
Narapidana
3. Menyiapkan dan melakukan penelitian ulang berkas-berkas Tahanan,
menyiapkan pemeriksaan kesehatan Tahanan serta pendaftaran/
pencatatan Tahanan
4. Menyiapkan penempatan Tahanan berdasarkan umur, jenis kelamin
dan tindak pidana, mengajukan usulan mutasi, usulan program
pembinaan (CB, CMB, PB) kepada kepala Rutan, serta mengoreksi
kelengkapan berkas dan data pengeluaran (Tahanan yang mengikuti

sidang, ijin berobat, permohonan ijin luar biasa, dan bebas demi
hukum serta bagi Narapidana yang bebas dan mutasi ke Lapas
5. Menyiapkan perawatan makanan, kesehatan dan mental rohani
Tahanan serta melakukan bimbingan kegiatan kerja bagi Tahanan
6. Menyiapkan urusan fasilitas pendampingan penyuluhan hukum
Tahanan, bimbingan jasmani dan rohani, perpustakaan/ bahan bacaan,
menyiapkan proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, serta menyiapkan bahan fasilitas dan melakukan sidang
TPP
7. Menyiapkan bahan pemberitahuan habisnya masa Tahanan 10 hari dan
3 hari
8. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di
lingkungan Rutan sesuai target indikator sasaran
9. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja/ lembaga/ instansi terkait
10. Mengevaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas di lingkungan
Rutan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
11. Melaksanakan waskat di lingkungan Subseksi Pelayanan Tahanan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh
pimpinanpersidangan dan TPP, berkoordinasi, waskat di lingkungan
dan tugas dinas lainnya.
c. Kepala subsi pengelolaan Rutan
1. Membuat rencana kerja Subseksi Pengelolaan Rutan
2. Melakukan urusan keuangan Rutan

3. Melakukan urusan perlengkapan Rutan


4. Melakukan urusan administrasi kepegawaian Rutan
5. Melakukan urusan perawatan gedung dan sarana kerja serta rumah
dinas dan kendaraan dinas/ operasional Rutan
6. Melakukan urusan kebersihan, telepon, air dan listrik Rutan;
7. Melakukan urusan pencairan SPM dan pembayaran tagihan beban
anggaran belanja rutin Rutan;
8. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di
lingkungan Subseksi Pengelolaan sesuai target indikator sasaran;
9. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja/lembaga/instansi terkait;
10. Mengevaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas di lingkungan
Subseksi Pengelolaan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
11. Melaksanakan Waskat di lingkungan Subseksi Pengelolaan; dan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh
Pimpinan.
d. Kepala Kesatuan Pengamanan Rutan
1. Membuat rencana kerja kesatuan pengamanan Rutan;
2. Melakukan urusan administrasi keamanan dan ketertiban Rutan;
3. Melakukan urusan teknis keamanan menyangkut keamanan gedung,
instalasi vital, dan lingkungan Rutan;
4. Melakukan urusan inventarisasi, penyimpanan dan perawatan sarana
keamanan dan ketertiban;

5. Melakukan urusan penerimaan dan pemeriksaan awal berkas-berkas


Tahanan;
6. Melakukan penempatan Tahanan berdasarkan umur, jenis kelamin dan
tindak pidana;
7. Melakukan

urusan

teknis

dan

administrasi

pencegahan

dan

penindakan pelanggaran Tata Tertib Tahanan yang dituangkan ke


dalam Berita Acara Pemeriksaan dan dimasukkan ke dalam Register F
(Buku Jenis Pelanggaran);
8. Menyelia dan memberikan penilaian hasil kerja bawahan di
lingkungan kesatuan pengamanan Rutan sesuai target indikator
sasaran;
9. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja/lembaga/instansi terkait;
10. Mengevaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas di lingkungan
kesatuan

pengamanan

Rutan

sebagai

pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas;
11. Melaksanakan Waskat di lingkungan kesatuan pengamanan Rutan;
dan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diperintahkan oleh
Pimpinan.Membuat rencana kerja Subseksi Pengelolaan Rutan

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Dalam hal metode penulisan yang akan dilakukan, penulis
menggunakan pendekatan kualitatif partisipatoris secara deskriptif dengan
menggambarkan pelaksanaan manajemen pembinaan narapidana dan dampak
penempatan narapidana di rutan.
Rutan Klas IIB Pandeglang dipilih sebagai obyek penelitian karena
secara struktur hanya ada pelayanan tahanan dan tidak ada pembinaan
narapidana. Namun demikian masih ada narapidana bahkan fluktuatif
terkadang lebih banyak narapidana yang tinggal. Karakteristik komunitas
warga binaan yang masih homogen serta latar belakang kota seribu santri yang
agamis mendukung program pembinaan.
Dalam rancangan ini dipaparkan sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Unit Pelaksana Tekhnis
Pemasyarakatan Rumah Tahanan Negara Pandeglang Banten. Lokasi ini
penulis ambil sebagai tempat penelitian karena keunikannya dimana

komunitas warga binaan yang homogen berasal dari masyarakat Pandeglang


yang dikenal dengan kota seribu santri sehingga harapan pembinaan bisa
mengadopsi sistem pesantren serta adanya penempatan narapidana di rutan.
2. Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan sejak bulan April sampai dengan Juni
2010 di Rumah Tahanan Negara Pandeglang.
3.Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif partisipatoris, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang merupakan himpunan dari ucapan atau tulisan dan
perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri51
4. Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dampak penempatan
narapidana di Rutan Pandeglang sebagai bagian dari masyarakat kota seribu
santri52
5. Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi di tempat penelitian. Ada beberapa
informan yang dimanfaatkan dalam melakukan penelitian ini diantaranya
adalah informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah orang

51
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya, Usaha Nasional,
1992, hal. 21
52
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Bandung, Pt. Remaja Rosdakarya, 1995,
hal.35

yang mengetahui tentang maksud dan tujuan penelitian, sedangkan informan


biasa adalah orang yang langsung terlibat dalam penelitan. Adapun yang
menjadi alasan mengapa dipilih informan tersebut adalah dikarenakan
mereka termasuk yang sudah dipercaya oleh petugas Rumah Tahanan
Negara menjadi tamping, menurut informasi yang diterima mereka adalah
jujur, taat pada janji, patuh pada peraturan, suka berbicara, dan tidak
termasuk dalam salah satu kelompok yang bertentangan dalam penelitian.
Informan kunci yaitu tamping yang melihat dan bersinggungan langsung
dengan pembuatan tato dan tasbeh serta besedia menggambarkan lingkungan
rutan dari kacamata narapidana.
6. Tehnik mengumpulkan data
Pegumpulan data dalam penelitian nanti dikelompokkan dalam dua
bentuk, yaitu data primer dan data sekunder.
-

Data primer dikumpulkan dan dilakukan


dengan cara pengamatan lapangan dengan mempergunakan tehnik
wawancara yang bersifat bebas terhadap pihak-pihak yang berkompeten
dan menguasai tentang aspek dan permasalahan yang diteliti. Adapun
wawancara akan dilakukan dengan : Kepala Rutan, Petugas yang
berkompeten dengan kegiatan pelayanan dan pembinaan, keamanan,
petugas medis dan warga binaan.

Sedangkan

data

sekunder

dikumpulkan

melalui penelitian kepustakaan dengan cara membaca, mencatat,


mengutip, membandingkan, dan menghubungkan bahan-bahan yang satu

dengan yang lainnya sehingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh
agar memudahkan pengelolaannya.
-

Setelah melakukan pengamatan terlibat dan


wawancara, peneliti akan melakukan recheck kepada orang yang memang
ahli dalam bidangnya, apakah data yang tercatat dalam pada catatan
lapangan benar-benar data yang dikumpulkan atau tercampur dengan
pandangan peneliti atau juga sesuatu yang berasal dari subyek tetapi bukan
asli pernyataan subyek. Hal ini benar-benar diuji sehingga peneliti
memperoleh data yang benar-benar asli.

7. Setelah data yang diperlukan terkumpul kemudian diolah dengan cara


sebagai berikut :
-

Pemeriksaan yaitu mengedit data secara teliti


untuk menemukan keabsahan data dan untuk benghindari dari kesalahan
data yang dikumpulkan.

Klasifikasi, data yang telah dikumpulkan


berdasarkan

pokok-pokok

bahasan

masing-masing,

pengolahan

ini

dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pengelompokan data.


- Pengorganisasian, data yang telah dikumpulkan dengan mengurutkan sesuai
dengan pengelompokannya agara tidak terjadi kesalahan, tempat dalam arti
sesuai dengan sistimatika bahasan.
8. Analisa Data
Analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data.
Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan

komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikael,


dan sebagainya. Pekerjaan analisis data memerlukan usaha pemusatan
perhatian dan pengerahan tenaga fisik dan pikiran peneliti.
Data yang telah diolah tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif
yaitu memberikan arti dan menginterprestasikan pada setiap data yang telah
diolah, kemudian diuraikan dalam bentuk uraian kalimat secara sistematis
dan logis untuk memudahkan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan cara deduktif yaitu dari hal-hal yang bersifat umum,
kemudian disimpulkan secara khusus terhadap permasalahan yang diteliti.
9. Penyajian Data
Data disajikan secara deskriftif melalui tabel dan gambar. Tabel dan
gambar guna memperjelas pelaksanaan program pembinaan.
B. Populasi dan Sampel
Data yang akan diambil dari populasi penelitian ini terdiri dari petugas dan
warga binaan di Rutan Pandeglang. Jumlah keseluruhan pegawai terhitung
bulan Juli 2010 antara lain:
Jumlah Pegawai
Terdiri dari

50 Orang

Golongan IV

- Orang

Golongan III

22 Orang

Golongan II

28 Orang

Golongan I

- Orang

Tabel.3 Populasi Penelitian untuk Petugas

No
1
2
3

Tupoksi
Sub Seksi Pengelolaan
Sub Seksi Pelayanan Tahanan
Kesatuan Pengamanan Rutan
Jumlah

Jumlah Petugas
8
10
32
50

Populasi tersebar ke dalam tiga struktur organisasi rutan terdiri dari karutan,
kasubsi pelayanan tahanan, petugas pengamanan dan pelayanan tahanan.

Tabel..4 Populasi Penelitian untuk Warga Binaan


No.
Tamping

Populasi
60

sampel
5

Ket.
Napi yang

Kepala kamar

21

dikaryakan
Termasuk sel dan
blok wanita

jumlah

10

Tamping adalah pembantu petugas berasal dari narapidana yang berkelakuan


baik dan umumnya sudah mendekati masa bebas.
Kepala kamar dipilih dari anggota kamar atau ditunjuk oleh petugas sebagai
pemimpin di kamarnya.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum
Penjara Pandeglang dibangun sejak tahun 1918 kemudian berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I Nomor : M.04.PR.07.03 1085
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah
Penyimpanan Barang Sitaan Negara, bahwa Lembaga Pemasyarakatan
Pandeglang telah ditetapkan menjadi Rumah Tahanan Negara Kelas II B.
Keadaan Bangunan Rumah Tahanan Negara Pandeglang :
1. Dibangun Tahun

: 1918.

2. Luas bangunan

: 3.276 M2

3. Luas Tanah

: 3.740 M2

4. Letak Bangunan

: Di Jalan Masjid No.3 Pandeglang.

5. Isi rata rata per hari

: 250 Orang.

6. K a p a s i t a s

: 143 Orang.

7. Tinggi tembok Keliling

: 5 Meter

8. Sarana Penerangan

: PLN

9. Sarana Air Minum

: PDAM & Sumur Bor

10. Pos Atas

: 4 Buah

Lokasi Rutan Pandeglang terletak di pusat perkotaan bersebelahan


sebelah utara dengan Jalan Gunung Karang, sebelah barat dengan Madrasah
Arrahman dan pemukiman penduduk, sebelah timur berbatasan dengan Jalan
Masjid Agung dan sebelah selatan berbatasan dengan Masjid Agung.
Dari segi pengamanan sangat menguntungkan karena lokasi Rutan
berdekatan dengan kantor Polisi Militer, Kodim, Polres, kejaksaan dan
Pengadilan. Termasuk berdekatan dengan Pemda Kab. Pandegang dan dinas
terkait.
Sejak dibangun tahun 1918 bangunan Rutan Pandeglang telah
dilakukan beberapa renovasi terutama pintu portir, teralis keliling blok dan
pembatas keliling, mushola dan teras serta kamar hunian digunakan untuk
perkantoran. Sedangkan yang lain masih original bahkan dijadikan cagar
budaya oleh Pemda Pandeglang.
Eksistensi

rutan

tidak

lepas

dari

sejarah

perkembangan

pemasyarakatan. Berawal dari masa kolonial, pelaksanaan KUHP pasal 10


yaitu Pidana pokok terdiri atas pidana mati, pidana penjara, kurungan dan

denda sehingga perlu bangunan penjara. Masa kemerdekaan tahun 1964 istilah
penjara berubah menjadi lembaga pemasyarakatan.
Sejak tahun 1981 dengan semangat memperbaiki produk hukum
kolonial sesuai dengan akar budaya bangsa Indonesia. Pada pasal 22 KUHAP
menyatakan Jenis Penahanan dapat berupa penahanan Rumah Tahanan
Negara, penahanan rumah atau penahanan kota sehingga perlu bangunan
Rutan.
Guna melaksanakan KUHAP muncul SK Menteri Kehakiman No.
M.04.UM.01.06 Tanggal 16 Desember 1983 tentang Penetapan Lapas tertentu
sebagai Rutan. Seiring kemampuan keuangan negara membangun Lapas dan
Rutan pada setiap Kabupaten/ kota. Dipertegas dengan Kepmenkeh RI No.
M.01.PR.07.03 tahun 1985 tentang orta Lapas dan No. M.04.PR.07.03 tahun
1985 tentang orta Rutan dan Rupbasan. Sehingga pelaksanaan tupoksinya
jelas.
Sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan terdapat dalam Kepmenkeh
RI No.M.02-PK.04.10 tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/
Tahanan. Hanya saja istilah Rutan tidak secara tegas disebut dalam UU No. 12
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai payung pemasyarakatan karena
lebih fokus kepada Lapas dan Bapas. Selanjutnya pedoman pelaksanaan
pemasyarakatan diatur dalam PP Nomor 31 Th.1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, PP Nomor 32 Th.1999 tentang
Syarat dan Tata Cara pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan PP
Nomor 57 Th.1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dan PP Nomor 58 Th.1999


tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan
Tanggung Jawab Perawatan Tahanan.
Dinamika petugas dan warga binaan Rutan Pandeglang dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Petugas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor: M.01-PR.07.03 Tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu strukturnya mengatur organisasi
Rutan Pandeglang
Tabel.3 gambar Struktur Rutan Klas IIB
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI RUTAN PANDEGLANG
KEPALA RUTAN

Petugas Tata Usaha


Kesatuan Pengamanan
RUTAN

Sub Seksi
Pelayanan Tahanan

Sub Seksi
Pengelolaan RUTAN

Petugas Pengamanan

Petugas merupakan salah satu elemen penting pendukung


terlaksananya pelaksanaan tugas perawatan tahanan dan pembinaan

narapidana. Dengan adanya jumlah pegawai yang profesional dan


jumlahnya mencukupi maka pelaksanaan tugas-tugas tersebut dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Secara hirarki petugas Rumah Tahanan Pandeglang dipimpin oleh
seorang Kepala, dibantu tiga orang kepala Subseksi, dan petugas Tata
Usaha. Adapun masing-masing jabatan adalah sebagai berikut:
a. Kepala Rutan;
b. Ka. Kesatuan Pengamanan Rutan;
c. Ka. Subsi Pelayanan Tahanan;
d. Ka. Subsi Pengelolaan;
e. Petugas Tata Usaha.
Dari jumlah 53 orang petugas dalam 3 bulan terakhir berkurang 3
orang karena mengundurkan diri maupun meninggal dunia. Belum lagi
dalam tahun ini 2 orang memasuki masa pensiun sehingga Rutan
Pandeglang

semakin

kekurangan

petugas.

Sehingga

manajemen

pembinaan narapidana mempertimbangkan kemampuan dan kekuatan staf


agar tetap dinamis. Setiap petugas dituntut mengembangkan kemampuan
interpersonal dan sosial karena Staf penjara membutuhkan kemampuan
interpersonal dan sosial untuk bisa menghadapi dan menangani secara
percaya diri dengan tegangan dan tekanan pemenjaraan.53

53

Penal Reform International, Membuat standard-standard bekerja, London, 2001,


Astron Printer Ltd, hal.197

Petugas

melaksanaan

penerimaan

tahanan

sampai

dengan

pengeluaran narapidana di rutan melalui pengamatan pada admisi


orientasi, sidang TPP dan evaluasi pentahapan masa pidana, yaitu:
a) Admisi Orientasi
Setiap warga binaan yang baru masuk Rutan masih dalam
ketidaktahuan akan situasi dan kondisi. Terpaksa dengan orang-orang
asing yang hidup bersamanya karena perbedaan latar belakang budaya,
pendidikan, status sosial, agama, usia, kebiasaan.
Hak dan kewajiban serta peraturan selama berada dalam Rutan
harus dipelajari selama admisi orientasi (pengenalan lingkungan). Masa
beradaptasi dengan lingkungan paling lama tujuh hari sesuai Protap
(prosedur tetap pelaksanaan tugas pemasyarakatan), SE Dirjenpas no.
E.22.PR.08.03 Tahun 2003.
Merupakan awal identifikasi guna pelaksanaan program-program
yang ada. Dari pengenalan lingkungan diharapkan warga binaan segera
beradaptasi menyesuaikan keberadaannya di rutan.
Dalam masa ini tahanan dalam kondisi tertekan menunggu
kepastian hukum yang akan dihadapi. Perlu bantuan hukum dari kuasa
hukum atau petugas yang berlatar belakang hukum agar memberikan
pencerahan berkaitan dengan kasusnya. Ketiadaan fungsi tersebut diambil
alih oleh senior atau belajar dari pengalaman narapidana. Berpotensi salah
prosedur dan terjadinya penyimpangan dalam sistem peradilan pidana.

Struktur

rutan

subsi

pelayanan

tahanan

berperan

aktif

mempersiapkan tahanan guna mengadapi proses persidangan. Dari


merawat secara fisik juga memberikan pengetahuan tentang hukum
minimal yang berkaitan dengan perkaranya. Rutan tidak mempengaruhi
tahanan dalam upaya melawan hukum hanya berperan memberikan
pelayanan hukum.
b) TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan)
TPP di Rutan ditetapkan dengan keputusan karutan yang
anggotanya terdiri dari beberapa pejabat struktural dan wali warga binaan.
Umumnya seksi pelayanan, pengamanan, kegiatan kerja dan wali
pemasyarakatan.
Fungsi TPP antara lain :
-

Merencanakan dan melakukan persidangan

Melakukan tertibnya administrasi persidangan, inventarisasi dan


dokumentasi

Membuat rekomendasi dan risalah sidang TPP kepada Karutan

Melakukan pemantauan pelaksanaan perawatan/ pembinaan

c) Evaluasi Pentahapan Masa Pidana


Dalam upaya pembinaan warga binaan berdasarkan pentahapan
yang menjadi acuan dari program pembinaan. Bahwa regulasi program
pentahapan masa pidana dibagi menjadi empat tahap yaitu admisi orintasi,
asimilasi dalam, asimilasi luar dan integrasi.

Pemberdayaan warga binaan selama berada dalam Rutan


merupakan tugas bersama antara petugas, narapidana dan masyarakat.
Petugas dalam pelaksanaan kerjanya diuraikan pada tupoksi masingmasing. Termasuk uraian tugas wali pemasyarakatan yang membina
maksimal 20 orang.
Setiap tahap peran petugas yang ditetapkan menjadi wali
pemasyarakatan mengamati perkembangan warganya agar tetap proaktif
melaksanakan program pembinaan yang ada. Bahkan dapat merumuskan
program pembinaan yang paling cocok untuk kelompok maupun
perorangan agar pembekalan lebih efektif dan efisien. Sebagaimana
dinyatakan dalam SMR sebagai berikut:
Untuk mencapai tujuan ini, lembaga pamasyarakatan harus
memanfaatkan kekuatan-kekuatan pemulihan, pendidikan moral,
spiritual dan kekuatan serta bentuk pendampingan lain yang sesuai
dan tersedia dan harus mencoba menerapkan kesemuanya menurut
kebutuhan pembinaan perseorangan narapidana. 54
Selama

proses

tersebut

berlangsung

dapat

dievaluasi

perkembangan setiap warga binaan tentang kemajuan yang didapat


sehingga naik ke tahap selanjutnya sampai bebas diharapkan sudah
menjadi manusia mandiri.
Kekurangan

petugas

bukan

alasan

pembenaran

terjadinya

gangguan keamanan dan ketertiban serta pembiaran narapidana tanpa


program pembinaan. Sehingga perlu manajemen dalam melaksanakan
54

Peaturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.280

struktur Rutan agar sesuai dengan tupoksinya. Dimana peran karutan


mengatur segala potensi yang ada guna mendorong optimalisasi pelayanan
tahanan bahkan pembinaan narapidana di Rutan.
Banyaknya ragam kegiatan yang merupakan potensi yang bisa
digali sebagai wujud pembinaan terkadang tidak terpegang hanya oleh staf
pelayanan harus dibantu pengamanan. Walaupun petugas sudah kelebihan
jam kerja sebagai contoh overtime petugas P2U. begitu juga dirasakan
pada subsi pelayanan dan pengamanan. Dimana kelebihan beban kerja
terpaksa diatur sedemikian rupa guna mengantisipasi pembinaan dan
pengamanan
2. Warga binaan
Setiap warga binaan diberi kesempatan untuk meningkatkan
kemampuannya dengan beragam program pembinaan yang ada. Beragam
kegiatan harus dikelola Rutan dengan optimal sehingga program
pembinaan dapat diimplementasikan dengan tepat. Rekomendasi TPP
secara berkesinambungan memberikan gambaran kegiatan yang terbaik
untuk dilaksanakan warga binaan.
Lingkungan yang bersih menjadi salah satu prioritas pembinaan.
Dimana

setiap

penanggung

jawab

bagian

perkantoran

bertugas

memelihara kebersihan lingkungan sekitar sehingga tetap asri.


Faktor-faktor yang menyangkut warga binaan pemasyarakatan
yang perlu dipahami meliputi:
a. Jenis perkara

b. Jenis pidana
c. Lamanya masa pidana
d. Jenis kelamin
e. Usia
f. Agama
g. Suku bangsa
h. Kondisi fisik dan psikologis
i. Residivis atau bukan
j. Latar belakang pribadi
-

Pendidikan

Status keluarga

Tingkat sosial

Status sosial

k. Bakat-bakat dan hobby


Dengan memahami faktor-faktor ini, maka petugas paling tidak
akan dapat menerapkan metode pendekatan yang terbaik dalam
melaksanakan

pembinaan,

termasuk

mengeliminir

faktor-faktor

penghambat sehingga dengan potensi yang terbatas dapatlah dicapai hasil


yang seoptimal mungkin. 55
Pergaulan warga binaan yang terbatas dengan petugas dalam
program formal dapat dilanjutkan oleh tokoh yang berada dalam tiap
kamar sehingga pembinaan berlangsung lebih lama. Dimana warga binaan
55

Kepmenkeh RI No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang pola pembinaan


narapidana/ tahanan

mendapat program formal hanya beberapa jam dalam sehari bisa


melanjutkan dalam kamarnya masing-masing, terutama untuk pembinaan
pendidikan dan kerohanian. Bahwa selama berada dalam Rutan dari
kondisi terpaksa dapat dirubah menjadi peluang dan kesempatan yang
besar guna menambah potensi diri.

Tabel.5 Jadwal Kegiatan Pembinaan WBP


NO
1

HARI
Senin

JAM
07.30-08.00

JENIS
KEGIATAN
Senam Pagi

s/d

PENANGGUNG
JAWAB
Koor OR/
Staf Peltah

sabtu
09.00-12.00
11.11-12.00

Paving Blok
Pengajian dr

Staf Bimker
Staf Peltah

Pesantren
2
3

Selasa
Rabu

09.00-12.00
11.00-12.00

Ciputri
Ketrampilan
Pengajian dari

Staf Bimker
Staf Peltah
Staf Peltah

Kamis

09.00-11.00

Depag
PBHL

Jumat

08.30-10.30

(calistung)
Kebersihan

Staf Peltah &

Yasinan WBP
OR &

KPR
Staf Peltah
Staf Peltah

Sabtu

09.00-10.30
09.00-12.00

Kesenian WBP

KET

Beragam ketrampilan guna bekal senantiasa digali dari potensi


yang ada. Dalam perkembangannya kreatifitas selalu berkembang dari
pembuatan paving blok, akar kayu, budi daya ikan patin, ketrampilan
samak yang menjadi tas, sajadah, tempat HP, sandal, gantungan kunci.
Bahkan mengembangkan ketrampilan kursi bambu serta potensi
daerah yang dapat dimanfaatkan dengan segala keterbatasan fasilitas yang
ada di Rutan.
Beberapa program pembinaan yag terekam dalam dokumentasi
kegiatan Rutan Pandeglang. Walaupun tidak maksimal namun rutan tetap
mendorong terjadinya proses :

Gambar.1 Kegiatan narapidana membaca

Gambar.2 Narapidana Latihan Kegiatan Baris Berbaris.

Sebagai pembentukan mental fisik warga binaan agar berdisiplin dan


sebagai salah satu bekal reintegrasi sosial.
Gambar.3 Pembinaan Kerohanian Yasinan bagi WBP

Dilaksanakan Yasinan bersama setiap hari Jumat pagi di aula dan setiap
selesai sholat magrib setiap malam senin dan malam jumat di kamar masingmasing..

Gambar.4 Hasil Karya Cipta Ketrampilan Samak

Hasil ketrampilan samak yang dipamerkan dalam HUT Pemda Pandeglang


pada awal April 2010.

Gambar.5 Ketrampilan Akar kayu

Akar kayu merupakan salah satu potensi kegiatan masyarakat Pandeglang dan
termasuk program unggulan di Rutan Pandeglang

Gambar.6 Contoh pembesaran Bibit Ikan Patin

Program pembesaran bibit ikan patin dari 2 inci menjadi 5 inci selama 40 hari
dengan pakan, vitamin dan antar jemput bibit dikondisikan mitra perikanan.

Gambar.7 Persiapan Galeri Pengayoman

Hasil Karya Cipta Narapidana dipamerkan di Galeri Pengayoman yang


berlokasi di depan halaman luar Rutan agar masyarakat mengenal langsung
dan mendorong proses reintegrasi sosial.

Peran
mengidentifikasi

petugas
seluruh

yang

membina

perkembangan

warga

binaan

warga

binaanya

sepatutnya
sehingga

perkembangan kemajuan dapat dievaluasi guna mempersiapkan reintegrasi


manusia mandiri kembali dalam masyarakatnya.
Perlu pengawal progam guna mengamankan program-program
pembinaan yang ada. Sehingga kesinambungan mencetak manusia mandiri
senantiasa diupayakan sebagai pembinaan rutan
Guna menyukseskan reformasi birokrasi di lingkungan UPT
Pemasyarakatan khususnya Rutan melalui proses atau ketatalaksanaan maka
peningkatan

peran

pengamanan

lebih

mendorong

terjadinya

proses

pembinaan. Sehingga pondasi pengamanan perlu dibenahi secara struktur dan


pelaksanaan dengan konsekuensi yang ada.
Bahwa petugas sebagai wali pemasyarakatan secara signifikan positif
mendorong terjadinya pembinaan sebagai pengawal program yang tidak hanya
menyentuh semua golongan warga binaan bahkan besinergi mempersiapkan
manusia mandiri dengan kinerja yang terukur.
Manakala pengawasan petugas tidak menyentuh warga binaan maka
peran tersebut diabil alih oleh sesamanya yang dapat menimbulkan

penyimpangan. Sehingga peran wali pemasyarakatan dapat memelihara


kesinambungan proses pembinaan yang secara efektif dan efisien.

Tabel.6 Jumlah Penghuni Menurut Jenis Tindak Kejahatan

No Jenis Kejahatan

Pasal

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Thd Ketertiban
Mata Uang
Kesusilaan
Perjudian
Penganiayaan
Pencurian
Perampokan
Penggelapan
Penipuan
Penadahan
Senjata Api

KUHP/ UU
154-181
244-251
281-287
303
351-356
362-364
365
372-375
378-395
480-481
UU Dar

12

Narkotika

12/51
Uu No.

13

Korupsi

14

Napi

Jumlah

3
7
1

10/1
6
5

1,2 %
2,8 %
1,2 %
3,2 %
3,2 %
33,3%
6,8 %
0,8 %
10 %
6%
3,2 %

3
7
3
8
8
82/1
17
1/1
22/3
15
8

17

11

11,2%

28

22/97
UU No.

3/1

3,6 %

8/1

Kehutanan

31/71
UU No.

5,2 %

13

15
16

Lantas
Kelautan

41/99
359-360
UU No.

1
4

0,4 %
1,6 %

1
4

17

Farmasi/obat

5/90
UU No.

4/1

2,8 %

6/1

Perlindungan

23/92
UU No.

3,2 %

Anak

23/97

18

Tahanan

2
8
2
48
2
1/1
12/2
9
2/1

6
34/1
15

JUMLAH

126/5

115/3

100%

241/8

Berdasarkan prosentase yang terbanyak adalah kasus pencurian


sebesar 33,3% diikuti kasus narkotika 11,2% dan penipuan 10%. Sehingga
bekal terbaik adalah selain pendidikan, kerohanian dan olah raga yaitu
pemeberian ketrampilan guna menggugah keinginan beusaha dari contoh yang
ada dan menjadi manusia mandiri.
Bahwa faktor kekurangan ekonomi mendorong lebih banyak
terjadinya kasus pencurian. Sehingga pemberian bekal selama berada di Rutan
selain sebagai proses pembelajaran juga diharapkan sebagai peningkatan
kemampuan guna mendapatkan penghidupan setelah reintegrasi.

Gambar.7 Penghuni Rutan Pandeglang Akhir Tahun


Tahun
2005
2006
2007
2008
2009

Narapidana
Tahanan
Total
Keterangan
40
71
111
116
107
223

113
88
201

112
155
267
121
119
240

Dari data 5 tahun terakhir diatas diketahui bahwa isi hunian rutan

pandeglang berfluktuasi antara lebih banyak narapidana atau tahanan. Bahkan


terkadang lebih banyak narapidana sehingga rutan berkewajiban selain fungsi
pokoknya penerimaan sampai pengeluaran tahanan juga membina narapidana.
Kaitannya dengan penempatan warga binaan dalam kamar hunian
perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rasa kemanusiaan tetap terjaga
termasuk pengklasifikasiannya sesuai dengan pola pembinaan narapidana.

Bahwa upaya manajemen pembinaan narapidana antara lain


memenuhi hak narapidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 UU No.12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e. menyampaikan keluhan
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lainnya yang
tidak dilarang
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya
i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j. mendapatkan kesempatan berasmilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
k. mendapatkan pembebasan bersyarat
l. mendapatkan cuti menjelang bebas
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 56

Dalam penjelasannya menyatakan asas praduga tak bersalah tetap


berlaku bagi tahanan. Apabila karena keadaan tertentu ada tahanan di Lapas,

56

Undang-undang RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

tahanan tersebut tetap memperoleh berbagai hak sebagaimana tercantum


dalam Pasal 14 kecuali huruf g, i, j, k dan l.

Tabel.8 Jumlah Warga Binaan Yang Sakit


Status
Tahanan
Narapidana
Jumlah

Maret
50
73
123

April
49
133
182

Mei
24
111
135

Juni
56
106
162

Data terkini dari perawatan Rutan Pandeglang bahwa lebih banyak


narapidana yang sakit daripada tahanan. Perlu perhatian khusus dalam
mengantisipasi wabah penyakit dan meminimalisir jumlah warga binaan yang
sakit melalui perbaikan sanitasi, gizi makanan, kebersihan lingkungan dan
olah raga yag teratur serta pemberian air minum higienis serta air panas setiap
kamar sehari dua kali sesuai kebutuhan jumlah hunian.
Upaya yang dilakukan perawat tahanan tercatat dalam wawancara
antara lain:
Dari perawatan guna meminimalisir penghuni yang sakit dengan cara
melakukan pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan kamar dan
penyuluhan kesehatan. Untuk rutinitas dilakukan seminggu sekali
sedangkan pelayanan kesehatan bisa setiap jam kerja, kecuali kondisi
emergency kapan pun tetap dilayani bahkan dirujuk ke RSU
Pandeglang. Untuk bantuan dokter puskesmas setiap hari jumat
karena ketiadaan dokter rutan.57

57

Wawancara dengan perawat rutan, 19 Juni 2010

B. Manajemen Pembinaan Narapidana di Rutan


1. Struktur Rutan
Pelaksanaan tugas di Rutan yang menampung juga narapidana
berarti ada tambahan tugas ekstra disamping tupoksinya. Bahwa negara tetap
memfasilitasi pelayanan tahanan dan pembinaan narapidana. Sebagaimana
tercantum dalam sepuluh prinsip pemasyarakatan dan prinsip perlakuan
terhadap narapidana.
Menggunakan Teori manajemen yang mengatur seluruh potensi
sebagaimana teori organisasi dan menejemen dari Fremont dan James
Rosenzweig, bahwa menejerial terbangun dari lingkungan yang salah satu
unsurnya adalah struktur.
Dalam struktur Rutan terdiri dari pelayanan, pengelolaan dan
pengamanan. Sedangkan penempatan narpidana di rutan dengan berbagai
alasan tidak boleh mengabaikan pelaksanaan hak pembinaan narapidana.
Kondisi yang ideal dalam pelaksanaan struktur campuran adalah
penggabungan pelayanan tahanan dan pembinaan narapidana. Sehingga
organisasi tetap ramping dan secara empiris ada tugas pokok dan fungsi
yang jelas dalam struktur organisasi, yaitu:
1. Pelayanan tahanan dan Pembinaan Narapidana
a. Pelayanan Tahanan
Peningkatan pelayanan dan perawatan tahanan tetap optimal
dimana tahanan sesuai dengan prinsip persumtion of inocent tetap

dianggap belum bersalah sampai dengan mempunyai kekuatan hukum


yang tetap. Mendapatkan hak-hak di dalam Rutan dan bantuan hukum
bahwa mayoritas masih buta hukum dan mendapatkan pelajaran dari
seniornya.
Peristiwa penyimpangan belajar dari senior dan buta hukum
yang terekam dalam persidangan yaitu: Mr. X Kasus pencurian, Klo
ditanya hakim jawab saja semua BAP di Kepolisian tidak
benar...akhirnya tuntutan jaksa hanya satu tahun diputus satu tahun
enam bulan karena dianggap mempersulit persidangan 58
Struktur Rutan Pandeglang berfungsi untuk penerimaan sampai
pengeluaran tahanan. Dari pencatatan, pemeriksaan, perawatan dan
mempersiapkan jalannya penyidikan, penuntutan dan persidangan.
Secara struktur tidak ada yang bertanggung jawab meleksanakan
fungsi pembinaan narapidana.
Dengan adanya narapidana karena berbagai alasan tidak
dipindah ke lapas tidak berarti hak-hak narapidana tidak dibeikan di
rutan. Dimana struktur yang identik dengan pelaksanaan di lapas
berfungsi ganda sekaligus melaksanakan pembinaan. Menggunakan
pendekatan kekeluargaan dan kebersamaan berdasarkan budaya
pandeglang banten.
Struktur organisasi di rutan

menyiapkan manajemen lapas

yang mempunyai fungsi berbeda. Dimana penerimaan sampai dengan


pengeluaran tahanan yang mendapatkan pelayanan dan perawatan.
58

Wawancara X, 19 Juni 2010

Untuk pembinaan narapidana yang berada di rutan ditangani oleh subsi


yang paling memungkinkan melakukannya.
Bahwa revisi permenkeh tentang struktur organisasi rutan dan
rupbasan lebih memungkinkan guna mengatasi pembangunan lapas
dan rutan di setiap kabupaten/ kota karena keterbatasan anggaran
negara. Bahwa struktur yang ada belum secara eksplisit mengatur
tupoksi dengan adanya campuran narapidana dan tahanan.
Hari-hari yang terpaksa dilewati tahanan bersama di rutan
selama menunggu proses persidangan banyak waktu luang yang dapat
dimanfaatkan untuk penambahan pengetahuan dan ketrampilan.
Tentunya perlu peran semua pihak agar tercapainya hal tersebut.
Sesuai

dengan

prinsip

pemasyarakatan

mengantarkan

narapidana menjadi manusia mandiri. Program-program pembinaan


yang ada diharapkan mampu memberikan contoh penambahan
pengetahuan, ketrampilan dan sebagai bekal setelah bebas.
Tentunya berdampak terhadap penanganan warga binaan dari
segi struktur hanya fokus terhadap fungsinya saja. Warga Binaan
Pemasyarakatan Rutan Pandeglang memiliki ciri yang natural
sebagaimana kondisi masyarakat, seperti pernyataan Deni produser
RCTI pada saat survey dan sesudah peliputan acara Bang Napi keliling
Blok guna pengambilan gambar, yaitu: Penghuni disini lebih fresh,
wajahnya tidak ada ketakutan dan bersahaja, jauh dari bayangan

sebelum masuk penjara, mereka bersedia menjawab pertanyaan tanpa


ada kesan ketakutan. 59
Bahkan di rutan yang serba terbatas fasilitasnya untuk
pembinaan masih dapat berbuat mendorong beragam ketrampilan.
Sehingga hasil karya cipta warga binaan semakin banyak dan siap
dipamerkan

setelah

galeri

pengayoman

diresmikan.

Semangat

berkreasi tersebut sempat diabadikan oleh beberapa media cetak


maupun elektonik lokal maupun nasional. Terutama diekspos pada
acara bang napi pada hari sabtu tanggal 19 Juni 2010. Sehingga
dukungan dari Pemda dan masyarakat Pandeglang untuk membina
warga binaan semakin signifikan positif.
Mereka diberi kesempatan untuk mengemukakan keluhannya
kepada petugas bahkan kepala Rutan sekalipun melalui jalur
komunikasi baik pada saat briefing maupun trolling (kontrol keliling).
Beragam program pendidikan, kerohanian, kesenian, olah raga
dan ketrampilan dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan potensi
yang ada di Rutan. Banyak gagasan yang ditampung guna inovasi
lebih lanjut seperti penambahan jumlah ketrampilan.
Beragamnya ketrampilan diharapkan sebagai pembekalan dan
proses pembelajaran sehingga narapidana punya penghasilan dari
kegiatan yang ada dan penghidupan bebas kelak.

59

Wawancara D, 19 Juni 2010

Upaya perawatan tahanan masih bisa dilayani dengan seorang


perawat dibantu dokter puskesmas yang kontrol seminggu sekali.
Khusus sakit emergency dilayani RSU Pandeglang.
Karena adanya narapidana berati pembinaan ditangani subsi
pelayanan guna mengatur pelaksanaan program pembinaan. Program
pendidikan, kerohanian, olah raga, kesenian dan ketrampilan. Seiring
inovasi yang selalu berkembang dinamis dimana ide-ide kreatif dapat
disesuaikan dengan sarana yang ada di Rutan.
Bahwa kekurangan petugas hampir disemua struktur rutan
bukan alasan pembenar terjadinya gangguan kamtib, pengamanan
tidak kondusif dan pembiaran narapidana tanpa pembinaan. Dengan
menejemen lapas ketiadaan struktur organisasi lapas masih bisa
diantisipasi dengan struktur rutan yang ada karena masih identik.
Dengan
pemasyarakatan

semangat
tetap

reformasi

cermat

birokrasi

membaca

dinamika

agar

jajaran

masyarakat.

Kebutuhan pemisahan kasus tertentu seperti narkoba, korupsi dan


hukuman mati tidak menutup kemungkinan bertambah. Pemisahan
pelaku first offender dan second offender serta mendorong semangat
deinstitutional guna mengurangi over kapasitas.
b. Pembinaan Narapidana
Sebagai

pembanding

dalam

pelaksanaan

tugas

wali

pemasyarakatan tidak hanya tugas subsi pelayanan pada penulisan ini


lebih menekankan ke fungsi pengamanan yang mendorong pembinaan.

Berupa pemberdayaan staf kesatuan pengamanan yang ditugaskan


sebagai wali pemasyarakatan berdasarkan blok masing-masing.
Pelaksanaan wali pemasyarakatan di Rutan Pandeglang belum
maksimal sebagaimana hasil wawancara yaitu: Pemberdayaan wali
pemasyarakatan termasuk pelaksanaan hubungan WBP dengan
masyarakat/ lingkungan luar rutan belum cukup maksimal.60
2. Tipe Manajerial
Dalam pola pembinaan tentang Manajemen dalam hal ini
berkaitan dengan mutu kepemimpinan, struktur organisasi dan
kemampuan/ ketrampilan pengelolaan (managerial skill) dari pucuk
pimpinan maupun staf sehingga pengelolaan administrasi di lingkungan
lapas, rutan dan bapas dapat berjalan tertib dan lancar. Dalam kaitan ini
perlu dikaji terus menerus mengenai tipe manajemen pemasyarakatan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Indonesia.
Pembinaan narapidana di Rutan sangat tergantung kepada tipe
kepemimpinan karutan. Semakin besar kepedulian dengan cara yang
aplikatif akan mendorong keberhasilan pembinaan. Menurut teori
Organisasi dan Manajemen dari Fremont and James Rosenzweig bahwa
lingkungan organisasi yang memiliki tujuan dan nilai, tekhnik, struktur
dan hubunan sosial. Digabungkan potensinya oleh karutan guna
mengelola input tahanan menjadi output sesuai denga tujuan
pemasyarakatan.

60

Wawancara dengan Pelayanan Tahanan Rutan, 25 Juni 2010

Setiap kepala mempunyai tipe kepemimpinan yang berbeda


namun beberapa hal yang tetap menjadi acuan menurut SMR pasal 50
tipe yang diharapkan dari kepala adalah :
1) Karutan harus cukup memenuhi syarat untuk menjalankan tugasnya
dalam hal karakteker, kemampuan administratif, pelatihan dan
pengalaman yang sesuai.
2) Karutan akan mencurahkan seluruh waktunya untuk tugas kantor dan
tidak boleh ditunjuk berdasarkan paro waktu.
3) Karutan akan berdiam di kompleks Rutan atau didaerah sekitarnya.
4) Bilamana seorang karutan bertanggung jawab atas dua atau lebih
Rutan, ia harus mengunjungi setiap Rutan secara teratur. Seorang
pejabat tetap yang bertanggung jawab akan mengepalai setiap Rutan
tersebut. 61
Dalam lingkungan Rutan Pandeglang yang berlatar belakang kota
seribu santri/ agamis turut membangun karakter komunitas penghuni.
Merupakan salah satu potensi yang mendorong program pembinaan
kerohanian bahkan proses tersebut tetap berlangsung sesama warga
binaan dalam kamar hunian.
Program pembinaan yang menjadi fokus perhatian di Rutan
Pandeglang antara lain:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha peningkatan pengetahuan dan
kemampuan warga binaan dari minimal kemampuan membaca
61

Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.275

menulis dan berhitung kearah pendidikan formal yang lebih tinggi.


Bahwa asasinya setiap manusia memiliki kemampuan membaca,
menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-harinya. Program ini
menjadi unggulan berupa program calistung yang dilaksanakan
setiap hari kamis. Sedikitnya 75 orang sudah dientaskan sejak
digulirkan 21 pebruari 2008 seiring paket PKBM.
b. Kerohanian
Kerohanian usaha peningkatan pengetahuan warga binaan
dalam bidang agamanya dari minimal kemampuan membaca dan
menulis huruf arab, penghafalan surat-surat pendek dan peningkatan
kemampuan yang lebih baik.
Setiap orang adalah pemimpin sehingga berakar dari budaya
Pandeglang Banten mempersiapkan setiap warga binaan menjadi
imam. Minimal mempunyai kemampuan menjadi imam shalat bagi
diri

dan

keluarganya.

Tidak

menutup

kemungkinan

dapat

memberikan pencerahan bagi lingkungannya dengan pencerahan


melalui proses pembelajaran kerohanian di Rutan.
Khusus untuk warga binaan yang belum bisa membaca huruf
alquran diwajibkan belajar mengaji setiap hari selasa dilanjutkan
oleh imam kamar di dalam kamar. Bahkan disiapkan satu kamar
khusus untuk menghafal surat-surat pendek alquran selama satu
bulan.
c. Ketrampilan

Ketrampilan adalah peningkatan pengetahuan dunia usaha


melalui model yang ada guna aplikasi bekal hidup. Melalui model
yang ada baru menyerap beberapa tenaga warga binaan belum secara
keseluruhan. Program ketrampilan yang ada di Rutan Pandeglang
adalah pembuatan batako, finising akar kayu, percontohan budi daya
ikan patin. Maka perlu mendorong program ketrampilan menjadi
perusahaan di Rutan yang menjadi projek unggulan dan dapat
memberikan penghidupan bagi warga binaan, petugas dan negara.
Walaupun belum memanfaatkan potensi seluruh wajib
bekerja namun program pembinaan tersebut dapat menjadi proses
pembelajaran untuk keseluruhan karena bisa dilihat dan ditiru setelah
bebas kelak.
d. Santun
Santun merupakan nilai-nilai ketimuran budaya bangsa
khususnya pergaulan masyarakat Pandeglang Banten. Melatih tutur
kata, sikap, etika dan menjadi orang yang ramah dan menyenangkan
bagi lingkungannya. Modal itu telah diturunkan pada lingkungan
tinggal penerapan masing-masing.
Contoh khas dari budaya santun adalah berjabat tangan setiap
awal bertemu bahkan mencium tangan bagi yang lebih muda.
Falsafahnya adalah menghormati yang tua dan menyayangi yang
muda. Perikehidupan kebersamaan dan kekeluargaan yang terpupuk
bahkan sampai kembali dalam masyarakat Pandeglang Banten.

2. Pengamanan
Jabatan pengamanan sebagaimana diatur dalam uraian tugas
adalah membantu sebagian tugas kepala rutan dalam bidang
pengamanan. Dengan dibekali payung hukum juga Kepdirjenpas No.
E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang prosedur tetap pelaksanaan tugas
pemasyarakatan.
Petugas pengamanan harus membaca potensi gangguan
keamanan

dan

ketertiban

agar

senantiasa

diidentifikasi

serta

diminimalisir sehingga suasana kekluargaan dan kebersamaan dapat


terjaga.
Sebagai semboyan pengamanan di rutan tanpa adanya
gangguan keamanan dan ketertiban adalah bukan prestasi karena
memang sudah seharusnya, namun akan mejadi prestasi manakala
mampu mendorong terjadinya proses pembinaan. Bahwa pelaksanaan
pembinaan berjalan dengan lancar tanpa ada pelanggaran keamanan
Kontrol keliling (trolling) meliputi bangunan, perikehidupan,
perlengkapan (tempat tidur, barang bawaan, air) dan kebersihan
lingkungan. Setiap kegiatan yang dilakukan minimal ada seorang
petugas yang bertanggung jawab dibantu koordinator narapidana
Dari segi bangunan Rutan Pandeglang kurang mendukung
pengamanan dimana antara bangunan yang satu dengan yang lainnya
berdekatan dan dihubungkan oleh teras yang langsung bertemu dengan

jalan raya. Sehingga pelaksanaan kontrol keliling petugas minimal satu


jam sekali bahkan untuk waktu-waktu tertentu semakin di percepat.
Pengembangan bangunan hanya bisa dilakukan peningkatan
gedung karena lahan yang ada sudah terbatas, kecuali di relokasi ke
tempat yang lebih luas sekalian penyediaan fasilitas yang lebih
beragam.

Rencana

tersebut

sudah

pernah

digulirkan

Pemda

Pandeglang namun terkendala karena hanya mampu menyediakan


tanah guna tukar gulingnya. Sehingga tidak efektif dari penyediaan
keuangan negara dimana peruntukkannya bisa diupayakan bangunan
baru yang memang belum pernah ada.
Pengamanan yang dinamis senantiasa diterapkan kepada warga
binaan bahwa suasana kekeluargaan dan kebersamaan jangan sampai
ternodai oleh oknum penghuni yang melanggar kamtib. Sehingga
tamping dan tokoh-tokoh warga binaan turut mengamanankan
lingkungan rutan.
Pilihan dan penerapan hukuman sebagaimana porsinya lebih
menciptakan budaya malu melanggar peraturan daripada takut. Karena
lebih efektif mencegah pengulangan pelanggaran. Sesuai pernyataan
petugas pengamanan D yaitu: Dalam mengatasi ganguan keamanan
dan ketertiban adalah menindak sesuai porsi kesalahannya. Sedangkan
penempatan narapidana dan tahanan belum tepat karena belum terpisah
seluruhnya.62

62

Wawancara dengan pengamanan Rutan, 25 Juni 2010

Upaya pengamanan ini berhasil menciptakan budaya segan


terhadap petugas bukan budaya takut sebagaimana pernyataan karutan
sebagai berikut:
Kalau warga binaan takut kepada petugas maka dengan
meminta bantuan kawan atau saudaranya akan menjadi berani
melawan namun kalau segan maka ia akan malu berbuat
melanggar peraturan rutan.63

C. Dampak Penempatan Narapidana di Rutan


Dari letak strategis yang berada di pusat kota dimana lokasi sangat
bedekatan dengan jalan raya dan pemukiman penduduk sudah tidak sesuai
dengan tata ruang kota dan mengganggu proses pembinaan karena teralu
bising dengan suara kendaraan.
1. Penyimpangan
Dampak prisonisasi antara lain pembuatan tato dan pemasangan
tasbeh. Tasbeh adalah istilah penjara untuk biji plastik yang dipasang
pada alat kelamin laki-laki. Merupakan sisi negatif budaya penjara bahwa
dengan membuat tato dan tasbeh dianggap sebagai simbol kejantanan.
Suatu identitas telah masuk penjara untuk dunianya adalah hal yang
dibanggakan. Pelajaran tersebut ditularkan dari narapidana atau tahanan
senior kepada yang baru.
Alat membuat tato tidak seperti masyarakat di luar tembok penjara,
melainkan perlengkapan seadanya dimana pengganti jarum dari bekas
63

Wawancara dengan karutan, 25 Juni 2010

steples bukus kopi yang dikaitkan ke ujung bolpoint dengan pewarna tinta
bolpoint atau bekas jelaga yang dicampur minyak. Kemudian ditusukkan
pada bagian tubuh yang dikendaki membentuk gambar atau tulisan.
Dari sisi kesehatan pembuatan tato dianggap berbahaya karena bisa
menularkan penyakit hepatitis, HIV/ AIDS dan penyakit menular lain
karena alat-alat yang digunakan kurang steril. Dimana peralatan tersebut
sulit didapatkan sehingga dalam penggunaannya harus bergantian. Belum
lagi resiko isolasi kalau ketahuan petugas.
Efek jera pembuatan tato sangat efektif setelah 20 orang penghuni
yang kedapatan membuat tato selama berada dalam rutan diberikan
hukuman disiplin isolasi selama 7 hari. Serta mengedepankan upaya
program penghapusan tato bekerjasama dengan bagian kesehatan
menggunakan kapur yang dicampur minyak dan PK (obat untuk
membunuh kuman penyakit berwarna merah). Upaya tersebut dilakukan
secara bertahap dan dikontrol oleh perawat.
Pemasangan tasbeh dimulai dari membuat butiran bulat dari palstik
sikat gigi sebesar tasbeh atau kelereng. Untuk memperhalus dengan cara
digosokkan ke lantai atau ubin sampai ukuran yang dikehendaki karena
ketiaadaan amplas. Setelah tasbeh dianggap cocok kemudian dimasukan
pada kulit batang kemaluan dengan sikim yaitu sikat gigi yang
diruncingkan dengan cara seperti operasi kecil. Untuk menghentikan
pendarah akibat luka tersebut cukup ditutup bubuk kopi.

Awal ditawarin pasang tasbeh, katanya pasangan akan ketagihan


dan dikasih lihat contoh kawan yang sudah pasang. makanya coba
pasang dua sekaligus. Waktu pasang sempet bengkak tiga hari dan
demam. Bahkan ada kawan yang lepas lagi tasbehnya sewaktu
bengkak jadi dapet sakitnya aja. 64

Dampak yang lain yaitu budaya penjara senioritas yang


menonjolkan kekuatan dan masa yang besar cenderung mengintimidasi
yang lebih lemah. Bahwa narapidana sudah pasti lebih senior dari tahanan
karena lebih dahulu berada di rutan.
Pembiaran narapidana menjalani sisa pidananya tanpa ada
pembinaan tidak dapat dibenarkan karena negara bertanggung jawab
terhadap kehidupan warganya. Sehingga pembekalan selama menjalani
pidana merupakan hak narapidana guna dipersiapkan menjadi manusia
mandiri. Sebagaimana dinyatakan Prof. Dr. H. Muladi, SH yaitu
Demikian pula kegagalan dalam sistem pembinaan, baik di dalam
lembaga maupun di luar lembaga. Hal ini akan menambah penjahat
potensial di dalam masyarakat. 65
Banyaknya waktu luang yang hanya diisi dengan ngobrol dari pagi
hari sampai waktu tidur tanpa program pembinaan yang jelas hanya
menjadikan penjara sebagai sekolah kejahatan. Karena itu penularan nilai-

64
65

hal.28

Wawancara dengan tamping, 25 Juni 2010


Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, 2004, BP Undip,

nilai kejahatan yang tertanam melalui cerita pengalaman pribadi lebih


cepat tertanam.
Semakin bertambahnya jumlah hunian Rutan Pandeglang menjadi
over kapasitas seharusnya 143 orang rata-rata terisi 250 orang.
Konsekuensi adanya penempatan narapidana di rutan berpotensi gangguan
keamanan dan ketertiban sewaktu menjalani pidana yang terpikir
kemungkinan melarikan diri. Karena niat dan kesempatan bisa berubah
setiap saat..
Dampak prisonisasi harus diminimalkan oleh petugas dengan cara
pengawalan program-program pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan
warga binaan. Sehingga dapat berpartisipasi langsung dalam proses
pelayanan maupun pembinaan. Termasuk trolling perubahan fisik warga
binaan serta sidak berkala minimal seminggu sekali (protap).
Perikehidupan

kekeluargaan

dan

kebersamaan

senantiasa

disosialisasikan dalam pergaulan sehari-hari. Bahwa antara sesama warga


binaan maupun petugas menjadi bagian dari keluarga besar Rutan. Peran
kakak, adik, sebaya, orang tua dan anak sangat kental terasa. Sehingga
yang lain akan terasa sakit bilamana ada yang mencubit saudaranya.
Penghuni Rutan Pandeglang tergolong homogen, terkadang masih
terjalin hubungan darah atau perkawinan. Sehingga antara petugas dan
warga binaan pun masih terjalin ikatan kekeluargaan yang turut membantu
pengawasan.

Kehidupan asli masyarakat Pandeglang yang masih jarang


tersentuh pergaulan kota merupakan potensi yang besar untuk keberhasilan
program reintegrasi. Mereka mudah mengikuti program pembinaan yang
ada.
Program pembinaan mempersiapkan kebutuhan narapidana untuk
mendapatkan bekal yang dibutuhkan. Stigmastisasi dapat dihindari dengan
pembuktian dan usaha yang serius bahwa mantan penghuni juga manusia
yang berkesempatan hidup lebih baik. Demikian pula dengan residivisme
akan berkurang karena sudah memiliki ketrampilan dan penghidupan.
Peran ganda pelaksanaan struktur rutan sedemikian sibuk dan
pentingnya, karena setiap sub organisasi pada tupoksi masing-masing
kurang peduli terhadap pelaksanaan tugas yang lain sehingga pembiaran
terjadinya penyimpangan.
Kendala dalam struktur organisasi mengarah pada pola mekanik,
prinsip pembagian habis tugas akibatnya terjadi pengkotakan, tanggung
jawab satu bidang tugas, memandang tugasnya lebih penting. 66
2. Kesehatan
Guna meminimalisir penghuni yang sakit dengan melakukan
pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan kamar dan penyuluhan kesehatan.
Untuk rutinitas dilakukan seminggu sekali sedangkan pelayanan
pengobatan bisa setiap jam kerja kecuali kondisi emergency

66

2010

Mukhlis, Suhardi, Teori Organisasi dan menejemen: Birokrasi Indonesia, 23-06-

MCK (mandi cuci kakus) merupakan masalah krusial setiap rutan/


lapas. Banyaknya limbah dalam kondisi yang over kapasitas dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, belum lagi sanitasi yang buruk dan bau
yang tidak sedap membutuhkan solusi penanganan yang serius. Termasuk
keterbatasan tempat untuk menjemur pakaian merupakan pekerjaan rumah
manajer rutan.
Situasi yang lain adalah kekurangan air untuk mandi yang harus
dibagi dengan berbagai keperluan seperti minum, wudlu dan mencuci.
Sehingga kepala rutan berupaya menanggulangi kekurangan air tersebut
antara lain bekerjasama dengan PDAM agar mengalir setiap hari yang
awalnya hanya siang hari, serta menyiapkan jalur khusus dari ciwasiat
agar tidak terbagi dengan pemukiman penduduk dan mengefektifkan
penyedotan air tanah guna menambah debit air. Bahkan bilamana masih
dianggap kurang juga membeli air tanki.
Penggunaan air pun diatur sedemikian rupa sehingga mencukupi
kebutuhan semua penghuni. Baik untuk minum, mandi, berwudlu dan
mencuci walaupun tidak seperti dirumah sendiri.
Narapidana diharuskan untuk menjaga kesehatan diri dan demi
alasan ini mereka harus dilengkapi dengan air dan dengan peralatan mandi
yang diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan.67
Penanganan yang kurang baik menyebabkan lingkungan kumuh
bahkan penyebaran penyakit. Oleh karenanya petugas kesehatan

67

Peraturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.251

berkewajiban melakukan kontrol lingkungan dan kesehatan fisik warga


binaan.
Disemua

lembaga

pemasyarakatan,

harus

tersedia

layanan

kesehatan dengan sekurangnya satu petugas kesehatan yang memenuhi


syarat yang harus memiliki sedikit pengetahuan mengenai psikiatri. 68
Upaya optimalisasi pelayanan tahanan khususnya perawatan
melakukan kontrol keliling seminggu dua kali. Termasuk monitoring
penyediaan sarana kebersihan dan pengobatan. Serta pendistribusian sabun
dan perlengkapan kebersihan.
Ketiadaan dokter rutan masih bisa diatasi berupa kerjasama dengan
instansi terkait yaitu dokter Puskesmas, RSU, Dinas Kesehatan dan Dinas
Sosial Kabupaten Pandeglang. Yang diharapkan dari perawatan ada
kesehatan baik lingkungan maupun personal bisa lebih baik. 69
Pelayanan kesehatan perlu peningkatan dari klinik menjadi rawat
inap agar fungsi pengamanan lebih maksimal di rutan. Kekurangan
petugas pengamanan di Rutan Pandeglang menjadi semakin berkurang
manakala ada narapidana yang sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Karena mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan tetap membutuhkan
tenaga pengawalan.
Secara rasio merugikan jumlah tenaga pengawasan yang hanya
menjaga 1 orang di rumah sakit berbanding 250 orang kalau berada di
rutan. Berbeda dengan tahanan yang cukup diberikan tembusan hal sakit
68
69

Peaturan Minimum Tentang Standar Perlakuan Terhadap Narapidana, hal.254


Wawancara dengan perawat Rutan, 25 Juni 2010

tahanan kepada pihak penahan selanjutnya diambil kembali oleh yang


berwenang menahan atau dibantar.
3.

Kendala Pelaksanaan Pembinaan


a. Fasilitas Rutan
Keterbatasan fasilitas di Rutan yang berfungsi untuk pelayanan
tahanan menyebabkan pembinaan narapidana tidak optimal. Karena
tidak tersedianya ruang ketrampilan, perpustakaan dan fasilitas
lainnya. Sehingga program pembinaan yang ada disesuaikan dengan
lahan dan potensi yang ada.
Penambahan pembangunan Rutan dan Lapas yang ada lebih
diprioritaskan untuk mengurangi over kapasitas serta belum memenuhi
eksistensi Rutan dan Lapas disetiap kabupaten/ kota. Oleh karenanya
UU Pemasyarakatan segera direvisi agar dapat memprediksi dinamika
masyarakat.
Fasilitas yang ada sangat terbatas memanfaatkan koridor
perkantoran untuk ketrampilan samak, bekas penampungan air yang
tidak terpakai untuk budi daya ikan patin dan meja akar serta bekas pos
jaga blok untuk kerajinan bambu. Untuk pembuatan paving blok atau
batako menggunakan lahan diluar halaman kantor. Dimana potensi
yang ada dikembangkan sedemikian rupa agar pembelajaran
ketrampilan dapat dilaksanakan dan dilihat oleh warga binaan yang
lain.

Bahwa program kegiatan belum memberdayakan seluruh


narapidana. Baru lima kelompok kegiatan yaitu ketrampilan samak,
ketrampilan bambu, kebersihan, paving blok/ batako dan perkantoran.
Dengan menyerap tenaga setiap kelompok sepuluh orang. Sehingga
masih

perlu

inovasi

agar

pembinaan

narapidana

khususnya

ketrampilan bisa mengkaryakan seluruh narapidana.


Banyak program pembinaan yang diberikan tidak sampai tuntas
seperti paket A karena waktu narapidana menjalani pidana yang
pendek, tergolong Register BIIa atau pidana tiga bulan sampai dengan
satu tahun potong masa penahanan. Dalam penelusuran literatur
pernah dibahas Sitorus.
Program pembinaan olah raga, kesenian dan kerohanian tetap
berjalan lancar. Sebagaimana jadwal program pembinaan di Rutan
Pandeglang. Pelaksanaan manajemen pembinaan narapidana di rutan
harus didorong sedemikian rupa agar tetap terlaksana. Minimal ada
proses pembelajaran dengan kata lain pelaksanaan pembinaan belum
maksimal.
b. SDM Petugas
Petugas

pengamanan

rutan

sesuai

dengan

tupoksinya

melaksanakan sebagian tugas kepala KPR dalam menjaga kondusifitas


rutan. Dari penerimaan sampai pengeluaran tahanan sehingga masih
menganggap beban manakala diwajibkan mengawal pembinaan.

Trauma hukuman disiplin bahwa pelanggaran keamanan dan


ketertiban yang timbul karena program tersebut berimbas pada
hukuman disiplin. Disisi yang lain tidak jadi prestasi atau penghargaan
secara langsung kepada petugas tersebut manakala pembinaan
terlaksana.
Belum lagi kekurangan petugas menjadi kendala pelaksanaan
program pembinaan. Karena setiap kegiatan wajib ada petugas yang
bertanggung jawab terhadap peralatan, kebersihan dan keamanan
warga binaan. Disisi yang lain jam kerja petugas sudah berlebih atau
over time tanpa ada bonus atau tunjangan khusus.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1.

Sejak SK Menkeh 1983 tentang penetapan Lapas tertentu sebagai Rutan,


Lapas dapat beralih fungsi menjadi Rutan dan begitu pula sebaliknya.
Pemenbentukan Rutan belum dapat terlaksana dengan maksimal, dimana
perubahan Lapas ke Rutan hanya sebagai jawaban sementara yang harus
diselesaikan dengan percepatan pembangunan Rutan dan Lapas disetiap
kab/ kota sesuai perintah KUHAP.

2.

Sesuai prinsip filosofi tahanan dan narapidana tidak boleh disatukan.


Maka negara seyogyanya mempersiapkan fasilitas sarana dan prasarana
yang dibutuhkan guna pelayanan tahanan dan pembinaan narapidana..

3.

Pemberdayaan kinerja petugas pemasyarakatan sesuai dengan UndangUndang Pemasyarakatan

4.

Menghilangkan ketidakpercayaan publik terhadap hasil kerja petugas


pemasyarakatan, bahwa upaya keras dari negara via direktorat
pemasyarakatan dan jajarannya tidak sia-sia membina melayani tahanan
dan membina narapidana.

5.

Manajemen lapas terus berkembang seiring dinamika kebutuhan rutan/


lapas.

6.

Prisonisasi harus diminimalisir dengan cara mengawal program


pembinaan. Termasuk dampak penempatan narapidana di rutan.

B. Saran
1.

Pelaksanaan struktur oraganisasi rutan sedapat mungkin dikembalikan


pada fungsinya masing-masing atau ditambah struktur yang ada selama
belum terbentuknya bangunan yang baru.

2.

Penambahan secara berkala bangunan rutan dan lapas setiap kabupaten/


kota.

3. Selalu berkarya dalam tugas dan mengembangkan inovasi agar citra


pemasyarakatan terangkat dengan bertambahnya kemampuan warga
binaan termasuk hasil karya ciptanya.

DEPARTEMEN KEHAKIMAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
Jl. Veteran No.11
JAKARTA

Jakarta, 19 Pebruari 1998

Nomor

: E.PK.01.10-16

Lampiran

Perihal : Keharusan Penempatan Narapidana


Reg. B.I dengan sisa pidana lebih dari
12 bulan ke Lapas terdekat
Kepada :
Yth. KEPALA RUMAH TAHANAN NEGARA/
CABANG RUMAH TAHANAN NEGARA
di
SELURUH INDONESIA

SURAT EDARAN

Berdasarkan data laporan bulanan yang masuk ke Kantor Direktorat Jenderal


Pemasyarakatan, ternyata masih banyak penghuni Rutan/ Cabang Rutan dengan
Register B.I yang masih terdapat di Rumah-rumah Tahanan Negara/ Cabangcabang Rumah Tahanan Negara.

Kondisi demikian dapat menimbulkan akibat yang kuran baik, khususnya bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan dalam hal pencapaian tujuan sebagaimana yang
dikehendaki dalam Pasal 2 Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan,

yang

menyatakan

bahwa:

Sistem

Pemasyarakatan

diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar


menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Pernyataan diatas hanya dapat dicapai apabila kondisi Warga Binaan


Pemasyarakatan berada dalam alur penempatan yang benar dan ditempuh melalui
suatu mekanisme yang bernama pembinaan.

Dalam kerangka itulah, maka pencapaian sasaran secara optimal bagi Warga
Binaan Pemasyarakatan, khususnya yang menyangkut narapidana Reg. B.I yang
mempunyai sisa pidana lebih dari 12 bulan, hanya dapat dicapai apabila
mekanisme pembinaan berada pada alur wadah yang tepat.

Untuk hal tersebut, bersama ini kami instruksikan kepada Kepala Rumah Tahanan
Negara/ Cabang Rumah Tahanan Negara di seluruh Indonesia untuk:

1. Memindahkan dengan segera segenap narapidana B.I yang mempunyai


sisa pidana lebih dari dua belas bulan ke lapas terdekat.
2. Tidak menerima pemindahan narapidana Reg. B.I yang mempunyai masa
pidana lebih dari dua belas bulan.

Demikian surat edaran ini dibuat, agar segenap Kepala Rumah Tahanan Negara/
Cabang Rumah Tahanan Negara mempedomaninya.

DIREKTUR JENDERAL
PEMASYARAKATAN
TTD

THAHIR ABDULLAH
NIP. 040012642

Tembusan disampaikan kepada:


1. Kepala kantor Wilayah Departemen Kehakiman di seluruh Indonesia
2. Kepala lembaga Pemasyarakatan Klas I, II.A dan Klas II.B di seluruh
Indonesia

Tabel.1 Penelusuran Literatur


N
o

Penulis/ subjek

Abstrak

Hasil Penelitian

Upaya
dilakukan

Yang

Tambunan,

S -Tingkat

-Program

Lenny N/ USU pendidikan


-Ilmu

wali pendidikan agama narapidana

Hukum rendah

(Sistem

-Terbatas

-Diklat

-Program

-Peran

sarana ketrampilan

Pembinaan

dan & prasarana

Kehidupan

Para -Kurangnya

narapidana

-Rendahnya

(pengawasan,

pendidikan napi

bimbingan,

Narapidana di LP partisipasi yarakat mas-Kurangnya


Siborong-borong)

wali

tenaga

konselor

dan

pendidik integrasi)

yang terampil
-Kurangnya
sarana

dan

prasarana
-Kurangnya
partisipasi
2

Zulfikri/

UI

-Pembinaan

masyarakat
-Belum

Prisoners

kepribadian

program

Education

-Pembinaan

bagi

(Kendala

yang kemandirian

ada -Perlu
khusus menyiapkan

narapidana program

kasus korupsi

baik

dihadapi LP atas

-Tidak

tidak

pengklasifikasian

pembinaan

adanya

yang
dalam

ada pembinaan
kasus korupsi

bagi

masih

secara -Meningkatkan

Narapidana Kasus

umum

sumber

Korupsi)

petugas

daya

-Memenuhi
sarana
3

Risdianto/
IPI

-Napi

dan

prasarana
adalah -Pembinaan napi -Yuridis,

(Suatu orang yang telah di

LP suasana

Kajian

tentang melakukan tindak memerlukan

uapaya

petugas kejahatan/

penanganan yang saling

dalam kriminal,

salah utuh dan terpadu, menghormati/

LP

merehabilitasi
napi
warga

kekeluargaan,

satu bentuk dari program

menjadi perilaku

menghargai

pembinaan

negara menyimpang

dan -Moral,

pembimbingan

yang baik: studi yang merupakan yang

dapat batin,

kasus di LP Klas ancaman terhadap menyentuh


IIb Garut)

norma

dan seluruh

kehidupan sosial

ketenangan

rajin

sabar,
ibadah,

aspek sopan,

(holistik)

wawasannya

-Pembinaan aspek berdasarkan nilai- meningkat dan


Yuridis,

Moral nilai Pancasila

dan Kemandirian

termotivasi

-Dharapkan dapat untuk


mensinergikan
kembali

menuju

jalan kebaikan

napi -Kemandirian,

ketengah

ketrampilan

kehidupan

untuk membuka

masyarakat guna usaha


menjalankan

mencari

dan

fungsi dan peran pekerjaan


sosialnya setelah setelah
menjalani
4

Sitorus,

Tulus martin/ UI pembinaan

napi,

Counseling

dengan

pidana 1 tahun ke kapasitas

(Pelaksanaan

Community

bawah mendapat tertentu

pembinaan

Based Treatment

pembinaan

khususnya mempunyai

terhadap

-Napi

narapidana

berbagai

tahun
stusi
5

masa LP

hukuman.
-Tidak
semua -napi

Roy -Pelaksanaan

hukuman

satu

memiliki kembali
macam
ketika

menerima

LP

pembinaan

Klas I Cipinang)
Situmeang, Rita -Pembinaan

-pembinaan

Uli/ USU Ilmu membawa

belum terlaksana persuasif

Hukum

utnuk

berintegrasi

tipikal

kebawah:
kasus

keluar

(Fungsi perubahan sistem secara

dan Peranan LP kepenjaraan

-Pendekatan
dan

optimal pemberian

ke sesuai dengan isi pembinaan

dalam Pembinaan sistem

UU no.12 tahun perlu kerjasama

Narapidana

1995

pemasyarakatan

tentang pihak ke III

Wanita di LP Klas yang

pemasyarakatan

IIA

-Kualitas sumber

Tanjung mewujudkan

Gusta Medan)

sistem pembinaan daya

manusia

yang

bersifat belum memadai

membangun

-Belum

ada

kepribadian bagi sarana


setiap narapidana

dan

prasarana khusus
UU

khusus

pembinaan wanita
6

Chuldun, Ibnu/ UI -Reintegrasi

belum ada
-Halfway Haouse/ Pelaksanaan

Lapas terbuka

Pre-release -Community

Program

For Based

Prisoners
(Peranan
Terbuka
Pembinaan
sebagai

Treatmen -target population Based

(pengawasan dan selection


lapas supervisi tertentu)
dalam

Treatment

-Personal

dan

training

Napi

-Pelayanan

Upaya

treatment

Reintegrasi Sosial

-Keamanan

dan

Kurangnya

Pelaksanaan

Community Based

sosialisasi

Treatment:

Studi

program

pada

Lapas

Terbuka Jakarta)
Irmayani/ USU -Adanya
Ilmu

Community

-TPP

yang Pembentukan

Hukum kerjasama dalam memberikan

(Akuntabilitas

membangun

saran

BPP dan TPP

program kepada seluruh

Tim

Pengamat manusia mandiri

Pemasyarakatan
(TPP)

-Terjadinya

pada perubahan

pembinaan WBP

anggota

agar

-Anggota

TPP lebih

yang

luar memahami akan

di

pelaksanaan

susunan anggota petugas LP

tugas

Pembinaan

TPP

fungsinya

-Pembinaan

dan

Narapidana

preventif, kuratif, sebagai pelayan

Dalam Prespektif

rehabilitatif

UU No.12 tahun

edukatif

1995

dan publik

tentang

dimasukan
dalam UU yang

Pemasyarakatan)

nantinya

dapat

mengikat semua
8

Setiawan,

Tutut Wali

Jemi/

sebagai -kurang

pengganti

UI-

Psikologi tua

bagi

orang komunikasi
anak -tingkat

Kriminal

didik

kepercayaan

(program

pemasyarakatan

rendah

Pelatihan

Parent

-tidak ada patron

Effectiveness

-kurang

(PET)

mendeteksi

sebagai

Upaya
Meningkatkan
Peran
Wali

Petugas
di

Lapas/

pihak
Perlu PET

Rutan
Tabel.2 Wali Pemasyarakatan
No
1

Nama Penulis
Fokus bahasan Wali pemasyarakatan
Setiawan, Tutut Wali sebagai pengganti orang tua

2
3

Jemi
Irmayani
Tambunan,
Lenny N

Peran TPP membangun manusia mandiri


S Peran wali napi sebagai pengawasan, bimbingan,
konselor dan integrasi

Anda mungkin juga menyukai