Anda di halaman 1dari 39

PENANGANAN TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU

LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG


(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Takengon)

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi syarat
memperoleh gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ROMI ARIFANDI
NIM : 1403101010121

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2018

1
ABSTRAK

ROMI ARIFANDI, PENANGANAN TINDAK PIDANA KECELAKAAN


(2018) LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN
MATINYA ORANG (Suatu Penelitian di Wilayah
Hukum Pengadilan Negeri Takengon)
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
(iv,63), pp, tabl, bibl

Adi Hermansyah, S.H., M.H.

Pasal 310 angka (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan menyatakan “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang
karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”. Namun dalam hal ini masih
saja sering tejadi kecelakaan lalu lintas yang bahkan mengakibatkan matinya orang, yang
kemudian dalam penjatuhan sanksi pidananya terkadang dianggap tidak sesuai dengan
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan jalan.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab pelaku
kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang, pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan bagi pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas, serta bagaimana
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
matinya orang.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris melalui penelitian
kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku teks, teori-teori,
dan tulisan ilmiah sebagai data sekunder dan penelitian lapangan dengan cara
mewawancarai para responden dan informan untuk memperoleh data primer.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat beberapa faktor penyebab
tejadinya kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang, yaitu disebabkan oleh
faktor kelalaian manusia yang kurang berhati-hati dan kurang fokus saat bekendaraan, faktor
alam seperti kondisi jalan yang buruk, cuaca hujan dan kabut dan faktor kondisi kendaraan
yang tidak siap untuk dikendarai. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan ialah
terdakwa telah berdamai dengan keluarga korban dan telah memberikan santunan, terdakwa
merupakan tulang punggung keluarga, serta adanya iktikad baik dari terdakwa.
Pertanggungjawaban pidana pelaku kecelakaan lalu lintas yaitu dengan menjalankan
hukuman pidana penjara selama 2 bulan.
Disarankan kepada Kepolisian untuk mengadakan sosialisasi mengenai aturan-aturan
dalam berlalu lintas kepada masyarakat, serta disarankan kepada aparat penegak hukum agar
dapat menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan matinya orang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Undang-Undang
No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan agar memberikan efek jera.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

berkah dan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Penanganan Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Yang

Mengakibatkan Matinya Orang” (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri

Takengon), skripsi ini untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat guna

memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Penulisan skripsi ini tidak mungkin berhasil diselesaikan tanpa kesempatan, bantuan,

bimbingan dan arahan, serta dorongan semangat dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan

terima kasih serta penghargaan disampaikan kepada :

1. Bapak Adi Hermansyah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

petunjuk dan bimbingan serta nasehat-nasehat yang sangat berguna dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Tarmizi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Wali dan Ketua Bagian Jurusan Hukum

Pidana, yang telah banyak meluangkan waktu memberikan nasehat dan bimbingan

akademik selama masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Nur Siti, S.H, M.Hum. selaku Sekretais Bagian Jurusa Pidana, yang telah banyak

membantu dalam pembuatan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ilyas, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah

Kuala Banda Aceh.

ii
5. Bapak/Ibu Dosen selaku Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh, yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan

materi kepada penulis serta staf Kependidikan yang telah melayani selama penulis

menempuh kuliah di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala..

6. Terima Kasih kepada Informan Ibu Rina Bintar Handayani Kepala Satlantas Polres

Aceh Tengah dan Responden bapak Edo Juliansyah S.H Humas Pengadilan Negeri

Takengon, Hardiansyah Putraga Kepala Unit Laka Lantas Polres Aceh Tengah, Taufik

Ginting S.H Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Takengon, Hasan Basri

Terdakwa, Sugianto Terdakwa, Ade Yana Terdakwa yang telah memberikan banyak

informasi dalam penulisan skripsi ini.

7. Terima Kasih kepada kawan-kawan Yudianto Syahputra, Putri Fajrianuari, Maghfira,

Cut Jihan Olivia, dan Dini Liani yang telah mendukung dan banyak membantu saya

selama pekuliahan.

8. Terima Kasih juga untuk Davit Ardiwan, Iqbal Fahri, Alfaliki, Tarmizi, dan teman-

teman seperjuangan angkatan 2014 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat dan membantu dalam

penulisan skripsi ini.

Terkhusus pada skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga kepada Orang Tua tercinta (Alm) Affan Salim dan Ibunda (Almh) Nur Aliyah

yang telah memberikan doa sehingga anaknya dapat menyelesaikan Sarjana dan terima kasih

kepada Kakak dan abang saya Erni Yusnita, Laila, Armis Talauta, dan Susi Arita yang telah

memberikan semangat, motivasi dan doa untuk saya.

iii
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir

kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat

guna menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.

Banda Aceh, 31 Agustus 2018

(Romi Arifandi)

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 3
C. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 4
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 4
E. Ruang Lingkup dan Tujuan Penulisan ......................................................... 5
F. Metode Penelitian......................................................................................... 6
G. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 7
H. Keaslian Penelitian ....................................................................................... 8
I. Sistematika Penulisan................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN
MATINYA ORANG
A. Pengertian Tindak Pidana ............................................................................ 11
B. Tujuan Pemidanaan ...................................................................................... 13
C. Pengetian Lalu Lintas Dan Kecelakaan Lalu Lintas .................................... 17
D. Kesengajaan Dan Kealpaan ......................................................................... 19
E. Kelalaian Yang Mengakibatkan Kematian .................................................. 27
F. Penyidikan Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas..................................... 28
BAB III PENANGANAN KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS
KARENA KELALAIANNYA MENGAKIBATKAN MATINYA
ORANG LAIN DIWILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI
TAKENGON
A. Faktor-foktor penyebab kecelakaan lalu di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Takengon ....................................................................... 32
B. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya
orang ............................................................................................................ 45
C. Petanggungjawaban pidana pelaku kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan matinya orang ..................................................................... 53
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 59
B. Saran ............................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 62

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok

masyarakat yang terus mengalami peningkatan. Perkembangan dan kemajuan

teknologi yang semakin pesat membawa dampak untuk negara agar mengikuti

perkembangan modernisasi, hal tersebut berpengaruh dengan maraknya alat-alat

transportasi yang menyebabkan semakin banyak pengguna jalan raya,

kesemuanya tersebut tidak lain tujuannya adalah untuk mendukung mobilitas

orang serta barang guna memperlancar proses kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

Persoalan yang dihadapi dewasa ini adalah masih tingginya angka

kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Salah satu permasalahan lalu lintas yang

perlu mendapatkan perhatian serius adalah kecelakaan lalu lintas, yang biasanya

selalu berawal dari adanya pelanggaran lalu lintas.1 Permasalahan kasus

kecelakaan lalu lintas ini di dalam masyarakat sering terjadi, disebabkan karena

ketidak seriusan manusia dalam menanggapi suatu aturan jalan raya, sehingga

menimbulkan banyak permasalahan pidana yang terkadang orang lain menjadi

korban kecelakaan.

1
M. Umar Maksum, Agus Suprianto, Thalis Noor Cahyadi, M, Ulinhuha, Afronji,. Cara
Mudah Menghadapi Kasus-kasus Hukum Untuk Orang Awam. Yogyakarta, Sabda Media, 2009. hlm
107.

1
2

Peningkatan frekuensi pemakai jalan khususnya kendaraan bermotor

untuk berbagai keperluan pribadi atau umum secara tidak langsung bisa

meningkatkan frekuensi kecelakaan lalu lintas.2 Penyebab meningkatnya

kecelakaan di jalan selain hal-hal tersebut yaitu semakin banyak orang bepergian,

dan ini berkisar dari sifat acuh perseorangan dan masyarakat terhadap

pengekangan emosional dan fisik agar dapat hidup aman pada lingkungan yang

serba mesin. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah

keadaan jalan dan lingkungan, kondisi kendaraan, dan keadaan pengemudi.

Menyadari pentingnya peranan transportasi khususnya transportasi darat

dinegara kita, perlu diatur mengenai bagaimana dapat dijamin lalu lintas yang

aman, tertib, lancar dan efisien guna menjamin kelancaran berbagai aktifitas

menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Di dalam Pasal 3 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan bahwa: ”transportasi jalan

diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan

dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien, mampu

memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah

daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai

pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang

terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Agio V. Sangki, “Tanggung Jawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang


2

Mengakibatkan Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas” Vol.I No.1, 2012, hlm. 33.
3

Untuk tercapainya tujuan tersebut tidak lepas dari peranan aparat

kepolisian dalam membantu kelancaran lalu lintas dan pemberian hukuman yang

tegas terhadap pelanggaran lalu lintas, sesuai dengan tugas kepolisian yang

terdapat dalam Pasal 14 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

yaitu menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban

dan kelancaran lalu lintas dijalan.

Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Matinya

Orang Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Takengon didapati beberapa kasus,

yaitu berjumlah 4 (empat) kasus, salah satu kasus yaitu yang terjadi pada tahun

2017 dikampung Paya Tumpi, seorang pengendara mobil menabrak seorang

pejalan kaki hingga mengakibatkan korban meninggal dunia. Kemudian dalam

penjatuhan sanksi terhadap pelaku dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang

No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dalam Pasal 310

poin ke 4 yang menyatakan “Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis atau jawaban sementara terhadap tindak pidana kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan matinya orang telah dirumuskan dalam perumusan

permasalahan di atas dan akan diuraikan sebagai berikut:


5

1. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah disebabkan oleh

kelalaian pengemudi yang tidak memperhatikan keselamatan dirinya maupun

orang lain dalam berkendaraan.

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang ringan bagi pelaku

tindak pidana kecelakaan lalu lintas yaitu karena telah adanya perdamaian

yang dilakukan antara pelaku dengan pihak keluarga korban dan pelaku telah

memberikan santunan kepada keluarga korban.

3. Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas

yaitu dengan menjalankan proses pidana penjara yang telah ditetapkan oleh

majelis hakim dalam putusannya.

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan adalah sebagai

berikut :

A. Apakah faktor-faktor penyebab pengemudi yang mengakibatkan kecelakaan

lalu lintas?

B. Apa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak

pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang?

C. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan matinya orang?

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

a) Pengertian tindak pidana, menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana

adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan

sipelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum


6

dan menyelamatkan kesejahteraan umum sedangkan menurut hukum positif

adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan

sebagai perbuatan yang dapat dihukum.3

b) kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan

tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna Jalan lain

yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

c) Kealpaan terdiri atas dua bagian yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu

perbuatan, disamping dapat menduga akibatnya. Meskipun suatu perbuatan

dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin juga terjadi kealpaan yang

berbuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul

suatu akibat yang dilarang undang-undang.4 Kelalaian (kealpaan) adalah

suatu kekurangan untuk melihat jauh kedepan tentang kemungkinan

timbulnya akibat-akibat” atau “suatu kekurangan akan sikap berhati-hati”.

E. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah dalam bidang Hukum Pidana dalam

hal ini mengenai Kecelakaan Lalu Lintas yang menyebabkan matinya orang lain.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada wilayah hukum Pengadilan Negeri

Takengon.

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan faktor-faktor kecelakaan yang dilakukan pengemudi

sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

3
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2007. hlm 81
4
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika,2009 ,hlm.

25
7

2. Untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap

pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya

orang.

3. Untuk menjelaskan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kecelakaan

lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua kegunaan, yaitu :

1. Kegunaan Secara Teoritis

Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atas

penanganan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan koban

meninggal dunia yang berada diwilayah Indonesia khususnya di daerah Aceh

Tengah. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan dapat diupayakan

berbagai tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik dari segi

pencegahan maupun dari segi penanggulangannya.

2. Kegunaan Secara Praktis

Secaa praktisi dengan adanya peneltian ini diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan

dibidang hukum pidana yang sedang ditempuh saat ini. Hasil dalam penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan masukan atau bahan pertimbangan bagi

penegak hukum dan memberikan pemikiran terhadap permasalahan yang

berkaitan dengan hukum pidana.


8

G. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian terhadap judul penelitian yang ada pada

Program Sarjana di bidang Ilmu Hukum di Indonesia terdapat 2 judul yang

berkaitan dengan penelitian ini, yaitu :

1. Skripsi atas nama Kiki Maulidar, dengan Judul Penyelesaian Tindak Pidana

Kecelakaan Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Luka Berat Melalui Peradilan

Adat (Suatu Penelitian Di Kecamatan Kreung Barona Jaya Kabupaten Aceh

Besar). Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

2. Skripsi atas nama Dewi Febriany Sidauruk, dengan Judul Pemenuhan Hak

Koban Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Di Yogyakarta. Fakultas Hukum

Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Rancangan Penelitian ini berbeda dengan kedua peneltian yang

disebutkan di atas. Pada skripsi Kiki Maulidar, berfokuskan pada penyelesaian

tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan luka berat melalui

penyelesaian secara hukum Adat. Sedangkan pada skripsi Dewi Febriany

Sidauruk, yang membedakan dari penelitian ini adalah objek penelitiannya yang

berfokus pada pemenuhan hak koban kecelakaan lalu lintas. Penelitian yang akan

dilakukan ini dapat dikatakan asli, baik dari segi ruang lingkup, rumusan

masalah, materi, maupun objek penelitiannya tidak ada yang sama dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, keaslian rancangan penelitian

ini dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan hasil karya sendiri bukan dari

suatu plagiat ataupun duplikasi hak cipta orang lain.


9

H. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan salah satu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistimatis, dan

konsisten. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum bersifat yuridis empiris, yaitu menganalisis permasalahan dilakukan

dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder)

dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Adapun lokasi dan populasi

penelitian untuk mendukung dalam penulisan ini, yaitu :

a) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di wilayah hukum Pengadilan Negeri Takengon

karena terdapat kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang,

yang diselesaikan di Pengadilan Negeri Takengon.

b) Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini meliputi para pihak yang terkait dengan

penanganan tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya

orang lain diwilayah hukum Pengadilan Negeri Takengon, yang terdiri dari ,

Kasat Lantas , Hakim, Penyidik Polres Aceh Tengah.

2. Cara Penentuan Sampel Penelitian

Penentuan sampel dilakukan secara “Purposif Sampling”. Dari

keseluruhan populasi dipilih sampel yang terdiri dari responden dan informan

yang di perkirakan dapat mewakili keseluruhan populasi.


10

Adapun sampel dalam penelitian ini antara lain :

Responden

a) Hakim Pengadilan Negeri Takengon 1 orang

b) Penyidik Polres Aceh Tengah 1 orang

c) Jaksa Penuntut Umum 1 orang

d) Pelaku 3 orang

Informan

a) Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Aceh Tengah

3. Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library

research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan

dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari

buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundang-undangan, artikel-artikel,

tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang di teliti.

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan

mewawancarai responden dan informan yang terlibat dengan tindak pidana

kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya seseorang.

4. Cara Menganalisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan

di olah melalui metode kualitatif, maksudnya suatu penelitian yang

menghasilkan data berupa informasi, kemudian uraian dalam bentuk tulisan

dikaitkan dengan data lainnya, sehingga diperoleh kejelasan terhadap suatu

kebenaran yang selanjutnya dituangkan dalam sebuah karya tulis berbentuk

skripsi.
11

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan

materi atau isi dari skripsi ini menjadi 4 (empat) bab dengan sistematika sebagai

berikut :

Bab I merupakan bab pendahuluan yang akan menguraikan latar belakang

permasalahan, hipotesis penelitian, identifikasi masalah, definisi operasional

variabel penelitian, ruang lingkup, tujuan penulisan, kegunaan penelitian,

keaslian penelitian, dan metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II merupakan tinjauan umum tentang tindak pidana kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan matinya orang, baik itu mengenai pengertian tindak

pidana, tujuan pemidanaan, pengertian lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas,

kesengajaan dan kealpaan, kealpaan yang mengakibatkan kematian, penyidik

tindak pidana kecelakaan lalu lintas.

Bab III merupakan bab hasil penelitian yang membahas tentang faktor-

faktor penyebab kecelakaan lalu lintas, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

pidana tehadap pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan

matinya orang, serta pertanggungjawaban pelaku tindak pidana kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan matinya orang di wilayah hukum Pengadilan Negeri

Takengon.

Bab IV merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi

kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang telah dibahas.


BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA
KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA
ORANG LAIN

A. Pengetian Tindak Pidana

Pembentukan UU menggunakan istilah “tindak pidana“ untuk

menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “Strafbaar Feit” (Belanda). Strafbaar

feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan

pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar

feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan

sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai

pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh,

sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran

dan perbuatan.5

Istilah tindak pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dimana larangan tersebut

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang

melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan suatu kelakuan manusia

yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan

5
Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hlm 69

11
12

mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia

mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu

melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan

normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.6

Simons dalam Roni Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu

perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,

bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld)

oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.7 Menurut Simon, tindak pidana

adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

perbuatannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan perbuatan tersebut

sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. 8

Unsur – unsur tindak pidana menurut Simon, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :9

1. unsur obyektif, yaitu perbuatan orang, akibat yang terlihat dan

kemungkinan adanya keadaan tertentu yang menyertai

2. unsur subyektif, adalah orang yang mampu bertanggung jawab dan

adanya kesalahan.

Rumusan pengertian tindak pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang

lengkap karena meliputi :

a. Diancam dengan pidana oleh hukum

6
19 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2001, hlm. 22
7
Masruchin Ruba’i, Asas-asas Hukum Pidana, IJM Press, Malang, 2001, hlm 22
8
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM
Press, Malang, 2008, hlm 95
9
Roni Wiyanto.. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia.Bandung, C.V.Mandar Maju, 2012,
hlm 160
13

b. Bertentangan dengan hukum

c. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)

d. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.

Banyak ahli mengungkapkan bahwa suatu tindak pidana tidaklah lahir

dengan sendirinya, tetapi karena adanya penyebab dari suatu hal. Hal ini berarti

bahwa suatu peristiwa atau tindakan dapat menimbulkan suatu atau beberapa

peristiwa lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud

dengan kausalitas adalah suatu hal yang menyebabkan ada atau terjadinya suatu

tindak pidana. Selanjutnya dikatakan oleh Moeljotno bahwa ”dihukum” berarti

”diterapi hukuman” baik hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman

adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum tadi yang maknanya lebih luas

daripada pidana, sebab mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan hukum

perdata.10

Dengan diketahuinya suatu hal yang menyebabkan suatu akibat terjadi,

dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tergolong

sebagai suatu tindak pidana atau bukan. Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa

dapat dipidananya suatu tingkah laku tergantung pada timbulnya suatu akibat dari

tindakan tersebut.

B. Tujuan Pemidanaan

Dalam hal pemidanaan bukanlah semata-mata untuk memuaskan tuntutan

absolut dari suatu keadilan, akan tetapi memidana harus ada tujuan lebih jauh

daripada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk

10
Muladi dan Barda Nawawi Arief,. Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Alumni,
Bandung. 2005. hlm. 1.
14

pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang

bermanfaat.11

Hakim dalam menjatuhkan putusan wajib mengetahui teori-teori

pemidanaan. Secara umum teori-teori pemidanaan tersebut terbagi kedalam 3

(tiga) kelompok teori yaitu :

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

Menurut pendapat Karl O. Christiamen ciri-ciri pokok pada teori absolut adalah

sebagai berikut :12

a) Tujuan pidana adalah semata-mata adalah untuk pembalasan

b) Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung

sarana-sarana untuk tujuan lain misalnya untuk kesejahteraan rakyat.

c) Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana

d) Pidana baru disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar

e) Pidana melihat kebelakang : ia merupakan pencelaan yang murni dan

tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan

kembali si pelanggar.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan

Dalam hal pemidanaan bukanlah semata-mata untuk memuaskan tuntutan

absolut dari suatu keadilan akan tetapi “memidana harus ada tujuan lebih jauh

daripada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk

11
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan,
Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2007, hlm. 17.
12
Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit, hlm.17.
15

pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang

bermanfaat. 13

Tujuan hukum pidana secara umum ialah melindungi masyarakat dari

perbuatan pidana yang dilakukan seseorang. Jika seseorang yang melakukan

perbuatan pidana merasa takut menerima hukuman, maka dia tidak akan

melakukan perbuatan pidana, sehingga masyarakat merasa aman. Dengan

demikian, tujuan hukum pidana ada yang berfungsi preventif yaitu memberikan

rasa takut untuk melakukan perbuatan pidana, dan fungsi represif yaitu mendidik

seseorang yang melakukan perbuatan pidana supaya sadar dan menjadi orang

yang baik.14

Menurut pendapat Karl O. Christiansen ciri-ciri pokok pada teori relatif

sebagai berikut :

a. Tujuan pidana adalah pencegahan.

b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan rakyat.

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada

si pelaku saja (karena disengaja) yang memenuhi syarat untuk adanya

pidana.

d. Pidana melihat kemuka (prospektif) : pidana dapat mengandung unsur

pencelaan maupun unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun

unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu

pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

13
Niniek Suparni, op.cit, hlm. 17.
14
Muhammad Taufiq, Mahalnya Keadilan Hukum, Surakarta, MT & P Law Firm, 2012,
hal. 5
16

3. Teori Gabungan

Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana pada asas pembalasan

dan asas tertib pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu

menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada dasarnya teori gabungan adalah

gabungan teori absolut dan teori relatif. Gabungan kedua teori itu mengajarkan

bahwa penjatuhan hukuman adalah untuk mempertahankan tata tertib hukum

dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat.15

Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :16

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu

tidak boleh melampaui batas dari apa yang pelu dan cukup untuk dapatnya

dipertahankannya tata tertib masyarakat;

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat,

tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada

perbuatan yang dilakukan terpidana.

Dalam menetapkan tujuan pemidanaan Sholehuddin, mengemukakan

bahwa untuk menciptakan sinkroniasi yang bersifat fisik dalam tujuan

pemidanaan harus diperhatikan adanya 3 (tiga) faktor, yaitu : Sinkronisasi

struktural (structural synchronizaton), Sinkronisasi substansial (subtansial

synchronizaton), dan Sinkrinosasi kultural (cultural synchronizaton).17

15
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktek Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2009,
Hlm 107
16
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010, Hlm
162
17
Sholehuddin,. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System
dan Implementasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. hlm. 119
17

Menentukan tujuan pemidanaan menjadi persoalan yang dilematis,

terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan untuk melakukan

pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak dari

proses pidana sebagai pencegahan tingkah laku yang anti sosial. Menentukan titik

temu dari dua pandangan tersebut jika tidak berhasil dilakukan, memerlukan

formulasi baru dalam sistem atau tujuan pemidanaan dalam hukum pidana.

Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan berdasarkan

teori-teori tentang pemidanaan.18

C. Pengertian Lalu Lintas dan Kecelakaan Lalu Lintas

Pengertian lalu lintas adalah gerak/pindah kendaraan, manusia dan hewan

di jalan, dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat gerak.

Menurut Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan Pasal 1 butir 24, “kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang

tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa

pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta

benda”. Korban kecelakaan lalu lintas merupakan orang yang mengalami

kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, luka berat,

atau luka ringan pada anggota tubuh manusia.

Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu kelalaian yang mana kelalaian

juga merupakan suatu tindak pidana dan suatu tindak pidana tentunya ada

pertanggung jawaban oleh pelaku. Kelalaian adalah suatu tindak pidana yang

tidak di kehendaki oleh pelaku, kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan,

18
Zainal Abidin, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP: Position
Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, Jakarta, ELSAM, 2005, hlm. 10
18

kurang hati-hati, atau kealpaan (culpa), arti culpa adalah kesalahan pada

umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis yaitu

suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti

kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja

terjadi.19

Pengertian kecelakaan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah

kejadian atau peristiwa yang menyebabkan orang celaka. Kecelakaan lalu lintas

merupakan tindak pidana dikarenakan dalam Aturan Penutup Pasal 103 KUHP

dijelaskan ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga

berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang ketentuan ketentuan perundang-undangan

lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Berdasarkan defenisi tentang kecelakaan di atas bahwa kecelakaan lalu

lintas merupakan suatu kejadian yang tidak disangka-sangka atau diduga dan

tidak diinginkan yang disebabkan oleh kenderaan bermotor, terjadi di jalan raya,

atau tempat terbuka yang dijadikan sebagai sarana lalu lintas serta mengakibatkan

kerusakan, luka-luka serta bahkan kematian manusia dan kerugian harta benda.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 229 Undang-Undang No. 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kecelakaan Lalu Lintas

digolongkan menjadi 3 (tiga), yakni:

1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,

19
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Refika
Aditama, 2003 hal 72
19

2. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang

mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan

korban meninggal dunia atau luka berat.

D. Kesengajaan dan Kealpaan

1) Kesengajaan (dolus)

Kesengajaan dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa

inggris disebut intention yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sengaja

atau kesengajaan. Pertama-tama perlu diketahui dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) sendiri tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan

opzet. Walaupun demikian, pengertisn opzet ini sangat penting, oleh karena

dijadikan unsur sebagian peristiwa pidana disamping peristiwa yang mempunyai

unsur culpa. Kata kesengajaan berasal dari kata "sengaja", dalam bahasa

Inggrisnya adalah Intention, dari kata Intend yang artinya berniat melakukan

sesuatu, atau dari kata Intentional, Premeditated, And Willful yang artinya dengan

sengaja. Menurut teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan

pada terwujudnya perbuatan, kesengajaan merupakan kehendak untuk berbuat

dengan mengetahui unsur-unsur yang diperlukan.20

Menurut sejarah dahulu pernah direncanakan dalam undang-undang 1804

bahwa kesengajaan adalah kesengajaan jahat sebagai keinginan untuk berbuat

tidak baik, juga pernah dicantumkan di dalam Pasal 11 Criminal Wetboek 1809

yang menerangkan bahwa kesengajaan adalah keinginan/maksud untuk

melakukan perbuatan atau diharuskan oleh undang-undang. Di dalam WvSr tahun


20
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineka Cipta. Jakarta. 2002, hlm.171
20

1881 yang milai berlaku 1 September 1886 tidak lagi mencantumkan arti

kesengajaan seperti rancangan terdahulu.21

Menurut oxford advanced learner's dictionary " that which one purposes

or plans to do", kesengajaan adalah keinginan, kehendak atau kemauan seseorang

untuk melakukan sesuatu. Jika dihubungkan dengan tindak pidana maka, dalam

melakukan suatu tindak pidana haruslah ada unsur-unsur yang menyebabkan

tindakan tersebut dikatakan kesengajaan melakukan suatu tindak pidana. Adapun

unsur-unsur tersebut, yaitu harus ada kehendak, keinginan, atau kemauan pada

diri seseorang untuk melakukan tindak pidana, orang yang berbuat sesuatu dengan

sengaja itu sudah mengetahui dan sadar sebelumnya akan akibat-akibat

perbuatannya.22

Kesengajaan dengan keinsafan kemungkinan (dolus eventualis)

disebut juga “kesengajaan dengan kesadaran kemungkinan”, bahwa seseorang

melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu.

Sifat kesengajaan yang tidak berwarna (kleurloos) Teori ini dianut oleh Simons,

Pompe, Jonkers, dan M.v.T. Teori ini menyimpulkan bahwa cukuplah pelaku itu

menghendaki perbuatan yang dilarang dan tidak perlu mengetahui perbuatannya

itu dilarang.23

21
R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta, Rajawali Pers,
2010, hlm 219
22
CST Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana., Jakarta.Pradnya Paramita, 2004. hlm. 51
23
Moeljatno, Op.Cit, hlm. 132
21

2) Kelalaian/Kealpaan (Culpa)

Arti kata culpa atau kelalaian ialah kesalahan pada umumnya, akan tetapi

culpa pada ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis yaitu suatu macam

kesalahan sebagai akibat kurang berhati-hati sehingga secara tidak sengaja

sesuatu terjadi. Vos menyatakan bahwa culpa mempunyai dua unsur yaitu:24

a) Kemungkinan pendugaan terhadap akibat

b) Tidak berhati-hati mengenai apa yang diperbuat atau tidak diperbuat.

Di dalam undang-undang tidak ditentukan secara merinci apa arti dari

kealpaan. Namun dari ilmu pengetahuan hukum pidana diketahui bahwa inti dari

sifat-sifat atau cirinya adalah sebagai berikut:

a) Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena

menggunakan ingatan/otaknya secara salah, seharusnya ia

menggunakan ingatannya sebaik-baiknya, tetapi ia tidak

menggunakannya. Dengan kata lain ia telah melakukan suatu tindakan

aktif (pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan.

b) Pelaku dapat memperkirakan apa akibat yang ditimbulkan, tetapi

merasa dapat mencegahnya yang kemudian akibat itu jelas pasti akan

terjadi, dia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan

menimbulkan akibat itu. Tetapi tindakan itu tidak diurungkan, atas

tindakan mana ia kemudian dicela, karena bersifat melawan hukum.

24
Kansil, Op,Cit., 54
22

Keterangan resmi pembentuk KUHP mengenai persoalan mengapa culpa

juga diancam dengan pidana, walaupun dengan ringan, adalah bahwa berbeda

dengan kesengajaan atau dolus yang sifatnya menentang larangan justru dengan

melakukan perbuatan yang dilarang. Beberapa pakar memberikan pengertian atau

syarat culpa sebagai berikut:

Menurut Simons mempersyaratkan dua hal :

1) Tidak adanya kehati-hatian

2) Kurangnya perhatian terhadap akibat yang mungkin terjadi.

Menurut Van Hamel ada dua syarat yaitu :

1) Tidak adanya penduga-duga yang diperlukan

2) Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan.25

Adapun bentuk-bentuk dari kealpaan itu sendiri yaitu :

a) kealpaan yang disadari (bewuste), seseorang melakukan sesuatu perbuatan

yang sudah dapat di bayangkan akibat buruk akan terjadi, tapi tetap

melakukannya

b) kealpaan yang tidak disadari, bila pelaku tidak dapat membayangkan sama

sekali akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya yang seharusnya di

bayangkan.

25
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana , Jakarta.Raja Grafindo Persada 2011. hlm 106
23

Menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam

Pasal-Pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka

pergunakan adalah grove schuld (kesalahan besar). Meskipun ukuran grove

schuld ini belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini

sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku

tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.26 Syarat untuk

penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-

hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa

lata (kelalaian yang kentara/besar).27

Dikatakan sebagai kealpaan yang tidak disadari yaitu apabila pelaku tidak

dapat memperkirakan akan terjadinya suatu akibat, namun seharusnya menurut

perhitungan yang layak, pelaku dapat membayangkannya (onverchilligheid ten

opzichte van rechtsbelangen van anderen), yang kemudian kealpaan yang

disadari ini lebih berat sanksi pidananya dibandingkan dengan kealpaan yang

tidak disadari.

Adapun perumusan atau istilah-istilah yang terdapat di dalam undang-undang

yang merujuk pada kealpaan ini adalah:

1) Karena salahnya (door zijn schuld te wijten is) antara lain pada Pasal 188,

191, 195, 359, 360 KUHP. Berdasarkan ketentuan Pasal 188 yang berbunyi

“Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan,

atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau

26
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.
2003. Hlm 73
27
Jan Remmelink, Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama 2003, hlm. 179
24

pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum

bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain,

atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati.” Dalam kalimat ini

sudah dengan jelas disebutkan bahwa Pasal ini berlaku jika perbuatan tersebut

terjadi bukan atas kesengajaan, namun disebabkan oleh kelalaian dan ada

akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut, timbulnya bahaya umum

bagi barang, nyawa orang lain atau bahkan mengakibatkan orang mati.

2) Harus dapat menduga (rederlijkerwijs moet vermoden) pada Pasal 287, 292,

480 KUHP. Dalam Pasal 480 KUHP disebutkan bahwa Diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak

sembilan ratus rupiah:

(1) Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima

hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan,

menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau

menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus

diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;

(2) Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang

diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari

kejahatan.

Dalam ketentuan Pasal ini terdapat unsur “diketahui atau sepatutnya

harus diduga” yang bermakna bahwa suatu benda itu diperoleh dari kejahatan

penadahan dengan bermaksud menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda

yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari


25

kejahatan. Sehingga diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang

itu diperoleh karena kejahatan dan karena ingin mendapatkan keuntungan.

3) Ada alasan kuat baginya untuk menduga yaitu terdapat di dalam Pasal 282

ayat (2) yaitu yang berbunyi “Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan

atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang

melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan,

dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke

dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki

persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan

mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bias

diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa

tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling

lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah.” Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat 2 pada dasarnya

adalah sama dengan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 282 ayat 1 KUHP,

kecuali terhadap unsur subjektifnya, yakni karena bagi tindak pidana yang

diatur dalam Pasal 282 ayat 2 KUHP, undang-undang mensyaratkan adanya

unsur culpa pada diri pelaku yang dibuktikan dengan dipakainya kata-kata

jika ada alasan kuat baginya untuk menduga di dalam rumusan tindak pidana

tersebut.

Di dalam KUHP mengatur tentang tindak pidana yang berhubungan

dengan kesalahan, yaitu tindak pidana “karena salahnya menyebabkan matinya

orang” yang terdapat dalam Pasal 359 KUHP yang selengkapnya berbunyi,
26

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”. Unsur-

unsur dalam Pasal 359 KUHP, yaitu:

a) Karena kesalahan (kealpaannya)

b) Menyebabkan orang mati

c) Pidana lima tahun

Perlu dicermati dalam unsur-unsur Pasal 359 KUHP yang dituju adalah

akibat, bukan ditujukan terhadap perbuatan. Dalam konteks penegakan hukum

terhadap Pasal 359 KUHP ini sering dijumpai dalam peristiwa kecelakaan lalu

lintas yang mengakibatkan matinya orang lain. Akan tetapi Pasal ini dapat pula

diterapkan di luar kecelakaan lalu lintas.

Dalam memeori penjelasan (MvT) mengatakan bahwa siapa yang

melakukan kejahatan dengan sengaja berarti mempergunakan salah

(kemampuannya) sedangkan siapa karena salahnya (culpa) melakukan kejahatan

berati tidak mempergunakan kemampuannya yang ia harus mempergunakan.

Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Bagaimana pun juga

culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu

Hazewinkel-Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu

(quasidelict) sehingga diadakan pengurangan pidana.28 M.v,T menjelaskan bahwa

dalam hal kealpaan, pada diri pelaku terdapat:

1) Kekurang pemikiran (penggunaan akal) yang diperlukan.

28
Moeljatno, Op.Cit. hlm 169
27

2) Kekurangan pengetahuan (ilmu) yang diperlukan.

3) Kekurangan kebijaksanaan (beleid) yang diperlukan.

Bahwa pada intinya culpa mencakup kurang (cermat) berfikir , kurang

pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Culpa di sini jelas merujuk pada

kemampuan psikis (jiwa) seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa culpa

berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan

munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut, padahal itu mudah

dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.

E. Kelalaian Yang Mengakibatkan Kematian

Menurut ilmu hukum pidana, kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu

bentuk tindak pidana, apabila korbannya mengalami luka-luka, terlebih lagi

sampai meninggal dunia dan di dalamnya terdapat unsur kelalaian.

Pada ketentuan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan bahwa:

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan

Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2),

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda

paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka

ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud


28

dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka

berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang

mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00

(dua belas juta rupiah).

F. Penyidik Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas

Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang RI No. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan hak polisi untuk

menegakkan dan menjalankan peraturan tersebut sesuai dengan yang seharusnya.

Menurut Satjipto Rahardjo, sosok polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi

yang cocok dengan masyarakat”.29

Ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan 2 Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan tentang pengertian penyidik

dan penyidikan yang menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat polisi Negara

Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang

29
Satjipto Rahardjo, , Menuju Kepolisian Republik Indonesia Mandiri yang Profesional,
Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja, 2000, hlm 10.
29

khusus oleh undang-undang. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan

yang dilakukan pejabat penyidikan sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-

undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat

atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan

tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.

Pengaturan mengenai petugas yang berwenang dalam melakukan

penyidikan kecelakaan lalu lintas diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian

Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara

Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas, Pasal 14 angka 1 (satu )yang menyatakan

“Petugas Polri yang melakukan Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas terdiri atas:

penyidik dan penyidik pembantu.”

Satuan Lalu Lintas dalam melaksanakan tugas dibantu oleh:

1. Unit pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (Turjawali), yang

bertugas melaksanakan kegiatan turjawali dan penindakan terhadap

pelanggaran lalu lintas dalam rangka penegakan hukum

2. Unit pendidikan masyarakat dan rekayasa (Dikyasa), yang bertugas

melakukan pembinaan partisipasi masyarakat dan dikmas lantas

3. Unit registrasi dan identifikasi (Regident), yang bertugas melayani

administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi

4. Unit kecelakaan (Laka), yang bertugas bertugas menyelenggarakan

administrasi Penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas sehingga setiap perkara

kecelakaan lalu lintas menperoleh kepastian hukum dan terselenggaranya

keamanan, keselamatan dan ketertiban serta kelancaran lalu lintas.


30

Dalam penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kematian,

peran pihak kepolisian adalah sebagai berikut:

1. Memproses Laporan / Informasi

Proses penyidikan kasus kecelakaan lalu lintas yang dilaksanakan di pihak

kepolisian, yang menangani adalah Sat Lantas khususnya Idik Laka. Pejabat yang

bertanggung jawab secara teknis dalam proses tersebut adalah Kasat Lantas

sebagai penyidik. Dalam proses tersebut mulai dari TKP yang menangani adalah

petugas lalu lintas lapangan (Unit penjagaan dan pengaturan) atau Unit Patwal.

Penyidik pembantu dari Idik Laka selanjutnya memproses laporan dan melakukan

pemeriksaan awal, pemeriksaan terhadap tersangka, korban dan saksi serta

melengkapi berkas perkara.30

2. Mendatangi Tempat Kejadian Perkara

Persiapan mendatangi TKP kecelakaan lalu lintas yaitu personil terdiri

dari anggota Polantas minimal 2 (dua) orang dan anggota Sabhara minimal 2

(dua) orang serta unsur bantuan teknis (laboratorium kriminal dan identifikasi

untuk melakukan pemotretan, pengambilan sidik jari dan tindakan lain yang

diperlukan). Apabila kecelakaan lalu lintas berakibat kemacetan lalu lintas yang

panjang perlu menyertai anggota Bimmas untuk memberikan informasi kepada

pengemudi agar pengemudi sabar untuk antri karena telah terjadi kecelakaan lalu

lintas.31

30
Ramadan, Jurnal, Peranan Kepolisian Dalam Penyidikan Kasus Kecelakaan Lalu
Lintas Yang Mengakibatkan Luka Berat Dan Kematian (Studi Kasus Di POLRESTA Pematang
Siantar), 2014. Hlm. 8
31
Ibid, hlm 9
31

3. Permintaan Visum et Repertum

Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses

persidangan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan

terbukti tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana

yang didakwakan penuntut umum. Oleh karena pembuktian merupakan bagian

dari proses peradilan pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada

Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

4. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di TKP

Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat oleh Penyidik/ Penyidik Pembantu yang

melakukan pengolahan TKP, dengan materi sebagai berikut:32

a) Hasil yang diketemukan di TKP baik TKP itu sendiri, korban, saksi-saksi,

tersangka maupun barang bukti.

b) Tindakan yang dilakukan oleh petugas (TPTKP dan pengolahan TKP)

terhadap hasil yang ditemukan di TKP.

c) Disamping Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat juga Berita Acara

Pemotretan di TKP dan Berita Acara lain-lain sesuai tindakan yang

dilakukan.

d) Berita Acara Pemeriksaan di TKP dibuat ditandatangani pemeriksa dan

ditandatangani juga oleh saksi/ tersangka yang menyaksikan pemeriksaan.

e) Mengadakan koordinasi dengan pihak Jasa Raharja dalam rangka

mempercepat klaim asuransi bagi korban luka maupun meninggal dunia

32
Ibid, hlm 10
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU- BUKU

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta, 2002

---------, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan


Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas, PT.
Raja Grafindo, Jakarta, 2009

---------, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2010

Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 2001
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulagan
Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001
CST Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta. Pradya Paramita, 2004

Jan Remmelink, Hukum Pidana. PT Gramedia Pustaka Utama, 2003

Leden Marpaung, Asas-Teori dan Praktek Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika,
2009

Masruchin Ruba’i, Asas-asas Hukum Pidana, IJM Press, Malang, 2001

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Rineka Cipta. Jakarta,2002

Muhammad Taufiq, Mahalnya Keadilan Hukum, Surakarta, MT & P Law Firm,


2012

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana.
Alumni, Bandung, 2005

Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan


Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2007

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika


Aditama. 2003

R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta, Rajawali


Pers, 2010

59
60

Roni Wiyanto. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia.Bandung, C.V.Mandar Maju,


2012

Satjipto Rahardjo, Menuju Kepolisian Republik Indonesia Mandiri yang


Profesional, Jakarta, Yayasan Tenaga Kerja, 2000

Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track
System dan Implementasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta. Raja Grafindo Persada, 2011

Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan,


UMM Press, Malang, 2008

Zainal Abidin, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan dalam Rancangan KUHP:


Position Paper Advokasi RUU KUHP Seri 3, Jakarta: ELSAM, 2005

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 1 Tahun 1981 Tentang Hukum Pidana

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013


Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas

C. JURNAL

Agio V. Sangki, Tanggung Jawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang


Mengakibatkan Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Vol.I No.1,
2012

Ramadan, Jurnal, Peranan Kepolisian Dalam Penyidikan Kasus Kecelakaan Lalu


Lintas Yang Mengakibatkan Luka Berat Dan Kematian (Studi Kasus Di
POLRESTA Pematang Siantar), 2014

Anda mungkin juga menyukai