Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia yang
tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan baik,
shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw. pembawa
risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat manusia
didunia dan diakhirat.
Makalah ini membahas tentang “Delik-delik dalam KUHP kejahatan
terhadap keamanan dan ketertiban”. Saya sadar bahwa penyusun makalah ini
sangatlah jauh dari kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
khususnya mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi
Allah SWT. Amiin.

Penulis

Kelompok

i
DAFTAR ISI

Halam
an
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Pengertian Delik................................................................................... 2
B. Delik-delik dalam KUHP Kejahatan Terhadap Keamanan dan
Ketertiban.............................................................................................. 2

BAB III : PENUTUP...................................................................................... 14


A. Kesimpulan........................................................................................... 14
B. Penutup................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap Negara tentunya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani 
kasus-kasus kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap kasus kejahatan tentunya
berbeda-beda hukum yang akan berlaku, contohnya di Indonesia tindak kejahatan
terbagai-bagi ada kejahatan yang dipandang ringan seperti mencuri ada kejahatan
yang di pandang berat seperti mutilasi atau pembunuhan. oleh sebab itu, untuk
mengetahui hukum yang berlaku bagi setiap tindakan kejahatan itu, harus
mempelajari tentang hukum pidana yang membahas mengenai tindak pidana atau
sering disebut dengan  Delik.
Dalam delik (tindak pidana ) akan berlaku hukuman yang telah dinilainya,
dalam hal ini, KUHP yang terdiri dari pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut
terdapat hukuman  yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau bertentangan
dengan aturan itu. Jika perbuatan yang dilakukan tidak diatur atau tidak terdapat
dalam KUHP dan Undang-undang maka perbuatan itu dinilai bukan merupakan
tindak pidana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Delik ?
2. Bagaimana Delik-delik dalam KUHP Kejahatan Terhadap Keamanan dan
Ketertiban ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian delik
2. Untuk mengetahui dan memahami Delik-delik dalam KUHP Kejahatan
Terhadap Keamanan dan Ketertiban

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Delik
Kata delik berasal dari bahasa Latin, yaitu dellictum, yang didalam Wetboek
Van Strafbaar feit Netherland dinamakan Strafbaar feit. Dalam Bahasa Jerman
disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda
disebut delict. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai
berikut : “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang; tindak pidana.” Sedangkan pengertian delik menurut para
ahli yaitu :
1. Menurut Prof Simons
Kelakuaan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang
berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung
jawab.
2. Menurut Meoljatno
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,  larangan mana disertai
ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan
tersebut.1
3. Menurut Teguh Prasetyo  
Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang
yang mampu bertanggung jawab dan pelakunya diancaman dengan pidana.2

B. Delik-delik dalam KUHP Kejahatan Terhadap Keamanan dan Ketertiban

1. Pengertian Kejahatan terhadap keamanan dan ketertiban


Di dalam M.v.T (Memory Van Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang
sifatnya dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke

1
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 105

2
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
hal. 71

2
leven) dan yang dapat menimbulkan bagi ketertiban alamiah di dalam masyarakat
(‘de natuurlijke orde der maatschappij). Adapun kejahatan yang diatur dalam Buku II
Bab V bukanlah kejahatan yang secara langsung ditujukan terhadap:
a. Keamanan negara;
b. Tindakan-tindakan dari alat perlengkapannya atau
c. Tubuh atau harta kekayaan dari seseorang tertentu.
Sedangkan menurut Van Bemmelen dan Van Hattum bahwasanya kejahatan
yang diatur dalam Buku II Bab V sebagai kejahatan terhadap berfungsinya
masyarakat dan negara.3

2. Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum Beserta Unsurnya


a. Penodaan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, dan
Lambang Negara.
Setiap orang yang menodai Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, atau
Lambang Negara, negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun. Pasal 283.
b. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah. Hal ini sesuai yang
telah tercantum dalam pasal 154 yang menyatakan bahwasanya,“ Barang
Siapa yang menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian,
atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya tujuh tahun atau dengan pidana denda setinggi-
tingginya empat ribu lima ratus rupiah”
Dari rumusan tersebut hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif saja:
1) Di depan umum (in het openbaar) hal ini merupakan keadaan yang
membuat pelaku dipidana (strafbepalende omstandegheid), sehingga
bila si pelaku melakukannya tidak di depan umum, maka tidak terkena
pidana. Dengan adanya syarat “di depan umum”itu, kiranya perlu
diketahui bahwa perbuatan yang terlarang dalam ketentuan pidana
yang diatur dalam pasal 154 KUHP itu tidak perlu dilakukan oleh

3
Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2003) hlm.156

3
pelaku di tempat umum (tempat yang didatangi oleh setiap orang)
melainkan cukup jika perbuatan tersebut dilakukan oleh pelaku
dengan cara sedemikian rupa, hingga pernyataannya didengar oleh
publik.
Bila perbuatan tersebut dilakukan di tempat umum, akan tetapi
ternyata tidak di dengar oleh publik misalnya dilakukan dengan
berbisik, maka perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur “di depan
umum”, sehingga pelaku tidak dapat dipersalahkan telah melanggar
larangan yang diatur dalam pasal 154 KUHP tersebut.
2) Menyatakan perasaan (dapat diartikan sebagai memberitahukan,
menunjukkan dan menjelaskan yang dapat dilakukan dengan
mengucapkan lisan saja, melainkan juga dapat dilakukan dengan
tindakan-tindakan) dengan:
a) permusuhan (vijandscahp);
b) kebencian (haat);
c) merendahkan (minachting).
3) Terhadap Pemerintah Indonesia (tegen de Regering van Indonesia).
Pasal 154a, merupakan lanjutan dari ketentuan pidana yang diatur
dalam pasal 154, oleh karena itu, perbuatan menodai bendera
kebangsaan atau lambang negara RI, dikenai pidana penjara paling
lama empat tahun atau denda tiga ribu rupiah.
Adapun Pasal 155 merupakan lanjutan dari Pasal 154 dengan
melarang: menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan,
sehingga kelihatan oleh umum, tulisan atau gambar yang isinya
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan
tehadap Pemerintah Indonesia. Adapun maksimum hukumannya lebih
ringan, yaitu empat tahun enam bulan atau denda tiga ratus rupiah.
Sehingga mempunyai akibat tidak leluasanya pers Indonesia
mengkritik pemerintahan Indonesia.
Unsur-unsur yang terkandung adalah:

4
1. Unsur Obyektif: Menyebarluaskan, mempertunjukkan secara
terbuka, menempelkan secara terbuka, suatu tulisan, suatu gambar
2. Unsur Subyektif: Dengan maksud agar tulisan atau gambar itu
isinya diketahui oleh orang banyak atau diketahui secara lebih luas
lagi oleh orang banyak.
Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu
menjalankan pencariannya, dan pada saat itu belum lewat lima tahun
sejak adanya pemidanaan tetap, maka dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut. (Ps. 155 ayat 2).
c. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu
Sebagaimana dimuat dalam pasal 156, yang menyatakan di muka umum
dengan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap
sesuatu atau golongan penduduk Indonesia.
Yang dimaksud dengan golongan dalam pasal ini dan berikutnya adalah,
setiap dari bagian penduduk Indonesia yang mempunyai perbedaan
dengan satu atau beberapa bagian lainnya dari penduduk berdasarkan
suku, daerah (afkomst), agama (goldsdienst), asal-usul (herkomst),
keturunan (afstamming), kebangsaan (nationaliteit) atau kedudukan
menurut hukum ketatanegaraan (staatsrechttelijken toestand).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur Obyektif, yaitu:
1. di depan umum;
2. menyatakan atau memberikan pernyataan;
3. mengenai perasaan permusuhan, kebencian (undang-undang tidak
menjelaskan mengenai perasaan yang dimaksud, dan agaknya telah
diberikan kepada para hakim untuk memberikan interpretasi mengenai hal
itu secara bebas);
4. merendahkan; terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk
Indonesia. Walaupun Undang-undang tidak mensyaratkan keharusan
adanya unsur kesengajaan (opzet), kiranya sudah cukup jelas kalau
tindak-tindak pidana tersebut harus dilakukan dengan sengaja.

5
Sedangkan ketentuan yang pidana yang diatur dalam pasal 156 ini pada
dasarnya melarang orang:
1. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan atau
melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di
Indonesia;4
Yang mempunyai unsur:
a. Subyektif : dengan sengaja
b. Obyektif: di depan umum, mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap
suatu agama di Indonesia.
2. Dengan sengaja di depan umum mengeluarkan perasaan di depan
umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, dengan maksud
supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-
Tuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 157 merupakan lanjutan dari pasal 156, seperti pasal 155 yang
merupakan lanjutan dari pasal 154.
d. Menghasut di muka Umum
Barang siapa di depan umum, dengan lisan atau denga tulisan menghasut
orang untuk melakukan sesuatu tindak pidana, untuk melakukan
kekerasan terhadap kekuasaan umum atau untuk melakukan sesuatu
ketidaktaatan lainnya, baik terhadap suatu peraturan undang-undang,
maupun perintah jabatan yang telah diberikan berdasarkan suatu peraturan
undang-undang. (Ps. 160).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu:
mengahsut, dengan lisan atau tulisan, di depan umum, untuk melakukan
sesuatu tindak pidana, untuk melakukan tindak kekerasan terhadapa
kekauasaan umum, melakukan suatu ketidaktaan terhadap peraturan

4
Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung, Sinar baru ,1986) hlm.435

6
undang-undang maupun suatu perintah jabatan sesuai dengan undang-
undang.
e. Menawarkan Bantuan untuk Melakukan Tindak Pidana
Barang siapa di depan umum menawarkan, baik dengan lisan maupun
dengan tulisan, pemberian keterangan-keterangan, kesempatan atau
sarana-sarana untuk melakukan sesuatu tindak pidana. (Ps. 162).
Unsur-unsurnya hanya terdiri dari unsur-unsur obyektif, yaitu:
menawarkan dengan lisan atau dengan tulisan, memberikan keterangan-
keterangan, kesempatan atau sarana-sarana untuk melakukan suatu tindak
pidana, di depan umum.
Perbuatan menawarkan dengan lisan atau tulisan di depan umum tidak
berarti selalu dilakukan di suatu tempat umum, melainkan cukup dengan
tawaran yang diucapkan dengan lisan itu dapat di dengar oleh publik, atau
tawaran dengan tulisan telah dilakukan dengan sedemikan rupa, hingga
setiap orang yang ingin membaca tulisan tersebut dapat membacanya.
f. Pembujukan (Uitlokking) yang gagal. Pasal 163bis memuat suatu tindak
pidana yang dimaksudkan membujuk untuk melakukan tindakan pidana,
tetapi tindakan pembujukan ini gagal, karena tindak pidana itu kemudian
tidak terjadi. Diancam dengan hukuman maksimum penjara enam tahun,
dengan pngertian, bahwasanya tidak akan dijatuhi hukuman lebih berat
daripada percobaan untuk pidana yang bersangkutan, atau apabila
percobaan (poging) ini tidak dikenai hukuman, tidak akan lebih berat
daripada hukuman yang diancamkan kepada tindak pidana yang
bersangkutan. Menurut ayat 2, peraturan ayat 1 tidak berlaku, jika tindak
pidana itu atau percobaan yang dapat dihukum tidak terjadi karena hal
yang bergantung pada kemauan si pelaku.
g. Tidak melaporkan akan adanya tindak pidana tertentu
Hal ini telah ditentukan pasal 164 dan 165 pasal 164: “barang siapa
mengetahui tentang adanya suatu pemufakatan untuk melakukan salah
satu kejahatan, seperti yang dimaksudkan dalam pasal
104,107,108,113,115,124,187, dan 187bis KUHP, sedang dilakukannya

7
kejahatan tersebut pada waktu itu masih dapat dicegah, dengan sengaja
tidak memberitahukan secukupnya tentang hal tersebut kepada pejabat–
pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun kepada orang yang terancam,
maka jika kejahatan itu kemudian benar-benar terjadi, dipidana dengan
penjara paling selama-lamanya satu tahun dan empat minggu atau dengan
pidana denda setinggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah”
Unsur pasal 164:
a. Subyektif: mengetahui adanya pemufakatan untuk melakukan salah
satu kejahatan yang dimaksud dalam pasal 104, 106, 107, 108, 113, 115,
124, 187,dan 187bis, dan sengaja
b. Obyektif: tidak memberitahukan tentang hal tersebut pada waktunya
dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian, ataupun
kepada orang yang terancam.
Unsur pasal 165 (1)
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang maksud untuk melakukan
salah satu kejahatan yang diatur dalam pasal 104, 106,107, 108, 110-113,
115-129, dan pasal 131, disertai dalam keadaan perang, pengkhianatan
secara militer (yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer menurut
KUHPMiliter), pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu,
penculikan, pemerkosaan, kejahatan yang diatur dalam Bab VII sejauh
kejahatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa, salah satu kejahatan
dalam pasal 224-228,dan 250, dan salah satu kejahatan yang diatur dalam
pasal 264 dan 275.
b. Obyektif tidak memberitahukan tentang hal tersbut pada waktunya
dengan cukup kepada pejabat–pejabat kejaksaan atau kepolisian ataupun
kepada orang yang terancam, dan pada saat di mana pelaksanaan dari
kejahatan tersebut masih dapat dicegah.5
Unsur pasal 165 (2)

5
Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2003) hlm.156

8
a. Subyektif: sengaja dan mengetahui tentang telah dilakukannya suatu
kejahatan dalam pasal (1).
b. Tidak melakukan pemberitahuan yang sama, pada saat dimana akibat-
akibatnya masih dapat dicegah.
Mengenai kata “ kejahatan yang telah dilakukan”, harus dihubungkan
dengan jenis kejahatan yang bersangkutan, apakah kejahatan itu
merupakan “kejahatan formal” atau “kejahatan materiil” keamudian
dihubungkan dengan kehendak undang-undang yang mengatakan bahwa
pemberitahuan itu harus dilakukan “pada saat dimana akibatnya masih
dapat dicegah”
h. Merusak keamanan di rumah (Huisvrede-Breuk)
Tindak pidana memasuki sebuah rumah atau sebuah ruangan yang
tertutup atau yang dipakai oleh orang lain secara melawan hukum (dapat
diartikan tanpa wewenang dan tanpa hak) yang telah diatur dalam pasal
167. Hal yang diatur di dalamnya sebenarnya hanya satu tindak pidana,
yaitu gangguan terhadap kebebasan bertempat tinggal (huisvredebruk).
Karena gangguan yang diterapkan dalam pasal tersebut, dapat dilakukan
dengan cara yang berbeda, maka undang-undang juga telah memberikan
akibat-akibat hukum yang berbeda bagi pelakunya.
i. Memasuki ruangan dinas umum (Openbare Dienst) Pasal 168, memuat
suatu tindak pidana yang sama dengan pasal 167, hanya dengan
perbedaan pada perbuatan dalam terhadap suatu ruangan yang dipakai
untuk dinas umum, dan persamaan yang berhak pada pegawai negeri yang
berkuasa di situ.
j. Dijelaskan dalam pasal lain tentang memaksa masuk kantor pemerintah
yaitu:
Pasal 304
a. Setiap orang yang secara melawan hukum memaksa masuk ke dalam
kantor pemerintah yang melayani kepentingan umum atau yang
berada di dalamnya dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak

9
segera pergi meninggalkan tempat tersebut, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak
Kategori II.
b. Dianggap masuk dengan memaksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), setiap orang yang masuk dengan merusak, memanjat, atau
dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian dinas
palsu, atau yang dengan tidak setahu lebih dahulu pejabat yang
berwenang serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di
dalam tempat tersebut pada malam hari.
c. Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang
dapat menakutkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.
k. Turut serta dalam perkumpulan terlarang
Pasal 169, memuat suatu tindak pidana:
Ke-1: turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan
kejahatan. Perkumpulan dalam pengertian ini adalah, perkumpulan yang
terlarang oleh suatu peraturan umum, dan perkumpulan yang punya
maksud untuk melakukan kejahatan-kejahatan, seperti pencurian,
pencopetan, atau penyelundupan barang-barang ekspor dan impor.
Ke-2: turut serta dalam suatu perkumpulan yang bertujuan untuk
melakukan pelanggaran. Yang dimaksud turut serta, menurut Prof.
Noyon-Langemeijer, yakni: masuk sebagai anggota, memberi sumbangan,
melakukan propaganda, dan atas permintaaan berbicara dalam pertemuan
(menghadiri saja tidak masuk dalam pengertiannya) .
Ke-3: yang diatur dalam pasal 169 (3), merupakan keadaan yang
memberatkan pidana. Adapun keadaan yang dimaksud adalah, keadaan
pribadi pelaku sebagai pendiri dan pengurus perkumpulan yang
dimaksudkan dalam pasal 169 KUHP.

10
l. Menggangu ketentraman
Pasal 172, menyebutkan, bahwa barang siapa dengan sengaja
mengganggu kesejahteraan dengan mengeluarkan teriakan-teriakan atau
tanda-tanda palsu, dapat mengakibatkan ancaman tindak pidana sesuai
dengan yang diatur dalam pasal ini.
m. Mengganggu dan merintangi rapat umum, upacara agama dan upacara
penguburan jenazah. Hal ini, sesuai dengan undang-undang yang telah
diatur dalam pasal 173 (dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
merintangi rapat umum yang diizinkan, 174 ( sengaja mengganggu rapat
umum yang dizinkan dengan jalan menimbulkan kekacauan atau suara
gaduh), 175 (kekerasan atau ancaman merintangi pertemuan agama yang
bersifat umum, upacara agama dan jenazah), 176 (sengaja mengganggu
agama yang bersifat umum, upacara agama dan jenazah).
n. Penguasaan dan Memasukkan atau Mengeluarkan ke atau dari Indonesia.
Senjata Api, Amunisi, Bahan Peledak, dan Senjata Lain
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik
Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau
mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan,
memiliki, menyimpan, mengangkut, `menyembunyikan, mempergunakan,
atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata api,
amunisi dan/atau bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang
berbahaya, gas air mata, dan peluru karet, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 294
Setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke wilayah negara Republik
Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau
mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan,
memiliki, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan,
atau mengeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia senjata
pemukul, penikam, atau penusuk, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. Pasal 295

11
Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-
macam sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel
lain dari KUHP.6
Bentuk-bentuknya sebagai berikut :
a. Membuat ingar atau gaduh
Dalam pasal 503 adanya larangan:
1. Membuat ingar atau gaduh diantara orang-orang tetangga (rumoer of buren
geructh), yang mengakibatkan dapat terganggunya ketenteraman malam
(nachrust).
2. Membuat ingar di dekat rumah ibadat atau gedung pengadilan pada waktu
dilakukan ibadat atau pemeriksaan perkara. Yang dimaksud dengan ingar
adalah membuat ramai di dalam rumah, sehingga orang-orang tetangga
terdekat terganggu dalam ketentraman malam. Sedangkan gaduh diantara
tetangga adalah membuat geger diantara agak banyak tetangga dalam suatu
kelompok rumah. Akan tetapi ukuran jam berapa ketentraman malam
berlangsung, menurut keadaan setempat.
b. Mengemis di tempat umum (Ps 504),
c. Mengembara dengan tidak mempunyai pencaharian atau gelandangan (505)
d. Mengambil untuk dari perbuatan cabul seorang wanita sebagai pekerjaan
sehari-hari (ps. 506).
e. Memakai gelar palsu, tanda pengenal palsu, nama palsu, memakai pakaian
seragam tanpa hak. (507,508, dan 508bis)
f. Mengadakan akad gadai secara gelap untuk barang-barang di bawah harga
seratus rupiah itu dilarang (509).
g. Mengadakan pesta, keramaian umum, pawai tanpa izin yang berkuasa (510,
511).
h. Melakukan suatu pekerjaan tasnpa surat izin pemerintah (512, 512a)
i. Memakai barang orang lain tanpa hak (513)

6
Moeljatno, KUHP, (Bumi Aksara,1996), hlm.62

12
j. Kewajiban pemberitahuan kepada yang berkuasa bagi orang yang pindah ke
daerah lain (515).
k. Melakukan perhotelan gelap (516)
l. Transaksi pakaian seragam prajurit (517)
m. Larangan barang cetakan, logam beredar didalam negeri

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejahatan terhadap Ketertiban Umum menurut Surat Penjelasan dari
Rancangan KUHP Belanda tidak langsung mengenai keamanan negara atau
tindakan-tindakan alat-alat negara, dan tidak mengenai tubuh atau barang milik
orang-orang tertentu, seperti pencurian, penipuan, dan sebagainya, tetapi merupakan
bahaya bagi kehidupan masyarakat dan dapat menggangu tata tertib masyarakat.
Sedangkan Kejahatan terhadap ketertiban umum di dalam M.v.T (Memory Van
Toelichting) diartikan dengan kejahatan yang sifatnya dapat menimbulkan bahaya
bagi kehidupan masyarakat (maatschappelijke leven).
Bentuk Kejahatan Ketertiban Umum Beserta Unsurnya
1. Penodaan terhadap Bendera Kebangsaan, Lagu Kebangsaan, dan Lambang
Negara
2. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Pemerintah
3. Menyatakan Perasaan Tak Baik Terhadap Golongan Tertentu
4. Menghasut di muka Umum
Pelanggaran Mengenai Ketertiban Umum
Pelanggaran terhadap ketertiban umum adalah tindak pidana yang bermacam-macam
sifatnya, dan yang tampaknya sukar dapat dimasukkan ke dalam titel-titel lain dari
KUHP.

B. Penutup
Demikian isi pembahasan makalah kami ini, tentunya masih banyak terdapat
kesalahan dalam penyampaian materi. Oleh karena itu, kritikan dan saran yang
membangun jiwa penulis sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua, khususnya bagi kami sebagai pemakalah sendiri. Aminn...

14
DAFTAR PUSTAKA

A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik


(Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Lamintang, Delik-delik Khusus, Bandung, Sinar baru , 1986.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Wirjono Projodikoro, Tindak Pidana-pidan tertentu Di Indonesia, Bandung: Refika


Aditama, 2003.

15

Anda mungkin juga menyukai