Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

1. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berlandaskan hukum. Pada Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
Negara Indonesia berdasar atas hukum, bukan berdasarkan kekuasaan belaka.
Dalam amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa, “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa
yang boleh serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dicapai bukan saja
pada orang-orang yang nyata berbuat melawan hukum melainkan juga perbuatan
hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk
bertindak menurut hukum.

Dalam perkembangan sistem penegakan hukumnya Indonesia melakukan


berbagai macam pembenahan dalam memperbaiki sistem penegakan hukum
tersebut, pembenahan tersebut meliputi pembenahan yang menyeluruh dari
seluruh aspek unsur institusi penegakan hukumnya, sebab Indonesia pada
awalnya mengadopsi hampir seluruh tata peradilan penegakan hukumnya dari
peraturan penegakan hukum yang dibuat oleh negara Belanda sehingga seluruh
proses penegakan hukumnya mengikuti sistem penegakan hukum sesuai yang
diterapkan oleh pemerintah Belanda.

Penegakan hukum belanda di rasa kurang relavan, karena dulunya


indonesia menggunakan sistem penjara untuk orang yang bersalah dalam hukum
namun sekarang telah diubah menjadi pemasyarakatan. Oleh sebab itu Dalam
kehidupan bermasyarakat, seringkali timbul berbagai masalah dari kepentingan
manusia yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua perbuatan
manusia, baik yang disadari ataupun tidak, selalu mengandung suatu tujuan.
Manusia hidup dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ukuran
kebutuhan hidup antara orang yang satu dengan yang lainnya tidak sama, namun
pada umumnya manusia merasakan kebahagiaan apabila dapat mencapai tujuan
kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup kadang kala mendesak manusia
menempuh jalan yang salah hingga melakukan pelanggaran hukum. Pelanggaran
hukum tersebut berakibat pada masuknya seseorang kedalam penjara atau yang
sekarang disebut lapas. Keberadaan seseorang dalam lapas tidak terlepas dari
kesalahannya dalam melakukan tindakan melanggar hukum. Konsekuensi atas
kesalahan tersebut adalah menjalani hukuman di dalam lapas.

Seseorang yang melakukan tindakan melanggar hukum yang harus


menjalani hukuman didalam lapas harus dapat mematuhi peraturan yang berlaku
di dalam lapas dan menyesuaikan diri terhadap kehidupan di dalam lapas.
Peraturan didalam lapas sangat didominasi oleh unsur pembalasan (retribution).

“Kesan pembalasan yang menjiwai peraturan kepenjaraan ini, terlihat


dari tidak jelasnya arah maupun tujuan yang hendak dicapai dari hukuman. Di
samping itu, adanya kewajiban untuk mengikuti pekerjaan baik di dalam
maupun di luar penjara, menggambarkan tidak diakuinya hak-hak seorang
terhukum, yang ada hanyalah kewajiban-kewajiban yang mutlak harus
dipertanyakan.” (Petrus dan Pandapotan, 1995, hlm.36)

Sistem serta perlakuan yang diberikan di dalam lapas tersebut dianggap


kurang sesuai dengan kemajuan jaman dan tidak memiliki nilai moral. Penilaian
negatif terhadap sistem penjeraan yang selama ini digunakan sebagai sistem
pemidanaan mendorong negara di dunia untuk mencari solusi yang terbaik bagi
kebaikan bersama. Pada tahun 1963 muncul gagasan mengenai Sistem
Pemasyarakatan. Gagasan tersebut digunakan oleh Negara Indonesia sejak tahun
1964 tepatnya pada tanggal 27 April 1964. Untuk memperkuat dan memperjelas
status Sistem Pemasyarakatan sebagai sistem pemidanaan yang digunakan di
Indonesia serta untuk pedoman dasar pelaksanaan maka pada tahun 1995
lahirlah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Undang-Undang tersebut membuat perlakuan terhadap pelanggar hukum di
Indonesia mengalami perubahan secara konseptual dari Sistem Kepenjaraan
menjadi Sistem Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan merupakan sistem
pemidanaan yang berdasarkan Pancasila dan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi
merupakan suatu usaha reintegrasi sosial. Seiring berubahnya Sistem
Kepenjaraan menjadi Sistem Pemasyarakatan, berubah pula cara perlakuan
terhadap narapidana. Adanya sistem baru tersebut diharapkan perlakuan
terhadap narapidana menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. Di Indonesia
sendiri dicetuskannya gagasan Sistem Pemasyarakatan melalui konferensi dinas
Direktorat Jendral Pemasyarakatan di Lembang, Bandung pada tanggal 27 April
1964.

Sistem Pemasyarakatan merupakan sistem yang memiliki nilai


kemanusiaan yang tinggi serta mengandung nilai Pancasila dalam
pelaksanaannya. Hal tersebut diperkuat dalam pengertian Sistem
Pemasyarakatan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan Pasal 1 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa :

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembinaan, yang dibina, dan masyarakat
untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.”

Sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka Sistem Pemasyarakatan


mengandung pengertian yang sangat luas yaitu menyangkut upaya pencegahan
diulanginya perbuatan jahat oleh narapidana. Sistem Pemasyarakatan dalam
pelaksanaannya terdapat upaya pembinaan melalui program-program
pembinaan. Sistem Pemasyarakatan mengenal adanya dua jenis program
pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar
narapidana menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa, dan bertanggung jawab
kepada diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan pembinaan
kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan keterampilan agar
narapidana dapat berperan aktif sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggung jawab. Kedua program pembinaan tersebut saling melengkapi yaitu
antara program pembinaan kepribadian terkait erat dengan upaya pemulihan
hubungan hidup dan kehidupan narapidana dengan masyarakat, dan program
pembinaan kemandirian sangat erat kaitannya dengan upaya pemulihan
hubungan penghidupan narapidana (hubungan narapidana dengan
pekerjaannya).

Dalam Sistem Pemasyarakatan, pembinaan yang diberikan kepada


narapidana lebih memiliki nilai kemanusiaan yaitu melalui perlindungan
terhadap hak-hak narapidana. Secara jelas hal tersebut ditegaskan dalam pasal 5
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
menyebutkan bahwa:

“Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas;


pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan,
penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan
merupakan satu-satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap
berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.”

Melihat kenyataan yang ada di lapangan penyelenggaraan pembinaan


dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas) masih menghadapi beberapa
permasalahan yang berakibat pada pencitraan Lapas sebagai suatu institusi
penghukuman. Berbagai permasalahan yang terjadi seperti, pelarian
narapidana, pelanggaran hak-hak narapidana, dan ditolaknya mantan
narapidana oleh masyarakat. Selain itu dampak pemenjaraan narapidana dalam
Lapas seperti prisonisasi atau penjeraan di dalam lapas dan anggapan negatif
terhadap narapidana oleh masyarakat sangat berpengaruh pada kondisi pribadi
narapidana dalam menjalani masa pidananya. Pada umumnya narapidana
mengalami kesulitan dalam bersikap ketika menjalani masa pidana di lembaga
pemasyarakatan. Stigma buruk menjadi suatu hal yang memicu mental
narapidana menjadi buruk pula. Putus asa dan penurunan semangat menjadi hal
yang paling dekat dengan narapidana. Tekanan rasa malu akibat stigma
masyarakat sekitarnya membuat narapidana kehilangan pandangan hidup.

Pada dasarnya program pembinaan bertujuan meningkatkan kualitas


narapidana agar menyadari kesalahannya, mau memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi perbuatan melanggar hukum kembali. Sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat aktif berperan dalam
pembangunan, serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggungjawab. Dalam mengikuti program pembinaan yang ada pada
lembaga pemasyarakatan, narapidana harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga mereka dalam bekerja akan bergairah dan
menjalankan semua kegiatan serta program pembinaan dengan baik. Dalam
rangka mensukseskan program pembinaan tentunya harus disertai kerjasama
antara dua pihak yaitu petugas pemasyarakatan dan narapidana. Walaupun
program pembinaan telah diatur oleh petugas pemasyarakatan dan diberikan
kepada narapidana, disisi lain tetap diperlukan kemauan dan kesadaran diri dari
narapidana untuk melaksanakan program pembinaan yg telah diberikan.
Petugas pemasyarakatan diharapkan mampu mewujudkan keadaan yang
kondusif serta menciptakan keadaan bermasyarakat sehingga narapidana bisa
membiasakan diri hidup normal di dalam lembaga pemasyarakatan.

Dalam melaksanaan program pembinaan terdapat fungsi pengontrolan


capaian dan perkembangan narapidana yang dilakukan oleh Petugas Balai
Pemasyarakatan atau disingkat Bapas. Akan tetapi dalam kenyataannya Sistem
Pemasyarakatan belum bisa menerapkan konsep tersebut sehingga tidak ada
petugas Bapas yang bertanggungjawab mengontrol perkembangan narapidana.
Fungsi pengawasan terhadap perkembangan narapidana tersebut dapat
dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan sebagai pengganti petugas
Bapas yang intensif dan berkelanjutan terhadap perkembangan narapidana
dalam melaksanakan program pembinaan selama menjalani masa pidanannya.
Sehingga pelaksanaan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan
(ADIK PAS) berdaya guna dan berhasil guna. Petugas pemasyarakatan tersebut
berperan sebagai pendamping. Maka melalui Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI Nomor : M.01PK.04.10.Tahun 2007 dibentuklah Wali
Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakatan diharapkan mampu mengarahkan dan
mendidik narapidana menjadi manusia yang memiliki moralitas, rasionalitas
serta kesadaran hukum untuk hidup di tengah masyarakat. Wali
Pemasyarakatan juga diharapkan mampu menanamkan dalam diri narapidana
kedisiplinan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam melaksanakan
program pembinaan selama menjalani masa pidanannya serta mampu
mengontrol perkembangan narapidana sehingga narapidana dapat menjadi
manusia yang lebih baik.

Melihat pentingnya peran Wali Pemasyarakatan untuk membentuk


karakter narapidana yang baik serta menanamkan perilaku disiplin dalam
melaksanakan program pembinaan terhadap terwujudnya tujuan Sistem
Pemasyarakatan, maka penulis mengambil judul “OPTIMALISASI
PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING MELALUI PROGRAM
WALI PEMASYARAKATAN GUNA MENUNJANG PROGRAM
PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN.”

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat kita lehat bahwa
narapidana dalam menjalani masa pidananya membutuhkan pendampingan
dari orang lain dalam hal ini oleh Wali Pemasyarakatan. Salah satu cara yang
dapat dilakukan oleh wali dalam melakukan pendampingan yaitu melalui
layanan konseling. Penulis menyadari pentingnya pendampingan tersebut,
maka dalam penulisan karya tulis ini penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana mengoptimalisasi pelaksanaan layanan konseling melalui
program wali pemasyarakatan guna menunjang program pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan
2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan layanan konseling melalui
program wali pemasyarakatan guna menunjang program pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan?

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat dalam pertanyaan penelitian
di atas, maka dapat disimpulkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan layanan konseling melalui program


wali pemasyarakatan guna menunjang program pembinaan di
2. Untuk mengetahui kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan layanan konseling
melalui program wali pemasyarakatan guna menunjang program pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan

4. Manfaat Penelitian

Bagi Dunia Akademik


Sebagai pedoman, referensi dan pembelajaran bagi konselor khususnya
bagi taruna dalam melakukan konseling melalui program Wali Pemasyarakatan
guna menunjang program pembinaan.
Bagi Dunia Praktisi
Dapat dijadikan petunjuk atau pedoman bagi Wali Pemasyarakatan untuk
melaksanakan tugasnya mendampingi narapidana dalam menjalani masa
pidanannya.

5. Tinjuan Pustaka

1. Kajian Empiris Hasil Penelitian Terdahulu


Dalam kajian empiris ini akan dikemukakan penelitian yang terkait dengan
judul yang peneliti ambil dan yang ada hubungannya dengan pokok
permasalahan yang dijadikan dasar dan pedoman untuk mengetahui jawaban
dari permasalahan tersebut. Adapun yang menjadi titik berat pada penelitian
ini adalah pada tindakan bimbingan konseling dalam membentuk karakter
disiplin seseorang dalam hal ini narapidana, namun sebelumnya akan
diungkapkan mengenai sebagian dari penelitian terdahulu.
Tabel 2.1

Matrik Penelitian Terdahulu

Nama Judul Teori Metode Masalah Kesimpulan

Eko Bimbingan Teori Analisis Bagaimana Tidak


Asnara Konseling Bimbingan Deskriptif Pelaksanaan berjalan
Hari Terhadap Pelaku Konseling Kualitatif Bimbingan dengan baik
Putra Tindak Kriminal Agama Konseling karena
(Studi Kasus Islam terhadap kurangnya
Pada Tiga Napi pelaku sarana dan
Di Lembaga tindak prasarana
Pemasyarakatan kriminal
Kelas IIA
Wirogunan
Yogyakarta)

Dwi Bimbingan Teori Analisis Bagaimana Langkah-


Anis Konseling Bimbingan Deskriptif Langkah- langkah :
Chotim Terhadap Anak Konseling Kualitatif Langkah
Identifikasi
ah Kleptomania Agama Bimbingan
kasus,
Islam Konseling
diagnosa,
berdasarkan
Prognosis,
nilai-nilai treatment/k
Islam onseling,
Terhadap Tindak
Anak Lanjut.
Kleptomani
a Di
Lembaga
Pemasyarak
atan Kelas
IIB Sleman

Sumber: Ringkasan Skripsi “Telah diolah kembali.”

Berdasarkan tabel 2.1 tersebut di atas dapat kita lihat dari hasil penelitian
yang dilakukan peneliti terdahulu terdapat persamaan dan perbedaan dengan
penelitian sekarang, antara lain:

a. Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah:


1) Metode yang digunakan yaitu pendekatan deskriptif kualitatif,
2) Penelitian dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan,
3) Obyek yang dijadikan penelitian adalah petugas pemasyarakatan dan
narapidana.

b. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah:


1) Teori yang digunakan dalam penulisan,
2) Rumusan masalah yang diangkat dalam pembahasan,
3) Tujuan penelitian.

2. Pengertian dan Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling


a. Pengertian Bimbingan
Secara etimologis kata “Bimbingan” merupakan terjemahan
darikata“Guidance“berasal dari kata kerja“to guide“yang mempunyai
arti menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu. Sesuai
dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai
bantuan atau tuntunan.
Kata Bimbing itu sendiri memiliki makna pimpin, tuntun dan
bimbingan yang berarti arahan, tuntunan, pimpinan. Sedangkan
membimbing berarti memimpin, menuntun, mengasuh, mengajar,
mengarahkan.(Petter Salim & Yenny Salim, 1991)
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat dari berbagai pakar
mengenai definisi bimbingan itu sendiri, salah satunya pengertian dari
bimbingan secara luas ialah suatu proses pemberian bantuan yang secara
terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapinya, agar tercapai suatu kemampuan
untuk dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk menerima
dirinya, kemampuan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi
atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik dalam lingkup keluarga, sekolah dan masyarakat.(Abu
Ahmadi, 1991)
Pengertian di atas selaras dengan pendapat bimbingan merupakan
suatu bantuan yang diberikan kepada individu dalam menentukan pilihan
dan dalam mengadakan penyesuaian secara logis dan nalar.(Sukardi,
1988)
Selain itu bimbingan sebagai suatu bentuk proses layanan yang
diberikan kepada individu dengan tujuan untuk membantu mereka
memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam
membuat pilihan, rencana-rencana dan interprestasi yang diperlukan
untuk menyesuaikan diri dengan baik.(Smith dalam Prayitno & Eman
Amti, 2004)
Dalam konteks bimbingan di sekolah dan madrasah bimbingan di
sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan
bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi
yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai minat,
kemampuan, dan kebutuhan sosialnya atau proses bantuan kepada siswa
agar ia dapat mengenal dirinya dan dapat memecahkan masalah
hidupnya sendiri sehingga ia dapat menikmati hidup secara
bahagia.(Hamalik dalam tohirin, 2007)
Sedangkan makna dari bimbingan bisa diketahui melalui akronim
kata bimbingan sebagai berikut: B (bantuan), I (individu), M (mandiri),
B (bahan), I (interaksi), N (nasihat), G (gagasan), A (asuhan), N
(norma).(Tohirin, 2007)
Dari berbagai pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa
bimbingan merupakan suatu bantuan atau pertolongan yang diberikan
kepada individu baik langsung maupun tidak langsung secara terus
menerus agar individu tersebut dapat menyesuaikan diri.
b. Pengertian Konseling
Kata “konseling“ diadopsi dari bahasa Inggris “Counseling“ di
dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel“ memiliki
beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel ), anjuran (to give counsel
) dan pembicaraan (to take counsel ). Berdasarkan arti di atas, konseling
secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan
dengan bertukar pikiran.(Hallen, 2002)
Menurut istilah konseling merupakan suatu aktivitas pemberian
nasehat dengan atau berupa anjuran atau saran-saran dalam bentuk
pembicaraan yang komunikatif antara konselor dan konseli atau klien,
konseling datang dari pihak klien karena ketidaktahuan atau kurangnya
pengetahuan sehingga ia memohon pertolongan kepada konselor agar
dapat memberikan bimbingan dengan metode-metode
psikologis.(Hamdani, 2000)
Selain itu konseling berasal dari kata konseli yang memiliki
makna orang yang membutuhkan bantuan dan konselor memiliki makna
penasehat. Jadi konseling berarti pemberian nasihat kepada orang yang
membutuhkan bantuan.(Peter Salim & Yenny Salim, 1991)
Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat mengenai definisi
konseling salah satunya definisi konseling merupakan proses hubungan
antar pribadi di mana orang yang satu sebagai penolong dan pembantu
(konselor) terhadap orang lain yang dibantudan ditolong (konseli) untuk
meningkatkan pemahaman dan kecakapan untuk menemukan dan
menyelesaikan masalahanya.(Tohirin, 2007)
Selain itu konseling merupakan proses hubungan seorang dengan
seorang yang lainnya untuk meningkatkan kemampuannya dalam
menghadapi masalahnya.(Donald G, 1991)
Konseling juga didefinisikan yaitu suatu proses di mana konselor
membantu konseling membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta
yang berhubungan dengan pilihan, rencana,atau penyesuaian yang perlu
dibuatnya.(Smith, 2004)
Konseling dapat diartikan juga hubungan timbal balik di antara
dua orang individu, di mana yang seorang (konselor) berusah
amembantu yang lain (konseli) untuk mencapai atau mewujudkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dalam kaitannya dengan masalah
atau kesulitan yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu
mendatang.(Sukardi, 1988)
Sebagaimana makna bimbingan, makna konseling juga bisa
dimaknai dari akronim kata konseling sebagai berikut: K (kontak), O
(orang), N (menangani), S(Masalah), E (expert atau ahli), L (laras), I
(integrasi), N (norma), G (guna).(Tohirin, 2007)
Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
konseling adalah suatu proses secara langsung pada seseorang antara
orang yang membantu (konselor) dengan orang yang dibantu (konseling)
untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi mereka.
Dari berbagai makna bimbingan dan konseling di atas
dirumuskan penulis secara terpisah mengenai makna bimbingan dan
konseling, namun dalam praktiknya bimbingan dan konseling
sesungguhnya tidak terpisah apalagi jika kita pahami bahwa konseling
merupakan salah satu teknik bimbingan. Selain itu integrasi antara
bimbingan dan konseling dapat diketahui dari pernyataan bahwa ketika
seseorang sedang melakukan konseling berarti ia sedang memberikan
bimbingan.
Oleh sebab itu, perlu kiranya penulis rumuskan pengertian
bimbingan dan konseling secara integral adalah merupakan proses
bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor)
kepada individu (konseling) atau hubungan timbal balik antara keduanya
agar konseling memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan
menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
c. Hubungan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan
untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Bimbingan dan
konseling adalah identik atau sama saja, dalam artian tidak terdapat
perbedaaan yang fundamental antara bimbingan (guidance) dan
konseling (conseling).(Blu & Balensky, 1991)
Pada dasarnya di antara bimbingan saling menyangkut dan saling
mengisi, dikarenakan bimbingan menyangkut konseling dan begitu juga
sebaliknya konseling memuat bimbingan, tetapi bimbingan bukan bagian
konseling sedangkan konseling bagian dari bimbingan.(Abu Ahmadi,
2007)
Selain itu, ada pandangan lain yang berpendapat bahwa
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang integral keduanya
tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu perkataan bimbingan selalu
dihubungkan atau dirangkaikan dengan konseling. Konseling merupakan
salah satu jenis teknis pelayanan dalam bimbingan dan dapat dikatakan
sebagai inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan. Di sekolah pelayanan
bimbingan diberikan melalui berbagai cara dan kegiatan seperti
pemberian informasi, pengajaran perbaikan, bimbingan kelompok dan
lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa konseling merupakan
aspek teknis pelayanan bimbingan.(Tohirin, 2007)
d. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Individu yang sedang dalam proses pembinaan apalagi ia adalah
seorang warga binaan pemasyarakatan, tentu banyak masalah yang
dihadapinya baik masalah pribadi, sosial, dan masalah-masalah lainnya.
Kenyataannya bahwa tidak semua individu (narapidana) mampu melihat
dan mampu menyelesaikan sendiri masalah yang dihadapinya, serta ia
tidak mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap lingkungannya.
Merujuk pada masalah yang dihadapi individu (narapidana)
tersebut, maka tujuan bimbingan dan konseling adalah agar individu
yang dibimbing tersebut memiliki kemampuan atau kecakapan melihat
dan menemukan masalahnya dan mampu memecahkan sendiri masalah
yang dihadapinya serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya.
e. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan individu
dalam keseluruhan proses dan kegiatan. Dalam hubungan ini bimbingan
dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan kepada individu
(narapidana) agar masing-masing individu dapat berkembang menjadi
pribadi mandiri secara optimal.

Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling mengemban


sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan
konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut (A Hallen,
2002):

1) Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang


akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak
tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
Fungsi pemahaman ini meliputi:.
a) Pemahaman tentang diri individu sendiri, terutama oleh
individu itu sendiri, orang tua, petugas Pemasyarakatan pada
umumnya dan Wali Pemasyarakatan,
b) Pemahaman tentang lingkungan Narapidana, termasuk di
dalamnya lingkungan keluarga dan lembaga pemasyarakatan
terutama oleh narapidana sendiri, orang tua, petugas
pemasyarakatan pada umumnya dan Wali Pemasyarakatan,
c) Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di
dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan atau
pekerjaan dan informasi sosial dan budaya) terutama oleh
narapidana.
2) Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya narapidana dari
berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat
menggangu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian
tertentu dalam proses perkembangannya. Beberapa kegiatannya
antara lain: program orientasi, program bimbingan karier, program
pengumpulan data, program kegiatan kelompok.
3) Fungsi Pengentasan, istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai
pengganti istilah fungsi kuratif dengan arti pengobatan atau
penyembuhan. Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan
dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya
berbagai permasalahan yang dialami oleh narapidana. Pelayanan
dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perorangan
ataupun konseling kelompok.
4) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan
dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan
terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik
dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan
berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah
bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan.
5) Fungsi Advokasi, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap narapidana
dalam rangka upaya pengembangan seluruhnya secara optimal.
Fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai
jenis layanan dan kegiatan bimbingan konseling untuk mencapai
hasil sebagaimana yang terkandung dalam masing-masing fungsi
tersebut. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang
akan dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau
lebih fungsi tersebut agar hasil yang hendak dicapai jelas dapat
diidentifikasi dan dapat dievaluasi.(Hallen, 2002)

6. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan karya tulis akhir ini penulis melakukan penelitian

dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitan

kualitatif adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman

secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan

untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan

teknik analisis mendalam (in-depth analysis), yaitu mengkaji masalah secara

kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah

satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi

ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap

suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif

dan hipotesis penelitian kualitatif.

2. Jenis Penelitian

Dalam penulisan karya tulis akhir ini penulis menggunakan jenis

penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilaksanakan dengan cara penulis

turun langsung ke lapangan (Lembaga Pemasyarakatan) serta mengamati


langsung obyek penelitian.(Interaksi Wali Pemasyarakatan dengan

narapidana).\\

7. Jadwal Penelitian

Karya Tulis Akhir merupakan tulisan ilmiah dimana dalam rangkaian


penyusunannya didasarkan kepada data-data hasil penelitian di lapangan. Data
tersebut dapat diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap obyek yang telah
ditetapkan, maka untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi penulis melaksanakan penelitian yang berupa yang
dilaksanakan pada :

1. Tempat penelitian
Penelitian dalam bentuk
2. Waktu Penelitian
Penelitian dalam bentuk

8. Daftar Pustaka.
Buku :

Amti, Erman & Marjohan. 1993. Bimbingan dan Konseling. Jakarta.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Pendidikan
Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
A Karim, Sumarsono. 2007. Guidance and counseling untuk warga binaan
pemasyarakatan. Jakarta. Akademi Imu Pemasyarakatan.
Laksmiwati, Hermin, dkk. 2002. Pengantar Bimbingan dan Konseling.
Surabaya : Unesa University Press.
Sahardjo, Sh. 1963. Pohon Beringin Pengayoman, Bandung. Pencetakan
Rumah Pengayoman Sukamiskin..
Soewandi, CM.Marianti. 2003. Metode Bimbingan Dan Penyuluhan Klien
Pemasyarakatan, Jakarta. Akademi Ilmu Pemasyarakatan.
Hamzah Andi. 2008. KUHP dan KUHAP, Jakarta. Rineka Cipta.
Waliman Hendrosusilo.R. 1976. Pembinaan Tugas Warga Di Luar Lembaga,
Jakarta. Akademi Ilmu Pemasyarakatan.
Widodo. 2011. Prisonisasi Anak Nakal Fenomena Dan Penanggulangannya,
Yogyakarta. Aswaja.
Wilcox, Clair (November 1929) parole : principles and practice, journal Of
American Institute Of Criminal Law And Criminology, Northwestern
University. www.jstor.org

Jurnal :
Peraturan:
Undang -Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.01.PK.04.10 Tahun 1998 Tanggal 3


Februari 1998 tentang Tugas, kewajiban, dan syarat-syarat bagi PK

Keputusan Menteri Kehakiman RI, Nomor : M. 02. PR. 07. 03 Tahun 1987
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bimbingan dan Pengentasan
Anak
Keputusan Menteri Kehakiman RI, Nomor : E. 39. PR. 05. 03 Tahun 1997
Tentang Bimbingan Kemasyarakatan.
Peraturan Menteri Kehakiman RI, Nomor : M. 01. PR. 07. 03 Tahun 1997
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemasyarakatan.

Internet:

Anda mungkin juga menyukai