PENDAHULUAN
untuk “diproses” dan selanjutnya menjadi “keluaran” (out put) kembali pada
masyarakat seperti sediakala. Yang mana cakupan sistem ini meliputi : (a)
yang terjadi, sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan
yang bersalah dipidana; (c) berusaha agar mereka yang pernah melakukan
pemasyarakatan.1
pidana mati, pidana penjara seumur hidup, pidana penjara sementara waktu dan
sebagainya. Tujuan dari sanksi pidana menurut Van Bemmelen adalah untuk
1
J.E.Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila, Rajawali Press, Jakarta, 2007, hal 90.
1
untuk menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan.
Pidana penjara dalam pasal 10 KUHP juga dikenal dalam rancangan KUHP
terbaru yang dengan sebutan lain yaitu pidana pemasyarakatan. Pidana penjara
atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari hukuman yang dapat
masyarakat karena korupsi itu sendiri sudah ada zaman dulu dan sampai
sekarang saya kira korupsi masih merajarela dan bakal susah diatasi. Contohnya
bisa kita lihat pada kasus korupsi luar biasa besar seperti Century dan
Hambalang. Para pelakunya pun tidak main main, bisa dibilang merekalah
pejabat tertinggi di negara kita, dimana bisa dikatakan bahwa kemaslahatan dan
kemakmuran negara kita tergantung pada mereka. Dari realita ini nampaknya
sulit untuk memberantas korupsi jika aparat penegak hukum yang seharusnya
memberantas korupsi, juga terlibat dalam perkara korupsi. inilah yang menjadi
salah satu pertimbangan dan menjadi dasar pemikiran lahirnya pasal 43 undang-
undang KPK.2
2
Chaerudin, Dinar, S. A., & Fadilah, S,Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak
Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 1.
2
Problema yang mungkin sangat ironis saat ini adalah ketika seorang
melakukan tindak pidana korupsi dan di tetapkan sebagai tersangka, serta para
yang sebagian besar masih di bawah garis kemiskinan yang lebih membutuhkan
Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara
hukum (equality before the law ) yang membedakan pemberian remisi bagi
tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan pemberian remisi.
3
Hal ini tentu saja mengundang banyak pertanyaan yang beragam dan
controversial tentang tanggung jawab moral yang di emban para pejabat Negara
terhadap rakyatnya, apakah hanya sekedar jabatan yang dijabat ataukah jabatan
pidana penjara dan pidana denda dari pengadilan, merekapun juga ikut
remisi umum, remisi tambahan seperti yang di berikan oleh Negara terhadap
narapidana lainya, tentunya hal ini akan membuat mereka mungkin tidak akan
jera dalam melakukan kejahatannya karena pidana yang di jatuhkan oleh hakim
sangatlah ringan, belum lagi di tambah remisi yang diberikan. Pemberian remisi
Indonesia nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak
Saat ini pada tahun 2022 di Lapas Jambi menampung 122 tahanan dan
4
B. Rumusan Masalah
berlaku ?
C. Tujuan Penelitian
Bedasarkan uraian tersebut di atas, maka tujuan yang ingin di capai dari
penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui kebijakan dalam pemberian remisi bagi narapidana tindak
D. Kerangka Konsepsional
1. Korupsi berasal dari perkataan latin “corruption” yang berarti kerusakan atau
suatu keadaan atau perbuataan yang buruk. Korupsi juga banyak juga
3
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Erlangga, Jakarta, 1981, hal. 122.
5
2. Terpidana adalah seseorang yang dipidana bedasarkan keputusan pengadilan
kata turunan dari kata pidana yang bermakna kejahatan. Memindana berarti
Pemasyarakatan.
bersangkutan dengan terpidana lain untuk berbuat baik dan segera menjalani
kehidupan bermasyarakat.
6. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi dibangun pada Tahun 1930 pada
Jalan gatot Subroto No. 44 di Pusat Kota Jambi. Namun pada tanggal 8
4
Pattinasaray, S, Tersangka ,Terdakwa, Terpidana, Terhukum, Jakarta, Gramedia Widiasarana,
2009, hal. 138-139.
5
http://lapasjambi.kemenkumham.go.id/profil/sejarah-satuan-kerja
6
untuk menampung kegiatan pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan
secara fisik maupun pembinaan secara rohani agar dapat hidup normal
kembali ke masyarakat.6
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.
E. Kerangka Teoritis
1. Teori Penyelesaian
secara luar biasa. Oleh karena itu, pengaturan pidana uang pengganti dan
negara.
6
http://lapasjambi.kemenkumham.go.id/profil/sejarah-pemasyarakatan
7
Dalam konsep pendekatan restoratif justice perlu dipertimbangkan agar
peluang bagi hakim untuk memutuskan pidana subsider atau pidana kurungan
korupsi dalam bentuk kerja paksa sesuai dengan keahliannya. Karena pada
dasarnya para pelaku korupsi adalah orang yang memiliki keterampilan yang
baik. Hasil dari kerja paksa tersebut dirampas oleh negara untuk menutupi
pidana korupsi.7
7
Koeswadji, H. H, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindak
Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hal. 37
8
2. Teori Penaggulangan Korupsi
istilah politik kriminal atau criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan
sebagai berikut:
kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan
Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat sebagai
8
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Fajar Interpratama, Semarang,
2011, hal. 45
9
Sifat preventif memang bukan menjadi fokus kerja aparat penegak hukum.
Namun untuk pencegahan korupsi sifat ini dapat ditemui dalam salah satu tugas
menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal ini korupsi,
yakni berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik politik, ekonomi maupun
sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau
menumbuhsuburkan kejahatan (korupsi; tambahan dari penulis). Dengan ini, upaya non-
penal seharusnya menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang
digunakan oleh Barda Nawawi Arief ‘memiliki posisi strategis dari keseluruhan upaya
politik kriminal’.
Upaya yang kedua adalah upaya penal dengan memanggil atau menggunakan
hukum pidana atau dengan menghukum atau memberi pidana atau memberikan
penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi. Ada hal penting yang patut dipikirkan
dalam menggunakan upaya penal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana
tersebut adalah :
• dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam dalam
bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum remedium (obat yang
terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain sudah tidak dapat digunakan lagi);
yang tinggi;
10
sampingan yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi overload Lembaga
Pemasyarakatan;
• hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub sistem) dari sarana kontrol sosial
lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan
atau fungsional;
• efektifitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih sering
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2008, hal.
43
11
Peneliti memilih pendekatan kualitatif ini untuk dijadikan sebagai
2. Jenis Penelitian
undangan yang tertulis, akan tetapi hukum dikonsepsikan sebagai apa yang terjadi
3. Subjek Penelitian
10
Aminudin, & Asikin, Z, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta, 2006, hal. 133
12
4. Sumber data Penelitian
informasi mengenai latar belakang dan keadaan yang sebenarnya dari obyek yang
diteliti sehingga data yang dihasilkan dapat akurat. Dalam penelitian kualitatif
sumber data dipilih dengan carapurposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan
tujuan tertentu.11
Teknik pengambilan data yaitu teknik atau cara-cara yang digunakan oleh
6. Analisis Data
lebih lanjut, mendeskripsikan data kualitatif dilakukan dengan cara menyusun dan
sumber data. Analisis ini dilakukan pada seluruh data yang diperoleh dari hasil
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung,
2008, hal. 216
13
G. Sistematika Penulisan
meliputi:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
Bab ini berisi tentang tata cara dalam melakukan penelitian, yakni untuk
BAB V : PENUTUP
14
15