Anda di halaman 1dari 8

Pendapat Hukum tentang Pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi Narapidana Kasus Tindak

Pidana Korupsi pada masa wabah atau pandemi Covid-19 dalam Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012

Kasus Posisi :
Untuk mengurangi risiko tertular virus corona di dalam tahanan, pemerintah telah membebaskan ribuan
narapidana sesuai Peraturan Menkumham Nomor 10 tahun 2010 dan Keputusan Kemenkumham
No.19/PK/01/04/2020 sebagai kebijakan membebaskan narapidana. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly
memperkirakan akan ada 30.000 sampai 35.000 narapidana dewasa dan anak yang akan dibebaskan. Beliau akan
mempertimbangkan kebijakan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat Napi Korupsi dengan dilandasi pada
revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Ada empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan dengan
revisi PP itu, mulai dari terpidana narkotika sampai korupsi. Kriteria pertama adalah narapidana kasus narkotika
dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya, yang jumlahnya
diperkirakan 15.482 orang. Sedangkan untuk terpidana korupsi bisa dibebaskan dengan syarat sudah berusia 60
tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa tahanannya yang berjumlah sebanyak 300 orang. Kriteria
ketiga, diberikan untuk narapidana khusus dengan kondisi sakit kronis. Mereka bisa bebas jika sudah
menjalankan dua pertiga masa tahanannya. Jumlah terpidana khusus ini 1.457 orang. Menilai rencana ini,
Pemerintah Indonesia perlu mengedepankan pertimbangan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam memberikan remisi atau pembebasan bersyarat perlu dipertimbangkan landasan yuridis rasional yang
melatarbelakanginya. Selain itu, Narapidana korupsi nyatanya adalah Narapidana yang memiliki tingkat kelas
sosial yang cenderung tinggi atau kalangan atas dalam startifikasi sosial di masyarakat. Mereka rata-rata
merupakan pejabat, petinggi, atau pegawai pemerintah baik tingkat daerah dan pusat yang sedang terjerat kasus
korupsi. Sehingga kini perlu untuk memberikan kebijakan pemberian remisi agar sesuai syarat-syarat dan
ketentuan yang berlaku agar memberikan harmonisasi peraturan perundang-undangan di Indonesia dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Isu Hukum dalam kasus ini adalah apakah kebijakan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat pada
Narapidana Korupsi dalam masa wabah atau Pandemi Covid-19 telah sesuai pada PP No. 99 tahun 2012?

Berdasarkan isu Hukum tersebut disusun pendapat hukum (legal opinion) sebagai berikut: Berdasarkan isu
Hukum dalam Kasus ini adalah apakah Narapidana Korupsi termasuk dalam Kriteria Narapidana yang
mendapatkan kebijakan remisi atau pembebasan bersyarat dalam Masa wabah atau Pandemi Covid-19 sesuai
Pengertian Narapidana pada Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012.

I. Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2006
jo. PP No. 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Kemasyarakatan
II. Pertanyaan Hukum
Apakah menurut Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang Pemberian remisi dan
pembebasan bersyarat bagi Narapidana juga berlaku pada Narapidana Korupsi pada Masa
Wabah atau Pandemi Covid-19 ?

III. Analisis
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
c. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2006 jo. PP No. 99
tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Kemasyarakatan
d. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020
e. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No.M.HH-19.PK/01.04.04.Thn 2020
f. Keputusan Presiden No. 69 Tahun 1999 Tentang Pengurangan Masa Pidana (Remisi).

2. Apakah ketentuan mengenai asas persamaan didepan hukum/equality before the law bagi Narapidana
telah diatur dan diakui ke dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ?

YA. Setiap Narapidana Berhak mendapatkan Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia tanpa
terkecuali. Ketentuan Pasal 1 butir kesatu Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia mendefinisikan Hak Asasi Manusia adalah “seperangkat hak yang melekat pada hakekat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Konsep HAM memiliki
dua pengertian dasar, pertama merupakan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut. Konsep hak
asasi manusia yang dicabut oleh Negara kepada Setiap Narapidana ialah pencabutan kemerdekaan.

Pasal 1 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Narapidana Adalah Terpidana Yang
Menjalani Pidana Hilang Kemerdekaan Di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun Terpidana
Kehilangan Kemerdekaannya, Tapi Ada Hak-Hak Narapidana Yang Tetap Dilindungi Dalam Sistem
Pemasyarakatan Indonesia Sesuai Dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang
Salah Satunya adalah Hak untuk mendapatkan pengurangan masa pidana (Remisi).

Sesuai dalam peraturan perundang-undangan telah mengakui asas equality before the law pada setiap
Narapidana berhak mendapatkan Perlindungan Hak Asasi Manusia di lembaga pemasyarakatan. Sesuai UU
No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Didalam asas-asas tersebut telah terangkum hak-hak seorang narapidana adapun hak
narapidana sebagaimana disebutkan pada Pasal 14 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
ialah sebagai berikut, narapidana berhak :

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya


2. Mendapatkan perawatan, rohani maupun jasmani
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5. Menyampaikan keluhan
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa yang tidak dilarang,
7. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya
9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
11. Mendapatkan pembebasan bersyarat
12. Mendapatkan cuti menjelang bebas
13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kebebasan dasar manusia juga diatur dalam Pasal 9 – Pasal 66 Undang- Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni hak untuk hidup,hak untuk berkeluarga, hak untuk mengembangkan
diri, hak untuk memperoleh keadilan, hak untuk kebebasan pribadi, hak atas rasa aman,hak turut serta dalam
pemerintahan, hak atas kesejahteraan, hak wanita,dan hak anak.

Kesemua hak tersebut adalah merupakan hak-hak normatif narapidana yang dalam
pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan harus dipenuhi atau diperoleh bagi setiap narapidana yang
sedang menjalani masa hukumannya di dalam lembaga pemasyarakatan.
Adapun mengenai kewajiban narapidana juga telah tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu :
1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu
2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah disebutkan secara
eksplisit mengenai hak-hak narapidana. Adapun mengenai pelaksanaan hak-hak tersebut, telah diatur juga
dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

3. Apakah terdapat pembedaan Pengaturan remisi (pengurangan hukuman) dan pembebasan bersyarat
bagi narapidana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus ?

YA.

Terdapat pembedaan Pengaturan syarat-syarat pemberian remisi (pengurangan hukuman) dan


pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

Pada dasarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, khususnya Pasal 14 ayat
(1) poin i, menyatakan bahwa “Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”. Sehingga
setiap Narapidana bagi Tindak pidana Umum dan khusus berhak mendapatkan remisi. Pada dasarnya Remisi
atau pengurangan masa pidana merupakan hak setiap narapidana atau terpidana yang menjalani pidana pada hari
kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana umum apabila memenuhi persyaratan yaitu :
Berkelakuan baik dan Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. Sedangkan Pemberian remisi
bagi narapidana tindak pidana khusus ialah bagi narapidana yang telah menjalani 1/3 Hukuman dan dianggap
telah berkelakuan baik serta melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.
Remisi dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu remisi umum, remisi khusus (hari raya besar Agama) dan
remisi tambahan. Remisi umum adalah pengurangan menjalani masa pidana yang diberikan setiap hari ulang
tahun kemerdekaan RI kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syaratsyarat yang ditentukan dalam
Peraturan Perundang-undangan. Remisi khusus adalah pengurangan masa pidana yang diberikan setiap hari
besar keagamaan (Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak) kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan. Remisi tambahan (dasawarsa) adalah remisi yang
diberikan setiap dawasarsa Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Besar remisi adalah satu perduabelas (1/12) dari
masa pidana dan sebesar-besarnya 3 (tiga) bulan.

Dalam proses pembinaan, pemerintah memberikan apresiasi kepada warga binaan pemasyarakatan yang
berperilaku baik melalui pengurangan masa pidana (Remisi). Upaya pemerintah ini dapat dilihat pada Peraturan
Pemerintah Republik indonesia Nomor 32 tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2006 jo. PP No. 99
tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Kemasyarakatan dan Keputusan
Presiden Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Remisi.

Remisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak setiap narapidana atau terpidana yang menjalani
pidana hari kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan, yang diatur dalam Kepres No. 69 Tahun 1999 tentang
Pengurangan Masa Pidana (Remisi) jo PP No. 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.
32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah diubah
melalui PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP No 32 Tahun 1999.

Pemberian remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat perlu memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan terkait. Pengaturan tentang remisi terhadap Narapidana Tindak Pidana Korupsi telah diatur
melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada
tanggal 16 November 2011 melalui SK yang bernomor M.HH07.PK.01.05.04 tentang Pengetatan remisi
terhadap narapidana, tindak pidana luar biasa, korupsi dan teroris yang tidak sesuai dengan prosedur hukum
yang berlaku. Pada dasarnya Remisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak setiap narapidana sesuai
Kepres No. 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa Pidana (Remisi) jo PP No. 28 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan yang telah diubah melalui PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP
No. 32 tahun 1999. Pasal 34 PP No. 28 tahun 2006, menentukan :

(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi. Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
Berkelakuan baik; dan b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

(2) Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika,
korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan
transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
Berkelakuan baik; dan b. Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.

(3) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila
memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.
Pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana korupsi yang didasarkan pada Pasal 34 PP No.28
tahun 2006, pada tahun 2011 tentang Pemberian pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat terhadap
narapidana tindak pidana korupsi atau moratorium. Kementerian Hukum dan HAM menentukan kebijakan
tentang pengetatan remisi terhadap koruptor. Kebijakan pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat dengan
substansi persyaratan yang lebih ketat. Oleh karena itu, Kebijakan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat
pada masa wabah covid-19 pada narapidana korupsi perlu diperhatikan syarat-syarat yang berlaku agar
memberikan keadilan bagi masyarakat.

Menurut Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 12 Tahun 1995, bahwa syarat atau kriteria untuk
mendapatkan remisi adalah setiap narapidana selama menjalani masa pidana berkelakuan baik, dan remisi
tersebut dapat ditambah apabila narapidana selama menjalani pidana berbuat jasa kepada Negara, melakukan
perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan, atau melakukan kegiatan yang membantu kegiatan
lembaga.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999
Tentang Remisi, tidak memberikan pengertian remisi hanya dikatakan bahwa :”setiap narapidana dan anak
pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang
bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 174
Tahun 1999 Tentang Remisi, Remisi diberikan kepada narapidana dan anak pidana apabila telah memenuhi :

a. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana


b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan
Bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika,
korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan
transnasional terorganisir lainnya, diberikan Remisi berdasarkan oleh Menteri dalam suatu ketetapan Mentri
setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jendral Pemasyarakatan, apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana, dan
b. Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana
Disamping memenuhi persyaratan diatas, persyaratan yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya Remisi
diberikan kepada narapidana dan anak pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang
membantu kegiatan di LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan).

Pengecualian pemberian Remisi diatur didalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun
1999 Tentang Remisi Pasal 12. Pasal 12 : Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidak
diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang :

a. Dipidana kurang dari 6 (enam) bulan


b. Dikenakan hukuman disiplin dan didaftar pada buku pelanggaran tata tertib Lembaga
Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada pemberian remisi
c. Sedang menjalani cuti menjelang bebas, atau
d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda
Moratorium remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor melalui SK Menkum HAM tertanggal 16
November 2011 No. M.HH-07.PK.01.05.04 tentang Pengetatan Remisi terhadap Narapidana Tindak Pidana
Luar Biasa Korupsi dan Terorisme dicabut sehingga tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 28 tahun
2006. Dalam rangka pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana khususnya tindak pidana korupsi yang
didasarkan pada Pasal PP 28 tahun 2006, dan dengan dibatalkannya SK Menkun HAM diatas, maka pemerintah
mengubah Pasal 34 PP 32 tahun 1999 melalui PP No. 99 tahun 2012 sebagai berikut : Pasal 34A

(1) Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan
precursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia
yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan :

a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang
dilakukannya.
b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang
dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan
c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar : 1) Kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik
Indonesia secara tertulis bagi narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2) Tidak akan mengulangi perbuatan
tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana Warga Negara Asing yang dipidana karena
melakukan tindak pidana terorisme.

Melalui Peraturan Pemerintah No. 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32
tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Kemasyarakatan sebagaimana
perubahan dalam Pasal 34 tersebut diatas, pemberian remisi terhadap narapidana khususnya narapidana korupsi
dibedakan dengan jenis narapidana dengan memperketat syarat dan tata caranya bagi Narapidana tindak pidana
khusus. Remisi dimaksud diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri dan/atau
pimpinan lembaga terkait.

Mengenai pengertian remisi ini, dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
menyebutkan bahwa remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana yang memenuhi
syarat.

Pemberian remisi bagi narapidana korupsi akibat covid-19 atau pengurangan hukuman merupakan kebijakan
yang akan dikeluarkan pemerintah harus memperhatikan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundnag-undangan tentang pemberian remisi, asimilasi dan cuti mengunjungi
keluarga.

Berdasarkan Pasal 34 PP No. 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 tahun 1999 tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Remisi tetap merupakan hak narapidana tindak
pidana korupsi yang telah memenuhi syarat antara lain berkelakuan baik dan telah menjalani pidana lebih dari 6
(enam) bulan namun pelaksanaanya diperketat untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Selanjutnya Pasal 34A ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia N. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan menyatakanPemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak
pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan
negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a). bersedia
bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b). telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang
dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.

Selanjutnya berdasarkan PP No. 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Kemasyarakatan Pasal 34A ayat (2) Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme,
narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang
berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut : a. Berkelakuan baik; dan b. Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.

Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor:
M.09.HN.02.01 tahun 1999, menyebutkan bahwa remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan
kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana.

Remisi adalah hak Narapidana sepanjang Narapidana tersebut memenuhi syarat-syarat yang di atur dalam
undang-undang. Kebijakan pemberian remisi harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku bagi Narapidana
korupsi sesuai peraturan perundang-undangan. Pemberian remisi atau pengurangan hukuman pada Narapidana
dalam masa pandemi atau wabah virus Covid-19 harus dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan
tentang remisi dan pembebasan bersyarat yang berlaku agar memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

4. Apakah dengan tidak diberikannya remisi atau pembebasan bersyarat bagi Narapidana korupsi
dalam masa pandemi atau wabah COVID-19 merupakan bentuk pelanggaran prinsip persamaan
didepan hukum atau equality before the law?
Tidak. Setiap narapidana telah mendapat pemenuhan Hak asasi manusia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan asas persamaan di depan hukum atau equality before the law. Tindak Pidana
korupsi adalah kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime sehingga Narapidana Korupsi mendapat
perbedaan syarat-syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat dengan Narapidana Tindak pidana
umum. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena telah merusak, tidak hanya keuangan negara dan
potensi ekonomi negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik dan
tatanan hukum dan keamanan nasional. Sehingga mengakibatkan pemberian hukuman yang berbeda dengan
lebih berat bagi para pelakunya. Berbeda dengan kejahatan atau Tindak Pidana Umum adalah tindak pidana
biasa yang merupakan tindak pidana yang hanya berakibat pada satu atau beberapa orang saja. Terdapat
perbedaan ketentuan pemberian remisi pada dua jenis tindak pidana yang merupakan tindak pidana umum
dan tindak pidana khusus atau extraordinary crime bagi narapidana dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sehingga mengakibatkan konsekuensi yuridis pada pembedaan pemberian remisi dan
pembebasan bersyarat pada masa pandemi atau wabah covid-19 dengan persyaratan yang jelas berbeda bagi
narapidana khusus dan umum sesuai jenis tindak pidana agar memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Disamping itu, populasi narapidana korupsi tidak membebani populasi penghuni rutan atau lapas di
Indonesia. Berbeda dengan kasus narkotika, dimana jumlah pecandu menempati 1/3 populasi rutan atau
lapas. Perlu adanya pertimbangan tertentu, misalnya selain usia narapidana korupsi sudah diatas 60 tahun
dan punya kemungkinan resiko tinggi. Misalnya kalau ditempatkan di lapas overcapacity, atau nilai
kerugian Negara dibawah 50 juta dan sudah dikembalikan kepada Negara dan bersedia untuk ikut serta
membongkar atau mengungkap kasus korupsi.

Kesimpulan

1. Terdapat ketentuan mengenai asas persamaan didepan hukum/equality before the law bagi Narapidana
telah diatur dan diakui ke dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Terdapat pembedaan Pengaturan syarat-syarat pemberian remisi (pengurangan hukuman) dan
pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
3. Tidak ada pelanggaran prinsip persamaan didepan hukum atau equality before the law apabila tidak
diberikannya remisi atau pembebasan bersyarat bagi Narapidana korupsi dalam masa pandemi atau
wabah COVID-19.

Legal Opinion

Disusun Tanggal 15 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai