Anda di halaman 1dari 10

UNDANG-UNDANG AMERIKA (the Family Smoking Prevention and

Tobacco) : TENTANG PELARANGAN MASUKNYA ROKOK KRETEK


DARI INDONESIA

Guna Memenuhi Tugas Terstruktur II Mata Kuliah Hukum Ekonomi Internasional

Pengajar :

Ikaningtyas SH., LLM.

Setiawan Wicaksono SH., MH.

Oleh :

Jazau Elvi Hasani

135010101111123

No Absent : 4 (Genap)

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan dalam perdagangan


internasional. Ketergantungan Indonesia sebagai mesin penggerak dalam
perekonomian nasional cukup besar. Amerika Serikat merupakan mitra dagang
dengan negara-negara di dunia seperti Korea, New Zealand, Jepang, Cina Uni
Eropa, dan Singapura dan sebagainya. Perkembangan kerjasama perdagangan
RI-AS dengan banyak komoditas baik kebutuhan primer dan sekunder, tersier
mengalami kemajuan. Indonesia tidak hanya mengekspor komoditas utama ke
AS, namun juga berupaya untuk mengembangkan ekspor industri tembakau,
khususnya rokok kretek yang memiliki kegemaran cukup besar bagi warga AS.

Dunia hukum perdagangan internasional dikendalikan oleh peran World


trade organisasi (WTO). WTO ini sesungguhnya juga sebuah organisasi dibawah
PBB sehingga sebenarnya seluruh anggota PBB mempunyai pengaruh atau dapat
memanfaatkannya. Seanjutnya WTO adalah juga organisasi internasional yang
mempunyai dasar hukum yang kuat berupa commercial treaty dimana lembaga-
lembaga legislative semua negara-negara anggota meratifikasi seluruh
kesepakatan WTO dan kesepakatan itu berisikan ketentuan bagaimana organisasi
WTO itu berfungsi.1

1.1 Latar Belakang

Peran WTO sangat penting untuk membuat regulasi terkait perdagangan


internasional yang baik, serta menyelesaikan perselisihan atau sengketa dalam
perdagangan di dunia internasional. Salah satu sengketa dalam perdagangan ialah
larangan ekspor rokok kretek Indonesia ke Amerika serikat. Pada awalnya
kerjasama Indonesia-AS dibidang perdagangan rokok kretek berjalan sangat
baik. Terlihat pada tahun 2015, pengsa ekspor rokok Indonesia menembus
angka US$ 1,1 miliar. Jika angka ini tercapai, target ekspor tahun 2016 naik 10%
jika dibandingkan dengan proyeksi realisasi ekspor 2014 sebesar US$ 1 miliar.

1
Gunarto Suhardi, Peran WTO dalam pembentukan peraturan perdagangan internasional, Jurnal
Hukum Pro Justicia, Januari 2007, Volume 25 No.1, Hal 24.
Ekspor rokok tahun 2014 hanya tumbuh 7,4% menjadi US$ 1 miliar ketimbang
ekspor rokok tahun 2013 senilai US$ 931,4 juta. 2

Padahal menurut Neraca, yakni data dari Indonesia, konsumsi rokok


menthol dikalangan anak muda AS adalah sebesar 43 persen, atau sekitar ¼
persen dari keseluruhan rokok yang dikonsumsi di Amerika Serikat. Sebaliknya,
konsumsi rokok kretek hanya mencapai kurang dari 1 persen, lebih tepatnya 0,09
persen dari keseluruhan konsumsi rokok di Amerika Serikat, dan komsumsi
rokok pada anak muda hanya berkisar 0,05 persen.3

Kerjasama Indonesia-AS dalam ekspor rokok kretek mengalami kendala


dari peraturan perundang-undangan dari amerika. AS telah mengeluarkan
peraturan publik the Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act of
2009, Publik Law 111-31. Oleh pemerintah AS pada tanggal 22 Juni 2009, yang
secara resmi undang-undang ini disetujui oleh Pemerintahan Amerika Serikat.

1.2 Masalah atau Topik Bahasan

Keadaan ini menyebabkan ketidakadilan dari Indonesia, sehingga Indonesia


mengalami kerugian yang cukup besar, sehingga harus ada upaya Indonesia
untuk menghentikan kerugian itu pada jalur hukum yang ada di lembaga
penyelesaian sengketa dagang internasional. Maka Indonesia memakai jalur
hukum dalam penyelesaian sengketa larangan ekspor rokok kretek.

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui sengketa perdagangan antara Indonesia dan Amerika
serikat terkait Undang-undang AS (the Family Smoking Prevention and
Tobacco) dalam perspektif Hukum Ekonomi Internasional.
2. Untuk mengetahui Upaya Indonesia dalam penyelesaian sengketa
larangan masuknya rokok kretek indonesia ke Amerika Serikat ke Badan
internasional (World Trade Organization).

2
Anonim, Ekspor Rokok Bisa Mencapai US$ 1,1 Miliar Kementrian Perindustrian RI,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10662/Ekspor-Rokok-Bisa-Mencapai-US$-1,1-Miliar,
diakses pada 9 Desember 2016 Pada Pukul 12.00 WIB.

3
www.neraca.co.id
B. Pembahasan

Kebijakan Amerika Serikat menerapkan undang-undang yang melarang


produksi dan memperdagangkan rokok non-mentol telah disetujui dengan
konggres sejak Juni 2009. Hal merugikan Indonesia karena terlihat jelas
dikriminasi pada produk-produk Indonesia. kerugian Indonesia snagat besar
karena diberlakukan kebijakan ini. kebijakan AS yang bertentangan dengan
ketentuan WTO tentang aturan yang harus memperlakukan secara sama pada
produk/barang ekspor dan impor di suatu negara.

Kebijakan AS ini mulai berlaku pada tanggal 22 September 2009 yang


dikeluarkan FDA BILL AS yaitu badan atau lembaga pengawasan makanan dan
obat-obatan. Undang-undang tersebut bertujuan untuk menurunkan tingkat
perokok muda di AS. Larangan produksi dan perdagangan rokok, termasuk di
dalamnya rokok beraroma kretek dan rokok beraroma buah-buahan.

Ketentuan dari kebijakan FDA BILL Article atau Pasal 907 A yang
menegaskan bahwa: “Cigarettes with flavor such as menthol and clove a re
considered more dangerous than cigarettes without cloves and are not classified
as tobacco and menthol flavor just like the original product. Unit ed States likes
Marlboro” “Rokok dengan flavor seperti menthol dan cengkeh dianggap lebih
berbahaya dibandingkan rokok tanpa cengkeh dan tidak dikategorikan sebagai
flavor hanyalah tembakau dan menthol seperti rokok Marlboro produk asli
Amerika Serikat”

Dalam pasal tersebut terlihat bahwa ketentuan ini mendiskrminasikan


produk impor dan produk dalam negeri, padahal ini merupakan produk sejenis.
Sehingga hal ini menjadi dasar Indonesia untuk menggugat di ranah hukum
internasional.

Pada kasus ini, Pemerintah Indonesia menyatakan untuk secara jelas,


mendukung upaya pengurangan resiko bahaya merokok. Namun AS bertindak
diskriminatif. Pada peraturan bahaya merokok, rokok beraroma buah-buahan dan
kretek saja yang dilarang namun menthol dibiarkan saja khususnya Marlboro
produk asli AS. Sehingga hal ini hanya akan menguntungkan pihak atau produk
tertentu saja.

Di Amerika Serikat, semua jenis rokok beraroma dilarang untuk


diperjualbelikan. Namun rokok mentol yang seharusnya masuk dalam kategori
rokok beraroma tetap diperbolehkan. Sehingga hal ini menunjukkan
ketidakadilan pada indonesia sebagai produsen rokok kretek. Seharusnya ketika
diskriminasi ini berlaku akan menunjukkan perilaku kesewenang-wenangan bagi
indonesia. sehingga indonesia menempuh jalan hukum ke WTO.

Sistem dan prosedur penyelesaian sengketa dalam ketentuan undang-


undang DSU-WTO dalam proses penyelesaian sengketa dagang rokok kretek
Indonesia-Amerika Serikat dengan melalui proses berikut:

1. Pada tanggal 7 Maret 2010: Indonesia-AS melakukan Konsultasi untuk


mengubah kebijakannya tsb. Namun tetap gagal karena AS tetap tidak akan
merubah kebijakannya.
2. Pada tanggal 13 Mei 2010 : Indonesia dan Amerika Serikat juga telah
melakukan konsultasiformal dalam kerangka DSB WTO. Namun gagal dan
tidak ada itikad baik dari AS.
3. Pada tanggal 22 Juni 2010 : Pemerintah Indonesia mengajukan pembentukan
Panel ke Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) WTOatas
dasar Amerika Serikat sebagai anggota WTO melanggar ketentuan WTO
mengenai prinsip  National Treatment Obligation yang tercantum dalam
Technical Barrier to Trade Agreement (TBTA)

Indonesia, yang merupakan eksportir rokok kretek, keberatan dengan


hukum yang memperlakukan rokok kretek tidak adil dari pada rokok menthol
karena dianggap Amerika Serikat melakukan kegiatan yang menguntungkan
dirinya sendiri. Amerika Serikat melanggar Pasal 2.1dan 2.2 dari Persetujuan
tentang Hambatan Teknis Perdagangan (TBT Agreement) danPasal III
GATT(GeneralAgreement on Tariff and Trade) 1994, penggunaan Article XX
GATT 1994 tanpa disertai bukti ilmiah akhirnya DSB WTO telah setuju untuk
membentuk panel pada 24 Juli 2010.
Sidang Panel telah menemukan pelanggaran Pasal 2.1 TBT Agreement ,
yaitu bahwa kebijakan Amerika Serikat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
WTO karena rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis (like
products) dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda.

Menurut WTO, kebijakan yang membedakanperlakuan terhadap dua


produk sejenis merupakan tindakan yang tidak adil (less favourable). Pasal 2.1
TBT Agreement juga menetapkan prinsip non-diskriminasi.

WTO menilai Amerika Serikat telah melakukan diskriminasi terhadap


produk rokok kretek Indonesia yang merupakan produk impor dan melanggar
ketentuan WTO, sehingga WTO pun memenangkan rokok kretek Indonesia
dalam perselisihan sengketa perdagangan di Appellate Body (AB). Kemenangan
Indonesia tersebut tercatat dalam  Recourse to Article 22.2 of DSU by Indonesia
ataskasus United States Measures Affectingthe Production of Clove
Cigarettes”(DS 406).

Pada tanggal 2 September 2011. WTO telah memperkuat keputusan


Panel,hingga pada 5 Januari 2012 Amerika Serikat mengajukan banding ke
Appellate Body WTO. Sampai pada akhirnya AB memutuskan untuk kembali
memperkuat keputusanPanel bahwa Amerika Serikat telah melanggar prinsip
non diskriminasi dan mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten. AB
menemukan bahwa kebijakan Amerika Serikat juga melanggar Pasal 2.12 TBT
Agreement , karena tidak memberikan waktu yang cukup (reasonable interval)
antara sosialisasi kebijakan dan waktu penetapan kebijakan.

Penerapan kebijakan AS telah melanggar Pasal 2.9.2 TBT  Agreement


yang mengharuskan dilakukannya notifikasi kepada semua anggota melalui
Sekretariat WTO.

AB telah mengeluarkan rekomendasi kepada DSB untuk meminta


Pemerintah Amerika Serikat agar segera mengimplementasikan rekomendasi
sesuai dengan ketentuan dari TBT Agreement. Hingga kurun waktu selama 15
bulan masa Reasonable Period of Time (RPT) yang habis masa berlakunya pada
tanggal 24 Juli 2013, Amerika Serikat belum melaksanakan dan
mengimplementasikan keputusan DSBWTO. padahal DSB telah memberikan
tenggang waktu yang cukup lama (Juli 2012-Juli 2013) bagi AS untuk
melakukan perubahan pada regulasinya. Indonesia telah menang dalam sengketa
ini dan telah tercacat dalam agenda Recourse to Article 22.2 of DSU by
Indonesia atas kasus United States “Measures Affecting the Production of Clove
Cigarettes (DS 406)”. Tentu saja Indonesia masih menghadapi kendala dalam
ekspor rokok kretek Indonesia ke AS karena AS tidak mematuhi perintah ahkir
DSB.

Berdasarkan putusan DSU WTO, Indonesia berhak mendapatkan


kompensasi tersebut. Badan penyelesaian sengketa WTO telah membentuk
Arbitrasi untuk menentukan nilai kompensasi berdasarkan kerugian yang diderita
Indonesia.

Keberadaan DSB sebagai Organ Penyelesaian Sengketa WTO sangat


membantu negara anggota WTO yang terlibat sengketa dagang. Keberadaan
Dewan ini bertujuan untuk mengarahkan penyelesaian sengketa antara pihak
seperti kasus antara Indonesia-Amerika Serikat dalam sengketa larangan impor
produk rokok kretek. Selanjutnya WTO memberikan alternative penyelesaian
sesuai waktu yang ditentukan dalam hal ini dilakukan secara bertahap
menjalankan dan mengikuti proses penyelesaian sengketa sesuai dengan
prosedur hukum.

DSB (Dispute Settlement Body) yang merupakan Organ Penyelesaian Sengketa di


WTO, tentu saja mempunyai peranan yang sangat penting dalam menangani
masalah perdagangan, terutama yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa
dagang negara anggota WTO.
Perjanjian-perjanjian yang telah diratifikasi tersebut ternyata dilanggar
oleh AS sebagai anggota WTO, regulasi The Tobacco Control Act AS pada pasal
907 dinyatakan tidak sesuai dengan perjanjian WTO yang berkaitan dengan
National Treatment dan pelanggaran Non-Tariff Measures, sampai akhir batas
waktu yang ditentukan oleh DSB, AS belum juga merubah regulasinya agar tidak
merugikan Indonesia . Berdasarkan sub indikator lingkungan internal, maka
efektivitas DSB-WTO dinyatakan tidak efektif karena ternyata kekuatan hukum
perjanjian yang telah disepakati bersama tidak dapat mengikat anggotanya untuk
mematuhi semua peraturan tersebut.

Indonesia melakukan gugatan dan aturan hukum yang terdapat dalam


DSU-WTO, DSB-WTO yang merupakan mandat dari DSU WTO sudah
seharusnya memutuskan kebijakan yang sesuai dengan kondisi , yaitu AS
diberikan sanksi tegas terkait regulasi perdagangannya yang merugikan
Indonesia, agar kembali tercipta keadilan dalam perdagangan di dunia
internasional. Keputusan DSB-WTO menjadi valid bagi semua negara anggota,
termasuk amerika serikat. Ketidakpatuhan AS terhadap keputusan ini menjadi
kewajiban DSB-WTO untuk bertindak lebih tegas.

Maka Prinsip Most Favoured Nation yang terdapat dalam salah satu
Pasal TBT Agreemen, dapat digunakan sebagai instrument untuk melawan
kebijakan perdagangan yang tidak adil yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

DSB-WTO ketika hendak mengeluarkan hasil keputusan seharusnya


memiliki kekuatan eksekutorial. Dengan kekuatan eksekutorial, maka DSB-
WTO dapat memberlakukan secara kuat hasil putusan terhadap pihak yang
dinyatakan bersalah dan yang tidak konsisten terhadap perjanjian-perjanjian
WTO. 4

DSB-WTO yang merupakan organ penyelesaian sengketa WTO, maka


setiap keputusan yang telah dikeluarkan akan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat (legally binding), tetapi karena DSB-WTO merupakan sebuah
organisasi internasional, maka setiap keputusan tersebut tidak memiliki kekuatan
eksukutorial. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa, keputusan yang dikeluarkan
DSB-WTO yang seharusnya mengikat dalam kasus ini menjadi tidak efektif
terhadap AS sebagai pihak tergugat yang kalah dalam tingkat panel maupun
banding, karena tidak terdapatnya kekuatan eksekutorial.5

4
Harmawati , Efektivitas Keputusan Dsb-Wto Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Indonesia-
Amerika Serikat, (Studi Kasus: Wt/Ds406 United States-Measures Affecting The Production And
Sale Of Clove Cigarettes), eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (3): 747-760 . Hal.
758.
5
Ibid.,
C. Penutup

Hasil akhir keputusan DSB menyatakan bahwa AS terbukti bersalah atas


pelanggaran perdagangan berupa hambatan non-tariff yang dikenakan untuk
produk rokok Indonesia, khususnya rokok kretek, dan mengakibatkan Indonesia
mengalami kerugian sebesar US$ 200 juta per tahun. Berdasarkan keputusan akhir
DSB tersebut, maka hasil sidang dimenangkan oleh Indonesia dimana AS harus
membayar denda atau kompensasi atau mencabut kebijakannya.6
Pada kesepakatan akhir, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk
menandatangani MoU untuk mengakhiri kasus ini dengan penyelesaian yang
mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak dan menyatakan bahwa kedua
negara sepakat menutup kasus ini.
Kesepakatan untuk mengakhiri sengketa ini menguntungkan bagi Indonesia.
Meski AS tidak memperbolehkan rokok kretek, tapi negara tersebut tidak akan
mengganggu peredaran produk cigars dan cigarillos (sejenis cerutu) buatan
Indonesia.
Pemerintahan AS akan menambah fasilitas GSP melebihi batas tertentu
selama lima tahun berikutnya. Salah satu komoditas tersebut adalah kabel instalasi
kendaraan (ignition wiring harness), dan mempertimbangkan beberapa produk
lainnya. Larangan ini dicabut, bisa masuk lagi ke AS, dan nilainya mencapai US$
100 juta. Lebih tinggi dari retaliasi yang hanya US$ 55 juta.
Indonesia sempat meminta otorisasi kepada Arbitrase WTO untuk melakukan
retaliasi kepada AS. Dengan retaliasi ini sudah menguntungkan Indonesia. Karena
bisa menghambat impor produk AS yang masuk ke Indonesia hingga US$ 55 juta.
Lebih tinggi dari nilai ekspor rokok kretek Indonesia ke AS yang di bawah US$
10 juta. Kesepakatan ini juga dari AS bahwa ia tidak akan menggugat kebijakan
larangan ekspor mineral yang diterapkan Indonesia. AS juga akan membantu
memperbaiki penegakan hak kekayaan intelektual (HKI), agar Indonesia
mendapat status lebih baik.
Dalam MoU ini, Indonesia tetap diuntungkan. Sebab, keputusan Dispute
Settlement Body (DSB) di WTO tetap menyatakan bahwa AS bersalah. Artinya,

6
Ibid.,
kesepakatan yang dicapai tidak akan menghapus fakta bahwa AS telah melanggar
perjanjian WTO.

DAFTAR PUSTAKA:

https://www.academia.edu/6971550/
Jurnal_Hubungan_Internasional_KETIDAKPATUHAN_AMERIKA_SERIKAT
_TERHADAP_PRINSIP_NON-
DISCRIMINATION_WTO_DALAM_SENGKETA_PERDAGANGAN_ROKO
K_KRETEK_DENGAN_INDONESIA

http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/08/eJournalku
%20fix%20(08-30-14-04-23-59).pdf

Harmawati , Efektivitas Keputusan Dsb-Wto Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Indonesia-


Amerika Serikat, (Studi Kasus: Wt/Ds406 United States-Measures Affecting The Production And
Sale Of Clove Cigarettes), eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2014, 2 (3): 747-760.

Gunarto Suhardi, Peran WTO dalam pembentukan peraturan perdagangan


internasional, Jurnal Hukum Pro Justicia, Januari 2007, Volume 25 No.1.

Anonim, Ekspor Rokok Bisa Mencapai US$ 1,1 Miliar Kementrian Perindustrian
RI, http://www.kemenperin.go.id/artikel/10662/Ekspor-Rokok-Bisa-Mencapai-
US$-1,1-Miliar, diakses pada 9 Desember 2016 Pada Pukul 12.00 WIB.

www.neraca.co.id
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/10/07/indonesia-as-sepakat-hentikan-
kasus-rokok-kretek-id0-1412665705.pdf

Anda mungkin juga menyukai