Anda di halaman 1dari 9

3 (tiga) permasalahan atau lebih hukum terkait hukum perdagangan internasional dan latar

belakangnya

KASUS-KASUS YANG MELIBATKAN INDONESIA

1. Sengketa Dagang Rokok Kretek Indonesia Dengan Amerika Serikat

 Dalam hal ini keberhasilan perdagangan luar negeri semakin menentukan proses pembangunan
nasional. Guna meningkatkan sistem  perekonomiannya, Indonesia sangat bergantung pada
sistem perekonomian negara lain dan sistem ekonomi internasional, karena itu harus terdapat
keselarasan di antara sistem-sistem ekonomi tersebut. Adanya hubungan perdagangan antar
negara atau perdagangan internasional adalah sebagai akibat dari adanya saling ketergantungan
antar negara dan negara-negara pun mulai sadar akan pentingnya pengaturan hukum
perdagangan internasional.  Kesadaran akan pentingnya pengaturan hukum perdagangan
internasional dari negara-negara ini pun memicu lahirnya General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) tahun 1947 untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masing-masing negara.
Tujuan  pembentukan GATT adalah untuk menciptakan suatu iklim perdagangan internasional
yang aman dan jelas bagi masyarakat bisnis, serta untuk menciptakan liberalisasi perdagangan
yang berkelanjutan, lapangan kerja dan iklim perdagangan yang sehat. Dengan
ditandatanganinya hasil perundingan Uruguay Round, yaitu WTO sebagai organisasi
perdagangan dunia yang merupakan penerusan dari GATT, telah membawa konsekuensi yuridis
bagi Indonesia, artinya Indonesia harus melakukan harmonisasi  peraturan perundang-undangan
nasional sesuai hasil kesepakatan WTO, seperti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
Tahun 1994 tentang aksesi  Establishing The World Trade Organization
 (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
 Terbentuknya WTO menghasilkan banyak perubahan dan perjanjian- perjanjian baru dalam
pengaturan aspek-aspek perdagangan dalam hukum perdagangan internasional untuk produk dan
servis, beberapa contoh aspek perdagangan di antaranya yaitu agrikultur, regulasi kesehatan
untuk produk-produk perkebunan, investasi, standar produk, anti-dumping, lisensi impor,
safeguards, tarif, dan bea cukai. Dengan terbentuknya WTO, diharapkan mampu menjadi wadah
dan pengayom guna tercapainya suatu perdagangan dunia yang lebih tertib, lancar, bebas, dan
transparan terutama dalam upaya penyelesaian sengketa  perdagangan antarbangsa secara adil.
 Akan tetapi dalam pelaksanaannya, tidak sedikit negara yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan WTO atau pun merugikan negara lain melalui kebijakan luar negeri yang diterapkan,
sehingga memicu lahirnya sengketa dengan negara lain. Sengketa dapat muncul ketika suatu
negara menetapkan suatu kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan
komitmennya di WTO. Sengketa rokok antara Indonesia dan Amerika Serikat ini berawal dari
disahkannya regulasi “Family Smooking Prevention and Tobacco Control Act  Public Law 111-
31. Section 907 yang kemudian berlaku mulai September 2009 dan telah disahkan oleh Presiden
Obama tanggal 22 Juni 2009. Kathleen Sebelius, US Health and Human Services Secretary

 mengatakan dalam sebuah rilis US Health and Human Services Secretary


 mengatakan dalam sebuah rilis berita  bahwa Presiden Obama berkomitmen untuk melindungi
anak-anak dan rakyat Amerika Serikat dari bahaya penggunaan tembakau. Tujuan utama dari
pemberlakuan Undang-Undang tersebut adalah untuk mengatasi masalah kesehatan yang
ditimbulkan dari rokok, yaitu dengan mengurangi konsumsi rokok  pada anak muda. Undang-
Undang ini juga mengatur mengenai larangan penjualan semua  jenis rokok yang mengandung
aroma dan rasa ( flavoured cigarettes), termasuk rokok kretek di Amerika Serikat, terkecuali
rokok jenis menthol. Rokok kretek dianggap sebagai “pintu masuk” bagi perokok pemula
sehingga menjadi ketagihan dan selanjutnya menjadi perokok  permanen, terlebih konsumen
rokok kretek umumnya berusia di bawah 30 tahun. Produk rokok terutama rokok kretek yang
dianggap mengandung zat aditif, berupa cengkeh sehingga turut dilarang.

 Diberlakukannya Undang-Undang  Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act 


 yang mulai berlaku efektif pada 22 September 2009 mengakibatkan terhentinya kegiatan ekspor
rokok kretek Indonesia ke Amerika Serikat. Dan hal ini merugikan  perdagangan ekspor
Indonesia karena Indonesia menganggap bahwa Undang-Undang tersebut tidak konsisten apabila
alasan dari lahirnya Undang-Undang tersebut adalah untuk melindungi masyarakatnya terutama
melindungi para remaja dan anak muda sebagai perokok  pemula di Amerika Serikat, akan tetapi
mengecualikan rokok menthol.

Dan rokok menthol ini merupakan rokok yang hasil produksi dalam negerinya sendiri sehingga
hal ini merupakan tindakan menguntungkan negaranya sendiri. Indonesia kemudian mengajukan
gugatan ke badan penyelesaian sengketa internasional di bidang perdagangan yaitu melalui WTO
(World Trade Organization). Pada tahap awal Indonesia telah menempuh jalur konsultasi pada
tanggal 7 April 2010 dalam upaya untuk mencari solusi bersama atas undang-undang yang
dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat. Indonesia dan Amerika Serikat juga telah melakukan
konsultasi formal dalam kerangka

 Dispute Settlement Body  (DSB) WTO. Namun menurut sumber yang diperoleh dari
Kementrian Perdagangan Dalam Negeri, proses konsultasi yang berlangsung  panjang tanpa
mencapai kesepakatan dan tidak adanya respon maupun itikad baik dari Amerika Serikat untuk
menyelesaikan sengketa ini. Panel WTO menemukan bahwa kebijakan AS tersebut tidak sesuai
dengan ketentuan WTO, karena rokok kretek dan rokok mentol adalah produk sejenis (like
products), dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum muda. Menurut WTO,
kebijakan yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis, merupakan tindakan yang
tidak adil (less favourable). Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization WTO)
kembali memenangkan posisi Indonesia, dalam kasus rokok kretek dengan Amerika Serikat
(AS). Keputusan tersebut dikeluarkan melalui laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012,
yang menyatakan bahwa AS melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap sebagai
bentuk diskriminasi dagang.

Pemerintah AS yang tidak puas terhadap keputusan panel yang dikeluarkan pada 2 September
2011, melakukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012. Hasil banding yang dikeluarkan AB
kemarin, menegaskan kembali bahwa keputusan panel sebelumnya adalah benar, dan pemerintah
AS telah mengeluarkan kebijakan yang tidak konsisten dengan ketentuan WTO.
Disamping itu, AB menemukan bahwa AS melanggar ketentuan Pasal 2.12 TBT Agreement di
mana AS tidak memberikan waktu yang cukup (reasonable interval) antara sosialisasi kebijakan
dan waktu penetapan kebijakan.

Pemerintah Indonesia menyambut baik laporan AB tersebut, dan memberikan apresiasi yang
tinggi atas kerja keras AB dan kebijaksanaannya dalam mempertimbangkan pandangan
indonesia terkait kasus ini.

Berdasarkan ketentuan Dispute Settlement Understanding (DSU) Pasal 17.14, keputusan AB


akan diadopsi oleh DSB setelah 30 hari dikeluarkannya laporan AB, yaitu pada awal Mei 2012.

Referensi book:

1.Syahmin AK,
 Hukum Dagang Internasional 
 (RajaGrafindo Persada, 2007), halaman 16.
2. M. Rafiqul Islam, 1999,

 International Trade Law, (NSW:LBC) dalam Huala Adolf, 2009,


 Hukum  Perdagangan Internasional 
 (Rajawali Pers), hal 21

3. Huala Adolf,
 Hukum Perdagangan Internasional 
(Rajawali Pers, 2009), hal 3.

 4. RI tetap gugat as ke WTO terkait rokok, dalam


http://www.republika.co.id/berita/breaking- news/ekonomi/10/06/26/121726-ri-
tetap-gugat-as-ke-wto-terkait-rokok-kretek, diakses: 16 Desember 2015.
5.Siaran Pers Kementrian Perdagangan Dalam Negeri, dalam
http://www.depdag.go.id, diakses: 16 Desember 2015.

Masalah ke 2

2 . INDONESIA – AUSTRALIA

Gugatan Indonesia atas kebijakan kemasan rokok polos (plain packaging) Australia di Badan
Perdagangan Dunia (WTO) mendapatkan perhatian banyak negara. Tidak hanya Indonesia,
sebanyak 36 negara juga terlibat baik langsung maupun tidak dalam kasus ini.
Dengan banyaknya negara yang terlibat, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI)
Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi menyebut, sengketa dagang ini
merupakan sengketa dagang terbesar yang pernah ditangani WTO sampai saat ini.

Selain 36 negara lain yang terlibat, terdapat tiga anggota WTO lainnya yang mengikuti jejak
yang sama dengan Indonesia. Yaitu menggugat kebijakan yang diberlakukan Australia terkait
kemasan rokok ini. Ketiga negara itu adalah Honduras, Republik Dominika, dan Kuba.

Awalnya 5 negara mengajukan permohonan, tetapi Ukraina mengundurkan diri dengan alasan
yang tidak bisa dibuka. Jadi tinggal 4.

Jadi ada 36 negara yang disebut pihak terpati, atau negara-negara yang bakal terkena dampak
baik langsung maupun tidak. Bachrul merinci, dari total 36 negara tersebut hanya 20 negara yang
mau menentukan pilihan suaranya.

Dari 36 negara, yang memberikan submisinya (pendapat/pilihan) ada 20 negara. Komposisinya 8


negara mendukung persepsi Indonesia, 7 negara itu memihak Australia dan sisanya 5 negara ada
di tengah-tengah.

3 . INDONESIA-ARGENTINA

Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) – WTO pada tanggal 14 Desember
1999 dalam Tingkat Banding (Appellate Body) kasus tindakan safeguards Argentina atas impor
produk alas kaki yang berasal dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan Indonesia, telah memutuskan
bahwa tindakan safeguards yang diterapkan Argentina tersebut melanggar ketentuan dalam pasal
XIX: 1 (a) GATT 1994 dan Persetujuan Safeguards – WTO.

Sengketa dagang antara Argentina melawan Uni Eropa, Indonesia dan Amerika Serikat, berawal
dari tindakan investigasi Argentina atas impor sepatu dari berbagai negara termasuk Indonesia
pada tanggal 14 Februari 1997 yang diikuti dengan pengenaan tindakan safeguards yang bersifat
sementara pada bulan September 1997 yang sangat merugikan pihak eksportir sepatu Indonesia.
Tindakan safeguards Argentina yang merupakan hambatan perdagangan serius (trade barrier)
bagi ekspor Indonesia di tetapkan dalam bentuk specific duty yang cukup tinggi dimana untuk
alas kaki dengan HS.

Sebagai negara produsen dan eksportir alas kaki, maka Indonesia sangat berkepentingan dalam
sengketa ini. Dengan demikian, keputusan dari Tingkat Banding WTO ini menunjukkan bahwa
dalam melaksanakan ekspor khususnya alas kaki, Indonesia tidak pernah melanggar ketentuan
perdagangan dalam kerangka WTO.

Sebagai ilustrasi, Indonesia adalah negara pengekspor alas kaki nomor 3 ke Argentina dengan
nilai ekspor sebesar USD 22,030,351 pada tahun 1997, USD 15,516,357 pada tahun 1998 dan
USD 4,558,332 untuk periode Januari – Juni 1999. Sedangkan pangsa pasar produk alas kaki
Indonesia untuk tahun 1997 adalah sebesar 14,06%, untuk tahun 1998 sebesar 8,72% dan untuk
periode Januari – Juni 1999 sebesar 5,4%.

Keputusan Appellate Body WTO tersebut merupakan keberhasilan yang kedua kalinya untuk
Indonesia dalam menghadapi sengketa perdagangan dengan pihak Argentina, dimana
sebelumnya Indonesia telah berhasil menggagalkan rencana pihak Argentina untuk mengenakan
tindakan safeguards transisi dalam rangka persetujuan tekstil dan pakaian jadi .

Indonesia berharap agar pihak Argentina segera melaksanakan keputusan WTO tersebut dan
memberikan komitmennya pada pertemuan Badan Penyelesaian Sengketa Dagang – WTO yang
akan diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2000.

4 . INDONESIA-AUSTRALIA

Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil sikap untuk melaporkan Australia ke Organisasi


Perdagangan Dunia atau WTO atas penerapan kebijakan plain packaging (wajib kemasan rokok
polos). Kebijakan itu dinilai berpengaruh terhadap kinerja ekspor tembakau dan rokok Indonesia.

Langkah Indonesia melaporkan Australi ke WTO dinilai sebagai langkah yang tepat. Kebijakan
ini sudah diperhitungkan sejak dikeluarkan Tobacco Plain Packaging Act oleh Australia tahun
2012 lalu.

Dalam peraturan tersebut dikatakan, seluruh rokok dan produk tembakau yang diproduksi sejak
Oktober 2012 dan dipasarkan sejak 1 Desember 2012 wajib dikemas dalam kemasan polos tanpa
mencantumkan warna, gambar, logo, dan slogan produk.

Indonesia adalah negara produsen rokok kretek terbesar di dunia dan secara peringkat, Indonesia
menempati posisi nomor 2 terbesar di dunia, setelah Uni Eropa, sebagai negara produsen-
pengekspor produk tembakau manufaktur.

Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, kinerja ekspor tembakau dan rokok pada 2009
menyentuh angka 52.515 ton dan pada 2012 mengalami penurunan 15.405 ton menjadi 37.110
ton. Sementara kapasitas produksi rokok nasional hingga akhir tahun mencapai 308 miliar
batang, meningkat 6 miliar batang dibandingkan realisasi tahun lalu sebanyak 302 miliar batang.

Kebijakan kemasan polos untuk seluruh produk tembakau dinilai sebagai ancaman nyata bagi
produk tembakau dari Indonesia, karena dengan penerapan peraturan terkait kemasan polos
tersebut, daya saing produk diyakini akan menurun.

5 . INDONESIA-PAKISTAN
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membawa masalah kebijakan pajak tinggi yang
diterapkan Pakistan terhadap kertas duplex asal Indonesia ke forum Penyelesaian Sengketa di
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Menurut catatan Kemendag, kasus ini bermula sejak November 2011, Pakistan telah melakukan
memberlakukan kebijakan anti-dumping dan anti-subsidi terhadap produk kertas Indonesia yang
dinilai menerapkannya tak sesuai dengan kaidah-kaidah WTO.

Kemendag memperkirakan tindakan Pakistan tersebut telah menyebabkan hilangnya peluang


ekspor kertas Indonesia sebesar US$ 1 juta per bulan. Sehingga dibawanya kasus ini ke WTO
adalah jalan yang tepat bagi Indonesia.

6 . INDONESIA-UNI EROPA

Pemerintah Indonesia berencana untuk mengadukan Uni Eropa ke WTO menyusul pengenaan
anti dumping produk biodiesel asal Indonesia oleh Uni Eropa. Produk biodiesel Indonesia
dikenakan bea masuk anti dumping sementara 2,8% hingga 9,6% oleh otoritas perdagangan Uni
Eropa sejak setahun lalu.

Sementara ini, keinginan Indonesia untuk membawa masalah ini ke sidang panel (dispute
settlement) Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO tinggal menunggu waktu. Delegasi
Indonesia sudah mempersiapkan bukti-bukti yang cukup sambil menunggu negosiasi bilateral
antara Indonesia dan Uni Eropa.

Seperti diketahui, awal Mei 2013 lalu produk turunan sawit yaitu biodiesel asal Indonesia kena
anti dumping oleh Uni Eropa. Tercatat ada 4 dari 5 perusahaan di Indonesia dikenakan bea
masuk tambahan saat akan ekspor ke Uni Eropa.

Eropa menyimpulkan produk biodiesel asal Indonesia memiliki harga lebih murah bila
dibandingkan produk biodiesel dari bahan lain, seperti dari minyak kedelai, matahari, Rapeseed,
dan lain-lain. Hal ini dianggap tak wajar dan diskriminatif, karena produktivitas minyak sawit
lebih tinggi dari tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Sementara menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor CPO Indonesia ke Eropa cukup
besar. Bahkan Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan CPO Eropa. Setiap tahun rata-rata
ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton, sedangkan kebutuhan CPO Eropa
mencapai 6,3 juta ton.

 
7 . JEPANG-INDONESIA

Berbeda dari kasus sebelumnya, Jepang berniat gugat Indonesia ke World Trade Organization
(WTO) terkait pelarangan ekspor tambang mentah. Jepang melaporkan Indonesia ke WTO
karena mendapatkan tekanan dari salah satu produsen otomotif terbesar Jepang Mitsubishi.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui, Jepang keberatan atas aturan pelarangan
ekspor tambang mentah. Oleh sebab itu, kehadiran Menlu Marty di Jepang adalah berupaya
keras meminta pengertian pemerintah Jepang atas konsekuensi dari pelarangan ekspor tambang
mentah itu.

Namun, hingga saat ini Jepang belum melaporkan keberatan atas aturan pelarang ekspor
tambang mentah ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO.

Seperti diketahui, Mitsubhisi menyerap nikel sebagai bahan baku utama di sektor otomotif yang
cukup besar. Data dari Kementerian Keuangan Jepang tercatat, Jepang mengimpor 3,65 juta ton
bijih nikel tahun 2011. Dari jumlah itu sebanyak 1,95 juta ton atau 53% berasal dari Indonesia.

8 . INDONESIA-BRAZIL

Brasil kini tengah berupaya mengangkat status sengketanya dengan Indonesia ke ranah yang
lebih tinggi melalui campur tangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sengketa tersebut
menyusul aksi pembatasan impor daging sapi ke Indonesia dari negara Amerika Selatan tersebut.

Dewan Kementerian Perdagangan Asing (CAMEX) Brasil kini tengah memperjuangkan


sejumlah peluang agar bisa membuka akses masuk ke pasar daging di Indonesia.

Memanasnya sengketa tersebut muncul setelah beredar kabar bahwa pemerintah Indonesia telah
mencabut larangan impor ternak dan daging yang seharusnya berlaku selama empat tahun dari
Jepang. Brasil juga berharap Indonesia membuka akses ke pasar daging agar negara tersebut
mampu memperluas pilihan target impornya.

Sejumlah menteri terkait di Brasil akan menyerahkan kasus ini pada WTO guna mengidentifikasi
validitas aturan larangan imor yang ditentukan Mahkamah Agung di Indonesia.

Asosiasi Ekportir Daging Brasil mengatakan, aturan yang dijatuhkan Indonesia berjalan tidak
efektif dan tidak adil karena melarang produk negaranya masuk ke Tanah air.

Aturan tersebut berkaitan dengan hukum perlindungan hewan yang dikeluarkan parlemen
Indonesia pada 2009. Dengan aturan tersebut, Indonesia hanya mengimpor daging dari negara-
negara yang bebas penyakit.
Brasil akan memberikan bantahan terhadap regulasi di Indonesia yang dianggap telah melanggar
kewajibannya di bawah sejumlah aturan perdagangan internasional. Sejauh ini, Brasil telah
berhasil membuat sejumlah kemajuan dalam usahanya membuka pasar Indonesia.

Tapi kasus tersebut kembali mengendap sejak awal tahun mengingat ramainya pemilihan
presiden di Indonesia.

Meski Brasil merupakan eksportir daging sapi terbesar di dunia, pasar Indonesia masih tertutup
pada produk kami dan Australia telah berkonsolidasi menjadi eksportir sapi ke Indonesia,”
ungkap perwakilan CAMEX. ((Sis/Nrm)

9 . INDONESIA-JEPANG

Jepang menjadi salah satu negara yang merasa keberatan dengan penerapan undang-undang
mengenai larangan ekspor mineral mentah. Tak hanya keberatan, Jepang bahkan mengancam
akan membawa masalah tersebut ke World Trande Organisation (WTO).

Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Republik Indonesia Muhammad Lutfi mengaku siap
jika nantinya Jepang membawa sikap keberatannya tersebut ke WTO.

Lutfi, Indonesia dan Jepang adalah dua negara yang memiliki hubungan yang baik dari sisi
politik maupun dari sisi bisnis. Untuk itu dia menegaskan bahwa permasalahan ini akan dapat
diselesaikan secara bermartabat.

Sebagai bukti, dirinya mencontohkan pada beberapa tahun lalu, Jepang juga pernah memprotes
Indonesia terkait kebijakan Pemerintah yang melarang ekspor kayu ke berbagai negara manapun.

Di Tahun 1978 itu Indonesia melarang ekspor kayu ke luar negeri, yang terjadi tutup semua
perusahaan playwood di Jepang, tapi ya kita mesti mencari kerja sama baru, sehingga
persahabatan tetap berjalan .

Untuk menjelaskan persoalan kebijakan larangan ekspor mineral mentah kepada Jepang,
Indonesia telah mengirimkan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa untuk bertemu dengan
pemerintah Jepang pada 13 April 2014.

SUMBER & Referensi book:

1.Syahmin AK,
 Hukum Dagang Internasional 
 (RajaGrafindo Persada, 2007), halaman 16.
2. M. Rafiqul Islam, 1999,
 International Trade Law, (NSW:LBC) dalam Huala Adolf, 2009,
 Hukum  Perdagangan Internasional 
 (Rajawali Pers), hal 21

3. Huala Adolf,
 Hukum Perdagangan Internasional 
(Rajawali Pers, 2009), hal 3.

 4. RI tetap gugat as ke WTO terkait rokok, dalam


http://www.republika.co.id/berita/breaking- news/ekonomi/10/06/26/121726-ri-
tetap-gugat-as-ke-wto-terkait-rokok-kretek, diakses: 16 Desember 2015.
5.Siaran Pers Kementrian Perdagangan Dalam Negeri, dalam
http://www.depdag.go.id, diakses: 16 Desember 2015.

6.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/04/06/17203199/
WTO.Kembali.Menangkan.Kasus.Rokok.Kretek.Indonesia

7. http://finance.detik.com/read/2015/06/20/155929/2947769/1036/perang-ri-vs-australia-di-wto-
melibatkan-banyak-negara

8. http://depperindag.tripod.com/ind_2000/humas/pers/27121999.htm

9. http://finance.detik.com/read/2014/05/06/081643/2574147/4/5/ini-4-kasus-indonesia-dengan-
wto#bigpic

10. http://bisnis.liputan6.com/read/2098717/mengadu-ke-wto-brasil-berjuang-dobrak-pasar-
daging-ri

11. http://bisnis.liputan6.com/read/2040801/soal-uu-minerba-indonesia-siap-ladeni-jepang-di-
wto

Anda mungkin juga menyukai