Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK KEPUTUSAN DISPUTE SETTLEMENT BODY TERHADAP SENGKETA

ATURAN EKSPOR ANTARA INDONESIA DENGAN UNI EROPA:

Studi Kasus Pelarangan Ekspor Biji Nikel

Septina Dwi Wulandari

Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan Brawijaya, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 51183
E-mail: septinadwiwulan@gmail.com

Abstract

International disputes arise when they include governments, judicial bodies, or people from
various nations. The WTO plays a vital part in assuring, regulating, and supervising activities
related to global commerce that have bound its members. It has a responsibility to settle every
matter that results in a trade dispute because it is an international institution. The disagreement
may be brought before the WTO for judicial resolution if the disputing parties are unable to
settle it amicably. In particular, given the debate surrounding the case the European Union
has brought against Indonesia over the halting of nickel exports. which is thought to be against
global trade accords.

Keywords: WTO, Litigation Organization, European Union, Indonesia.

Abstrak
Jika dalam kasus ini, pemerintah, lembaga hukum, atau individu dari berbagai negara, itu
disebut sengketa internasional. WTO melakukan banyak hal untuk memastikan, mengawasi,
dan mengawasi perdagangan internasional di antara anggotanya. Dalam kapasitasnya sebagai
organisasi internasional, dia diwajibkan untuk menyelesaikan masalah apa pun yang
menyebabkan sengketa perdagangan. WTO dapat menangani sengketa secara yuridis jika
pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikannya secara non-yuridis. Selain itu, ini berada
di tengah perdebatan antara Uni Eropa dan Indonesia mengenai penghentian ekspor nikel
Indonesia. yang dinilai merupakan pelanggaran terhadap perjanjian perdagangan internasional
yang berlaku.

Kata Kunci: WTO, sengketa internasional, Uni Eropa, Indonesia


A. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk pertanian, pertambangan,
perkebunan, perikanan bahkan hasil peternakan. Semua negara memiliki karakteristik unik,
termasuk sumber daya alam, iklim, demografi, geografi, dan struktur ekonomi dan sosial.
Selisih perhitungan biaya, kualitas dan kuantitas produk disebabkan perbedaan tersebut
(Widjaja, 2000). Untuk memenuhi permintaan, negara akan bertukar barang dan jasa, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, untuk mencapai kemakmuran, bangsa-bangsa di
dunia harus memiliki hubungan perdagangan. Perdagangan adalah bentuk hubungan
masyarakat di mana orang ada yang menjual juga membeli barang yang dimiliki disimpan
selama beberapa tahun sebelumnya (Sukawati, 2018).

Perdagangan lintas bangsa terhalang atau terbatas; dia memiliki keluasaan untuk
mengklaim barang dan jasa yang sangat gratis tanpa aturan. Memang, itu berdampak pada
sistem perdagangan besar dan khusus yang bergantung pada sumber daya negara yang terlibat.
Hal ini dapat memberikan manfaat yang signifikan, menghasilkan lingkungan bisnis yang
tambah stabil dan efektif, juga dalam hal import dan ekspor. Mengejar perdagangan global
dapat menghasilkan berbagai kegiatan ekonomi yang membantu produsen global dalam
perdagangan internasional. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) adalah organisasi
internasional pertama yang mengatur perdagangan global, dengan 164 negara anggota per Juli
2016 (WTO, 2016).

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dulunya merupakan organisasi untuk
mengatur perdagangan dunia, namun setelah perundingan "Putaran Uruguay" saat berlangsung
selang tahun 1986 sampai 1994, GATT digantikan oleh WTO. WTO kemudian resmi berdiri
pada tahun 1995. WTO didirikan untuk membantu negara-negara berkembang memanfaatkan
sepenuhnya sistem perdagangan global. Perdagangan internasional memungkinkan negara-
negara di dunia memperoleh keuntungan. Negara dapat menjual kekayaan dan sumber daya
alam yang kaya melalui perdagangan internasional, yang dapat berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi mereka. Perdagangan internasional sangat membantu Indonesia yang
terkenal dengan sumber daya alamnya. Pada tanggal 2 November 1994, Indonesia
mengundangkan UU no. 7 tahun 1994 untuk mengesahkan “Perjanjian Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia”. Sejak saat itu, Indonesia menjadi anggota penuh WTO dan
terikat dengan semua undang-undang yang ditetapkan oleh WTO.
WTO memiliki peran penting dalam memastikan, memeriksa dan mengawasi kegiatan
perdagangan internasional yang mengikat anggota. Sebagai organisasi internasional,
berkewajiban untuk menyelesaikan setiap masalah yang menyebabkan perselisihan komersial.
Jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan sengketa dengan non-hukum, lalu
sengketa dapat diajukan secara sah ke WTO. WTO kemudian akan membuat keputusan akhir
tentang negara mana yang melanggar aturan organisasi dan terlibat dalam praktik "penipuan"
dalam transaksi perdagangan internasional. WTO sedang menyelesaikan kasus sengketa
perdagangan kebijakan nikel antara Indonesia dan Uni Eropa pada awal tahun 2020. Awalnya,
perselisihan tersebut diselesaikan secara hukum oleh kedua belah pihak, namun tidak dapat
diselesaikan melalui sidang WTO. Sebelumnya, hubungan Indonesia dan Uni Eropa telah
berkembang dengan baik ketika keduanya menandatangani Cooperation and Cooperation
Agreement (CPA) pada tahun 2009.

Kebijakan Indonesia ternyata melanggar Pasal 11(1) General Agreement on Tariffs and
Trade of 1994. Indonesia menghadapi masalahnya sendiri setelah persidangan. Rencana
Indonesia untuk mengolah bijih nikel menjadi produk jadi dan setengah jadi menjadi penyebab
tertundanya ekspor ke negara lain. Dengan kata lain, Indonesia berusaha menjadikan sumber
daya alamnya sebagai komoditas yang lebih bernilai di pasar global, yang akan berdampak
pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tidak dapat mencapai kesepakatan melalui tindakan non-hukum, Uni Eropa kemudian
beralih ke tindakan hukum sebagai anggota WTO. Awalnya, Uni Eropa ingin mengadili
Indonesia dengan lima syarat: izin pemurnian dan pemrosesan nasional, pembatasan dan
larangan ekspor bijih nikel, persyaratan kepatuhan nasional, izin ekspor, dan rencana bisnis.

Akhirnya, Uni Eropa secara resmi mengajukan panel pertamanya pada 25 Januari 2021.
Setelah itu, panel kedua dibentuk pada 22 Februari 2021. Kasus ini hanya menyangkut 2
masalah: melarang ekspor bijih nikel dan mewajibkan pengolahan di dalam negeri. Hal ini
dianggap melanggar Pasal 11(1) Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan tahun
1994, berbunyi:

"No Contracting Party shall establish or maintain any prohibition or restriction with
respect to the importation of any product from the territory of any other Contracting Party or
with respect to the exportation or sale for exportation of any product to the territory of any
other Contracting Party, other than tariffs, duties, or other charges.”
Akhirnya pada 21 April 2021, diputuskan untuk membentuk kelompok ketiga yang terdiri
dari Arab Saudi, Amerika Serikat, Brazil, Cina, Cina Utara, India, Inggris, Jepang, Kanada,
Korea, Rusia, Singapura, dan Taiwan, Turki, Ukraina, dan Uni Arab Emirat. Pasar perdagangan
di Indonesia, Uni Eropa dan pasar nikel global menjadi panas setelah Pemerintah Indonesia
melarang sama sekali ekspor bijih nikel seperti tersebut di atas. Dengan demikian, tujuan artikel
ini adalah mengeksplorasi akibat putusan Dispute Settlement Body dari kasus larangan ekspor
nikel Indonesia dengan Uni Eropa.

B. METODE PENELITIAN

Dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan data deskriptif dari perilaku
subjek yang diamati sendiri, untuk tujuan menggambarkan gejala, peristiwa atau peristiwa
(Rahardjo, 2017). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif, artinya pandangan
peneliti didasarkan pada fakta dan kemudian dihubungkan dengan fakta tersebut. Dalam
penelitian ini, penulis yang juga dikenal sebagai human instrument mencoba menjelaskan
makna suatu peristiwa dalam kaitannya dengan interaksi perilaku manusia dalam kondisi
tertentu dengan menggunakan poin-poin peneliti sendiri. Dengan menggunakan teori sengketa
perdagangan dan konsep perdagangan internasional, penulis mencoba menjelaskan dampak
penghentian ekspor nikel dari Indonesia ke Eropa.

C. Kerangka Teori

Untuk menganalisis, memahami dan menjawab suatu masalah penelitian, diperlukan


kerangka teori. Kerangka teori ini merupakan bidang teori konseptual yang luas, yang menjadi
dasar analisis dan refleksi dalam penelitian. Sehingga mampu menciptakan penelitian yang
terstruktur dengan sempurna mengikuti proses penulisan ilmiah. Penelitian ini menggunakan
penerapan teori sengketa komersial dan konsep perdagangan internasional:

C.1 Sengketa Perdagangan

Hubungan internasional, baik antar negara, antar individu, maupun antar organisasi
internasional terjalin dengan baik dan tidak jarang timbul perselisihan. Perselisihan
internasional, juga dikenal sebagai perselisihan internasional, adalah perselisihan hukum
internasional antara subjek tentang realita, juga hukum, atau kebijakan yang ditolak, dibantah,
atau disangkal oleh pihak lain. Sengketa internasional muncul ketika sengketa melibatkan
pemerintah, badan hukum atau individu di berbagai negara di dunia sebab:

1) Salah pengertian tentang sesuatu;

2) Diantara dengan melanggar secara sengaja hak dan kepentingan negara lain;

3) Dua bangsa sedang berkonflik atas fenomena isu;

4) Melanggar hukum dan perjanjian global

C.2 Perdagangan Internasional

Menurut tesis dasar perdagangan internasional, setiap negara mempunyai kelebihan relatif
dan absolut terhadap produksi barang dibandingkan dengan negara-negara lain. Atas dasar
keunggulan komparatif ini, negara itu akan melakukan ekspor barang dengan kelebihan
komparatif jauh tinggi dan melakukan impor barang dengan kelebihan komparatif dengan
kecil. Perdagangan global bisa meningkatkan pemakaian sumber daya yang terbatas di seluruh
dunia. Setiap negara akan memiliki kesempatan untuk mencapai bebas perdagangan yang
menguntungkan dengan berspesialisasi dalam mengolah barang untuk kelebihan
komparatifnya.

Perdagangan internasional didefinisikan dalam studi hubungan internasional sebagai


semua kegiatan komersial dan ekonomi antara negara dan negara lain yang dilakukan atas dasar
kesepakatan bersama. Perdagangan internasional terjadi karena banyak faktor, termasuk
namun tidak terbatas pada harga komoditas, produksi, keinginan untuk meningkatkan
produktivitas, kemampuan menguasai keterampilan, dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Menurut Peter Sutherland, mantan Direktur Jenderal GATT dan WTO pada tahun 1997,
perdagangan internasional membutuhkan aturan internasional. Ia mengatakan, isu utama saat
ini adalah menciptakan sistem ekonomi internasional yang memaksimalkan pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi. Ketika sikap atau tindakan suatu negara merugikan atau menguntungkan
negara lain, atau jika tindakan tersebut termasuk dalam daftar tindakan yang melanggar hukum
internasional atau menimbulkan ancaman terhadap kepentingan negara lain.

Menurut perspektif hukum global, masalah ini akan dikenakan pertanggungjawaban


hukum dari prinsip kewajiban negara. Di sini, negara korban dapat menggugat negara karena
melanggar hukum internasional. Sanksi perdagangan dapat berupa kebijakan, seperti sanksi
perdagangan multilateral, yang ditetapkan atas kebijaksanaan organisasi internasional dan
umumnya dianggap lebih dapat diterima sebagai sarana penegakan hukum internasional.

Anggota WTO dipandu oleh prinsip-prinsip utama yang memandu perdagangan


internasional. Pertama, Best Country Principles (MFNs) memastikan bahwa semua anggota
dilayani secara setara tanpa diskriminasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 dari Perjanjian
GATT tahun 1994.

Kedua, pasal 2 GATT 1994 mengatur asas pengikatan tarif yang disebut dengan “asas
pengikatan tarif”. Prinsip ini bertujuan agar setiap negara anggota memiliki daftar barang yang
terikat bea masuk, sehingga negara tidak dapat seenaknya menaikkan bea masuk. Ketiga, asas
perlakuan nasional yang dituangkan dalam Pasal 3 GATT 1994 memastikan bahwa produk
produksi dalam negeri dan produk impor tidak dapat dilayani secara berbeda untuk tujuan
proteksionis. Keempat, prinsip proteksi tarif yang hanya diatur dalam Pasal 11 menegaskan
bahwa proteksi produksi dalam negeri hanya dapat dijamin dengan tarif. Kelima, prinsip
perlakuan unik untuk negara berkembang (SDT) bertujuan untuk memperluas keterlibatan
negara berkembang dalam kerja sama perdagangan global.

Negara-negara anggota WTO berpedoman pada prinsip-prinsip utama yang mengarahkan


perdagangan internasional. Pertama, Prinsip Negara Teratas (MFN) menjamin bahwa semua
anggota dilayani dengan sama tanpa diskriminasi, seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 GATT
1994.

Berhubungan dari kasus akan dibahas pada penelitian sekarang, nikel merupakan bahan
baku penting dalam perdagangan internasional antara Uni Eropa dan Indonesia. Uni Eropa
kecewa dengan keputusan Indonesia menghentikan ekspor nikel. Mereka berpendapat
Indonesia telah melanggar prinsip perdagangan bebas tanpa hambatan dalam Pasal 11(1) Trade
and Tariff Agreement 1994. Sebagai anggota WTO, tindakan tersebut dapat digugat dan
diajukan ke WTO.

Uni Eropa akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan internasional, terutama dari
larangan perdagangan internasional Indonesia. Oleh karena itu, penulis menggunakan konsep
perdagangan internasional untuk melihat peran dan fungsi WTO dalam penyelesaian masalah
ini. Untuk membantu negara-negara bersatu dalam perdagangan internasional, WTO dikenal
sebagai organisasi internasional yang berupaya menyelesaikan segala permasalahan.
D. PEMBAHASAN

D.1 Posisi Indonesia dalam ekosistem logam untuk transisi energi terbarukan

Dapat dikatakan bahwa produksi bahan logam sangat terkonsentrasi secara geografis.
Secara keseluruhan, lebih dari 50% produksi bijih logam yang penting bagi transisi energi
dikendalikan hanya oleh tiga negara. Misalnya, lebih dari 90% produksi platinum global
dikendalikan oleh Afrika Selatan, Rusia, dan Zimbabwe. Ini berbeda dengan produksi minyak,
di mana tiga negara teratas hanya menguasai sekitar 43% produksi global. Hal lain yang
dinantikan adalah besarnya pengaruh Republik Rakyat Tiongkok terhadap pasokan logam.
China adalah salah satu dari tiga produsen tembaga, grafit, tanah jarang, dan litium teratas.
Perubahan kebijakan pertambangan dan kondisi ekonomi makro di China secara signifikan
akan mempengaruhi stabilitas pasokan bahan baku tersebut (Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia, 2023).

Indonesia sendiri merupakan produsen utama nikel dunia, dengan pangsa produksi lebih
dari 30% (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2023). Dari Survei Geologi Amerika
Serikat (USGS), produksi nikel negara Indonesia saat 2022 mendapat 1,6 juta ton, sedangkan
Filipina hanya 330.000 ton dan Rusia 220.000ton. Negara Indonesia juga diprediksi masih
mempunyai simpanan nikel sebesar 21 juta ton. Nikel dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis.
Nikel tipe 1 adalah nikel dengan kemurnian lebih besar dari 99,80. Nikel tipe 2 adalah nikel
dengan kemurnian kurang dari 99,80%. Nikel tipe 1 berasal dari bijih nikel sulfida, sedangkan
nikel grade 2 berasal dari bijih nikel laterit. Sumber bijih laterit dunia sebanyak 178 juta ton,
sedangkan bijih sulfida hanya 118 juta ton, sehingga produksi nikel grade 2 saat ini lebih tinggi
dibandingkan nikel grade 1 (Kementerian Perdagangan RI, 2023). Menurut Statista (2021),
sekitar 69% nikel digunakan sebagai bahan baku produksi baja tahan karat dan hanya 13%
digunakan untuk produksi baterai. Nikel yang digunakan dalam produksi baja tahan karat
adalah nikel grade 2, sedangkan pembuatan baterai membutuhkan nikel grade 1 dengan
kemurnian lebih tinggi. Secara geografis, sumber nikel sulfida (tipe 1) dan bijih nikel lebah
(tipe 2) terletak pada zona koordinat yang sama. berbeda. Endapan bijih sulfida terutama
terdapat di Rusia, Kanada, Australia, dan Afrika Selatan, sedangkan endapan bijih laterit
terdapat di Indonesia, Filipina, dan Kaledonia Baru.
Dari sumber Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan
produksi nikel Indonesia didominasi oleh produk turunan bijih laterit (nikel sekunder) berupa
feronikel dan ingot nikel (NPI). Produksi nikel Indonesia pada 2021 mencapai 2,47 juta ton,
termasuk feronikel dan NPI 2,38 juta ton, sedangkan produksi nikel matte hanya mencapai 83,9
ribu ton. Melihat data tersebut, terlihat bahwa produksi nikel Indonesia saat ini sebenarnya
lebih cocok untuk industri stainless steel.

Jika Indonesia ingin memainkan peran penting dalam transisi ke energi terbarukan, maka
harus mampu meningkatkan produksi nikel blue-chip. Menurut Huber dalam publikasi Strategi
Industri Nikel Indonesia (CSIS, 2021), bijih laterit dapat diolah menjadi nikel kelas satu
melalui teknologi high pressure acid leaching (HPAL). Proses HPAL akan menghasilkan
endapan hidrogen campuran (MHP) yang dapat dimurnikan menjadi nikel kelas satu. Dalam
hal ini, Indonesia dirasa pantas pada di jaalan yang benar dari adanya proyek HPAL di
Indonesia.

Namun, terdapat beberapa tantangan dalam memproduksi nikel menggunakan HPAL,


antara lain biaya modal pengembangan proyek HPAL yang seringkali dua kali lebih mahal
daripada membangun smelter konvensional. Selain itu, masalah lingkungan juga membayangi
pelaksanaan proyek karena tailing yang diproduksi lebih banyak daripada di pabrik peleburan
nikel konvensional, sehingga membutuhkan fasilitas pengolahan yang sesuai (Durrant, 2022).
Namun, jika proyek HPAL Indonesia berhasil dilaksanakan, maka dapat menjadi benchmark
bagi proyek HPAL lainnya untuk mengamankan permintaan nikel grade satu untuk tujuan
konversi energi dari sumber bijih laterit. Mengingat pangsa produksi nikel global Indonesia
yang besar, keberhasilan HPAL Indonesia akan menjadi kunci untuk memastikan kecukupan
pasokan nikel global, terutama untuk memenuhi permintaan nikel, baterai kendaraan listrik di
masa depan.

Menurut IEA (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2023), permintaan mineral


pada tahun 2040 akan didominasi oleh industri baterai dan kendaraan listrik, sehingga
permintaan tiga logam penting adalah tembaga (copper), grafit dan nikel. akan meningkat
hampir 30 kali lipat dibandingkan tahun 2020. Di sisi lain, peningkatan produksi nikel
memerlukan proses dan waktu yang panjang, antara lain eksplorasi, studi kelayakan, proses
perizinan, dan lain-lain yang memakan waktu 4 hingga 20 tahun. Selain kebutuhan transisi
energi, Riset Maybank IBG dalam publikasinya mengindikasikan bahwa dinamika konsumsi
nikel industri stainless steel juga akan mempengaruhi harga nikel dunia. Kombinasi permintaan
industri untuk baja tahan karat dan baterai untuk kendaraan listrik akan meningkatkan
konsumsi nikel sebesar 9,60% YoY pada tahun 2024, sedangkan produksi diperkirakan hanya
meningkat sebesar 7,80% YoY (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2023).

Namun, berbagai faktor juga diperkirakan akan menyebabkan penurunan permintaan nikel
global. Ketidakpastian global akibat krisis geopolitik dan masalah penurunan ekonomi akan
menurunkan permintaan nikel di industri baja nirkarat. Risiko lain yang dapat mengurangi
permintaan nikel adalah peralihan dari baterai nikel-kobalt-mangan (NCM) ke baterai litium-
besi-fosfat (LFP) di pasar kendaraan listrik China juga akan mengubah permintaan trem.
bidang industri dari nikel hingga litium. Di sisi lain, pasokan nikel khususnya dari Indonesia
terus meningkat secara signifikan. Penurunan permintaan yang dibarengi dengan peningkatan
pasokan nikel tentu akan melemahkan harga nikel dunia. Dengan mempertimbangkan faktor-
faktor tersebut, harga nikel diperkirakan akan turun 16% pada tahun 2023 (Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia, 2023).

Pada akhirnya, nikel diperkirakan akan terus memainkan peran penting dalam transisi
energi karena fungsinya dalam industri baja tahan karat dan baterai listrik. Seluruh pemangku
kepentingan diharapkan dapat memanfaatkan potensi tersebut dengan sebaik-baiknya untuk
kesejahteraan bangsa. Namun, konsekuensi sosial dan lingkungan dari penambangan juga
harus diperhatikan, termasuk masalah emisi terkait penambangan dan pengolahan, risiko
terkait limbah, pengelolaan air, dan keselamatan pekerja. Memastikan bahwa kekayaan mineral
logam memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat lokal juga merupakan kunci untuk
mendukung proyek pertambangan.

Selain memfokuskan investasi untuk meningkatkan pasokan primer dengan membuka


tambang dan smelter baru, pemerintah juga harus mulai menarik investasi pada proyek daur
ulang nikel. Menurut IEA (2021), daur ulang tidak serta merta menghilangkan kebutuhan akan
persediaan primer. Pada tahun 2040, daur ulang tembaga, litium, nikel, dan kobalt dapat
berkontribusi hingga 10% dari pasokan untuk memenuhi permintaan logam-logam tersebut.
Pasokan tambahan yang dihasilkan dari daur ulang akan mempercepat transisi energi di masa
depan, yang juga dapat membantu Indonesia memanfaatkan sepenuhnya permintaan mineral
logam yang meningkat selama transisi energi (Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,
2023).

D.2 Peran Pemerintah dalam Kebijakan Pelarangan Ekspor Bijih Nikel


Dalam hasil Presiden Joko Widodo pelarangan pengiriman nikel, tujuannya adalah untuk
mengutamakan pembuatan nikel di negara secara keseluruhan sebagai bagian dari semangat
nasionalisme ekonomi. Nasionalisme ekonomi sebagai ideologi dalam pandangan Presiden
Jokowi mengutamakan di kenaikan ruang lingkup ekonomi pada Indonesia dengan
memperkuat industri domestik dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam negara.
Ini termasuk kebijakan yang mendukung pembangunan infrastruktur, investasi dalam industri
lokal dan memberikan prioritas pada dukungan pembangunan infrastruktur, meningkatkan
penggunaan sumber daya alam untuk kepentingan bangsa sektor sumber daya alam, terutama
nikel dari hulu hingga hilir merupakan nasionalisme ekonomi yang berusaha dimotori
pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan proteksionis pelarangan ekspor bijih nikel.
Mendukung undang-undang Minerba yang disahkan pada tahun 2009 dan diperbarui dengan
UU No 3 Tahun 2020, yang dapat menjadi pedoman bagi strategi Indonesia dalam mengelola
sumber daya alam negara, sumber daya mineral, termasuk nikel, biasanya disebut sebagai
“nasionalisme sumber daya mineral” (Wulandari & dkk, 2023). Ini berarti bahwa pemerintah
harus bertanggung jawab atas pengelolaan mineral dan batubara jika mereka ingin
menghasilkan nilai tambah bagi ekonomi negara dan dengan tujuan meningkatkan daya saing
produk dan jasa pertambangan batubara di pasar global.

Peraturan larangan eksposur nikel yang dilarang oleh pemerintah Indonesia ditujukan
untuk kemajuan industri daerah. Masih perlu siap bersaing dengan industri besar lainnya,
industri nikel membutuhkan dukungan negara untuk hal bantuan juga lindung investasi.
Peraturan proteksionis, sebagai contoh, pembatasan ekspor, ditempuh oleh negara untuk
memberikan industri baru dalam skala kecil dan daya saing di lingkungan global.

Salah satu industri strategis yang dapat mendongkrak perekonomian negara dan
meningkatkan daya saingnya di pasar global, jadi pemerintah Indonesia perlu penerapan
peraturan proteksionis yang melarang ekspor bijih nikel, karena larangan ekspornya dalam
bentuk mentah, merupakan tindakan peraturan yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk
mengoptimalkan hasil bisnis pertambangan dari ujung ke ujung untuk membangun lingkungan
hingga mengubah nikel menjadi produk antara dan akhir (Wulandari & dkk, 2023).

Dengan memberlakukan larangan ekspor mendorong bisnis untuk membangun dan


memperluas kapasitas (smelter) nikel di negara sendiri, untuk bisa bermanfaat memacu
pengembangan industri nikel hilir. Perkembangan teknologi metalurgi Indonesia menyebabkan
kebutuhan nikel di negara sendiri meningkat. Smelter adalah saran yang memproses produk
tambang untuk meningkatkan kandungan logam nikel ke tingkat agar bisa mencapai standar
yang digunakan sebagai bahan dasar produk akhir (Wulandari & dkk, 2023).

Indonesia saat ini memiliki jumlah 15 smelter nikel, tapi diperkirakan pasti meningkat
berjumlah 30 di 2023. Kebutuhan bahan baku nikel domestik pada tahun 2022 metalurgi pasti
berjumlah 100 juta ton bahkan permintaan pasti akan naik (Wulandari & dkk, 2023). Nikel
yang digunakan mengalami metalurgi mempunyai nilai yang bagus dan mahal; oleh karena itu,
hasil pengiriman ke luar negeri akan besar ketimbang biji nikel. Hal tersebut yang telah
ditetapkan sebagai tujuan pemerintah Indonesia ketika ekspor biji nikel dalam bentuk dasar
yang harus diolah atau dimurnikan terlebih dahulu di smelter di Indonesia sebelum dijual
menuju pasar global.

Meskipun peraturan pelarangan pengiriman biji nikel mentah ini menyebabkan penurunan
pekerjaan dan pendapatan pajak di Indonesia dalam jangka pendek. Indonesia pada akhirnya
menang taruhan dengan peraturan melalui berinvestasi pada sarana pembuatan nikel (smelter,
metalurgi) dan menambah nilainya term nikel. Investasi asing dalam industri nikel Indonesia
terutama disebabkan dari perusahaan China untuk menginvestasikan US$30miliar dalam jalur
ketersediaan nikel Indonesia (Winona, 2022). Produksi barang nikel buatan meledak,
terpenting pada nickel pig iron bagi produksi baja Indonesia dan China (24.000 ton di 2014
berubah 636.000 ton tahun 2020) (Wulandari & dkk, 2023).

Di sisi, peraturan pemerintah bagi meningkatkan produktivitas BUMN adalah cara


perusahaan BUMN untuk secara bertahap menggantikan dominasi asing di sektor bijih nikel.
Hingga saat ini, sebagian besar sektor pertambangan di Indonesia dikuasai oleh perusahaan
penanaman modal asing. Sampai pada 2014, bidang pertambangan bijih nikel Indonesia tetap
dikuasai oleh perusahaan asing PT. Vale Indonesia (Vale, 2022). INCO dari jumlah kontribusi
modal sebesar 77persen, lalu keberhakan saham BUMN melalui PT. Aneka Tambang Tbk
cuman 19%. Sedangkan di tahun 2018, penguasaan 50% dari nikel Indonesia masih dimiliki
oleh perusahaan asing dikuasai oleh bisnis China melalui Indonesia Morowali Industrial Park
(Umah, 2021). Kontrol terbesar keduanya dimiliki oleh perusahaan Brasil PT. Vale Indonesia
dengan 22persen, di tempat ketiga dimiliki oleh organisasi Cina lewat PT. Kebajikan Naga
11persen, sedangkan kepemilikan perusahaan BUMN oleh PT. Antam cuman5% (Cahyani,
2023).
Oleh karena itu, dukungan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada perusahaan
BUMN diwujudkan melalui diterbitkannya peraturan juga izin kompleks bagi perusahaan lain
di bidang pertambangan. Pemerintah Indonesia lebih unggul dengan diterbitkannya Izin Usaha
Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang harus dipenuhi bagi
perusahaan pertambangan agar melakukan usaha di Indonesia. Pemerintah Indonesia
mempunyai kewenangan penuh bagi memberikan, memperbarui, atau menarik izin
pertambangan (Nalle, 2016). Melalui kontrol pemerintah dengan peraturan, perusahaan non-
negara memiliki ruang terbatas dalam mengelola operasi investasi di Indonesia karena mereka
wajib mematuhi kebijakan pemerintah yang lebih spesifik. PT. Vale Indonesia adalah salah
satu contohnya, diperintahkan oleh pemerintah Indonesia bagi investasi 20% saham
perusahaan, membangun kilang minyak nasional dan mendapatkan persetujuan pemerintah
untuk terus memperluas investasinya di Indonesia (Vale, 2022).

Kenaikan produktivitas BUMD bidang pertambangan hilir bijih nikel dicapai melalui
pembentukan perusahaan patungan MIND ID. MIND ID mengikutsertakan sejumlah
perusahaan publik yang bergerak di bidang pertambangan seperti PT. Antam, PT. Pelabuhan
Bebas Indonesia, PT. Bukit Asam, PT. Timah dan PT. Inalum (MIND ID, 2022). Lewat khusus,
MIND ID diberi kewenangan oleh negara untuk melakukan tiga hal, yaitu mengelola cadangan
dan sumber daya strategis, melakukan kegiatan hilirisasi dan mengoptimalkan bahan baku
mineral, serta memperluas bisnis untuk menciptakan posisi market leadership bagi Indonesia
(Kementerian BUMN, 2022). Dalam upaya hilirisasi bijih nikel pertamanya, negara
mendukung MIND ID untuk membeli saham perusahaan multinasional yang bergerak di sektor
nikel di Indonesia. Dengan dukungan negara, pada Juni 2020, BUMN melalui induk
perusahaannya MIND ID mengakuisisi 20% saham PT. Vale Indonesia merupakan perusahaan
multinasional yang menjadi produsen utama nikel di Indonesia sejak tahun 1968 (MIND ID,
2022). Akuisisi saham tersebut menandai perubahan jumlah saham PT. Vale mewakili 44,3%
VCL, 20% MIND ID, 15% SMM, dan 20,7% publik (Sembiring, 2022). Dengan menjadi
pemegang saham kedua PT. Vale Indonesia, MIND ID dapat mengakses jaminan bahan baku
bijih nikel yang dikuasai perusahaan asing.

MIND ID menunjuk beberapa BUMN untuk melaksanakan komitmen mereka untuk


mempercepat realisasi proyek komponen kendaraan listrik nasional. BUMN seperti PT Antam,
PT Pertamina, PT PLN, dan PT Inalum kemudian bergabung untuk membentuk Indonesia
Battery Corporation (IBC) (Kementerian BUMN, 2022); (Kementerian Investasi/BKPM,
2022). IBC bertujuan untuk menjadi perusahaan yang mengelola ekosistem baterai dan
kendaraan listrik global. Sebagai bagian dari program rantai pasok industri kendaraan listrik
IBC, PT Antam akan melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. PT. Inalum berada di
sektor hulu dan mampu memasok bahan baku. PT. PLN ditempatkan di daerah hilir untuk
melakukan distribusi. PT. Pertamina akan fokus membangun pabrik kendaraan listrik dan
menyiapkan infrastruktur pendukungnya. Melalui sinergi BUMN, diharapkan daya saing
industri nasional semakin meningkat dan kontribusi sektor manufaktur nasional terhadap
perekonomian negara semakin meningkat (Cahyani, 2023).

D.3 Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Biji Nikel

Di Indonesia, industri pertambangan logam dikuasai oleh investor asing dan badan usaha
milik negara, serta oleh perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan ini didirikan berdasarkan
hukum dan peraturan Indonesia sebagai badan hukum Indonesia. Dalam kontrak kerja
pertambangan, perusahaan tambang asing juga diharuskan menyerahkan kepemilikan saham.
Hak atas tanah negara sebagai suatu konsep selama ini belum memiliki pengertian dan makna
yang jelas dan tegas yang dapat diterima oleh semua pihak atas pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam yang bersifat nasional, sehingga menimbulkan banyak penafsiran yang
bermakna bagi pelaksanaannya, sehingga diperlukan pembinaan. pabrik metalurgi untuk
menghasilkan tambang dalam negeri yang dapat diproses sebelum diekspor. Tujuan UU
Minerba adalah mulia:

Sehingga Indonesia dapat menikmati nilai tambah hasil tangkapan, meningkatkan produk
domestik bruto dan menyerap tenaga kerja. Pengenalan kebijakan untuk melarang ekspor
barang sudah jelas, tetapi Indonesia masih kekurangan smelter yang cocok untuk
menyeimbangkan hasil pertambangan. Setidaknya ada tiga barang yang akan kekurangan
pasokan pada 2014, yakni tembaga, bauksit, dan nikel. Produksi bauksit nasional pada 2011
mencapai 17,6 juta ton. Saat ini, Indonesia belum memiliki smelter bauksit. Proyek
pembangunan sejumlah pabrik peleburan bauksit hingga 2014 hanya mampu memenuhi 7,1
juta ton. Kesenjangan antara hasil tambang dan kapasitas smelter adalah 10,5 juta ton, dengan
asumsi seluruh pembangunan smelter berjalan lancar.

Hal yang sama juga terjadi pada komposisi nikel. Pada tahun 2011, pertambangan nikel di
Indonesia menghasilkan 15,9 juta ton nikel. Smelter nikel saat ini memiliki kapasitas 9,03 juta
ton. Smelter baru dengan kapasitas total 4,15 juta ton diperkirakan akan ditambahkan hingga
2014. Pada tahun 2014, gap antara produksi tambang dan smelter mencapai 2,72 juta ton.
Produksi tembaga nasional pada tahun 2011 mencapai 20,2 juta ton, sementara smelter
saat ini hanya mampu menampung 1 juta ton. Rencana untuk membangun lebih banyak smelter
hingga tahun 2014 hanya akan meningkatkan kapasitas smelter menjadi 1,2 juta ton,
meninggalkan setidaknya 18 juta ton tembaga yang tidak dapat diolah.

Karena tidak ada smelter, banyak bahan mentah tambang tidak dapat dijual. Akibatnya,
para pelaku tambang harus mengurangi kapasitas produksi mereka atau bahkan menutup
usahanya. Ini akan berdampak pada tiga hal: penerimaan negara akan menurun, tenaga kerja di
sektor tambang akan berkurang, dan neraca perdagangan akan semakin terganggu (Santoso &
dkk, 2023).

Pertama, pajak dari sektor tambang dan galian mencapai 55 triliun rupiah setiap tahun,
sedangkan royalti tambang mencapai 13 triliun rupiah setiap tahun. Selain itu, pendapatan
pemerintah dari sektor pertambangan dapat berupa penerimaan pajak (PPh), penerimaan bukan
pajak (royalti tambang), dan sewa lahan. Jika produksi tambang minerba menurun, penerimaan
ini mungkin berhenti (Santoso & dkk, 2023).

Kedua, tenaga kerja akan berkurang jika produksi tambang berkurang. Saat ini, ada 1,6
juta karyawan di industri pertambangan dan galian, peningkatan 40% dari 1,1 juta pada Januari
2009. Peningkatan produksi tambang yang signifikan, yang membutuhkan banyak tenaga
kerja, diduga menjadi penyebab kenaikan ini. Para pekerja harus siap kehilangan pekerjaan
mereka jika ekspor bahan mentah dilarang. Perusahaan perkapalan dan alat berat yang
mendukung kegiatan tambang juga akan mengalami penurunan tenaga kerja.

Ketiga, ekspor nasional berasal dari pertambangan non-migas, yang mencakup minerba,
yang menyumbang 16,28 persen dari total ekspor. Jika larangan ekspor menyebabkan
penurunan ekspor bahan mentah, neraca perdagangan akan semakin defisit. Ini akan
berdampak pada nilai tukar rupiah yang semakin melemah, yang akan meningkatkan biaya
impor. Sejumlah produk yang masih bergantung pada komponen impor akan terkena dampak
tingginya biaya impor. Hingga saat ini, program penghiliran masih berlangsung, meskipun
undang-undang Minerba sudah ada sejak 2009. Pemerintah gagal menciptakan lingkungan
usaha yang menarik investor mengembangkan smelter Indonesia. Kementerian ESDM
melaporkan bahwa hanya 15 perusahaan yang telah dinyatakan siap untuk mengikuti Undang-
Undang Minerba, dan masih 97 perusahaan yang belum melakukan kemajuan apa pun.
Perusahaan yang membangun smelter sering menghadapi masalah birokrasi dan tata
ruang. Pertama, sistem hukum dan birokrasi Indonesia sering menyulitkan proses penghiliran.
Penghalang utama termasuk perizinan yang rumit dan pembebasan lahan. Contohnya, aturan
divestasi tambang memaksa pemilik tambang untuk mendivestasikan sahamnya kepada
pemerintah (pemda, BUMN, dan BUMD) dalam waktu 10 tahun. Jika tambang terintegrasi
dengan smelter, investor akan rugi besar.

Kedua, organisasi ruang. Ketidakjelasan tata ruang seringkali menghalangi investasi. Peta
kehutanan, peta pertambangan, dan rencana tata ruang wilayah masih ada. Ketidakpastian
muncul karena tumpang tindih ini di tempat lain. Ketiga, infrastruktur harus tersedia. Smelter
membutuhkan infrastruktur pendukung seperti listrik untuk menjalankan pabrik, jalan untuk
mengangkut bahan mentah dan hasil olahan, dan pelabuhan untuk mengirimkan hasil produksi
smelter ke luar. Pemerintah gagal menyediakan infrastruktur yang diperlukan. Masih ada
banyak jalan yang rusak, pelabuhan yang tidak beroperasi dengan baik, dan masalah
mendapatkan listrik (Santoso & dkk, 2023).

Selain konsekuensi yang disebutkan di atas, sejumlah pelaku usaha pertambangan


memperkirakan selesainya smelter ini pada tahun 2017. Sekitar 30.000 orang akan kehilangan
pekerjaan jika negara menerima sektor pertambangan yang hilang, yang memiliki potensi
pendapatan sekitar 7–8 miliar dolar. Dana yang hilang dapat digunakan untuk membangun
pabrik "Sponge Iron" sebanyak 2000 unit—produk dari pengolahan pasir besi dan bijih besi—
dengan biaya sekitar 40 milyar rupiah dan waktu pembangunan sekitar enam bulan per pabrik.
Jika seluruh pabrik didistribusikan ke setiap provinsi di Indonesia, setiap provinsi akan
memiliki 60 unit pabrik pengolahan (Santoso & dkk, 2023).

Kedua, jumlah pekerja yang hilang akibat penutupan sektor pertambangan sebanyak
30.000 orang di seluruh Indonesia. Dengan dibangunnya 2.000 unit pabrik, dibutuhkan 100
orang secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dibutuhkan total tenaga kerja
sebanyak 200.000 orang, kekurangan sebanyak 170.000 tenaga kerja. Ketiga, dengan 2.000
unit pabrik berkapasitas 100 ton/hari/pabrik, total 70 juta ton besi spons/tahun akan diproduksi,
memenuhi hingga 10 juta ton untuk permintaan domestik dengan harga mulai dari $400/ton. ,
sisanya sebanyak 60 juta ton dapat diekspor ke luar negeri apabila memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Menteri ESDM dengan asumsi harga 400 USD/ton setara dengan 24 miliar
USD US dollar (240 triliun VND) rupiah) akan diperoleh (Kementerian Investasi/BKPM,
2022).
E. KESIMPULAN
Kebijakan Indonesia untuk menghentikan ekspor nikel memiliki pro dan kontra, terutama
karena Indonesia harus berhadapan dengan Uni Eropa di WTO karena gugatan yang diajukan
Uni Eropa untuk menghentikan ekspor nikel. Meskipun Indonesia harus berhadapan dengan
gugatan Uni Eropa di WTO, negara itu tetap berusaha untuk menegaskan pelarangan ekspor
nikel ke negara lain. Ini menunjukkan upaya Indonesia untuk meningkatkan nilai jual melalui
pengolahan sumber daya mentahnya sendiri.
Pemerintah terus berusaha untuk membuat Indonesia mampu mengolah bahan mentah
sendiri dan menghindari bergantung pada negara lain dengan mendirikan smelter di beberapa
wilayahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, N. R. (2023). Kebijakan Pemberhentian Ekspor Biji Nikel Indonesia Tahun 2020:
Tinjauan Neomerkantilisme. Jurnal Jayapangus Press, Vol. 6, No. 2, Hlm. 430.

Kementerian BUMN. (2022, September 12). Menteri BUMN, Erick Thohir : Kebijakan
Hilirisasi Industri Minerba Indonesia Jadi Daya Tarik Investor. Diambil kembali dari
bumn.go.id: https://bumn.go.id/media/press-conference/menteri-bumn-erick-thohir-
kebijakan-hilirisasi-minerba-indonesia-jadi-daya-tarik-investor

Kementerian BUMN. (2022, November 3). MIND ID Berkomitmen Jajaki Aliansi Baru untuk
Pengembangan Bisnis Kendaraan Listrik. Diambil kembali dari bumn.go.id:
https://bumn.go.id/media/news/detail/mind-id-jajaki-aliansi-baru-kembangkan-bisnis-
kendaraan-listrik

Kementerian Investasi/BKPM. (2022, September 12). Nikel untuk Kesejahteraan Bangsa.


Diambil kembali dari bkpm.go.id:
https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita/nikel-untuk-kesejahteraan-bangsa

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2023). Trade Policy & Strategic Issue. Badan
Kebijakan Perdagangan, Vol. 2, No. 1, Hlm. 34-39. Diambil kembali dari
bkperdag.kemendag.go.id.

MIND ID. (2022, November 27). MIND ID Tuntaskan Transaksi Akuisisi Saham Vale
Indonesia. Diambil kembali dari mind.id: https://mind.id/news/mind-id-tuntaskan-
transaksi-akuisisi-saham-vale-indonesia

Nalle. (2016). Hak Menguasai Negara Atas Mineral dan Batubara Pasca e, V. I. W. (2016).
Hak Menguasai Negara Atas Mineral dan Batubara Pasca. Jurnal Konstitusi, Vol. 9,
No. 3, Hlm. 473.
Santoso, R. B., & dkk. (2023). Pilihan Rasional Indonesia dalam Kebijakan Larangan Ekspor
Bijih Nikel. Jurnal Indonesian Perspective, Vol. 8, No. 1, Hlm. 162-175.

Sembiring. (2022, November 2). Sah! MIND ID Caplok 20% Saham Divestasi Vale Rp 5,5 T.
Diambil kembali dari cnbcindonesia:
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200620121239-17-166809/sah-mind-id-
caplok-20-saham-divestasi-vale-rp-55-t

Sukawati, E. (2018, Agustus 01). “Ketentuan Impor Holtikultura, Hewan Dan Produk Hewan
Indonesia (Studi Kasus Sengketa Perdagangan Internasional Antara Indonesia Dengan
Amerika Serikat Dan Selandia Baru)”. Diambil kembali dari
https://repository.unej.ac.id/: https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86900

Vale. (2022, November 4). Pemerintah Indonesia dan PT Vale tandatangani amandemen
Kontrak Karya. Diambil kembali dari vale.com:
http://www.vale.com/indonesia/BH/aboutvale/news/id/Pages/pemerintah-indonesia-
dan-pt-vale-tandatanganiamandemen-kontrak-karya.aspx

Widjaja, G. d. (2000). Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor Impor dan Imbal Beli). Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

World Trade Organization. (2016). Members and Observers. Diambil kembali dari
www.wto.org: https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_ehtm.

Wulandari, M., & dkk. (2023). Analisis Dampak Non-Migas Indonesia Setelah Kebijakan
Larangan Ekspor Bijih Nikel. Jurnal Ekonomika45, Vol. 10, No. 2, Hlm. 77.

Anda mungkin juga menyukai