Anda di halaman 1dari 21

PERAN WTO DALAM RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA


Organisasi Internasional
Seksi A

Disusun Oleh:
Airlangga Gozali 2013-050-018
Kirana Dewayani 2013-050-032
Jessica Korli Restiana 2013-050-067
Bossga Yos Toman 2013-050-072
Vincensius Desta Galang P. 2013-050-338
Salomo Sirait 2012-050-276

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara hukum, dimana setiap aspek dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur oleh hukum. Mulai dari
ketentuan-ketentuan dalam berlalu-lintas, ketentuan dalam hal pendidikan,
sampai ketentuan mengenai hak-hak individual yang salah satu contohnya
adalah hak atas kekayaan intelektual (sering disebut sebagai HKI). Setiap
aspek diatur oleh ketentuan tertentu yang pada umumnya secara formal
berbentuk peraturan perundang-undangan.
Hukum di Indonesia juga sifatnya dinamis dan terus berkembang sesuai
dengan kebutuhan hukum dalam bermasyarakat dan bernegara. Faktor
pendorong perubahan hukum tersebut bisa merupakan faktor internal (dalam
negeri) maupun faktor eksternal (internasional). Hukum di Indonesia tidak
hanya harus bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakatnya dan menyesuaikan
dengan perkembangan yang ada di dalam negeri tetapi juga harus disesuaikan
dengan perkembangan yang terjadi di dunia internasional, terutama karena
Indonesia juga merupakan negara yang aktif terlibat dalam dunia internasional.
Indonesia tergabung ke dalam organisasi-organisasi internasional seperti PBB
(United Nations) dan WTO (World Trade Organization). Sebagai anggota dari
organisasi internasional, maka hukum di Indonesia juga perlu disesuaikan
dengan ketentuan-ketentuan dari organisasi yang bersangkutan. Misalnya
apabila WTO mengeluarkan suatu perjanjian internasional/konvensi, maka
konvensi tersebut akan berlaku juga di Indonesia dan perlu ada peraturan
perundang-undangan yang dapat mengakomodasi isi dan maksud dari konvensi
internasional tersebut.
WTO atau World Trade Organization adalah organisasi internasional yang
berdiri untuk menggantikan GATT setelah periode perang dunia II, untuk
mengurangi dan meniadakan hambatan-hambatan dalam hal perdagangan
internasional. Dalam WTO terdapat beberapa kesepakatan antaranggotanya
demi berjalannya perdagangan internasional, dan termasuk salah satu
diantaranya adalah kesepakatan mengenai hak atas kekayaan internasional
yaitu Trade-Related aspects of Intellectual Property Rights atau disebut juga

TRIPs Agreement. Indonesia sebagai anggota dari WTO secara otomatis akan
harus mematuhi segala ketentuan yang ada dalam TRIPs Agreement, maka
akan terjadi perubahan hukum yang dinamis dalam tata hukum di Indonesia
selaku anggota dunia internasional.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah antara lain:
1. Untuk mengetahui peran WTO dalam ruang lingkup perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
2. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
di Indonesia selaku anggota WTO.
C. RUMUSAN MASALAH
Dari tujuan tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa peran WTO dalam ruang lingkup perlindungan HKI?
2. Bagaimana perlindungan HKI di Indonesia selaku anggota WTO?

BAB II
LANDASAN TEORI
A. WTO (WORLD TRADE ORGANIZATION)
WTO adalah salah satu organisasi dunia internasional yang dibentuk
khusus untuk mengatur masalah perdagangan yang ada di dunia. WTO
dibentuk oleh Negara-negara di dunia dan Indonesia termasuk salah satu
diantaranya. Secara resmi, WTO berdiri sejak tanggal 1 Januari 1995. Namun,
sebenarnya perihal sistem perdagangan itu sendiri telah ada sejak sebelum
masa Perang Dunia II. Pada tahun 1948, dikenal organisasi internasional
bernama General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). GATT berisikan
tentang Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan, dan GATT
merupakan organisasi pertama yang telah membuat aturan-aturan untuk sistem
perdagangan dunia. Sejak tahun 1948-1994 sistem GATT memuat peraturanperaturan mengenai perdagangan dunia dan menghasilkan pertumbuhan
perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT ditujukan untuk
membentuk International Trade Organization (ITO), yakni suatu badan khusus
dari PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank
Dunia) di bidang perekonomian. Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN
Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948,
akan tetapi proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara-negara
bersangkutan tidak berjalan lancar. Tantangan paling serius dan bermakna
berasal dari kongres Amerika Serikat. Walaupun pada saat itu Amerika Serikat
adalah Negara yang mencetuskan, tetapi Amerika Serikat tidak meratifikasi
Piagam Havana tersebut. Hal ini membuat ITO tidak dapat dilaksanakan secara
efektif dan tidak dapat segera berlaku. Meskipun demikian, GATT tetap
menjadi instrumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional pada
masanya.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi WTO adalah antara
lain:
1.

Mengadministrasikan berbagai persetujuan yang dihasilkan putaran


uruguay di bidang barang dan jasa baik multilateral maupun
plurilateral, serta mengawasi pelaksanaan komitmen akses pasar di

2.

bidang tarif maupun non tarif


Mengawasi praktek-praktek perdagangan internasional dengan
secara regular meninjau kebijaksanaan perdagangan negara

3.

anggotanya dan melalui prosedur notifikasi


Forum dalam menyelesesaikan sengketa

dan

penyediaan

mekanisme konsiliasi guna mengatasi sengketa perdagangan yang


4.

timbul
Menyediakan bantuan teknis yang diperlukan sebagian anggotanya,
termasuk

bagi

negara-negara

sedang

berkembang

dalam

melaksanakan dalam hasil putaran Uruguay


5.

Sebagai forum bagi negara anggotanya untuk terus menerus


melakukan perudingan pertukaran profesi di bidang perdagangan
guna mengurangi hambatan-hambatan perdagangan dunia.

B. TRIPs

AGREEMENT

(TRADE-RELATED

ASPECTS

OF

INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS)


TRIPs (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) merupakan
perjanjian internasional di bidang HKI terkait perdagangan. Perjanjian ini
merupakan salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia
atau WTO (World Trade Organization) yang bertujuan menyeragamkan sistem
HKI di seluruh negara anggota WTO. HKI merupakan isu perdagangan baru yang
dibahas dalam perundingan perdagangan Putaran Uruguay berlangsung. Adapun
tujuan dari TRIPs Agreement adalah untuk melindungi dan menegakkan hukum
HKI di dunia agar timbul inovasi, pengalihan, serta penyebaran teknologi,
diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi,

dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta


berkeseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIPs Agreement). Untuk itu
perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan intemasional, dengan
mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan
memadai terhadap hak milik intelektual, serta untuk menjamin agar tindakan dan
prosedur untuk menegakkan hak milik intelektual tidak kemudian menjadi
penghalang bagi perdagangan yang sah
Ada enam jenis HKI yang dimuat di dalam TRIPs: Hak Paten, Hak
Cipta, Merek. Indikasi geografis, desain industri, rangkaian elektronik terpadu.
TRIPs Agreement isinya adalah:
Bagian I : Ketentuan Umum dan Prinsip Dasar
Bagian II : Standar Ketersediaan, Lingkup dan Penggunaan Hak Milik
Intelektual.
1. Hak Cipta dan Hak-hak yang Terkait
2. Mereka Dagang
3. Indikasi Geografis
4. Disain Industri
5. Paten
6. Disain Tata Letak (Topografi) Sirkit Terpadu.
7. Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan
8. Perlindungan Praktek Anti Persaingan Dalam Lisensi Kontrak.
Bagian III : Penegakan Hak Milik Intelektual
1. Kewajiban Umum
2. Prosedure dan Penyelesaian Perdata Serta Administratif
3. Tindakan Sementara
4. Persyaratan khusus yang Berkaitan Dengan Tindakan yang
Sifatnya Tumpang Tindih.
5. Prosedur Pidana
Bagian IV : Pemerolehan dan Pemeliharaan Hak Milik Intelektual dan
Prosedure
Antar Para Pihak.
Bagian V : Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan
Bagian VI : Pengaturan Peralihan
Bagian VII : Pengaturan Kelembagaan: Ketentuan Penutup.

BAB III
PEMBAHASAN
A. PERAN WTO DALAM PERLINDUNGAN HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL
Peran World Trade Organization (WTO) dalam HKI dapat terlihat jelas
dengan adanya pembentukan TRIPs. TRIPs adalah Trade Related Aspects of
Intellectual Trade in Counter Feits Goods atau dalam Bahasa Indonesia adalah
Aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual termasuk perdagangan barangbarang tiruan. Secara umum persetujuan TRIPs berisikan norma-norma yuridis
yang harus dipatuhi dan laksanakan di bidang HKI, disamping pengaturan
mengenai larangan melakukan perdagangan atas barang hasil pelanggaran
HKI. Terbentuknya TRIPs tidak lepas dari sejarah terbentuknya WTO dalam
Putaran Uruguay yang berawal sejak Perang Dunia II tahun 1945 berakhir.
WTO menekankan bahwa TRIPs:
1. Berbicara mengenai norma dan standar pengaturan. Hal ini berbeda
dengan issue lainnya yang erat kaitannya dengan komoditi dan akses
pasar perdagangan.
2. Menekankan derajat yang tinggi, mekanisme penegakan hukum, dan
penyelesaian perselisihan yang

dikaitkan dengan

kemungkinan

pembalasan silang atau Cross Retaliation.


Dokumen akhir Putaran Uruguay setebal lebih dari 500 halaman dengan
lebih dari 28 kesepakatan peragangan yang global telah ditandatangai oleh 125
negara termasuk Indonesia. Indonesia -- sebagai salah satu negara yang
menandatangani Dokumen Akhir Putaran Uruguay (GATT), dimana TRIPs
termasuk salah satu di dalam kesepakatan tersebut -- harus menyesuaikan
peraturan perundang-undangan dengan ketentuan TRIPs. Penyesuaianpenyesuaian tersebut tidak hanya menyangkut penyempurnaan, tetapi juga
pembuatan produk hukum baru di bidang Hak Milik Intelektual (HKI), dengan
disertai infrastruktur lainnya.

Tujuan adanya TRIPs tentu berkaitan dengan HKI, yakni: untuk


melindungi dan menegakkan hukum HKI guna mendorong timbulnya inovasi,
pengalihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama antara
penemu dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan
kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Untuk itu, perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam
perdagangan internasional dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan
perlindungan yang efektif dan memadai terhadap HKI, serta untuk menjamin
agar tindakan dan prosedur untuk menegakkan HKI tidak kemudian menjadi
penghalang bagi perdanganan yang sah.1
Tentu kita telah mengetahui bahwa HKI memuat mengenai:
1. Hak cipta dan hak terkait
2. Merek dagang
3. Indikasi geografis
4. Desain industri
5. Paten
6. Desain tata letak sirkuit terpadu
7. Rahasia dagang; dan
8. Perlindungan praktek anti persaingan dalma lisensi kontrak
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mempunyai kepentingan
spesifik untuk berperan serta secara aktif dalam perundingan Putaran Uruguay
untuk mengakomodasi TRIPs dalam perangkat hukum rasional di bidang
HAKI.
Kepentingan spesifik tersebut adalah:2
1. Pembangunan nasional secara menyeluruh merupakan tujuan utama
1 Halida Miljani, SH., Seminar Sehari Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi
Dunia Usah, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994.
2 Bambang Kesewo, SH, LLM, Beberapa Ketentuan Dalam Persetujuan TRIPs
(Seminar Sehari "Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi Dunia Usaha),
Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994

Pemerintah Indonesia;
2. Di bidang ekonomi tujuan pembangunan hanya dapat tercapai bila
Indonesia dapat mencapai dan mempertahankan laju pertumbuhan yang
cukup tinggi dengan tingkat inflasi yang terkendali;
3. Dalam upaya untuk mencapai laju pertumbuhan yang cukup tinggi
tersebut,sektor luar negeri telah memegang peranan penting. Hal ini akan
tetap berlaku pada tahun-tahun mendatang karena pasar dalam negeri
dengan tingkat pendapatan nasional perkapita yang relatif masih terlalu
rendah, tidak dapat menjadi motor pendorong laju pertumbuhan nasional
yang cukup tinggi;
4. Berbeda dengan tahun 1970-an, dimana penghasilan dari sektor migas
menjadi andalan dari program pembangunan, sejak tahun 1980-an
Indonesia memusatkan perhatian terutama pada sektor non migas;
5. Agar ekspor non migas dapat terus berkembang dengan pesat, maka
pemerintah telah mengambil serangkaian langkah-langkah deregulasi dan
debirokrasi untuk meningkatkan efisiensi dalam bidang perekonomian.
Program tersebut akan terus dilakukan karena kepentingan nasional
menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut merupakan suatu hal yang
strategis dan sangat tepat untuk mencapai tujuan pembangunan jangka
panjang yang telah ditentukan oleh pihak Indonesia sendiri;
6. Di luar negeri upaya pengamanan ekspor non-migas tergantung pada
keterbukaan pasar terjamin. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
Indonesia bersama Negara anggota lainnya berupaya untuk menjaga agar
keterbukaan sistem perdagangan internasional yang hingga sekarang
masih dapat dipertahankan melalui GATT dapat terjamin (Halida Miljani,
Kesepakatan Perundingan Putaran Uruguay, 1994:7).
Bertitik tolak dari kepentingan tersebut di atas, Indonesia sesuai dengan
tingkat kemampuan di bidang HAKI berupaya untuk membuat standar
pengaturan dalam pelaksanaan atau penegakan hukum di bidang HAKI agar
lampu mengakomodasikan issue TRIPs melalui :
1. Penyesuaian perangkat hukum nasional di bidang HKI

Pembahasan tentang penyesuaian perangkat hukum nasional untuk


mengakamodasikan ketentuan TRIPs berkaitan dengan upaya mengisi
kekosongan hukum dan mengubah ketentuan perangkat hukum nasional
di bidang HAKI.
Beberapa ketentuan TRIPs yang perlu "mengisi" kekosongan
hukum perangkat hukum nasional di bidang HAKI menyangkut
ketentuan- ketentuan sebagai berikut:
a) "Rental Rights" bagi pemegang Hak Cipta rekaman video/film dan
komputer program.
b) Perlindungan bagi "Perfomers, Producer of Phonograms (Sound
Recording) and Broadcasts"
c) Pengaturan tentang lndikasi Geografis (Geographical Indications)
d) Perlindungan atas "Lay-out Design" daripada "Integrated Circuits"
e) Perlindungan terhadap "Undisclosed Information"
2. Tindak Lanjut Ketentuan TRIPS dalam Peraturan PerundangUndangan Nasional di bidang HKI
Dalam pembahasan topik ini, titik beratkan dilakukan terhadap
pokok-pokok isi Persetujuan TRIPs. Beberapa dari ketentuan-ketentuan
Pokok-Pokok Isi Persetujuan TRIPs belum diatur atau telah diatur namun
perlu penyempurnaan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan
nasional di bidang HAKI.
Beberapa dari ketentuan-ketentuan pokok-pokok dari isi persetujuan
TRIPS yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut untuk memudahkan
pembahasan, akan dijabarkan sesuai dengan bidang pengaturan dalam
ketentuan persetujuan TRIPs, yang meliputi:
(1)Bidang Umum
Misalkan seperti Undang-Undang Desain Produk Industri, UndangUndang Rahasia Dagang, dan Undang-Undang Sirkuit Terpadu.
(2)
Bidang Hak Cipta dan Hak Terkait
(3)
Bidang Merek
Misalkan soal penentuan merek terkenal.
(4)
dan sebagainya.

10

3. Konsekuensi Persetujuan TRIPs Bagi Indonesia


Pembahasan konsekuensi persetujuan TRIPs bagi Indonesia tidak terlepas dari
pembahasan posisi dan kebijaksanaan Indonesia menghadapi persetujuan
TRIPs.
B. PERLINDUNGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI
INDONESIA SEBAGAI ANGGOTA WTO
Pembangunan sistem hukum perlindungan HKI yang berdasarkan nilainilai dasar Pancasila jelas menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai
salah satu hak dasar yang harus dilindungi untuk menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan yang. Terlebih hak dasar perlindungan HKI tersebut dapat
berpegangan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Dengan demikian, setiap warga negara Indonesia dapat memanfaat ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas
hidupnya, salah satunya dengan HKI untuk mendapatkan jaminan hak milik
pribadi yang tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapapun
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Ayat (4) UUD 1945.
Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota WTO maka tentu arus
globalisasi ekonomi telah membawa pengaruh yang cukup significant bagi
pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di Indonesia yang banyak
menghasilkan kekayaan intelektual yang membutuhkan perlindungan secara
hukum. Begitu pentingnya HKI dalam dunia usaha, khususnya dalam
meningkatkan

kreatifitas,

perlu

adanya

suatu

tindakan

mensosialisasi,

membudayakan dan memberdayaan HKI kepada seluruh lapisan masyarakat, baik


pelaku usaha, aparat penegak hukum maupun masyarakat selaku konsumen.
Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota WTO dan turut serta
menandatangani Perjanjian Multilateral GATT (General Agreement on Tariffs and

11

Trade) Puturan Uruguay tahun 1994, serta meratifikasinya dengan Undangundang (UU) No. 7 Tahun 1994, membawa akibat Indonesia harus membentuk
dan menyempurnakan hukum nasionalnya serta terikat dengan ketentuanketentuan tentang Hak atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) yang diatur dalam
GATT, yang salah satu lampirannya dari persetujuan GATT adalah TRIPs (Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights), yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia sebagai Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas
Kepemilikan Intelektual.
Konsekuensi Indonesia dalam meratifikasi GATT dengan UU No. 7 Tahun
1994 adalah bahwa Indonesia diwajibkan untuk memasukan perangkat hukum
HKI

dalam

sistem

hukum

nasional

Indonesia.

Indonesia

juga

telah

menyempurnakan peraturan perundang-undangan dibidang HKI, diantaranya UU


Hak Cipta, Paten, Merek, dan juga Indonesia juga telah mengundangkan UU HKI
lainnya, seperti UU Rahasia Dagang, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu,
Varitas Tanaman.
Sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota WTO dengan meratifikasi
Persetujuan GATT dengan UU No. 7 Tahun 1994, komitmen terhadap APEC
(Asia Pasific Economic Cooperation) dan pemberlakuan AFTA (Asean Free
Trade Area) 2003 membawa Indonesia bersedia menerima liberalisme
perdagangan. Dalam perdagangan bebas, persaingan adalah hal yang wajar untuk
memperoleh keuntungan maksimal dan menguasai pangsa pasar untuk
mengungguli pelaku usaha lain. Persaingan membawa pengaruh positif dan
negatif dalam dunia usaha.
Pengaruh positif dari adanya persaingan adalah terciptanya harga yang
bersaing, kualitas produk yang baik, serta tersedianya berbagai pilihan terhadap
suatu produk. Sedangkan dampak negatifnya adalah terciptanya persaingan usaha
tidak sehat di antara para pelaku usaha. Persaingan usaha tidak sehat dapat
diartikan sebagai persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran produk yang dilakukan secara tidak jujur (melawan
hukum). Persaingan tidak sehat dalam bidang HKI adalah melakukan tindakantindakan peniruan, pemalsuan serta praktik-praktik tidak sehat lainnya, yang

12

tentunya ini sangat merugikan pemilik, Negara, dan juga masyarakat selaku
konsumen. Oleh karena itulah maka pentingnya HKI dilindungi oleh hukum
sehingga praktik-praktik persaingan tidak sehat dalam bidang HKI setidaknya
dapat dicegah dan adanya sanksi yang tegas guna memberikan efek jera bagi para
pelaku usaha curang di bidang HKI.
Dalam sistem hukum Indonesia, secara umum terdapat tiga bagian besar
untuk mengatasi persaingan curang, yaitu3:
1.

Hukum Umum, dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata


(KUHPerdata),

Pasal

13654dan

Kitab

Undang-undang

Hukum

Pidana

(KUHPidana), Pasal 322 jo. Pasal 323 jo. Pasal 382bis.


2.

Hukum Khusus, dalam hal ini adalah peraturan perundang-undangan


dibidang HKI, yang meliputi dua kelompok, yakni Hak Cipta dan Hak Milik
Industri/Perindustrian, yang terdiri dari Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain
Industri, Desain Tata Letak Siskuit Terpadu, dan Varitas Tanaman.

3.

Hukum Khusus, yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang


Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk masalah
pelanggaran dibidang HKI yang bertujuan untuk menciptakan persaingan secara
tidak sehat dapat diajukan berdasarkan ketentuan UU ini. Tentunya perlu diingat
untuk perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan HKI seperti lisensi paten,
merek, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia
dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba tidak dapat diterapkan
ketentuan UU ini karena hal tersebut dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999
sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 50.
Berdasarkan hukum HKI di Indonesia lingkup HKI dibagi menjadi dua
kelompok, yakni:

3 Insan Budi Maulana, Perlindungan Pemilik Rahasia Dagang dalam Menghadapi


Persaingan Curang, Jurnal Hukum Bisnis, volume 13, April 2001, hal.24.
4

Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

13

1.

Hak Cipta (Copyright) : UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


sebagaimana telah diubah dalam UU No.28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

2.

Hak Milik Industri (Perindustrian) yang meliputi :


a)
b)
c)
d)
e)

Paten : UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;


Merek : UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
Rahasia Dagang : UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
Desain Industri : UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu : UU No. 32 Tahun 2000 tentang

Desain Tata letak


Sirkuit Terpadu;
f) Varietas Tanaman : UU No. 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
Undang-Undang HKI diatas sebagai produk hukum Indonesia yang melindungi
kekayaan intelektual diatas melindungi hal-hal sebagai berikut
1.

Hak Cipta adalah ide di bidang ilmu pengetahuan, seni, budaya, atau sastra
yang disebut HKI, benda materialnya bentuk jelmaannya adalah buku, lagu,
tarian, lukisan, ataupun novel.

2.

Hak Merek adalah ide di bidang ilmu pengetahuan yang disebut HKI,
benda material bentuk jelmaannya adalah merek yang dilekatkan pada produk
yang diperdagangkan.

3.

Paten adalah ide di bidang teknologi yang disebut HKI, benda material
bentuk jelmaannya seperti mobil yang bermesin minyak jelantah, Jembatan
Layang Jalan TOL yang menggunakan tiang pancang sosro bahu, Landasan
Pacu Penerbangan Pesawat di Bandara Soekarno Hatta yang menggunakan
pondasi cakra ayam, dan masih banyak lagi contoh dari paten.

4.

Rahasia Dagang adalah ide di bidang bisnis dan ekonomi yang disebut
HKI, benda material bentuk jelmaannya seperti formula soft drink coca
cola dan pepsi cola.

5.

Desain Industri adalah ide di bidang seni yang disebut HKI, benda
material bentuk jelmaannya seperti motif desain batik (motif desain
permukaan) dan tenun ikat (motif desain struktur), ukiran jepara misalnya
dalam bentuk gebyok.

Perlindungan hukum HKI di Indonesia merupakan suatu sistem hukum yang


terdiri dari unsur-unsur :

14

1.

Subjek perlindungan. Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau


pemegang hak;

2.

Objek perlindungan. Objek yang dimaksud adalah semua jenis HKI yang
diatur oleh undang-undang, seperti hak cipta, merek, paten, rahasia dagang,
desain industri desain tata letak sirkuit terpadu, dan varitas tanaman;

3.

Pendaftaran perlindungan. HKI yang dilindungi hanyalah yang sudah


terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila
undang-undang mengatur lain, seperti hak cipta yang boleh tidak terdaftar
bedasarkan ketentuan UU Np. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;

4.

Jangka waktu perlindungan. Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya


HKI itu dilindungi oleh undang-undan, misalnya merek untuk jangka waktu
10 tahun dan dapat diperpanjang kembali, paten untuk jangka waktu 20 tahun
dan tidak dapat diperpanjang kembali, rahasia dagang yang tanpa batas
waktu, serta hak cipta yang selama hidup pencipta ditambah 50 tahun
sesudah pencipta meninggal dunia;

5.

Tindakan hukum perlindungan. Apabila telah terbukti terjadi pelanggaran


HKI, maka pelanggar (orang yang melanggar) harus dihukum, baik secara
perdata maupun pidana.

Setiap pelanggaran HKI pasti akan merugikan pemilik/pemegang haknya dan/atau


kepentingan umum/Negara. Pelaku pelanggaran harus ditindak dan wajib
memulihkan kerugian yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau Negara.
Penindakan dan pemulihan tersebut diatur oleh undang-undang HKI. Ada tiga
kemungkinan penindakan dan pemulihan, yaitu :
1.

Secara perdata berupa gugatan :


1.

Ganti kerugian terhadap pelanggar;

2.

Penghentian perbuatan pelanggaran;

3.

Penyitaan barang hasil pelanggara untuk dimusnahkan.

2.

Secara pidana berupa penuntutan :


1.

Hukuman pidana maksimal 7 tahun penjara; dan/atau

2.

Hukuman denda maksimum Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta


rupiah);

15

3.

Perampasan barang yang digunakan melaksanakan kejahatan untuk


dimusnahkan.

3.

Secara administratif berupa tindakan :


1.

Pembekuan/pencabutan SIUP;

2.

Pajak/bea masuk yang tidak dilunasi;

3.

Reekspor barang hasil pelanggaran.

Adapun jenis-jenis pelanggaran HKI, antara lain adalah sebagai berikut :


1.

Untuk bidang Hak Cipta. Pelanggaran dapat berupa perbuatan


mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak dan mengumumkan ciptaan
orang lain, baik sebagian atau seluruhnya tanpa izin Pencipta/Pemegang hak
Cipta atau bertentangan dengan UU Hak Cipta atau perjanjian. Bertentangan
dalam hal ini dapat diartikan tidak sesuai dengan atau melanggar ketentuan
UU Hak Cipta, misalnya :

a)

Dibolehkan memfotokopi bab tertentu tanpa izin Pencipta untuk kepentingan

pendidikan, tetapi fotokopi itu diperjualbelikan (dikomersialkan);


b)

Mengutif Ciptaan orang lain dimasukkan ke dalam Ciptaan sendiri tanpa

menyebutkan sumbernya (plagiat);


c)

Mengambil Ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan

sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam;


d)

Melampaui jumlah eksemplar penerbitan yang disepakati dalam perjanjian,

misalnya disepakati 2000 eksemplar diterbitkan 4000 eksemplar.


Perlu diingat bahwa pelanggaran hak cipta tidak hanya mengenai karya tulis atau
cetak tapi juga karya rekaman audio dan video. Berdasarkan ketentuan UU Hak
Cipta, ada 2 klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran hak cipta, yaitu :
a)

Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja

melanggar Hak Cipta, termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau
rekaman.
b)

Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual

kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta.
Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual,
pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan.

16

1.
a)

Untuk bidang Merek. Ada 3 jenis pelanggaran merek, yaitu :


Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya

dengan merek terdaftar milik orang lain;


b)

Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan

merek terdaftar milik orang lain;


c)

Memperdagangkan barang/jasa yang diketahui/patut diketahui berasal dari

kejahatan pelanggaran merek, misalnya pemalsuan, peniruan.


Pelaku pelanggaran merek (no. 1 & 2) disebut pelaku utama, sedangkan pelaku
pelanggaran merek (no. 3) disebut pelaku pembantu.
1.

Untuk bidang Paten. Ada 2 klasifikasi tindak pidana pelanggaran paten,


yaitu :

a)

Dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,

menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau


diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
b)

Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten

untuk membuat barang dan tindakan lainnya, seperti yang dimaksud dalam huruf
(a).
4. Untuk bidang Desain Industri. Ada 3 jenis pelanggaran desain industri,
yaitu :
a)

Penggunaan desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari

Pemegang Hak Desain Industri yang sah;


b)

Membuat desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari

Pemegang Hak Desain Industri yang sah;


c)

Menjual desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari

Pemegang Hak Desain Industri yang sah.


Pelaku pelanggaran desain industri (no. 1 & 2) disebut pelaku utama, sedangkan
pelaku pelanggaran desain industri (no. 3) disebut pelaku pembantu.
5. Untuk Rahasia Dagang. Berdasarkan ketentuan Pasal 13, 14 dan 15
UU Rahasia

Dagang,

No.

30

Tahun

2000,

pelanggaran

rahasia

dagang dianggap telah terjadi :

17

a)

Jika terdapat seseorang dengan sengaja mengungkapkan informasi atau

mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban (wanprestasi) atas


perikatan yang telah dibuatnya, baik tersurat maupun tersirat untuk menjaga
rahasia dagang dimaksud.
b)

Jika seseorang memperoleh atau menguasai rahasia dagang dengan cara yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


c)

Kekecualian terhadap ketentuan pelanggaran rahasia dagang ini diberikan

terhadap pengungkapan atau penggunaan rahasia dagang yang didasarkan untuk


kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, dan keselamatan masyarakat di
samping berlaku pula untuk tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan
dari penggunaan rahasia dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata
untuk kepentingnan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.Dalam
KUHPidana Indonesia terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan informasi
yang harus dirahasiakan untuk kepentingan Negara seperti yang dimuat dalam
ketentuan Pasal 112, 113, 114, 115, dan 116.
Kesimpulan dari sub-bab
1.

HKI mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan


pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam sektor industri, karena
melalui HKI akan tercipta industri modern dengan hadirnya inovasi-inovasi
baru, teknologi-teknologi canggih, kualitas tinggi dan standar mutu.

2.

Perkembangan sektor industri sangat berkaitan dengan perkembangan HK.


Oleh karena itu sangat perlu adanya perlindungan hukum HKI sehingga
tercipta kepastian perlindungan hukum yang tegas terhadap karya-karya
intelektual manusia.

3.

Masalah HKI adalah bagaimana cara mengatasi persaingan curang yang


dilakukan oleh pesaing lain yang bertindak tidak jujur, menghalalkan segala
cara dalam memenangkan persaingan.

4.

Untuk memahami arti pentingya HKI dan perannya dalam meningkatkan


kreatifitas, perlu adanya sosialisasi, membudayakan dan memberdayakan
HKI kepada masyarakat.

18

5.

Disarankan adanya peran serta yang aktif dari semua lapisan masyarakat,
aparat hukum, dan pelaku usaha dalam melaksanakan peraturan perundangundangan di bidang HKI sehingga dapat tercipta iklim usaha industri yang
kondusif.

Perlu adanya kesadaran yang tinggi dari para pelaku usaha maupun masyarakat
untuk menghargai karya-karya intelektual seseorang.
C. KONTRIBUSI INDONESIA TERHADAP WTO
Jika ditanya berkaitan dengan apa peran atau kontribusi Negara Indonesia
terhadap WTO, yang merupakan organisasi internasional dalam sektor
perdagangan antar negara adalah dalam sektor pertanian. Salah satu peran adalah
membentuk kelompok G-33 di WTO (46 negara) dengan Indonesia sebagai
koordinator, kemudian menyampaikan proposal produk Khusus (Special
Products/SP)

dan

Mekanisme

Pengamanan

Khusus

(Special

Mechanism/SSM), masuk dalam Paket Bali dalam elemen

Safeguard
agriculture

stockholding untuk kepentingan food security, poverty alleviation dan rural


development yang dipaparkan saat terlaksananya Konferensi tingkat menteri
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali.
Pertanyaan muncul adalah kenapa Indonesia berkontribusi dalam pangan
dalam hal ini di sektor pertanian seperti kedelai, garam, jagung, bawang merah,
bawang putih, daging sapi dan gandum dan dengan negara mana saja Negara
Indonesia menjalin kerjasama dalam hal sektor pertananian ini. Peran dalam
Indonesia dalam WTO adalah sektor pertanian sebab melihat letak dan iklim
bahwa Negara Indonesia merupakan Negara kepuluan dengan pulau yang dimiliki
oleh NKRI tercatat 17.504 Pulau, dan besar mata pencaharian penduduknya
adalah bercocoktanam dengan di dukung dengan letak geografisnya. Maka dengan
demikian melihat Indonesia berpotensi dalam hal pertanian dibandingkan dengan
Negara lainnya, maka dibentuklah sebuah kesepakatan antar negara bahwa di
bentuk G-33 dengan Indonesia sebagai koordinatornya. Kemudian siapa partner
Indonesia dalam hal ini di G-33, G-33 merupakan organisasi yang terdiri dari

19

negara-negara berkembang yang mempunyai pembahasan yang sama yang yang


berfokuskan pada kerjasama dalam bidang perdagangan.

BAB IV
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan akan hal-hal
sebagai berikut:
1. WTO dalam perlindungan HKI memiliki peran penting dengan
mengeluarkan TRIPs Agreement dimana terdapat butir-butir pokok
tentang perlindungan HKI di dunia.
2. Indonesia selaku anggota dari WTO maka harus menerapkan aturanaturan yang terdapat dalam TRIPs Agreement sebagai bentuk
partisipasinya, sehingga dalam hukum positif di Indonesia muncul
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perlindungan HKI.

20

DAFTAR PUSTAKA
Halida Miljani, SH., Seminar Sehari Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi
Dunia Usah, Departemen Perdagangan RI, Jakarta, 1994.
Insan Budi Maulana, Perlindungan Pemilik Rahasia Dagang dalam Menghadapi
Persaingan Curang, Jurnal Hukum Bisnis, volume 13, April 2001.
http://iforhumans.blogspot.co.id/p/memahami-trips-trade-related-aspects-of.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1535/1/fh-sunarmi.pdf
http://www.itgagal.com/2011/12/08/world-trade-organization-wto-organisasiperdagangan-dunia/
https://sekartrisakti.wordpress.com/2011/05/14/prospektif-penerapan-hakkekayaan-intelektual/ - _ftn12

21

Anda mungkin juga menyukai