Anda di halaman 1dari 17

PERJANJIAN PERDAGANGAN INTERNASIOANAL

1. PERJANJIAN INTERNASIOANAL
2. GATT
3. WTO

Perjanjian internasional sering kali menjadi alat diplomasi maupun negosiasi negara-
negara setelah berakhirnya era kolonisasi dimana peran perjanjian internasional
semakin penting terutama dalam perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade
Agreement (FTA).

Perjanjian internasional sebagai sumber hukum internasional sangat penting,


mengingat perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum dibandingkan
dengan sumber hukum internasional lainnya. Perjanjian internasional diadakan
secara tertulis dan mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam
hubungan antara subjeksubjek hukum internasional. Pengertian yuridis perjanjian
internasional dapat dilihat dalam Konvensi Wina 1969 atau yang lebih dikenal
Vienna Convention on the Law of Treaties tentang Perjanjian Internasional telah
memberikan batasan mengenai perjanjian internasional itu sendiri, yakni pada
hakikatnya diartikan sebagai suatu persetujuan internasional yang diadakan antara
negara-negara di dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional.
Walaupun batasan itu

disebutkan negara saja, namun bukan berarti hanya negara saja yang dapat menjadi
pihak-pihak dalam perjanjian-perjanjian internasional, melainkan konvensi ini
menganggap perlu untuk mengatur perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh subjek
hukum lain selain negara, seperti perjanjian antara negara dengan organisasi
internasional, perjanjian antara organisasi internasional satu dengan yang lainnya.

I . General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)


merupakan perjanjian multilateral yang menentukan aturan-aturan bagi pelaksanaan
perdagangan internasional. Pada perkembangannya, GATT berhasil menjadi forum
resmi antar pemerintah dunia untuk membahas permasalahan dan solusi
perdagangan internasional. GATT terbentuk setelah Perang Dunia II berakhir.
Keadaan sosial, politik dan ekonomi yang kacau mendorong negara-negara di dunia
untuk saling bekerja sama demi mengatasi krisis dalam negeri. Selain itu, latar
belakang pembentukan GATT juga dipengaruhi oleh keinginan dari negara-negara
dunia untuk melakukan negosiasi terhadap perdagangan bebas internasional. GATT
secara resmi terbentuk melalui kesepakatan 23 negara pada 30 Oktober 1947 di
Jenewa, Swiss. Hingga tahun 1994, GATT memiliki jumlah anggota sebanyak lebih
dari 128 negara. Baca juga: SAARC: Pembentukan, Tujuan, dan Program Kerja
Tujuan GATT Secara umum, pembentukan GATT bertujuan untuk menciptakan iklim
perdagangan internasional yang aman bagi pelaku bisnis serta menwujudkan
liberalisasi perdagangan. Dalam buku Hukum Ekonomi Internasional dalam Era
Global (2006) karya Rosyidah Rakhmawati, dijelaskan beberapa tujuan
pembentukan GATT, yakni: Meningkatkan kesempatan kerja Memperluas produksi
dan pertukaran barang Menghapus perlakuan deskriminasi dalam perdagangan
internasional Memecahkan masalah dan hambatan dalam perdagangan
internasional Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada di dunia
Prinsip Dalam buku GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di
Bidang Perdagangan (1996) karya Kartodjoemana, GATT menerapkan beberapa
prinsip utama untuk mencapai tujuannya. Baca juga: Sejarah ANZUS: Tujuan,
Peran, dan Perpecahan Prinsip utama GATT, sebagai berikut:  Prinsip Most
Favoured Nations (MFN), yaitu prinsip non-deskriminatif dalam menjalankan
perdagangan internasional. Prinsip National Treatment, yaitu prinsip yang mengatur
produk hasil impor harus diperlakukan sama dengan produk dalam negeri. Prinsip
Transparansi, yaitu prinsip keterbukaan antar negara anggota GATT. Prinsip Non
Tariff Measures, yaitu negara anggota GATT hanya diperbolehkan untuk melindungi
produk dalam negeri dengan meningkatkan bea masuk produk impor. Prinsip
Quantitative Restriction, yaitu negara anggota GATT tidak diperbolehkan melakukan
pembatasan quota terhadap perdagangan internasional. Perubahan GATT Pada
tahun 1994, GATT mengalami perubahan secara besar-besaran. Perubahan
tersebut dibahas dalam perjanjian putaran Uruguay pada tahun 1994. Dalam
perjanjian putaran Uruguay, peran dan fungsi GATT digantikan oleh World Trade
Organization (WTO) yang terbentuk pada 1 Januari 1995.

Salah satu bentuk perjanjian internasional yang subjeknya adalah organisasi


internasional yakni, World Trade Organization (WTO) yang merupakan organisasi
yang secara khusus mengatur perdagangan internasional. Sistem perdagangan
multilateral yang diatur oleh WTO berisi aturan-aturan dasar perdagangan
internasional sebagai hasil perundingan yang disetujui oleh anggota.

Persetujuan tersebut mengikat para anggota dalam pelaksanaan kebijakan


perdagangan. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, meneruskan
peran yang sebelumnya dilaksanakan oleh General Agreement on Tarif and Trade
(GATT). GATT sebagai pendahulu (the predecessor) dari WTO bertujuan untuk
pengurangan tariff dalam perdagangan internasional

dan pengurangan tariff tersebut merupakan komitmen yang mengikat secara


hukum.6 Berdasarkan Pasal XXIV GATT 1994 dan Pasal V GATS memperkenankan
anggota WTO untuk membentuk kerjasama perdagangan regional, bilateral dan
custom union7 asalkan komitmen tiap-tiap anggota WTO yang tergabung dalam
kerjasama perdagangan

tersebut tidak berubah sehingga merugikan negara-negara anggota WTO lain yang
tidak termasuk dalam kerjasama perdagangan tersebut.8 Indonesia sebagai salah
satu negara yang sedang berkembang saat ini di kawasan Asia Tenggara telah
menjadi anggota GATT sejak tahun 1950. Keanggotaan Indonesia waktu itu
bernama United States of Indonesia yang dinotifikasi oleh pemerintah Belanda
menurut Artikel XXVI paragraph empat. Sejak saat itu, Indonesia berpartisipasi aktif
dalam pelbagai perundingan internasional terutama dalam kaitan dengan
perdagangan internasional. Komitmen Indonesia di WTO dilatarbelakangi oleh
optimisme pemerintah yang berunding selama Putaran Uruguay.
Sebagai salah satu dari sejumlah negara yang menjadi “original member” dari WTO
Indonesia telah menerima hasil Putaran Uruguay dengan diundangkan Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang persetujuan berdirinya WTO.

Seiring perjalanan WTO sejalan juga dengan semakin bertambahnya perjanjian


perdagangan bebas di pelbagai kawasan di dunia termasuk di kawasan negara-
negara Asia Tenggara yang tergabung di dalam satu wadah asosiasi yang dikenal
Association of South East Asian Nations (ASEAN). ASEAN dan Indonesia saat ini
dihadapkan pada pelbagai pilihan tentang perjanjian perdagangan bebas atau FTA.
Terus meluasnya kesepakatan perdagangan bebas Free Trade Agreement (FTA) ke
hampir semua kawasan dan antar negara di dunia, terutama di kalangan negara-
negara Asia yang memunculkan perdebatan. Pandangan-pandangan pragmatis,
seperti diungkap

Di dalam perjanjian internasional terdapat 2 klasifikasi perjanjian dilihat dari


segi jumlah para pihak yang mengadakan perjanjian,

1. Perjanjian Bilateral adalah perjanjian internasional yang diadakan


hanya oleh dua pihak negara yang pada umumnya berisi ketentuan-
ketentuan terkait kedua belak pihak serta tidak diperlakukan kepada pihak
ketiga atau perjanjian tertutup; dan

2. Perjanjian Multilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak


negara dan ketentuan yang diatur biasanya terkait dengan hal-hal yang
berkaitan dengan hal-hal kepentingan umum masyarakat internasional yang
bisa diberlakukan terhadap pihak-pihak yang ikut serta dalam pembuatan
perjanjian dan juga bisa diberlakukan terbuka kepada pihakpihak yang tidak
ikut serta dalam perjanjian. Perjanjian Perdagangan bebas atau Free Trade
Agreement (FTA) adalah suatu perjanjian perdagangan yang menetapkan
bahwa pertukaran dan aliran barang dan jasa yang tidak dihalangi diantara
sesama negara mitra dagang. FTA tidak memberlakukan adanya mobilitas
tenaga kerja antar-negara atau kebijakan bersama seperti perpajakan.
Negara-negara anggota kawasan perdagangan bebas

II. World Trade Organization (WTO)

organisasi internasional yang secara khusus mengatur perdagangan internasional di


tingkat multilateral. Sistem perdagangan multilateral yang diatur oleh WTO berisi
aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang
disetujui oleh anggota. Persetujuan tersebut mengikat para anggota dalam
pelaksanaan kebijakan perdagangan. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1
Januari 1995, meneruskan peran yang sebelumnya dilaksanakan oleh General
Agreement on Tarif and Trade (GATT). Indonesia sendiri telah menyetujui
perdagangan WTO berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Persetujuan Berdirinya WTO 94 Adapun tujuan utama dari WTO sebagaimana
dalam Pembukaan WTO Agreement adalah untuk meningkatkan standar hidup,
terciptanya kesempatan kerja, pertumbuhan pendapatan yang riil dan permintaan
terhadap barang dan jasa yang efektif, meningkatkan produksi dan perdagangan
dalam bidang barang dan jasa. Sedangkan fungsi utama dari

Kebebasan yang diberikan oleh WTO dalam membentuk perjanjian perdagangan


regional merupakan sebuah pengakuan bahwa potensi keberhasilan dalam
kerangka regional lebih ampuh daripada multilateral. Sebab jika pengaturan tentang
pembentukan perjanjian perdagangan regional dilakukan secara ketat, maka
kegagalan untuk menciptakan pasar dan kompetisi bebas akan benar-benar terjadi.
RTA seperti TPP dan RCEP dianggap dapat dijadikan sebagai ajang latihan
berjenjang bagi negaranegara yang secara ekonomi belum mapan seperti Indonesia
untuk kemudian membebaskan pasar domestiknya secara multilateral.

Secara rinci fungsi utama WTO yang terdapat dalam Pasal III WTO, yaitu:
1. Memfasilitasi implementasi, administrasi dan pelaksanaan dari perjanjian-
perjanjian WTO, serta perjanjian –perjanjian multilateral dan plurilateral
tambahannya.
2. Sebagai forum guna melakukan perundingan bagi perjanjian perdagangan
multilateral yang baru.
3. Untuk menyelesaikan sengketa dagang antar negara-negara anggotanya.
Keempat adalah untuk melakukan kerjasama dengan organisasi internasional
dan organisasi non-pemerintah lainnya.
4. Untuk memberikan bantuan teknis bagi anggota negara-negara berkembang
sehingga mereka dapat berintegrasi kedalam sistim perdagangan dunia serta
mendapat keuntungan dari kegiatan tersebut.

WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan


disepakati oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen.
Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang
dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya. Perkembangan
liberalisasi tidak berjalan dengan mulus. Pengambilan keputusan di WTO umumnya
dilakuakan berdasarkan konsesus oleh seluruh negara anggota. Kesepakatan yang
diambil harus disetujui oleh setiap negara anggota (single under taking) kalau ada
satu saja negara yang tidak setuju, maka kesepakatan tidak dapat diambil. Keadaan
ini yang menjadikan setiap putaran tingkat tinggi yang dilakukan oleh General
Council setiap 2 tahun dan yang dihadiri oleh setiap Menteri

Perdagangan negara anggota mengalami hambatan. Stagnasi dimulai sejak


erundingan di Seattle-US (1999), di Cancun-Mexico (2003), di Hongkong (2005), di
Jenewa (2008) bahkan yang dilaksanakan di Bali (2013). Hal ini terjadi karena
perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dan negara berkembang. Saat
ini WTO sudah memiliki lebih dari 160 negara anggota.

Tujuan dan Fungsi WTO


Dalam pembukaan yang terdapat pada Marrakesh Agreement yang berisi penetapan
WTO, semua pihak yang ada pada perjanjian tersebut sepakat tujuan yang ingin
dicapai melalui sistem perdagangan multilateral untuk:

meningkatkan standar hidup; menjamin terciptanya lapangan kerja; meningkatkan


produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.

Sedangkan yang menjadi fungsi utama dari WTO adalah sebagai forum bagi para
anggotanya untuk melakukan perundingan perdagangan serta mengadministrasikan
semua hasil perundingan dan peraturan-peraturan perdagangan internasional.
Selain itu fungsi WTO diantaranya adalah :

mengatur perjanjian antar negara dalam perdagangan;mendorong arus


perdangangan antara negara, dengan mengurangi dan menghapus berbagai
hambatan yang dapat menggangu kelancaran arus perdangan barang dan
jasa;memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosisasi yang lebih
permanen;untuk penyelesaian sengketa, mengingat hubungan dagang sering
menimbulkan konflik-konflik kepentingan; menyelesaikan sengketa dagang; sebagai
forum negosiasi perdagangan; memonitor kebijakan perdagangan suatu negara;
memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang.

Prinsip Dasar WTO

Di dalam perkembangannya, WTO menyepakati prinsip-prinsip dasar yang menjadi


dasar aturan main dalam perdagangan internasional :

Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-
MFN). Prinsip ini diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan semua
komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka perlakuan yang secara
kepada semua negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa syarat. Misalnya
suatu negara tidak diperkenankan untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda
kepada suatu negara dibandingkan dengan negara lainnya. Dengan berdasarkan
prinsip MFN, negara-negara anggota tidak dapat begitu saja mendiskriminasikan
mitra-mitra dagangnya. Keinginan tarif impor yang diberikan pada produk suatu
negara harus diberikan pula kepada produk impor dari mitra dagang negara anggota
lainnya.

Pengikatan Tarif (Tariff Binding). Prinsip ini diatur dalam pasal II GATT 1994 dimana
setiap negara anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat
bea masuk atau tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini
dimaksudkan untuk menciptakan “prediktabilitas” dalam urusan bisnis perdagangan
internasional/ekspor. Artinya suatu negara anggota tidak diperkenankan untuk
sewenang-wenang merubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk.

Perlakuan nasional (National Treatment). Prinsip ini diatur dalam pasal III GATT
1994 yang mensyaratkan bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk
memperlakukan secara diskriminasi antara produk impor dengan produk dalam
negeri (produk yang sama) dengan tujuan untuk melakukan proteksi. Jenis-jenis
tindakan yang dilarang berdasarkan ketentuan ini antara lain, pungutan dalam
negeri, undang-undang, peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan,
penawaran penjualan, pembelian, transportasi, distribusi atau penggunaan produk,
pengaturan tentang jumlah yang mensyaratkan campuran, pemrosesan atau
penggunaan produk-produk dalam negeri. Negara anggota diwajibkan untuk
memberikan perlakuan sama atas barang-barang impor dan lokal- paling tidak
setelah barang impor memasuki pasar domestik.

Perlindungan hanya melalui tarif. Prinsip ini diatur dalam pasal XI dan mensyaratkan
bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya diperkenankan melalui tarif.

Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special Dan


Differential Treatment For Developing Countries – S&D). Untuk meningkatkan
partisipasi nagara-negara berkembang dalam perundingan perdagangan
internasional, S&D ditetapkan menjadi salah satu prinsip GATT/WTO. Sehingga
semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur perlakuan khusus dan
berbeda bagi negara berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan-kemudahan bagi negara-negara berkembang anggota WTO untuk
melaksanakan persetujuan WTO.

Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan


pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan
mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan
kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas.
Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan
nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi setiap negara anggota.

Persetujuan-persetujuan WTO

Hasil dari Putaran Uruguay berupa the Legal Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan,
lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan. Persetujuan-persetujuan dalam
WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan intelektual yang mengandung prinsip-
prinsip utama liberalisasi.

Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:

1. Barang/goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)


2. Jasa/services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/
TRIPs)
4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

Tujuan Pembentukan WTO:

Tujuan Pembentukan WTO –


World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia adalah
sebuah organisasi internasional yang mengatur jalannya perdagangan skala
internasional. Pada awalnya, tujuan pembentukan WTO adalah untuk membuat
perdagangan antarnegara menjadi semakin terbuka dengan pengurangan hingga
penghilangan hambatan dengan tarif maupun dengan non tarif.
WTO juga merupakan hasil kesepakatan berdasarkan hasil dari serangkaian
perjanjian yang telah lama direncanakan dan dinegosiasikan oleh hampir seluruh
negara di dunia. Selanjutnya, tujuan perjanjian-perjanjian dari WTO ini adalah untuk
memberikan bantuan kepada produsen barang jasa serta eksportir dan importir
dalam melakukan kegiatan perdagangannya.

Sistem pengambilan keputusan yang selama ini berlaku di WTO umumnya dilakukan
berdasarkan konsensus atau kesepakatan yang bersifat mufakat oleh seluruh
negara anggota. Sistem tersebut menjadikan pengambilan keputusan yang diambil
harus disetujui oleh setiap negara anggota. Oleh karena itu, sistem pengambilan
tersebut mengakibatkan kesepakatan perlu membutuhkan waktu lebih, apabila ada
satu negara yang memberikan keputusan untuk tidak setuju,

A. Tujuan Pembentukan WTO


Sebagai sebuah organisasi internasional yang memiliki peran yang sangat penting
dalam mengatur lalu lintas dan permasalahan perdagangan dunia, WTO dibentuk
dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi anggota negara melalui
perdagangan internasional yang lebih adil dan bebas.

Berdasarkan pembukaan yang terdapat dalam Marrakesh Agreement yang memuat


penetapan WTO menjelaskan bahwa semua pihak yang terlibat pada perjanjian
tersebut telah sepakat dengan yang ingin diwujudkan bersama melalui sistem
perdagangan multilateral.

B. Tugas dan Fungsi Utama WTO


Tugas dan fungsi utama dari WTO merupakan sebuah wadah bagi anggotanya
untuk melakukan perundingan perdagangan. Tidak hanya itu, WTO juga memiliki
tugas dan fungsi untuk melakukan pengadministrasian hasil perundingan dan
peraturan-peraturan perdagangan internasional.

Selain itu, berikut ini adalah beberapa tugas dan fungsi WTO yang juga perlu
diketahui, diantara yaitu:
1. Mengatur perjanjian antarnegara dalam perdagangan.

2. Mendorong arus perdagangan antarnegara dengan mengurangi dan menghapus


hambatan yang dapat menyebabkan gangguan kelancaran arus perdagangan
barang dan jasa.

3. Memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih


permanen.

4. Menyelesaikan sengketa perdagangan.

5. Sebagai wadah atau forum untuk melakukan perundingan di antara anggotanya


terkait dengan isu yang diatur dalam perjanjian WTO.

6. Melakukan monitor kebijakan perdagangan dari setiap negara anggota WTO.

7. Memberikan bantuan aktif kepada negara-negara berkembang.

8. Melakukan kerja sama dengan organisasi-organisasi internasional seperti


International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World bank) untuk mencapai
sinkronisasi dan konsistensi dalam pembuatan kebijakan ekonomi global

C. Sejarah Pembentukan WTO

World Trade Organization (WTO) kali pertama terbentuk pada tahun 1995. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, sejak awal WTO merupakan organisasi antar
pemerintah atau negara yang memiliki tujuan untuk menciptakan perdagangan antar
negara menjadi semakin terbuka dengan pengurangan bahkan penghapusan
hambatan dengan tarif maupun non tarif.

Latar belakang pembentukan organisasi perdagangan dunia ini adalah hasil dari
berakhirnya Perang Dunia II. Perekonomian dunia yang porak poranda pada saat itu
adalah akibat dari perang yang melibatkan negara-negara besar dunia seperti
Amerika Serikat, beberapa negara dari Uni Eropa dan beberapa negara di kawasan
Asia seperti Jepang. Dalam upaya menata kembali perekonomian dunia yang
sedang hancur, maka beberapa negara dari hampir seluruh dunia membuat
kesepakatan untuk membentuk lembaga perdagangan dunia. Harapannya, lembaga
tersebut akan menjadi wadah yang berfungsi untuk mengatur perdagangan dunia
sekaligus dapat menjadi penyokong bagi perekonomian dunia. Pada waktu itu,
organisasi perdagangan dunia memiliki populer dengan nama GATT (General
Agreement on Tariffs and Trade) pada tahun 1948 sampai dengan 1994.

Pembentukan GATT sendiri berawal dari terjadinya pertemuan Bretton Woods.


Pertemuan yang dikenal dengan United Nations Monetary and Financial Conference
ini diselenggarakan pada Juli 1944 di Bretton Woods, New Hampshire – Amerika
Serikat. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 44 perwakilan dari negara-negara di dunia.
Pertemuan GATT dilaksanakan dengan maksud untuk merumuskan financial
arrangements guna membangun perekonomian dunia setelah perang dunia II. Hal
inilah yang menjadi cikal bakal sejarah munculnya liberalisasi atau globalisasi. Pada
Pertemuan Bretton Woods telah berhasil merumuskan kesepakatan 3 pilar ekonomi
dunia, yaitu :

1. IMF (international Monetary Foundation) yang didirikan tahun 1946;

2. IBRD (international Bank of Reconstruction and Development) selanjutnya


menjadi World Bank yang didirikan tahun 1945;

3. ITO (International Trade Organization) yang berdiri pada tahun 1947 telah berhasil
melahirkan kesepakatan GATT. Namun, dalam proses pengesahannya sebagai
organisasi dunia, sidang senat Amerika Serikat mengumumkan tidak memberikan
persetujuan kepada ITO. Situasi ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
tetapi di lain pihak, organisasi perdagangan dunia harus tetap berjalan. Oleh karena
itu, nama GATT yang telah disepakati dijadikan nama organisasi sementara
dikarenakan nama resmi organisasi belum disepakati. Sampai akhirnya, WTO
secara resmi terbentuk dan secara menggantikan GATT dan ITO sebagai oragnisasi
perdagangan dunia sejak tahun 1995.
Sebelum dilakukan pembentukan WTO, GATT telah cukup membantu untuk
membangun sistem perdagangan multilateral yang semakin liberal melalui
kesepakatan perundingan perdagangan. Alhasil, kesimpulan negosiasi Putaran
Uruguay menjadi momentum terciptanya kesepakatan baru. Kesepakatan baru yang
dilahirkan seperti Perjanjian Umum Perdagangan Jasa (GATS), dan pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995.

WTO dapat berjalan merupakan hasil dari serangkaian perjanjian yang


direncanakan, dinegosiasikan, hingga disepakati oleh sejumlah besar negara di
dunia dan diratifikasi melalui parlemen setiap negaranya. Tujuan dari beberapa
perjanjian WTO yakni untuk memberikan kemudahan kepada produsen barang dan
jasa, eksportir dan importir dalam melakukan kegiatannya.

Perkembangan liberalisasi atau globalisasi yang tidak berjalan dengan mulus,


mengakibatkan pengambilan keputusan di WTO sering kali dilakukan berdasarkan
konsensus atau kesepakatan secara mufakat oleh seluruh negara anggota.
Kesepakatan ini merupakan kesepakatan yang harus disetujui oleh semua negara
anggota (single undertaking). Apabila ada satu saja negara yang memberikan
keputusan tidak setuju. Selanjutnya, keputusannya adalah kesepakatan tidak dapat
diambil. Keadaan inilah yang membuat pertemuan putaran tingkat tinggi yang
dilakukan oleh General Council setiap 2 tahun sekali dan dihadiri oleh setiap Menteri
dari negara anggota masing-masing.

Perdagangan negara anggota yang mengalami hambatan mengakibatkan stagnasi


kali pertama dimulai setelah perundingan di Seattle-US (1999), di Cancun-Mexico
(2003), di Hongkong (2005), di Jenewa (2008) bahkan yang dilaksanakan di Bali
(2013). Hambatan seperti ini terjadi karena perbedaan kepentingan yang dimiliki
antara beberapa negara maju dengan negara yang masih berkembang. Sekarang
ini, WTO sudah memiliki lebih dari 160 negara anggota.

D . Prinsip Dasar WTO


Di dalam perjalanannya, WTO mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam
upaya mengatur perdagangan dunia semakin lebih baik, WTO telah menyepakati
prinsip-prinsip dasar yang menjadi dasar aturan dalam melakukan perdagangan
internasional. Nah, prinsip dasar WTO adalah sebagai berikut:

1. Perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most Favoured Nations Treatment-
MFN).
Prinsip tersebut diatur dalam pasal I GATT 1994 yang mensyaratkan kepada semua
komitmen yang dibuat atau ditandatangani dalam rangka mewujudkan perlakuan
yang sama kepada semua negara anggota WTO (azas non diskriminasi) tanpa
syarat. Hal itu dapat dilihat dari contoh dari suatu negara yang tidak diperkenankan
untuk menerapkan tingkat tarif yang berbeda kepada satu negara dibandingkan
dengan negara lainnya. Berdasarkan prinsip MFN, seluruh negara anggota tidak
dapat begitu saja melakukan diskriminasi terhadap mitra dagangnya. Tarif impor
yang dikenakan pada produk untuk suatu negara, harus diberikan pula kepada
produk impor dari mitra dagang negara anggota lainnya.

2. Pengikatan Tarif (Tariff Binding).


Prinsip pengikatan tarif diatur dalam pasal II GATT 1994, bahwa setiap negara
anggota GATT atau WTO harus memiliki daftar produk yang tingkat bea masuk atau
tarifnya harus diikat (legally bound). Pengikatan atas tarif ini dimaksudkan untuk
menciptakan “prediktabilitas” dalam aktivitas bisnis perdagangan internasional.
Prinsip ini berarti bermaksud bahwa suatu negara anggota tidak diperkenankan
untuk mengubah atau menaikan tingkat tarif bea masuk dengan sewenang-
wenangnya.

3. Perlakuan nasional (National Treatment).


Prinsip perlakuan nasional diatur dalam pasal III GATT 1994 yang mengharuskan
bahwa suatu negara tidak diperkenankan untuk melakukan diskriminasi terhadap
produk impor dengan produk dalam negeri (produk yang sama). Prinsip ini bertujuan
agar melakukan proteksi untuk produk impor. Beberapa tindakan yang dilarang
berdasarkan prinsip ini yaitu seperti pungutan dalam negeri, undang-undang,
peraturan dan persyaratan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, penawaran
penjualan, distribusi atau penggunaan produk, transportasi, pengaturan tentang
jumlah yang mensyaratkan keseimbangan pemrosesan atau penggunaan produk-
produk dalam negeri. Negara anggota memiliki kewajiban untuk memberikan
perlakuan setara terhadap barang-barang impor dan lokal.

4. Perlindungan hanya melalui tarif.


Prinsip perlindungan hanya melalui tarif telah diatur dalam pasal XI dan
mensyaratkan bahwa perlindungan atas industri dalam negeri hanya dapat dilakukan
melalui tarif.

5. Perlakuan khusus dan berbeda bagi negara-negara berkembang (Special Dan


Differential Treatment For Developing Countries – S&D).
Dalam upaya melakukan peningkatan partisipasi negara-negara berkembang dalam
perundingan perdagangan internasional, S&D telah resmi menjadi salah satu prinsip
GATT/WTO. Alhasil, semua persetujuan WTO memiliki ketentuan yang mengatur
secara khusus perlakuan yang berbeda bagi negara berkembang. Prinsip ini
bermaksud untuk memberikan sejumlah kemudahan bagi negara-negara
berkembang anggota WTO untuk mematuhi persetujuan WTO.

Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan fleksibilitas


yang memadai, dipandang dapat semakin mendorong dan mempercepat
pembangunan yang berkesinambungan, mengurangi kemiskinan, meningkatkan
kesejahteraan dan membangun stabilitas dan perdamaian dunia. Di waktu yang
bersamaan, terbukanya pasar perlu diimbangi dengan kebijakan nasional dan
internasional yang signifikan sekaligus dapat memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai kebutuhan dan aspirasi setiap
negara anggota.

E. Persetujuan-persetujuan WTO
Putaran Uruguay yang menghasilkan the Legal Text terdiri dari sekitar 60
persetujuan, keputusan, kesepakatan, serta lampiran (annexes). Seluruh
persetujuan dalam WTO memuat barang, jasa, hingga kekayaaan intelektual yang
mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi.

Nah, berikut ini adalah struktur dasar persetujuan WTO yang perlu diketahui:

1. Barang/goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)

2. Jasa/services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)

3. Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)

4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)

F. Stagnasi Perundingan WTO

Dalam usaha memberikan dorongan untuk kemajuan dalam perundingan, WTO


telah melakukan berbagai upaya, dari mengadakan pertemuan tingkat perunding,
Pejabat Tinggi, hingga Tingkat Menteri. Upaya tersebut sudah dilakukan dengan
format terbatas (plurilateral dan bilateral) maupun multilateral. Namun, hasilnya
belum menunjukan tanda-tanda kemajuan. Negara-negara maju sebagai pihak yang
utama masih bertahan pada posisinya.

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO yang dilaksanakan di Jenewa pada bulan
Desember 2011 telah menghasilkan kesepakatan tentang elemen-elemen arahan
politis (political guidance) yang akan menentukan program kerja WTO dan Putaran
Doha (Doha Development Agenda) dua tahun ke depan. Arahan politis yang telah
disepakati pada KTM WTO di Jenewa adalah mengusulkan tema-tema sebagai
berikut:
1. Penguatan sistem perdagangan multilateral dan WTO;

2. Penguatan aktivitas WTO dalam isu-isu perdagangan dan pembangunan;

3. Langkah ke depan penyelesaian perundingan Putaran Doha.

Anda mungkin juga menyukai