Anda di halaman 1dari 13

World Trade Organization (WTO)

Organisasi Perdagangan Dunia (bahasa Inggris: World Trade Organization, disingkat WTO)
adalah sebuah organisasi internasional yang menaungi upaya untuk meliberalisasi perdagangan.
Organisasi ini menyediakan aturan-aturan dasar dalam perdagangan internasional, menjadi
wadah perundingan konsesi dan komitmen dagang bagi para anggotanya, serta membantu
anggota-anggotanya menyelesaikan sengketa dagang melalui mekanisme yang mengikat secara
hukum. Organisasi ini didirikan pada 1 Januari 1995 dengan tujuan untuk mengurangi tarif dan
hambatan perdagangan lainnya, yang diharapkan akan memajukan ekonomi dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat.

Pendahulu Organisasi Perdagangan Dunia adalah Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan yang
ditetapkan pada tahun 1947. Setelah upaya untuk mendirikan Organisasi Perdagangan
Internasional kandas akibat penolakan Kongres Amerika Serikat untuk meratifikasi Piagam
Havana, perjanjian tersebut menjadi semacam lembaga ad hoc dan berlaku "sementara" selama
47 tahun. Organisasi Perdagangan Dunia menggantikan perjanjian ini setelah diberlakukannya
Persetujuan Marrakesh yang juga melampirkan perjanjian-perjanjian utama yang mengatur
perdagangan internasional, termasuk Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan 1994 yang
menggantikan perjanjian tahun 1947.

WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Pada tahun 2016, organisasi ini beranggotakan 164 negara
dan wilayah kepabeanan yang mewakili 99,5% populasi dunia dan 98% perdagangan dunia.
Seluruh anggota WTO diharuskan mengikuti aturan-aturan dasar yang ditetapkan melalui
Persetujuan Marrakesh. Salah satu aturan tersebut adalah "perlakuan yang sama untuk semua
anggota", yang berarti bahwa keistimewaan yang diberikan oleh suatu anggota WTO kepada
anggota WTO lainnya juga harus diberikan kepada seluruh anggota WTO. Selain itu,
berdasarkan aturan "perlakuan nasional", anggota WTO harus memperlakukan produk asing
yang telah memasuki pasar domestiknya sebagaimana produk "sejenis" diperlakukan di
negaranya. Sementara itu, dua badan pengambilan keputusan utama di WTO adalah Konferensi
Tingkat Menteri dan Dewan Umum. Para anggota WTO mengambil keputusan berdasarkan
konsensus, tetapi jika konsensus tidak tercapai, keputusan akan diambil melalui pemungutan
suara. Organisasi Perdagangan Dunia juga memiliki sistem penyelesaian sengketa yang mengikat
secara hukum. Perkara dagang antar anggota pertama-tama akan dibawa ke Panel yang dibentuk
khusus untuk perkara tersebut. Pihak yang tidak puas dengan keputusan Panel dapat
membawanya ke Badan Banding.

Keberadaan WTO berhasil mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya, dan
keberhasilan ini dikatakan telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka
kemiskinan, dan menurunkan harga. Namun, organisasi ini telah menuai kritikan karena
dianggap mengesampingkan kepentingan-kepentingan masyarakat lainnya, seperti hak asasi
manusia, hak buruh, dan pelestarian lingkungan hidup. Organisasi ini juga dicap tidak
demokratis, terutama akibat kurangnya keterlibatan lembaga swadaya masyarakat dan
ketimpangan kekuatan antara negara maju dengan negara berkembang.

Tujuan dan fungsi

Tujuan pendirian WTO dijabarkan dalam mukadimah Perjanjian WTO, yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup, mewujudkan lapangan kerja penuh, menambah pendapatan riil dan
permintaan, serta memperbesar produksi dan perdagangan barang dan jasa. Mukadimah
persetujuan tersebut juga menambahkan bahwa segala upaya untuk mewujudkan angan-angan ini
harus mempertimbangkan pelestarian lingkungan dan kebutuhan negara-negara
berkembang.Selain itu, mukadimah ini turut menegaskan pentingnya pembangunan
berkelanjutan (pembangunan yang juga mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan hidup)
serta integrasi negara-negara berkembang (terutama negara-negara terbelakang) dengan sistem
perdagangan dunia. Menurut pakar hukum dagang asal Belanda, Peter Van den Bossche,
mukadimah ini membantah keyakinan bahwa WTO hanya memperhatikan liberalisasi
perdagangan tanpa memedulikan isu kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan pembangunan
berkelanjutan.Dalam mukadimah yang sama, dikatakan bahwa tujuan-tujuan ini dapat dicapai
dengan mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya serta dengan menghapuskan segala
tindakan diskriminatif dalam hubungan dagang internasional. Sementara itu, sehubungan dengan
dampak hukum dari penjabaran tujuan WTO dalam mukadimah Perjanjian WTO, Badan
Banding dalam perkara US–Shrimp menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam
mukadimah ini menunjukkan iktikad dari para perunding Perjanjian WTO, sehingga isi
mukadimah ini turut "mewarnai" upaya penafsiran terhadap perjanjian-perjanjian yang terlampir
dalam Perjanjian WTO.

Secara umum, fungsi WTO secara umum seperti yang dijabarkan dalam Pasal II:1 Perjanjian
WTO adalah untuk menyediakan "kerangka kelembagaan bersama" yang mewadahi hubungan
dagang antaranggota WTO. Pasal III Perjanjian WTO kemudian memperincikan fungsi-fungsi
khusus, yaitu untuk memfasilitasi pemberlakuan perjanjian-perjanjian yang terlampir dalam
Perjanjian WTO, untuk menyediakan wadah perundingan perjanjian dagang yang baru, untuk
melaksanakan Kesepahaman Penyelesaian Sengketa yang berisi tentang prosedur penyelesaian
sengketa, untuk melaksanakan Mekanisme Peninjauan Kebijakan Perdagangan, serta untuk
bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia agar kebijakan ekonomi
global dapat menjadi lebih koheren.

Perjanjian-perjanjian WTO

Perjanjian utama yang melandasi lembaga WTO adalah Persetujuan Marrakesh atau "Perjanjian
WTO". Perjanjian ini sendiri sebenarnya merupakan perjanjian singkat yang hanya terdiri dari 16
pasal, tetapi terdapat perjanjian-perjanjian terperinci lainnya yang dilampirkan dalam perjanjian
ini. Berdasarkan Pasal II Perjanjian WTO, perjanjian-perjanjian dan instrumen-instrumen hukum
yang disebutkan dalam Lampiran 1, 2, dan 3 (disebut "Perjanjian Dagang Multilateral")
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Perjanjian WTO dan mengikat kepada semua
anggota.[36] Sementara itu, perjanjian-perjanjian dan instrumen-instrumen hukum yang
disebutkan dalam Lampiran 4 (disebut "Perjanjian Dagang Plurilateral") juga merupakan bagian
dari Perjanjian WTO dan hanya berlaku bagi anggota yang telah menerima perjanjian tersebut.
[37] Lampiran 1A mengandung perjanjian-perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan
barang, yaitu:

1.Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan 1994, termasuk di dalamnya adalah GATT 1947 dan
instrumen-instrumen hukum yang berlaku sesuai dengan GATT 1947 sebelum berlakunya
Perjanjian WTO (contohnya sertifikasi konsesi tarif)

2.Perjanjian tentang Pertanian

3.Perjanjian tentang Penerapan Tindakan Sanitari dan Fitosanitari

4.Perjanjian tentang Tekstil dan Pakaian (sudah tidak berlaku sejak 1 Januari 2005)[39]

5.Perjanjian tentang Hambatan Teknis Perdagangan

6.Perjanjian tentang Tindakan-Tindakan Investasi yang Terkait Perdagangan

7.Perjanjian tentang Penerapan Pasal VI Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan 1994
(Perjanjian Anti-Dumping)

8.Perjanjian tentang Penerapan Pasal VII Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan 1994
(Perjanjian Penilaian Pabean)

9.Perjanjian tentang Pemeriksaan Pra-Pengapalan

10.Perjanjian tentang Ketentuan Asal Barang

11.Perjanjian tentang Prosedur Izin Impor

12Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan

13.Perjanjian tentang Tindakan Pengamanan


14.Perjanjian Fasilitasi Perdagangan yang dimasukkan ke dalam lampiran ini melalui Protokol
Amendemen yang ditetapkan oleh anggota WTO pada 27 November 2014[40]

Struktur

Organisasi Perdagangan Dunia adalah sebuah organisasi internasional yang memiliki kapasitas
hukum dan juga dianggap sebagai subjek hukum internasional.[48] Struktur kelembagaannya
diatur oleh Pasal IV Perjanjian WTO.[49] Terdapat dua badan yang mengambil keputusan di
WTO, yaitu Konferensi Tingkat Menteri dan Dewan Umum. Kekuasaan tertinggi berada di
tangan Konferensi Tingkat Menteri yang terdiri dari para perwakilan dari semua anggota WTO.
Perwakilan-perwakilan ini bertemu setidaknya dua tahun sekali.[48] Di bawahnya, Dewan
Umum berperan sebagai badan pengambil keputusan utama sekaligus perumus kebijakan selama
rentang waktu antara setiap Konferensi Tingkat Menteri. Dewan Umum terdiri dari para
diplomat setingkat duta besar dari semua anggota WTO yang berkumpul di Jenewa setidaknya
dua bulan sekali. Dewan ini dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih oleh dewan itu sendiri.[50]
Dewan Umum berperan dalam menetapkan anggaran tahunan dan kebijakan keuangan
organisasi,[51] serta dalam mengatur kerja sama dengan organisasi internasional lainnya atau
dengan lembaga swadaya masyarakat.[48] Pekerjaan Dewan Umum dilengkapi oleh dua badan
lainnya, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa dan Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan.[48]

Di bawah Dewan Umum, terdapat dewan dan komite khusus yang dibentuk oleh Pasal IV:5
Perjanjian WTO, yakni Dewan Perdagangan Barang, Dewan Perdagangan Jasa, dan Dewan
TRIPS. Dewan-dewan ini melapor kepada Dewan Umum WTO, dan wewenang mereka sendiri
sangat terbatas dan tidak boleh melebihi apa yang ditetapkan dalam Perjanjian WTO, dalam
perjanjian dagang masing-masing (contohnya GATS untuk Dewan Perdagangan Jasa), dan oleh
keputusan dari Dewan Umum.[52] Dewan-dewan ini diperbolehkan mendirikan komite-komite
atau badan subsider sesuai dengan kebutuhan.[48] Selain itu, terdapat juga berbagai komite dan
kelompok kerja yang membantu kerja Konferensi Tingkat Menteri dan Dewan Umum, seperti
Komite tentang Perdagangan dan Lingkungan yang didirikan di Marrakesh pada tanggal 14 April
1994 berdasarkan Keputusan Tingkat Menteri tentang Perdagangan dan Lingkungan, Komite
tentang Perdagangan dan Pembangunan yang ditetapkan oleh Pasal IV:7 Perjanjian WTO dan
dibentuk oleh Dewan Umum pada tahun 1995, atau Komite tentang Perjanjian Dagang Regional
yang juga didirikan oleh Dewan Umum pada tahun berikutnya.[53]

Organisasi Perdagangan Dunia juga dilengkapi oleh Sekretariat yang bertugas menyediakan
bantuan teknis, profesional, dan kepegawaian kepada badan-badan WTO, menyediakan bantuan
teknis kepada anggota yang masih berstatus negara berkembang, mengawasi dan mengkaji
perdagangan dunia, memberikan nasihat kepada negara yang ingin bergabung dengan WTO,
serta menyediakan informasi kepada masyarakat.[54] Sekretariat WTO dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal. Konferensi Tingkat Menteri dapat memilih Direktur Jenderal dan menetapkan
wewenang serta masa jabatannya. Direktur Jenderal harus bertindak independen dari
pemerintahan.[48] Direktur Jenderal berwenang mengangkat pegawai-pegawai, dan mereka
bekerja sebagai pegawai negeri internasional.[48][55] Pegawai-pegawai ini kebanyakan berlatar
belakang ahli hukum dan ekonom.

Anggaran

Aturan mengenai anggaran WTO dijabarkan dalam Pasal VII Perjanjian WTO. Anggaran
tahunan diusulkan oleh Direktur Jenderal WTO kepada Komite mengenai Anggaran, Keuangan,
dan Tata Usaha. Komite tersebutlah yang kemudian meninjau usulan dan memberikan
rekomendasi.[3] Anggaran ini lalu disahkan oleh Dewan Umum setelah mendapatkan
persetujuan dari sekurangnya 2/3 anggota, walaupun pada kenyataannya keputusan ini diambil
melalui konsensus. Terkait dengan sumber dananya, Regulasi Keuangan WTO memperincikan
kontribusi pendanaan dari setiap anggota. Jumlah kontribusi setiap anggota disesuaikan dengan
besarnya persentase perdagangan anggota tersebut (impor ditambah ekspor) bila dibandingkan
dengan semua anggota WTO. Sebagai contoh, pada tahun 2016, Amerika Serikat menyumbang
11,2% anggaran, Tiongkok 9,1%, Singapura 2,4%, Malaysia 1,1%, Indonesia 0,9%, dan
Norwegia 0,8%. Uni Eropa tidak membayar iuran anggaran, tetapi negara-negara anggotanya
tetap harus berkontribusi. Untuk anggota dengan persentase perdagangan di bawa 0,015%,
kontribusi anggaran yang harus dibayar tetap 0,015%. Selain anggaran, WTO juga memiliki
beberapa dana perwalian dengan pendanaan yang juga bersumber dari anggota. Tujuan dari dana
perwalian ini adalah untuk membantu kegiatan yang memberikan bantuan teknis dan pelatihan
untuk negara-negara berkembang dan terbelakang. Contohnya adalah Dana Perwalian Global
Agenda Pembangunan Doha (bahasa Inggris: Doha Development Agenda Global Trust Fund).

Anggota

Pada tahun 2016, WTO memiliki 164 anggota yang mewakili 99,5% populasi dunia dan 98%
perdagangan dunia.[1] Para anggotanya tidak hanya terdiri dari negara-negara berdaulat, tetapi
juga meliputi wilayah kepabeanan, yaitu daerah yang bebas mengatur hubungan dagang mereka
sendiri. Contoh wilayah kepabeanan yang menjadi anggota WTO adalah "Hong Kong,
Tiongkok", "Makau, Tiongkok", dan "Tionghoa Taipei" (dalam bahasa sehari-hari disebut
"Taiwan").[57] Selain itu, WTO juga memiliki kekhususannya sendiri dengan menerima Uni
Eropa sebagai anggota. Pada saat yang sama, negara anggota Uni Eropa juga menjadi anggota
WTO, sehingga setiap negara ini seolah memiliki keanggotaan ganda. Walaupun begitu, pada
kenyataannya Komisi Eropa-lah yang bertindak sebagai perantara Uni Eropa sekaligus semua
negara anggotanya dalam pertemuan dan perundingan yang digelar di WTO.

Terdapat dua cara bagi negara yang ingin bergabung dengan WTO. Cara pertama yang disebut
"keanggotaan awal" (bahasa Inggris: original membership) hanya dapat digunakan oleh negara
yang pernah bergabung dengan GATT 1947 dan Komunitas Eropa. Berdasarkan Pasal XI:1
Perjanjian WTO, negara-negara tersebut dapat diterima sebagai anggota WTO jika mereka
menerima semua ketentuan Perjanjian WTO dan perjanjian-perjanjian multilateral yang berada
di bawahnya, dan jika memberikan konsesi dan membuat komitmen dalam perdagangan barang
dan jasa yang kemudian dicantumkan dalam daftar masing-masing.[59] Cara kedua adalah
melalui prosedur aksesi seperti yang ditetapkan dalam Pasal XII Perjanjian WTO. Negara atau
wilayah kepabeanan yang ingin bergabung harus menerima semua ketentuan Perjanjian WTO
dan perjanjian-perjanjian multilateral yang berada di bawahnya, dan kemudian mereka harus
melakukan perundingan aksesi yang mencoba menentukan kesesuaian undang-undang dan
praktik dagang calon anggota dengan aturan WTO dan langkah yang dapat diambil untuk
menyesuaikannya, serta konsesi akses pasar untuk perdagangan barang dan komitmen
perdagangan jasa yang akan diambil oleh calon anggota.[60] Tahapannya secara umum dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:

1.Tahap "perkenalan": calon anggota melaporkan semua kebijakan dagang dan ekonomi yang
berkaitan dengan kewajiban-kewajiban anggota WTO dan mengirim memorandum yang
berkaitan dengan hal ini. Memorandum ini akan diperiksa oleh kelompok kerja WTO yang
didirikan khusus untuk keperluan ini untuk melihat apakah undang-undang dan praktik calon
anggota sejalan dengan aturan WTO.[61]

2.Tahap perundingan bilateral mengenai konsesi akses pasar dan komitmen yang akan diambil,
tetapi pada akhirnya hasil perundingan bilateral tersebut harus diberlakukan secara multilateral
kepada semua anggota WTO sesuai dengan asas MFN.[61]

3.Tahap perumusan ketentuan keanggotaan: kelompok kerja WTO akan merumuskan ketentuan
aksesi yang dijabarkan dalam laporan kelompok kerja, rancangan protokol aksesi, dan rancangan
"daftar barang" dan "daftar jasa" yang berisikan semua konsesi akses pasar dan komitmen calon
anggota. Semua dokumen ini akan dikirimkan kepada Konferensi Tingkat Menteri atau Dewan
Umum.[62]

4.Tahap pengambilan keputusan: Konferensi Tingkat Menteri atau Dewan Umum akan
memutuskan berdasarkan konsensus apakah mereka akan menerima calon anggota atau tidak.
Jika lamaran untuk bergabung diterima, bakal anggota secara resmi akan bergabung dengan
WTO dalam waktu tiga puluh hari setelah mereka mengirimkan instrumen ratifikasi protokol
aksesi.

Dalam sejarahnya, proses aksesi ke dalam WTO biasanya memakan waktu yang panjang;
walaupun Kirgizstan merupakan negara tercepat yang bergabung ke dalam WTO (hanya
memerlukan 2 tahun 10 bulan), perundingan aksesi dengan Aljazair masih belum selesai dari
tahun 1987.[63] Republik Rakyat Tiongkok sendiri membutuhkan lebih dari empat belas tahun
untuk menyelesaikan proses aksesi, dan mereka secara resmi bergabung pada November 2001.

Selain anggota, WTO juga memiliki sejumlah "pengamat". Negara-negara yang baru saja
mendapatkan status pengamat harus memulai perundingan untuk bergabung dengan WTO dalam
kurun waktu lima tahun. Kewajiban ini tidak berlaku untuk Vatikan yang memiliki status
pengamat di WTO. Selain itu, sejumlah organisasi internasional juga memiliki status pengamat
permanen, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dana Moneter Internasional, Bank Dunia,
Organisasi Pangan dan Pertanian, Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan,
Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia, dan Organisasi untuk Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi. Ada pula organisasi-organisasi internasional yang hanya memiliki
status pengamat dalam badan WTO tertentu sesuai dengan mandat mereka, contohnya adalah
Komisi Codex Alimentarius (lembaga gabungan Organisasi Pangan dan Pertanian dengan
Organisasi Kesehatan Dunia) yang memiliki status pengamat di Komite Tindakan Sanitari dan
Fitosanitari WTO.

Pengambilan keputusan

Berdasarkan Pasal IX:1 Perjanjian WTO, Organisasi Perdagangan Dunia melanjutkan praktik
pengambilan keputusan dalam GATT 1947 yang menggunakan sistem konsensus. Prosedur
standar ini akan dijalankan apabila tidak ada anggota yang terang-terangan menolak penetapan
suatu keputusan. Apabila konsensus tidak dapat tercapai, keputusan akan diambil lewat
pemungutan suara dengan sistem mayoritas sederhana. Setiap anggota memiliki satu suara;
pengecualiannya adalah Uni Eropa yang jumlah suaranya sama dengan jumlah anggotanya.[65]
Selain itu, WTO juga memiliki prosedur-prosedur khusus. Sebagai contoh, Konferensi Tingkat
Menteri dan Dewan Umum berwenang membuat penafsiran yang bersifat otoritatif terhadap
perjanjian-perjanjian WTO, dan keputusan untuk menetapkan penafsiran semacam ini harus
mendapatkan persetujuan dari sekurangnya 3/4 anggota. Contoh lain berkaitan dengan
penerimaan anggota baru. Pasal XII:2 Perjanjian WTO mengatur bahwa keputusan yang
berkenaan dengan hal tersebut diambil oleh Konferensi Tingkat Menteri dengan dukungan dari
sekurangnya 2/3 anggota. Namun, Dewan Umum bersepakat pada tanggal 15 November 1995
untuk mencoba mengambil keputusan lewat konsensus terlebih dahulu, sehingga pemungutan
suara untuk menerima anggota baru baru akan diadakan jika konsensus tidak dapat tercapai.[66]

Pada praktiknya, konsensus selalu didahulukan dan keputusan sangat jarang diambil melalui
pemungutan suara. Walaupun sistem konsensus dianggap lebih melegitimasi keputusan yang
telah ditetapkan, Laporan Sutherland tahun 2004 mengungkapkan kekhawatiran bahwa jumlah
anggota WTO yang begitu banyak akan menghambat upaya untuk menetapkan kebijakan baru.
Penolakan dari satu anggota saja dapat menggagalkan upaya untuk mencapai konsensus
meskipun kebijakan yang diusulkan didukung oleh banyak anggota, sehingga sistem konsensus
dianggap dapat melumpuhkan proses pengambilan keputusan di WTO. Laporan Sutherland
sendiri menyarankan agar anggota yang ingin memveto suatu keputusan diharuskan
menyatakannya dalam bentuk tulisan dengan mencantumkan alasan yang menunjukkan bahwa
hal tersebut menyangkut kepentingan nasional yang amat penting bagi anggota tersebut.[67]

Dari segi partisipasi, WTO ingin melibatkan semua anggotanya, tetapi pada kenyataannya upaya
untuk melibatkan 164 anggota WTO tidak semudah membalikkan telapak tangan. Maka dari itu,
muncul mekanisme yang dimaksudkan untuk mempercepat proses perundingan dan pengambilan
keputusan, contohnya adalah mekanisme "pertemuan ruang hijau" yang mengumpulkan anggota-
anggota besar di WTO (seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Tiongkok) beserta satu anggota
lain yang berperan sebagai koordinator atau perwakilan kelompok anggota lainnya (misalnya
sebagai perwakilan negara terbelakang) atau yang memiliki kepentingan terhadap perundingan
yang akan dilaksanakan. Dalam pertemuan semacam ini, para petinggi atau perwakilan dari
sekitar dua puluh anggota diundang untuk membahas permasalahan-permasalahan utama.
Pertemuan ini dikepalai oleh Direktur Jenderal WTO atau oleh ketua salah satu dewan atau
komite WTO. Dari pertemuan ini akan dihasilkan rancangan kesepakatan yang lalu akan
ditunjukkan kepada anggota WTO lainnya untuk kemudian ditetapkan.[68] Upaya untuk
menyesuaikan proses pengambilan keputusan di WTO sendiri tidak mudah, karena organisasi ini
harus menyeimbangkan antara inklusivitas, transparansi, dan efisiensi. Saat ini, dengan semakin
terlibatnya negara-negara berkembang dalam mekanisme ruang hijau, proses pengambilan
keputusan menjadi semakin sulit karena negara-negara tersebut juga memiliki kepentingan yang
beragam.

Aturan-aturan dasar

WTO memiliki banyak aturan yang rumit mengenai perdagangan barang dan jasa dan
perlindungan hak kekayaan intelektual.[70] Aspek-aspek dagang yang menjadi cakupan dari
hukum WTO sendiri bermacam-macam, contohnya adalah tarif, kuota, regulasi di tingkatan
nasional, tindakan yang diambil demi keamanan nasional, persyaratan pabean,[70] subsidi,[71]
dan dumping (praktik menurunkan harga barang ekspor di bawah harga normal di negara
pengekspor).[72] Secara umum, terdapat empat jenis aturan dasar yang bersifat substansif dalam
hukum WTO, yaitu aturan yang melarang diskriminasi, aturan mengenai akses pasar, aturan
mengenai praktik perdagangan yang tidak adil, serta aturan mengenai pengecualian.[70]

Non-diskriminasi

Dalam hukum WTO, terdapat dua aturan utama yang melarang diskriminasi, yaitu "perlakuan
yang sama untuk semua anggota" (MFN) dan "perlakuan nasional". Berdasarkan aturan MFN,
apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk memberikan suatu perlakuan yang
menguntungkan atau mengistimewakan salah satu anggota, keuntungan atau keistimewaan
tersebut juga harus diberikan kepada semua anggota WTO tanpa terkecuali. Maka dari itu,
anggota WTO tidak boleh memilih-milih dalam memberikan konsesi dagang kepada salah satu
anggota lainnya. Sebagai contoh, apabila salah satu anggota WTO memutuskan untuk
memangkas tarif impor beras dari salah satu anggota, pemangkasan tarif beras tersebut juga
harus diberlakukan kepada semua anggota WTO.[73][74] Sementara itu, aturan "perlakuan
nasional" menitahkan bahwa anggota WTO harus memperlakukan produk impor sebagaimana
anggota tersebut memperlakukan produk sejenis di negaranya. Dalam kata lain, anggota WTO
tidak boleh mendiskriminasi produk asing setelah produk tersebut masuk ke dalam pasar
domestik. Sebagai contoh, apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk menghapuskan pajak
rokok buatan dalam negeri, penghapusan pajak tersebut juga harus diberlakukan untuk rokok-
rokok impor yang sudah memasuki pasar dalam negeri. Jika mereka hanya memungut pajak
tersebut untuk rokok impor, mereka telah melanggar aturan perlakuan nasional.[73][75]
Kedua aturan ini terkandung dalam GATT yang menyangkut barang dan GATS yang
menyangkut jasa. Namun, kedua perjanjian ini memiliki perbedaan besar dalam hal cakupan
penerapan. Aturan MFN dalam GATS berlaku untuk semua jasa secara umum, walaupun
anggota-anggota dapat membuat beberapa pengecualian yang terbatas cakupannya. Namun,
aturan mengenai perlakuan nasional hanya berlaku untuk anggota yang telah membuat komitmen
khusus terhadap sektor-sektor jasa tertentu atau terhadap salah satu dari empat cara untuk
memasok jasa (pasokan lintas batas, konsumsi luar negeri, kehadiran komersial, dan kehadiran
manusia alamiah atau natural person). Komitmen-komitmen ini dicantumkan dalam daftar
komitmen jasa setiap anggota. Oleh sebab itu, dalam membaca peraturan dalam GATS, daftar
komitmen jasa dari salah satu anggota yang sedang dikaji juga harus dipertimbangkan, dan
mereka tidak harus menerapkan aturan perlakuan nasional untuk sektor jasa atau cara memasok
yang belum diliberalisasi. Sementara itu, aturan perlakuan nasional dalam GATT berlaku secara
umum.

Aturan mengenai akses pasar

Negara-negara membutuhkan akses pasar agar perdagangan barang dan jasa dapat berjalan
lancar, tetapi akses pasar terhadap suatu negara seringkali dihambat oleh berbagai cara, baik itu
tarif maupun non-tarif.[77] Secara umum, terdapat empat jenis aturan WTO yang terkait dengan
akses pasar, yaitu peraturan tentang bea masuk, peraturan tentang bea dan pungutan-pungutan
keuangan lainnya, peraturan tentang pembatasan secara kuantitatif, serta peraturan tentang
hambatan non-tarif lainnya.

Pada dasarnya, pemungutan bea masuk itu tidak dilarang, tetapi tarif yang dipungut oleh suatu
negara tidak boleh melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam daftar konsesi masing-
masing.[b] Setiap anggota WTO memiliki daftar konsesinya sendiri kecuali untuk anggota yang
menjadi bagian dari suatu serikat pabean (contohnya adalah negara-negara anggota Uni Eropa
yang tidak memiliki daftar konsesi mereka sendiri, tetapi mereka mengikuti daftar konsesi yang
disusun oleh Uni Eropa). Daftar ini memuat "konsesi dagang", yaitu komitmen yang telah
diambil oleh suatu anggota untuk tidak mengangkat tarif mereka di atas angka yang telah
disepakati, atau dalam kata lain, mereka telah "mengikat" tarif mereka pada angka tersebut.[c]
Hukum WTO sendiri mengajak anggotanya untuk terus melakukan perundingan demi
pengurangan tarif yang menguntungkan semua pihak, dan hasil dari perundingan ini juga akan
dimasukkan ke dalam daftar konsesi anggota terkait.[78] Walaupun daftar konsesi menetapkan
tarif maksimal, batas tarif untuk berbagai produk seringkali lebih tinggi daripada bea masuk yang
sesungguhnya ditetapkan; dalam hal ini, Badan Banding dalam perkara Argentina–Textiles and
Apparel (1998) menyatakan bahwa anggota diperbolehkan mengenakan bea yang lebih rendah
daripada tarif maksimalnya.

Sehubungan dengan "bea dan pungutan-pungutan lainnya", Badan Banding dalam perkara India–
Additional Import Duties telah mendefinisikan istilah ini sebagai "bea dan pungutan yang bukan
bea masuk biasa".[80] Misalnya, Panel dalam perkara Dominican Republic–Safeguard Measures
mendapati bahwa "tindakan pengamanan" yang dilakukan oleh petugas pabean Republik
Dominika merupakan "bea dan pungutan lainnya", karena kebijakan ini bukanlah "bea masuk
biasa".[81] "Tindakan pengamanan" (berdasarkan Pasal XIX GATT) adalah penangguhan
konsesi dagang untuk jangka waktu tertentu apabila terjadi lonjakan impor yang tidak terduga
sebelumnya sampai-sampai mengancam akan mengakibatkan kerugian serius terhadap produsen
dalam negeri,[82] dan tindakan pengamanan yang dipertentangkan dalam perkara tersebut adalah
penetapan bea masuk sementara sebesar 38% untuk impor kantong plastik polipropilena.[83]
Contoh lain yang dapat ditemui dalam perkara-perkara di Panel dan Badan Banding adalah bea
tambahan terhadap suatu barang yang sudah dikenakan bea masuk, pembayaran jaminan
keamanan untuk mengimpor barang, atau biaya pabean tanpa batasan maksimal.[84] Pasal
II:1(b) GATT sendiri menitahkan bahwa bea semacam ini tidak boleh melebihi bea yang telah
diberlakukan pada "tanggal perjanjian ini" atau bea yang diberlakukan dalam undang-undang
yang berlaku pada tanggal tersebut. Akibat ketidakjelasan istilah "tanggal perjanjian ini", para
anggota WTO telah bersepakat dalam Kesepahaman mengenai Penafsiran Pasal II:1(b) GATT
1994 (bahasa Inggris: Understanding on the Interpretation of Article II:1(b) of the GATT 1994)
bahwa setiap anggota dalam hal ini berkewajiban untuk mencatat tarif mengikat maksimal yang
akan dikenakan untuk setiap bea atau pungutan lainnya dalam daftar konsesi mereka.

Hukum WTO sendiri tidak mengizinkan pembatasan kuantitatif terhadap barang. Oleh sebab itu,
secara umum anggota WTO tidak diperbolehkan melarang pengimporan atau pengeksporan
barang tertentu, dan mereka juga tidak dapat memberlakukan kuota terhadap barang. Untuk
perdagangan jasa, aturan ini hanya berlaku untuk sektor jasa yang telah diliberalisasi oleh
anggota tersebut.[78] Sementara itu, peraturan yang keempat merupakan sebuah kategori dengan
cakupan yang luas, contohnya adalah kurangnya transparansi hukum dagang, praktik
perdagangan yang tidak adil, prosedur pabean, buruknya perlindungan hak kekayaan intelektual,
tindakan sanitari dan fitosanitari, atau keberadaan hambatan teknis.[86] Aturan mengenai
perlindungan hak kekayaan intelektual, tindakan sanitari dan fitosanitari, dan hambatan teknis
diatur oleh perjanjiannya sendiri.[87] Misalnya, regulasi teknis yang diberlakukan oleh suatu
negara harus mematuhi asas MFN, dan anggota yang memberlakukan regulasi ini harus
memastikan agar tidak timbul hambatan perdagangan yang tidak diperlukan.

Aturan mengenai praktik perdagangan yang tidak adil

Hukum WTO memiliki aturan-aturan khusus mengenai praktik-praktik perdagangan tertentu


yang dianggap tidak adil, yaitu subsidi dan dumping. Subsidi diatur oleh Pasal XVI GATT dan
juga Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan (bahasa Inggris: Agreement on Subsidies
and Countervailing Measures, disingkat Perjanjian SCM).[89] Menurut Perjanjian SCM, subsidi
adalah kontribusi keuangan dari pemerintah atau badan publik, atau bantuan pendapatan atau
harga dalam bentuk apapun sesuai dengan Pasal XVI GATT, yang memberikan keuntungan.
Hukum WTO melarang beberapa jenis subsidi, yaitu subsidi ekspor dan substitusi impor.[91]
Sebagian besar dari jenis subsidi lainnya tidak dilarang, tetapi subsidi-subsidi tersebut tergolong
sebagai "subsidi yang dapat ditindak" (actionable), yaitu subsidi yang dapat ditentang oleh
anggota WTO apabila subsidi tersebut menimbulkan "dampak-dampak merugikan" (adverse
effects) terhadap kepentingan anggota tersebut. Subsidi-subsidi tersebut meliputi subsidi yang
mengakibatkan kerugian terhadap industri domestik negara lain yang menghasilkan produk
sejenis, subsidi yang menyebabkan penghapusan atau pengurangan terhadap keuntungan yang
diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung dari GATT 1994, serta subsidi yang
menyebabkan kerugian serius.[d][92] Jika anggota yang memberikan subsidi semacam itu
menolak mencabutnya atau tidak mau mengambil langkah untuk menghilangkan dampaknya
yang merugikan, anggota lain yang dirugikan dapat mengambil tindakan balasan yang sebanding
dengan dampak dari subsidi tersebut.[89] Di Perjanjian SCM sendiri sebenarnya masih ada jenis
subsidi ketiga, yaitu subsidi yang tidak dapat ditindak. Menurut Pasal 8.2 Perjanjian SCM,
subsidi-subsidi tersebut meliputi subsidi lingkungan hidup, subsidi penelitian, dan subsidi untuk
pembangunan daerah tertinggal. Namun, sesuai dengan Pasal 31 Perjanjian SCM, subsidi ini
hanya berlaku lima tahun setelah Perjanjian WTO secara keseluruhan mulai berlaku. Akibatnya,
aturan mengenai subsidi yang tidak dapat ditindak hanya berlaku hingga tanggal 31 Desember
1999, dan semenjak itu subsidi-subsidi tersebut tergolong sebagai subsidi yang dapat ditindak.

Sementara itu, dumping adalah praktik penjualan produk di pasar negara lain dengan harga yang
lebih rendah daripada harga yang seharusnya di dalam negeri. Secara umum, dumping tidak
dilarang oleh hukum WTO, tetapi Pasal VI GATT dan Perjanjian Anti-Dumping mengizinkan
anggota WTO untuk memungut bea anti-dumping apabila praktik dumping tersebut
mengakibatkan atau mengancam akan mengakibatkan kerugian material terhadap produk sejenis
yang diproduksi oleh anggota tersebut.

Pengecualian

Upaya untuk meliberalisasi perdagangan dapat bertabrakan dengan kepentingan masyarakat,


contohnya adalah pelestarian lingkungan hidup atau kepentingan ekonomi lainnya. Maka dari
itu, hukum WTO memiliki pasal-pasal "pengecualian" yang membenarkan penyimpangan dari
aturan-aturan dasar WTO dalam keadaan tertentu demi kepentingan masyarakat. Pengecualian
secara umum terkandung dalam Pasal XX GATT dan XIV GATS, contohnya adalah
perlindungan moral masyarakat atau perlindungan kehidupan manusia, hewan, atau tumbuhan.
Kepentingan untuk melindungi keamanan nasional juga dapat ditemui dalam Pasal XXI GATT
dan Pasal XIV bis GATS. Sementara itu, Pasal XII dan XIX GATT serta Pasal X dan XII GATS
mencantumkan kepentingan-kepentingan ekonomi, misalnya perlindungan industri dalam negeri
dari kerugian serius yang diakibatkan oleh peningkatan impor secara tajam dan tak terduga.
Pertanyaan mengenai WTO :
1. WTO sebagai organisasi perdagangan dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang
mengatur masalah perdagangan antarnegara yang dibentuk tanggal..
a. 1 Januari 1994
b. 1 Januari 1995
c. 1 Januari 1996
d. 1 Januari 1997
e. 1 Januari 1998
2.. WTO terbentuk setelah dilakukannya perundingan putaran Uruguay atau …
a. Uruguay Turn
b. Uruguay circle
c. Uruguay Road
d. Uruguay Round
e. Uruguay cycle
3. WTO dibentuk untuk menggantikan ...
a. GATT
b. ASEAN
c. IBRD
d. ADB
e. OPEC
4. Organisasi yang berusaha untuk mewujudkan perdagangan bebas dunia adalah …
a. IBRD
b. UNIDO
c. ILO
d. WTO
e. OPEC
5. Negara anggota WTO saat ini berjumlah ...
a. 150 anggota
b. 151 anggota
c. 152 anggota
d. 153 anggota
e. 154 anggota
6. WTO kepanjangan dari ....
a. Wire Trade Organization
b. Wide Trade Organization
c. World Trade Organization
d. World Track Organization
e. World Type Organization

Anda mungkin juga menyukai