Anda di halaman 1dari 14

Nama : Muhammad Ridwan Sholehudin

NIM : 6211161113

Kelas : C

PERANAN WTO DALAM MENINGKATKAN PERDAGANGAN NEGARA


BERKEMBANG

Latar Belakang

World Trade Organization (WTO) merupakan satu-satunya organisasi internasional


yang mengatur perdagangan internasional. Terbentuk sejak tahun 1995, WTO berjalan
berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan dan disepakati oleh sejumlah besar
negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari perjanjian-perjanjian WTO
adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam melakukan
kegiatannya.

Pendirian WTO berawal dari negosiasi yang dikenal dengan "Uruguay Round" (1986
- 1994) serta perundingan sebelumnya di bawah "General Agreement on Tariffs and Trade"
(GATT). WTO saat ini terdiri dari 154 negara anggota, di mana 117 di antaranya merupakan
negara berkembang atau wilayah kepabeanan terpisah. Saat ini, WTO menjadi wadah
negosiasi sejumlah perjanjian baru di bawah "Doha Development Agenda" (DDA) yang
dimulai tahun 2001.

Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakukan berdasarkan konsensus oleh


seluruh negara anggota. Badan tertinggi di WTO adalah Konferensi Tingkat Menteri (KTM)
yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali. Di antara KT, kegiatan-kegiatan pengambilan
keputusan WTO dilakukan oleh General Council. Di bawahnya terdapat badan-badan
subsider yang meliputi dewan, komite, dan sub-komite yang bertugas untuk melaksanakan
dan mengawasi penerapan perjanjian-perjanjian WTO oleh negara anggota.

Prinsip pembentukan dan dasar WTO adalah untuk mengupayakan keterbukaan batas
wilayah, memberikan jaminan atas "Most-Favored-Nation principle" (MFN) dan perlakuan
non-diskriminasi oleh dan di antara negara anggota, serta komitmen terhadap transparansi
dalam semua kegiatannya. Terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional
dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan mendorong
dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan,

1
mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas. Pada saat yang
bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional dan internasional
yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi setiap negara anggota.

Kendatipun telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan perdagangan


antarbangsa demi terwujudnya cita-cita kesejahteraan yang diidamkan, WTO tidak luput dari
kecurigaan negatif bahwa WTO adalah wajah baru penjajahan bangsa-bangsa
(neokolonialisme). Selain itu akhir akhir ini WTO dianggap hanya menguntungkan negara
negara maju saja, salah satunya pendapat yang dilontarkan salah satu anggota DPR RI
Nurhayati Ali Assegaf akhir akhir ini. Nurhayati menginginkan bahwa para negara anggota
WTO dapat mengutamakan negara berkembang dan mengakselerasikan pembangunan. Lalu
apa saja peranan WTO dalam meningkatkan perdagangan negara negara berkembang
selama sejarah dibentuknya WTO ?

Tujuan dan Fungsi WTO

Sebagai suatu organisasi internasional yang memegang peranan penting dalam


mengatur masalah perdagangan dunia, WTO didirikan untuk menciptakan kesejahteraan
negara anggota melalui perdagangan internasional yang bebas dan adil.Hal tersebut
diharapkan dapat dicapai melalui serangkaian aturan yang disepakati dalam perjanjian
perdagangan multilateral yang adil dan transparan serta menjaga keseimbangan kepentingan
semua negara anggota baik negara maju maupun negara berkembang.Tujuan mencapai
kesejahteraan bersama tersebut dituangkan lebih lanjut dalam undang-undang pendirian WTO
yang isi nya menegaskan secara spesifik tujuan, fungsi dan struktur WTO.

Tujuan pendirian WTO ditegaskan dalam undang-undang pendirian


WTO yaitu mendorong arus perdagangan antar negara melalui
pengurangan tarif dan hambatan dalam perdagangan serta membatasi
perlakuan diskriminasi dalam hubungan perdagangan intenasional.Dalam
mencapai tujuan tersebut, WTO memberikan kerangka kelembagaan
sebagai pedoman dalam melaksanakan hubungan perdagangan
internasional antar anggotanya.

Selanjutnya tujuan pembentukan WTO tersebut direfleksikan ke dalam 5


fungsi WTO yang tercantum dalam Article III WTO, yaitu:

2
1. WTO berfungsi sebagai lembaga yang memberikan fasilitasi
implementasi, administrasi dan pelaksanaan dari perjanjian WTO
serta memberikan kerangka kerja untuk implementasi, administrasi
dan pelaksanaan dari perjanjian plurilateral
2. WTO berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan forum untuk
melakukan perundingan di antara anggotanya terkait isu yang
diatur dalam perjanjian WTO termasuk menyediakan forum dan
kerangka kerja untuk implementasi hasil-hasil perundingan yang
telah dicapai
3. WTO bertindak sebagai selaku administrator dari aturan
penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Understanding). Dalam
pelaksanaannya penyelesaian sengketa dalam WTO menjadi
tanggung jawab Dispute Settlement Body
4. WTO berfungsi selaku administrator mekanisme pengujian kebijakan
perdagangan yang secara regular melakukan peninjauan terhadap
ketentuan perdagangan dari masing-masing negara anggota.
5. WTO bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional
lainnya seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia
(World Bank). Dengan kerja sama tersebut diharapkan terjadi
sinkronisasi dan konsistensi dalam pembuatan kebijakan ekonomi
global.

Struktur Organisasi WTO

Untuk mendukung efektifitas pencapaian tujuan dan pelaksanaan kelima fungsi yang telah
ditetapkan maka struktur organisasi WTO dibentuk berdasarkan bidang-bidang yang telah
disepakati antara lain perdagangan barang dan jasa serta hak atas kekayaan intelektual.

a. Kelembagaan Dilihat dari segi kelembagaan, struktur WTO terdiri dari unsur-unsur
berikut:

1) Konferensi Tingkat Menteri (Mininsterial Conference) Tingkat Menteri (KTM) adalah


badan tertinggi dari WTO yang keanggotaan nya terdiri wakil-wakil semua negara anggota.
KTM merupakan pelaksana fungsi WTO dan berwenang untuk mengambil semua keputusan
terkait dengan pelaksana perjanjian-perjanjian WTO yang diajukan oleh semua anggota.
Dalam melaksanakan tugasnya, KTM melakukan pertemuan paling sedikit satu kali dalam 2
tahun. Sejak terbentuknya WTO, KTM telah bersidang sebanyak 6 kali yakni KTM I dan II

3
pada tahun 1996 dan 1998 masing-masing di Singapura dan di Genewa-Swiss, KTM ke III di
SeattleAmerika Serikat tahun 1999, KTM ke IV di Doha-Qatar tahun 2001, KTM ke V di
Cancun-Meksiko tahun 2003, KTM ke VI tahun 2005 di Hongkong

2) Dewan Umum (General Council) Dewan Umum merupakan badan yang mengawasi
pelaksanaan perjanjian WTO dan putusan-putusan yang telah diambil dalam KTM.
Disamping itu, Dewan Umum bertanggung jawab atas permasalahan terkait anggaran,
administrasi dan sumber daya manusia termasuk pula penunjukan Direktur Jendral,
menyetujui tindakan/kegiatan yang diusulkan badan lain seperti pelepasan hak (waivers),
mengambil posisi (accessions), dan mengawasi pelaksanaan kerja sama dengan organisasi
lain. Dewan Umum beranggotakan wakil-wakil seluruh anggota WTO dan melakukan
pertemuan yang dilaksanakan secara regular di antara pertemuan KTM dan jika diperlukan
dapat melaksanakan pertemuan khusus. Dewan Umum juga bertindak sebagai pengawas (i)
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) dan (ii) Badan Peninjauan
Kebijakan Perdagangan (Trade Policy Review Body). Saat ini, Dewan Umum, DSB dan
TPRB masing-masing memiliki ketua sendiri.

3) Dispute Settlement Body Dispute Settlment Body merupakan badan penyelesaian sengketa
yang menyelesaikan masalah yang muncul dari pelaksanaan perjanjian-perjanjian Uruguay
Round.

4) Trade Policy Review Mechanism Trade Policy Review Mechanism adalah suatu
mekanisme peninjauan kebijakan perdagangan negara anggota WTO yang ditujukan guna
meningkatkan ketaatan para anggota WTO terhadap peraturan, tata tertib dan komitmen
perjanjian WTO. TPRM menyediakan suatu kerangka mekanisme di mana anggota WTO
secara kolektif dan berkala, melakukan pengujian dan memberikan tangapan atas kebijakan
dan praktek perdagangan dari setiap negara anggota WTO serta dampaknya terhadap sistem
perdagangan multilateral. Pelaksanaan peninjauan kebijakan perdagangan dilakukan setiap 2
tahun sekali untuk negara maju dan 4 tahun sekali untuk negara yang berkembang.

4) Dewan-Dewan (Councils) Dewan Umum membentuk 3 dewan di bawahnya yakni Dewan


Perdagangan Barang (The Council for Trade in Goods/Goods Council), Dewan Perdagangan
Jasa (The Council for Trade in Service/Service Council) dan Dewan Perdagangan terkait Hak
Kekayaan dan Intelektual (The Council for Trade Related Aspects of Intelectual Property
Right) untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian multilateral tersebut. Ke 3 dewan tersebut
melaksanakan kegiatan yang berpedoman pada keketetapan yang dibuat oleh Dewan Umum

4
(General Council) serta membuat seperangkat aturan menyangkut prosedur yang harus
disetujui dahulu oleh dewan umum. Keanggotaan ke 3 dewan untuk seluruh anggota WTO.

5) Komite (Committe)/ Kelompok Kerja (Working Group) Terdapat beberapa komite


dibawah Dewan (Council) yang mempunyai tugas membahas permasalahan/isu khusus.
Sebagai contoh, Dewan Perdagangan Barang (Goods Council) memiliki 11 komite yang
membahas permasalahan menyangkut market access, agricultural, sanitary, and phytosanitary,
measures, tehnical barriers to trade, subsidies and countervailing measures, anti dumping,
customs valuation, rules of origin, import licensing, trade related investment measures, dan
safeguards measures. Komite terdiri dari semua negara anggota WTO dan melaporkan
kegiatannya kepada Dewan (Council) di atasnya. Disamping 11 komite tersebut, terdapat 3
komite yang dibentuk berdasarkan perjanjian WTO yakni Komite Perdagangan dan
Pembangunan (Committee on Trade and Development), Komite Restriksi Neraca
Pembayaran (Commiittee on Balanced-of-Payment Restriction) dan Komite Anggaran,
Keuangan dan Administrasi (Committee on Budget, Finance and Administration). Komite
Perdagangan dan Pembangunan bertugas antara lain (i) bertindak selaku focal point untuk
masalah-masalah yang terkait dengan badan multilateral lainnya, (ii) melakukan tinjauan atas
partisipasi negara berkembang dalam sistem perdagangan multilateral dan
mempertimbangkan ukuran dan inisiatif untuk membantu negara berkembang dalam
meningkatkan perdagangan dan investasinya, (iii) melakukan tinjauan secara berkala
menyangkut permohonan pengaturan khusus yang dihasilkan dalam perjanjian perdagangan
multilateral dan keputusan KTM yang berlaku untuk negara berkembang serta
melaporkannya kepada dewan umum untuk pengambilan tindakan/langkah yang sesuai, (iv)
memberikan pedoman kegiatan kerja sama teknis WTO sehubungan dengan keterkaitan
dengan anggota negara berkembang

Komite Balance of Payment Restriction bertugas antara lain melaksanakan konsultasi secara
berkala dengan anggota WTO yang tengah melaksanakan pembatasan impor (restrictive
import) sehubungan dengan permasalahan neraca pembayaran sebagaimana diatur dalam
GATT artikel XII atau XVIII:B. Komite akan melaporkan hasil konsultasi tersebut kepada
Dewan Umum yang selanjutnya akan memberikan persetujuan atas laporan tersebut.

b. Sekretariat Sekretariat WTO dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal yang diangkat oleh
sidang tingkat menteri yang sekaligus menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai wewenang,
tugas dan persyaratan jabatannya.Tanggung jawab Direktur Jenderal bersifat internasional

5
dan dalam melaksanakan tugasnya tidak menerima perintah dari pemerintah dan kekuasaan
manapun di luar WTO. Sekretariat tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan .
Tugas utamanya adalah menyediakan bantuan teknis dan profesional untuk mendukung
Dewan (council) dan Komite (committee), menyediakan bantuan teknis untuk negara
berkembang , mengawasi dan menganalisa perkembangan perdagangan dunia, menyediakan
informasi kepada public dan media serta menyelenggarakan KTM. Penyelesaian sengketa
dan memberikan advis kepada pemerintah yang berkeinginan untuk menjadi anggota WTO.

Pengaruh WTO dalam Perdagangan Internasional

Banyak pihak yang menganggap bahwa WTO adalah badan perdagangan bebas, padahal
dalam kenyataannya WTO bukanlah demikian. WTO merupakan tempat melakukan sistem
perdagangan internasional dengan adil, sehat, serta terbuka. WTO hanyalah Organisasi yang
mengatur perdagangan bebas. Pengaruh WTO dalam perdagangan internasional dibedakan
menjadi beberapa hal, yaitu:
1. Mendorong Persaingan yang Terbuka
Tarif dan Proteksi masih diperbolehkan dalam WTO. WTO adalah sistem yang mengatur
kompetisi yang terbuka adil serta sehat. Didalam WTO diberlakukan kebijakan Most
Favoured Nation yang merupakan membebaskan perdagangan tanpa adanya diskriminasi.
Pemberlakuan prinsip MFN dirancang untuk membuat perdagangan yang adil, termasuk pada
masalah dumping dan subsidi. Semua persetujuan yang dilakukan WTO adalah demi untuk
menciptakan kompetisi perdagangan yang sehat.
2. Mendorong Reformasi Pembangunan Ekonomi
Sistem yang terdapat dalam WTO dapat memberikan kontribusi pada pembangunan. Putusan
dalam WTO juga memuat aturna mengenai fleksibilitas yang diberikan pada negara
berkembang dalam menerapkan peraturan-peraturan yang dibuat WTO. Persetujuan WTO
juga memungkinkan negara berkembang terbelakang untuk mendapatkan bantuan khusus
serta keringanan dalam berdagang.
3. Meningkatkan Prediktabilitas
Dibentuknya sistem multilateral adalah salah satu trik dalam WTO untuk menciptakan
perdagangan yang stabil serta dapat diprediksi. Dengan stabilitas dan kebijakan yang dapat
diprediksi maka investasi dapat dilakukan, lapangan pekerjaan dapat diciptakan serta
konsumen yang dpaat memenuhi kebutuhannya.

6
Peranan WTO Bagi Negara Berkembang
World Trade Organization (WTO) yang mengambil alih peranan GATT bertujuan
memelihara sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. Organisasi ini dalam
perdebatannya merupakan organisasi paling penting jika dibandingkan dengan organisasi
internasional lainnya. Alasannya adalah WTO mempunyai misi yang sangat jelas tindakan
serta aturan yang dikeluarkan berlaku sama bagi setiap negara anggota, tanpa membedakan
negara berkembang atau maju. Disamping itu WTO bertanggung jawab atas implementasi
ketentuan multilateral tentang perdagangan internasional yang terdiri dari tiga perangkat
hukum utama dan mekanisme penyelesaian sengketa yaitu :

1. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang berlaku untuk perdagangan
barang (trade in goods).

2. General Agreement on Trade in Services (GATS) yang berlaku untuk perdagangan jasa
(trade in services).

3. Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS).

4. Dispute Settlement Understanding (DSU).

Perjanjian-perjanjian ini merupakan annex dari perjanjian pendirian WTO yang telah
diratifikasi melalui Undang-Undang No 7 Tahun 1994 sehingga telah menjadi hukum
nasional.

Konsep pemberian perlakuan khusus bagi negara berkembang telah dimulai sejak
mulai berdirinya GATT 1947 dan mencapai puncaknya pada pertengahan 1950-an pada saat
banyak negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaannya. Ada dua jenis perlakuan khusus
yaitu : Pertama, akses atas pasar negara-negara kaya melalui perlakuan tarif khusus. Kedua,
pengecualian terhadap ketentuan GATT. Selanjutnya banyak studi memperlihatkan bahwa
beberapa faktor berikut memainkan peranan penting dalam menentukan respon suatu
perekonomian terhadap kesempatan pasar. Pertama, makro-ekonomi dan kebijakan sektoral.
Kedua, dukungan sumber daya alam dan tenaga kerja. Ketiga, infrastruktur keuangan,
teknologi, dan fisik. Keempat, institusi, penegakan hukum dan etika. Kelemahan-kelemahan
tersebut tentunya dapat menghambat negara-negara berkembang beradaptasi dengan sistem
multilateral. Dalam mengkaji kepentingan negara berkembang terhadap sistem perdagangan
multilateral yang diatur dalam WTO dikaitkan dengan pandangan Duta Besar Uni Eropa Tran
van Tinh yang menyatakan bahwa negara maju yang telah bergabung dalam Uni Eropa masih

7
dapat berkembang tanpa sistem multilateral. Amerika Serikat dan Jepang juga memiliki sikap
yang sama dengan Uni Eropa.

Sementara itu, manfaat bagi negara berkembang yang diberikan oleh sistem hukum
perdagangan multilateral dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari kacamata
eksportir dan kedua, dilihat dari sudut pandang importir. Bagi eksportir, pada perdagangan
barang, hampir seluruh tarif di negara-negara maju dan sebagian besar tarif di negara
berkembang dan negara transisi ekonomi dipastikan tidak akan mengalami kenaikan.
Kepastian tidak akan adanya kenaikan tarif ini akan memperluas akses pasar dan terdapat
jaminan bahwa akses pasar tersebut tidak akan dirusak oleh pembatasan yang diterapkan
secara mendadak oleh negara pengimpor. WTO juga memberikan stabilitas bagi pasar
eksportir dengan mewajibkan setiap negara anggota menerapkan ketentuan yang seragam
tentang perbatasan (border). Negara-negara juga wajib menjamin bahwa aturan main tentang
kepabeanan seperti aturan tentang pemeriksaan barang atau izin impor. Adanya keseragaman
dimaksud menimbulkan efisiensi bagi eksportir karena mengurangi banyaknya perbedaan
persyaratan diperlakukan oleh masing-masing negara.

Bagi importir, yang mengimpor bahan mentah atau setengah jadi untuk diekspor,
adanya ketentuan yang membolehkan melakukan impor tanpa adanya pembatasan kecuali
tarif dan adanya keseragaman aturan akan menjamin kelangsungan usaha mereka. Aturan ini
juga memberikan kepastian bagi importir bahwa mereka akan menerima barang pada
waktunya dan dengan harga yang kompetitif. Disamping itu, adanya aturan tentang tarif yang
mengikat membuat importir juga mengetahui dengan jelas berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk mengimpor suatu barang. Disamping itu, WTO menciptakan hak-hak
tertentu yang berguna bagi anggota. Hak tersebut dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama,
hak produsen domestik dan importir terhadap pemerintah. Kedua, hak eksportir
mempertahankan kepentingannya terhadap tindakan yang diambil oleh negara pengimpor
yang merugikan.

Doha Development Agenda bagi Negara Berkembang

Konferensi Tingkat Menteri pertama kali diselenggarakan di Singapura pada tahun


1996, kedua diselenggarakan di Jenewa tahu 1998, ketiga diselenggarakan di Seattle tahun
1999, keempat diselenggarakan di Doha, Qatar tahun 2001, kelima diselenggarakan di
Cancun, Mexico tahun 2003 dan yang terakhir di Hong Kong tahun 2005. KTM ke-4 yang
berlangsung pada tanggal 9 14 November 2001 dihadiri oleh 142 negara. Pertemuan

8
tersebut menghasilkan dokumen utama berupa Deklarasi Menteri (Deklarasi Doha) yang
menandai diluncurkannya putaran perundingan baru mengenai perdagangan jasa, produk
pertanian, tarif industri, lingkungan, isu isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HKI), Penyelesaian sengketa dan peraturan WTO. Deklarasi Doha juga telah memberikan
mandat kepada para anggota WTO untuk melakukan negosiasi di berbagai bidang, termasuk
isu isu yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan yang ada. Perundingan dilaksanakan
di Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiations Committee/TNC) dan badan
badan dibawahnya (subsidiaries body). Selebihnya dilakukan melalui program kerja yang
dilaksanakan oleh Council dan Committees yang ada di WTO.

Keputusan keputusan yang telah dihasilkan KTM IV ini dikenal pula dengan
sebutan Agenda Pembangunan Doha (Doha Development Agenda) mengingat didalamnya
termuat isu isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara negara berkembang
terbelakang (least-developed countries/LDCs), seperti : kerangka kerja kegiatan bantuan
teknik WTO, program kerja bagi negara-negara terbelakang, dan program program kerja
untuk mengintegrasikan secara penuh negara-negara kecil ke dalam WTO.

Keputusan lain yang penting bagi negara negara berkembang adalah disetujuinya
pembentukan 2 kelompok kerja, yaitu Kelompok Kerja Hutang dan Keuangan serta
Kelompok Kerja Alih Teknologi. Deklarasi juga memberikan akses duty-free dan quota-free
untuk produk produk yang berasal dari negara negara berkembang terbelakang. Mengenai
perlakuan khusus dan berbeda (special and differential treatment), Deklarasi tersebut telah
mencatat proposal negara berkembang untuk merundingkan Persetujuan mengenai Perlakuan
Khusus dan Berbeda (Framework Agreement of Special and Differential Treatment/S&D),
namun tidak mengusulkan suatu tindakan konkret mengenai isu akan ditinjau kembali agar
lebih efektif dan operasional.

Sejak dicanangkannya Doha Development Agenda (DDA), perundingan Putaran


Doha telah mengalami banyak pasang surut yang ditandai dengan beberapa kali kemacetan
sebagai akibat timbulnya perbedaan yang tajam antara negara negara kunci dalam
perundingan isu isu contentions, khususnya Pertanian, Non Agricultural Market Access
(NAMA) dan jasa. Selain itu, perundingan untuk membahas penekanan aspek pembangunan
sebagaimana dimandatkan dalam Doha Development Agenda juga sangat lamban dan sering
mengalami berbagai kebuntuan. Kebuntuan ini disebabkan karena besarnya kepentingan
ekonomi negara negara (baik berkembang maupun maju) terhadap isu isu pertanian, , jasa

9
dan pembangunan. Kondisi ini merupakan salah satu faktor utama sulitnya negara negara
anggota, khususnya negara negara kunci dalam perundingan WTO, untuk merubah posisi
pada keempat isu tersebut secara substansial yang pada gilirannya berujung pada macetnya
perundinganPutaran Doha.

Posisi Indonesia dalam Putaran Perundingan Doha

Pertanian

Isu yang paling banyak diangkat dalam perundingan ini adalah mengenai isu pertanian.
Perundingan di sektor pertanian meliputi 3 (tiga) isu utama, yaitu Akses Pasar, Subsidi
Ekspor dan Subsidi Domestik. Selain tiga isu utama tersebut, perundingan juga membahas isu
special and differential treatment yang bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi negara-
negara berkembang khususnya dalam mengatasi masalah food security, rural development,
dan poverty alleviation. Peta posisi masing masing negara secara umum terbagi atas 4
(empat) kelompok, antara lain :

Kelompok AS dan EC, yang ingin mempertahankan pemberian subsidi yang


berlebihan kepada petaninya dan mengupayakan agar negara berkembang membuka
pasarnya.
Kelompok G-10 terdiri dari Swiss, Jepang, Norwegia, Korea, Maritius dan Israel,
yang ingin mempertahankan pemberian subsidi bagi petaninya, namun tidak ingin
membuka pasar negara. Kelompok ini tidak agresif dalam usaha membuka pasar
negara berkembang.
Kelompok G-20 dan Cairns Group, yang berusaha menghapuskan seluruh subsidi
yang diberikan oleh negara negara maju dan meliberalisasi perdagangan di bidang
pertanian.
Kelompok G-33 dikoordinasi oleh Indonesia, yang berusaha agar produk pertanian
tertentu dari negara berkembang dikecualikan dari liberalisasi. Kelompok ACP, LDC
dan Afrika, ingin agar preference yang diberikan oleh negara negara maju tetap
dipertahankan.

Kepentingan utama Indonesia yaitu Special Product (SP), Special Mechanism (SSM), dan
subsidi kategori de minimis framework Annex A dalam keputusan Dewan Umum WTO, telah
banyak mengakomodasi kepentingan negara berkembang. Untuk itu isu isu tersebut bahasa
yang digunakan dalam Annex A, telah banyak disesuaikan dengan proposal dan permintaan
Indonesia serta Kelompok G-33 yang dikoordinir oleh Indonesia.

10
Perundingan sektor pertanian tetap menjadi isu perundingan yang mendapatkan sorotan
utama dari seluruh negara anggota mengingat masih terdapatnya pertentangan antara negara
berkembang dan negara maju pada ketiga pilar perundingan pertanian. Sebagai Koordinator
G-33, Indonesia memainkan peran yang sangat krusial dalam perundingan sektor ini.

Di bidang akses pasar, usulan Indonesia atau G-33 agar negara berkembang diberikan
fleksibilitas dalam menetapkan beberapa tariff lines sebagai SPs yang didasarkan pada
indikator yang terkait dengan food security, livehoo security and rural development needs,
telah disepakati. Negara negara berkembang juga menggunakan volume trigger dan price
trigger untuk mengatasi banyaknya impor. Dengan demikian upaya Indonesia untuk
menggolkan konsep SP dan SSM yang lebih menguntungkan negara berkembang telah
diterima oleh negara anggota lainnya.

2. Akses Pasar untuk Produk non Pertanian (Non Agricultural Market Access / NAMA)

Perundingan Akses Pasar untuk produk non pertanian diwarnai dengan tingkat ambisi yang
berbeda beda. Negara negara maju dan beberapa negara berkembang memiliki tingkat
ambisi yang tinggi dan menghendaki agar perundingan berdampak kepada penurunan drastis
bahkan penghapusan tariff dunia. Sedangkan sebagian besar negara berkembang memiliki
tingkat ambisi yang lebih moderat, sehingga mereka menghendaki hasil perundingan tidak
menurunkan tarif secara drastis. Salah satu isu penting yang masih menjadi kendala dalam
proses perundingan Akses Pasar untuk produk non pertanian adalah formula penurunan tarif
yang akan digunakan. Apakah akan menggunakan penurunan tarif secara linear seperti yang
diusulkan negara berkembang, atau menggunakan penurunan tarif secara terbuka seperti yang
diusulkan negara maju.

Pada KTM VI di Hong Kong, dalam perundingan akses pasar produk nonpertanian (NAMA),
Indonesia termasuk kedalam kelompok NAMA 11 sebagai kelompok kunci perundingan
sektor NAMA tetap konsisten dalam mengupayakan fleksibilitas bagi negara berkembang
dalam modalitas perundingan NAMA. Negara berkembang dalam hal ini mendapatkan
jangka waktu implementasi penurunan tarif yang lebih lama, pengecualian produk tertentu
dari formula penurunan tarif dan pemberlakuan status unbound untuk sejumlah produk
tertentu.

11
Mengenai penurunan tarif sektoral, negara anggota menyepakati prinsip penurunan tarif
sektoral yang sejalan dengan posisi Indonesia yang menolak penurunan tarif sektoral secara
mandatory. Selanjutnya, negara anggota juga menyepakati mekanisme penanganan hambatan
non tarif dan perlakuan terhadap unbound tariff. Modalitas di bidang NAMA harus
diselesaikan paling palmbat tanggal 30 April 2006 dan draft jadwal yang komprehensif
berdasarkan modalitas harus disampaikan paling lambat tanggal 31 Juli 2006.

3. Jasa

Perundingan jasa di WTO merupakan hasil perundingan Putaran Uruguay yang berlangsung
sejak 1986 hingga 1993. Perundingan jasa merupakan salah satu isu yang menjadi perdebatan
sengit antara kelompok negara maju dan negara berkembang, dimana negara maju dengan
tingkat ambisi yang tinggi menuntut negara berkembang untuk membuka akses pasar atau
membuat komitmen yang lebih besar dari tingkat komitmen yang telah ada. Hal ini
mendapatkan tantangan sangat keras dari kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia,
dengan argumentasi bahwa liberalisasi yang lebih luas harus didasarkan kepada fleksibilitas,
tingkat pertumbuhan ekonomi dan sektor yang merupakan kepentingan masing masing
negara serta prioritas kebijakan pembangunan nasional.

Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-4 di Doha yang menghasilkan Deklarasi Doha, telah
memberikan pengaruh cukup besar dalam perkembangan perundingan sektor jasa. Pertama,
Deklarasi Doha memasukkan mandat mengenai perdagangan sektir jasa jasa dalam suatu
program kerja yang lebih luas dan dalam suatu rangkaian perundingan yang harus
diselesaikan sebelum Januari 2005. Kedua, Deklarasi Doha menetapkan batas waktu
penyampaian initial request dan initial offers.

Saat ini Indonesia sedang mempersiapkan initial offers, yang kemungkinan besar akan
disampaikan kepada WTO pada tahun 2005. Hal ini dimaksudkan agar Indonesia mempunyai
waktu untuk menganalisa substansi dan cakupan initial offers-nya, yang akan dibahas
bersama bersama negara negara mitra runding dalam berbagai pertemuan bilateral pada
sidang jasa bulan Februari 2005.

Kesimpulan

12
Bagi negara berkembang, terutama bagi negara pasifik yang sangat memerlukan
kelanjutan dari sitem perdagangan dunia yang terbuka, diperlukan adanya langkah untuk
lebih memanfaatkan dan mengambil peranan dalam kegiatan WTO agar sistem internasional
yang terbuka dapat dipertahankan. Sehingga baik WTO ataupun program Doha Development
Agenda bisa berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan tujuan awal yakni bagaimana bisa
mewujudkan perdagangan dunia yang aman. Selain itu, WTO harus menghapus stigma
negatif yang beredar selama ini bahwa WTO sebagai bentuk dari neokolonialisme dan hanya
sebagai organisasi yang menguntungkan negara negara maju saja. Stigma tersebut bisa
dihilangkan jika WTO benar benar serius dalam memajukan negara berkembang serta
membangun semangat pembangunan di dalam setiap program program nya.

Daftar Pustaka

13
Buku

Amalia, Lia.2007.Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu

Internet

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63075

http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/World-Trade-
Organization-(WTO).aspx

http://ekiniisipjakarta.blogspot.co.id/2016/04/v-behaviorurldefaultvmlo_2.html

http://catatanlepasnick.blogspot.co.id/2011/03/peranan-pokok-world-trade-organisation.html

http://khafidsociality.blogspot.co.id/2012/05/peranan-wto-world-trade-organization.html

14

Anda mungkin juga menyukai