Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN

WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

Elisa Nurhayati Ahmad

203403197
1. Sejarah WTO

World Trade Organization (WTO) terbentuk pada tahun 1995. WTO adalah organisasi
antar pemerintah dengan tujuan untuk membuat perdagangan antar negara semakin
terbuka dengan penurunan bahkan peniadaan hambatan tarif maupun non tarif.

Pembentukan organisasi perdagangan dunia dilatarbelakangi dengan berakhirnya Perang


Dunia II. Perekonomian dunia yang hancur pada waktu itu, karena perang  melibatkan
negara-negara besar dunia seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan negara-
negara dikawasan Asia seperti Jepang. Untuk menata kembali perekonomian dunia maka
beberapa negara sepakat untuk membentuk lembaga perdagangan yang menjadi wadah
yang berfungsi untuk mengatur perdagangan dunia yang menjadi penyokong bagi
perekonomian dunia.  Pada saat itu organisasi perdagangan dunia dikenal dengan GATT
(General Agreement  on Tarrifs and Trade) pada tahun1948 sampai dengan 1994.

GATT terbentuk dilatarbelakangi dari pertemuan Bretton Woods. Pertemuan yang


dikenal dengan United Nations Monetery and Financial Conference tersebut
dilaksanakan ada Juli 1944 di Bretton Woods, New Hampshire – Amerika Serikat dan
dihadiri 44 wakil negara. Pertemuan tersebut merumuskan financial arrangements untuk
membangun perekonomian dunia setelah perang dunia II dan hal ini menjadi cikal bakal
sejarah liberalisasi atau globalisasi. Pertemuan Bretton Woods menyepakati 3 pilar
ekonomi dunia, yaitu :
 MF (international Monetary Foundation) yang didirikan tahun 1946;
 IBRD Iinternational Bank of Reconstruction and Develoment) selanjutnya
menjadi World Bank yang didirikan tahun 1945;
 ITO (International Trade Organization) yang berdiri tahun 1947 yang menghasilkan
kesepakatan GATT yang dalam pengesahannya sebagai organisasi dunia ITO tidak
mendapat persetujuan pada sidang senat di Amerika Serikat. Situasi ini berlaku cukup
lama dan di lain pihak organisasi perdagangan ini harus berjalan, oleh karena itu nama
kesepakatan GATT dijadikan nama organisasi sementara karena nama resmi
organisasi belum disep Sampai akhirnya WTO terbentuk secara resmi ada tahun 1995.

GATT membantu membangun sistem perdagangan multilateral yang semakin liberal


melalui perundingan perdagangan. Kesimpulan negosiasi Putaran Uruguay
menyebabkan terciptanya kesepakatan baru, seperti Perjanjian Umum Perdagangan Jasa
(GATS), dan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun 1995.
Berikut ini delapan perundingan yang dilakukan sejak GATT disepakati dan mengambil
alih sementara organisasi perdangangan multilateral.
Putaran perundingan perdagangan :

Tahun Tempat Pembahasan Jumlah


Negara
1947 Geneva Pengurangan Hambatan Tarif 23
1949 Annecy Pengurangan Hambatan Tarif 13
1951 Torquay Pengurangan Hambatan Tarif 38
1956 Geneva Pengurangan Hambatan Tarif 26
1960-1961 Geneva, Dillon Round Tarif 26

1964-1967 Geneva, Kennedy Tarif dan anti-dumping 62


Round measures
1973-1979 Geneva, Tokyo Round Tarif, non-tariff measures, 102
"framework" agreements
1986-1994 Geneva, Uruguay arif, non-tariff measures, 123
Round peraturan, jasa, services, hak
atas kekayaan intelektual,
tekstil, pertanian, pembentuka
WTO dll

WTO berjalan berdasarkan serangkaian perjanjian yang dinegosiasikan  dan disepakati


oleh sejumlah besar negara di dunia dan diratifikasi melalui parlemen. Tujuan dari
perjanjian-perjanjian WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir
dan importir dalam melakukan kegiatannya. Perkembangan liberalisasi tidak berjalan
dengan mulus.  Pengambilan keputusan di WTO umumnya dilakuakan berdasarkan
konsesus oleh seluruh negara anggota. Kesepakatan yang diambil harus disetujui oleh
setiap negara anggota (single under taking) kalau ada satu saja negara yang tidak setuju,
maka kesepakatan tidak dapat diambil. Keadaan ini yang menjadikan setiap putaran
tingkat tinggi yang dilakukan oleh General Council setiap 2 tahun dan yang dihadiri
oleh setiap Menteri Perdagangan negara anggota mengalami hambatan. Stagnasi dimulai
sejak erundingan di Seattle-US (1999), di Cancun-Mexico (2003), di Hongkong (2005),
di Jenewa (2008) bahkan yang dilaksanakan di Bali (2013). Hal ini terjadi karena
perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dan negara berkembang. Saat ini
WTO sudah memiliki lebih dari 160 negara anggota.

2. Tujuan dibentuknya WTO


Tujuan pendirian WTO dijabarkan dalam mukadimah Perjanjian WTO, yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup, mewujudkan lapangan kerja penuh, menambah pendapatan
riil dan permintaan, serta memperbesar produksi dan perdagangan barang dan jasa.
Mukadimah persetujuan tersebut juga menambahkan bahwa segala upaya untuk
mewujudkan angan-angan ini harus mempertimbangkan pelestarian lingkungan dan
kebutuhan negara-negara berkembang.Selain itu, mukadimah ini turut menegaskan
pentingnya pembangunan berkelanjutan (pembangunan yang juga mempertimbangkan
aspek sosial dan lingkungan hidup) serta integrasi negara-negara berkembang (terutama
negara-negara terbelakang) dengan sistem perdagangan dunia. Menurut pakar hukum
dagang asal Belgia, Peter Van den Bossche, mukadimah ini membantah keyakinan
bahwa WTO hanya memperhatikan liberalisasi perdagangan tanpa memedulikan isu
kemiskinan, kerusakan lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan. Dalam mukadimah
yang sama, dikatakan bahwa tujuan-tujuan ini dapat dicapai dengan mengurangi tarif
dan hambatan perdagangan lainnya serta dengan menghapuskan segala tindakan
diskriminatif dalam hubungan dagang internasional. Sementara itu, sehubungan dengan
dampak hukum dari penjabaran tujuan WTO dalam mukadimah Perjanjian WTO, Badan
Banding dalam perkara US–Shrimp menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam
mukadimah ini menunjukkan iktikad dari para perunding Perjanjian WTO, sehingga isi
mukadimah ini turut "mewarnai" upaya penafsiran terhadap perjanjian-perjanjian yang
terlampir dalam Perjanjian WTO.

Secara umum, fungsi WTO secara umum seperti yang dijabarkan dalam Pasal II:1
Perjanjian WTO adalah untuk menyediakan "kerangka kelembagaan bersama" yang
mewadahi hubungan dagang antaranggota WTO. Pasal III Perjanjian WTO kemudian
memperincikan fungsi-fungsi khusus, yaitu untuk memfasilitasi pemberlakuan
perjanjian-perjanjian yang terlampir dalam Perjanjian WTO, untuk menyediakan wadah
perundingan perjanjian dagang yang baru, untuk melaksanakan Kesepahaman
Penyelesaian Sengketa yang berisi tentang prosedur penyelesaian sengketa, untuk
melaksanakan Mekanisme Peninjauan Kebijakan Perdagangan, serta untuk bekerja sama
dengan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia agar kebijakan ekonomi global
dapat menjadi lebih koheren.

3. Apa yang dilakukan WTO?


World Trade Organisation (WTO) merupakan salah satu organisasi dunia yang mengatur
transaksi bisnis perdagangan antarnegara. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1995 dan
merupakan kelanjutan dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang
dibentuk setelah Perang Dunia II. WTO dapat dipandang sebagai organisasi
internasional yang paling penting bila dibandingkan dengan organisasi internasional
lainnya karena mempunyai misi yang sangat jelas dan tindakan serta aturan yang
dikeluarkannya berlaku sama untuk semua anggotanya. Fungsi utama dari organisasi
perdagangan dunia ini adalah untuk memastikan bahwa perdagangan antarnegara
anggota dapat dilakukan dengan lacar, dapat dipercaya, dan sebebas mungkin. Dengan
demikian kesejahteraan yang dicita-citakan dapat tercapai dengan baik.

Lima puluh tahun terakhir menampakkan suatu perkembangan yang luar biasa di bidang
perdagangan di dunia. Transaksi perdagangan merchandise bertumbuh pada kisaran 6%
per tahun. Total perdagangan pada tahun 2000 telah lebih maju 22 kali dari perdagangan
yang dilakukan pada tahun 1950. Tak dapat disangkal bahwa WTO telah memberikan
kontribusi yang sangat besar bagi kemajuan ini.

WTO merupakan organisasi perdagangan dunia yang berkedudukan di Genewa, Swiss.


Organisasi ini dibentuk pada tanggal 1 Januari 1995 sebagai hasil perundingan putaran
Uruguay/Uruguay Round (1986–1994) dan pada saat ini telah beranggotakan 150
negara. Terkait dengan perdagangan antar negara, WTO memiliki sejumlah fungsi,
antara lain:
1. Mengatur perjanjian perdagangan WTO (administering WTO trade agreement).
2. Sebagai forum negosiasi perdagangan (forum for trade negotiations).
3. Menyelesaikan sengketa perdagangan (handling trade dispute).
4. Memonitor kebijakan perdagangan suatu negara (monitoring national trade policies).
5. Memberikan bantuan teknis dan pelatihan bagi negara-negara berkembang (technical
assistance and training for development countries).
6. Bekerjasama dengan organisasi internasional lainnya (cooperation with other
international organizations).

WTO mengambil alih peranan GATT yang bertujuan untuk memelihara sistem
perdagangan internasional yang terbuka dan bebas. WTO bertanggung jawab atas
implementasi ketentuan multilateral tentang perdagangan internasional yang terdiri atas
tiga perangkat hukum yang utama dan mekanisme penyelesaian sengketa. Berikut ini
adalah pemaparan lebih lanjut dari keempat hal dimaksud.

World Trade Organisation (WTO) merupakan salah satu organisasi internasional yang
berperan untuk mengatur transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara
anggotanya. Sekalipun belum lama terbentuk (1995), WTO sebenarnya sudah memiliki
dasarnya pada General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947. WTO
mengatur beberapa hal mengenai perdagangan barang (goods), jasa (service) dan
kekayaan intelektual (property rights). Untuk mengatur lancarnya perdagangan WTO
menganut sejumlah prinsip umum sebagai pegangan, yaitu non-diskriminatif,
mengurangi trade barriers, persaingan yang sehat, berorientasi pada kemajuan, dan
mendorong pembangunan dan pembaharuan ekonomi. Untuk menyelesaikan sengketa
perdagangan di antara negara-negara anggota WTO, WTO sendirin menyiapkan
mekanisme penyelesaian sengketa yang ditangani oleh Dispute Settlement Body (DSB).

Tujuan WTO untuk memajukan anggotanya tidak selalu mudah untuk dipenuh,
khususnya oleh negara-negara yang sedang berkembang. Keterbatasan sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang mendukung pembangunan selalu
menjadi penghambat bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk bersaing
dengan negara maju.

4. Cakupan kebijakan WTO


WTO memiliki banyak aturan yang rumit mengenai perdagangan barang dan jasa dan
perlindungan hak kekayaan intelektual. Aspek-aspek dagang yang menjadi cakupan dari
hukum WTO sendiri bermacam-macam, contohnya adalah tarif, kuota, regulasi di
tingkatan nasional, tindakan yang diambil demi keamanan nasional, persyaratan pabean
subsidi,  dan dumping (praktik menurunkan harga barang ekspor di bawah harga normal
di negara pengekspor).Secara umum, terdapat empat jenis aturan dasar yang bersifat
substansif dalam hukum WTO, yaitu aturan yang melarang diskriminasi, aturan
mengenai akses pasar, aturan mengenai praktik perdagangan yang tidak adil, serta aturan
mengenai pengecualian.

Non-diskriminasi
Dalam hukum WTO, terdapat dua aturan utama yang melarang diskriminasi, yaitu
"perlakuan yang sama untuk semua anggota" (MFN) dan "perlakuan nasional".
Berdasarkan aturan MFN, apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk memberikan
suatu perlakuan yang menguntungkan atau mengistimewakan salah satu anggota,
keuntungan atau keistimewaan tersebut juga harus diberikan kepada semua anggota
WTO tanpa terkecuali. Maka dari itu, anggota WTO tidak boleh memilih-milih dalam
memberikan konsesi dagang kepada salah satu anggota lainnya. Sebagai contoh, apabila
salah satu anggota WTO memutuskan untuk memangkas tarif impor beras dari salah satu
anggota, pemangkasan tarif beras tersebut juga harus diberlakukan kepada semua
anggota WTO. Sementara itu, aturan "perlakuan nasional" menitahkan bahwa anggota
WTO harus memperlakukan produk impor sebagaimana anggota tersebut
memperlakukan produk sejenis di negaranya. Dalam kata lain, anggota WTO tidak boleh
mendiskriminasi produk asing setelah produk tersebut masuk ke dalam pasar domestik.
Sebagai contoh, apabila suatu anggota WTO memutuskan untuk menghapuskan pajak
rokok buatan dalam negeri, penghapusan pajak tersebut juga harus diberlakukan untuk
rokok-rokok impor yang sudah memasuki pasar dalam negeri. Jika mereka hanya
memungut pajak tersebut untuk rokok impor, mereka telah melanggar aturan perlakuan
nasional.
Kedua aturan ini terkandung dalam GATT yang menyangkut barang dan GATS yang
menyangkut jasa. Namun, kedua perjanjian ini memiliki perbedaan besar dalam hal
cakupan penerapan. Aturan MFN dalam GATS berlaku untuk semua jasa secara umum,
walaupun anggota-anggota dapat membuat beberapa pengecualian yang terbatas
cakupannya. Namun, aturan mengenai perlakuan nasional hanya berlaku untuk anggota
yang telah membuat komitmen khusus terhadap sektor-sektor jasa tertentu atau terhadap
salah satu dari empat cara untuk memasok jasa (pasokan lintas batas, konsumsi luar
negeri, kehadiran komersial, dan kehadiran manusia alamiah atau natural person).
Komitmen-komitmen ini dicantumkan dalam daftar komitmen jasa setiap anggota. Oleh
sebab itu, dalam membaca peraturan dalam GATS, daftar komitmen jasa dari salah satu
anggota yang sedang dikaji juga harus dipertimbangkan, dan mereka tidak harus
menerapkan aturan perlakuan nasional untuk sektor jasa atau cara memasok yang belum
diliberalisasi. Sementara itu, aturan perlakuan nasional dalam GATT berlaku secara
umum.

Aturan mengenai akses pasar


Negara-negara membutuhkan akses pasar agar perdagangan barang dan jasa dapat
berjalan lancar, tetapi akses pasar terhadap suatu negara sering kali dihambat oleh
berbagai cara, baik itu tarif maupun non-tarif. Secara umum, terdapat empat jenis aturan
WTO yang terkait dengan akses pasar, yaitu peraturan tentang bea masuk, peraturan
tentang bea dan pungutan-pungutan keuangan lainnya, peraturan tentang pembatasan
secara kuantitatif, serta peraturan tentang hambatan non-tarif lainnya.

Pada dasarnya, pemungutan bea masuk itu tidak dilarang, tetapi tarif yang dipungut oleh
suatu negara tidak boleh melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam daftar konsesi
masing-masing. Setiap anggota WTO memiliki daftar konsesinya sendiri kecuali untuk
anggota yang menjadi bagian dari suatu serikat pabean (contohnya adalah negara-negara
anggota Uni Eropa yang tidak memiliki daftar konsesi mereka sendiri, tetapi mereka
mengikuti daftar konsesi yang disusun oleh Uni Eropa). Daftar ini memuat "konsesi
dagang", yaitu komitmen yang telah diambil oleh suatu anggota untuk tidak mengangkat
tarif mereka di atas angka yang telah disepakati, atau dalam kata lain, mereka telah
"mengikat" tarif mereka pada angka tersebut. Hukum WTO sendiri mengajak
anggotanya untuk terus melakukan perundingan demi pengurangan tarif yang
menguntungkan semua pihak, dan hasil dari perundingan ini juga akan dimasukkan ke
dalam daftar konsesi anggota terkait.  Walaupun daftar konsesi menetapkan tarif
maksimal, batas tarif untuk berbagai produk sering kali lebih tinggi daripada bea masuk
yang sesungguhnya ditetapkan; dalam hal ini, Badan Banding dalam perkara Argentina–
Textiles and Apparel (1998) menyatakan bahwa anggota diperbolehkan mengenakan bea
yang lebih rendah daripada tarif maksimalnya.
Aturan mengenai praktik perdagangan yang tidak adil

Hukum WTO memiliki aturan-aturan khusus mengenai praktik-praktik perdagangan


tertentu yang dianggap tidak adil, yaitu subsidi dan dumping. Subsidi diatur oleh Pasal
XVI GATT dan juga Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan : Agreement on
Subsidies and Countervailing Measures, disingkat Perjanjian SCM). Menurut Perjanjian
SCM, subsidi adalah kontribusi keuangan dari pemerintah atau badan publik, atau
bantuan pendapatan atau harga dalam bentuk apapun sesuai dengan Pasal XVI GATT,
yang memberikan keuntungan.Hukum WTO melarang beberapa jenis subsidi, yaitu
subsidi ekspor dan substitusi impor Sebagian besar dari jenis subsidi lainnya tidak
dilarang, tetapi subsidi-subsidi tersebut tergolong sebagai "subsidi yang dapat ditindak"
(actionable), yaitu subsidi yang dapat ditentang oleh anggota WTO apabila subsidi
tersebut menimbulkan "dampak-dampak merugikan" (adverse effects) terhadap
kepentingan anggota tersebut. Subsidi-subsidi tersebut meliputi subsidi yang
mengakibatkan kerugian terhadap industri domestik negara lain yang menghasilkan
produk sejenis, subsidi yang menyebabkan penghapusan atau pengurangan terhadap
keuntungan yang diperoleh secara langsung ataupun tidak langsung dari GATT 1994,
serta subsidi yang menyebabkan kerugian serius. Jika anggota yang memberikan subsidi
semacam itu menolak mencabutnya atau tidak mau mengambil langkah untuk
menghilangkan dampaknya yang merugikan, anggota lain yang dirugikan dapat
mengambil tindakan balasan yang sebanding dengan dampak dari subsidi tersebut.

5. Peran Indonesia dalam WTO


Peran Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO di
Nusa Dua Bali sangatlah penting. Indonesia menjalankan tugas mulia untuk
menjembatani kepentingan negara maju dan berkembang itu. Tidak mudah menengahi
berbagai kepentingan dari 159 negara anggota WTO tersebut.Sejauh ini, kepemimpinan
Indonesia sudah mampu menghasilkan berbagai kesepatan. Ini pantas disyukuri dan
pernghargaan perlu diberikan kepada mereka yang telah berjerih payah mensukseskan
acara ini. Selain itu juga berperan:
1. sebagai forum negosiasi perdagangan.
2. menyelesaikan sengketa perdagangan.
3. memonitor kebijakan perdagangan suatu negara 
4. memberikan bantun teknis dan pelatihan bagi negara-negara berkembang.

6. Salah satu kebijakan Pemerintah Indonesia yang dipengaruhi oleh WTO

kebijakan pertanian indonesia terjadi skema liberalisasi yang cukup massif,


ketidaksiapan indonesia dalam menghadapi gempuran arus liberalisasi yang kuat
membuat terjadi kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai. Keterikatan inilah yang semakin
membuat Indonesia harus tunduk pada kebijakan perundingan yang tidak memberi
dampak signifikan kepada pada petani di Indonesia.

Mengacu pada alinea 13 dari Deklarasi KTM Doha mengenai sektor pertanian bahwa
ada pengurangan subsidi guna untuk membangun sistem perdagangan yang adil dan
berorientasi pasar melalui program reformasi mendasar meliputi aturan diperkuat dan
komitmen khusus pada dukungan dan perlindungan dalam rangka untuk memperbaiki
dan mencegah pembatasan dan distorsi dalam pasar pertanian dunia.
Perluasan pasar melalui perdagangan bebas ini semakin membuat para petani harus
bersaing dengan barang impor-impor yang harganya lebih murah sedangkan subsidi
yang semakin dikurangi oleh negara makin memperburuk keadaan petani dalam
mengakses dan melakukan produksi. Kebijakan negara melalui bisa UU, KEPRES,
PERMEN yang mengacu pada AoA. Seperti kebijakan pengurangan subsidi, perluasan
pasar, pangan, dan haki ini merupakan salah satu dari kebijakan sektor pertanian yang
mengacu pada implementasi AoA di Indonesia.

7. Apa yang menjadi bahasan utama dalam Revised Trade Forecast pada Oktober
2021 yang dilaksanakan WTO

Anda mungkin juga menyukai