Anda di halaman 1dari 19

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN

INTERNASIONAL MENURUT GATT/WTO

MAKALAH
Diajukan untuk melengkapi tugas Hukum Perdagangan Internasional

Oleh:

Andreano Gilbertus 184301370


Yola Yulius Yunus 184301381
Marojahan Very D 184301390
Vina Resma Y 184301393
Semadera Solichin 184301402
Luvita Putri 184301415
Rezar Dandi 184301812

Dosen
Dr. Endang Pudjiastuti, S.H., M.H.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat, taufiq serta hidayahnya.  Sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang menjadi komponen penilaian dalam perkuliahan
Hukum Perdagangan Internasional.  Adapun judul dari makalah ini yaitu
Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional menurut GATT/WTO. Penulis
menyadari sepenuhnya penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna baik
dalam isinya maupun dalam penyajianya, berkat dorongan dan bimbingan dari
semua pihak maka penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Semua kebenaran
dalam makalah adalah semata dari Allah SWT dan miliknya, sedangkan segala
kesalahan kekurangan semata dari keterbatasan kami.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, Maret 2021

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Identifikasi Masalah......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Penyelesaian Sengketa Menurut GATT dan WTO Ditinjau Dari Segi
Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional.......................................................4
B. Dampak dari Ketentuan Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui
WTO Terhadap Kebijaksanaan Pembangunan Hukum Nasional.....................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
A. Simpulan.....................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan
ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap bisnis internasional juga
semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus
peredaran barang, jasa, modal, dan tenaga kerja antar negara.1 Perdagangan
bebas dewasa ini menuntut semua pihak untuk memahami persetujuan
perdagangan internasional dengan segala implikasinya terhadap
perkembangan ekonomi nasional menyeluruh.2 Semakin maraknya
perdagangan internasional, menimbulkan fenomena banyak Negara yang
melakukan kerja sama perdagangan membentuk blok-blok perdagangan
(bilateral, regional, multilateral dan lain-lain). Karena makin luasnya ruang
lingkup perdagangan, menjadi penting untuk menyediakan aturan-aturan
untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari
kebijakan-kebijakan praktik yang merugikan negara lainnya.3
Keterkaitan antara tatanan atau sistem perdagangan internasional,
dalam hal ini kesepakatan World Trade Organization (WTO), dengan postur
kebijakan perdagangan suatu negara, menyiratkan semakin tingginya tingkat
interpendensi yang terjadi.4 Persetujuan-persetujuan yang ada dalam kerangka
World Trade Organization (WTO) bertujuan untuk menciptakan sistem
perdagangan dunia yang mengatur masalah-masalah perdagangan agar lebih
bersaing secara terbuka, fair dan sehat. Pendukung perdagangan bebas
mengklaim bahwa World Trade Organization (WTO) adalah suatu lembaga
yang otoritatif melindungi kepentingan negara-negara berkembang dengan

1
Sood Muhammad, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: Raja Grafindo, 2011),
hlm. 1.
2
Christhophorus Barutu, Seni Bersengketa di WTO (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2015), hlm. 2.
3
Sefriani, Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional Kontemporer
(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 235.
4
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012), hlm.
113.

1
pemberian perlakuan dan preferensi yang berbeda sebagaimana tertuang
dalam persetujuan GATT dengan negara-negara berkembang.5
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya dari
berupa hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang,
produksi barang dan jasa berdasarkan suatu kontrak, dan lain-lain. Semua
transaksi tersebut sarat dengan potensi yang menimbulkan sengketa.6 World
Trade Organization akan membantu penerapan dan beroprasinya semua
persetujuan dan instrument hukum yang telah dirundingkan dalam Putaran
Uruguay dan persetujuan plurilateral, menjadi forum perundingan,
mengadministrasikan understanding of rules and procedurs governing the
settlement of disputes dan trade policy review mechanism (TPRM) ;dan
bekerja sama dengan International Monetary Fund (IMF) dan International
Bank of Reconstruction and Development (IBRD).7
Penyelesaian sengketa itu sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh
aturan yang mendasari cara atau mekanisme penyelesaian sengketanya.
Dengan berdirinya World Trade Organization (WTO) ketentuan-ketentuan
GATT kemudian terlebur ke dalam aturan World Trade Organization (WTO).
World Trade Organization (WTO) memiliki sistem untuk menyelesaikan
sengketa di antara anggotanya yang dalam banyak hal terbukti unik dan
berhasil. Sistem ini terdapat dalam kesepakatan World Trade Organization
(WTO) mengenai penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa internasional
yang tersedia yang dapat digunakan oleh setiap negara atau masing-masing
negara yang tengah dilanda sengketa atau konflik dengan negara lain.

5
Suherman Maman, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2014),
hlm. 7.
6
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Bandung: Rajawali Pers, 2004), hlm.
1.
7
Syahman, Hukum Dagang Internasional (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), hlm. 17.

2
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan
internasional menurut GATT dan WTO ditinjau dari segi hukum
penyelesaian sengketa internasional?
2. Bagaimanakah dampak dari ketentuan penyelesaian sengketa
perdagangan internasional melalui WTO terhadap kebijaksanaan
pembangunan hukum nasional?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Sengketa Menurut GATT dan WTO Ditinjau Dari Segi


Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
1. Penyelesaian Sengketa menurut General Agreement On Tariffs And Trade
GATT tidak memiliki kesatuan prosedur penyelesaian sengketa
melainkan terbentuk dalam mekanisme yang terpecah-pecah. Di satu sisi
terdapat sistem konsiliasi dan penyelesaian sengketa bersifat umum yang
didasarkan pada pasal XXII dan XXIII di sisi lain terdapat prosedur
penyelesaian sengketa yang khusus sebagaimana terdapat dalam berbagai
dokumen yang dihasilkan putaran Tokyo 1979 tujuan utama diadakannya
pengaturan penyelesaian sengketa adalah untuk mempengaruhi pemerintah
negara-negara peserta agar mematuhi kesepakatan yang sudah dicapai.
Sekalipun terdapat keanekaragaman prosedur, namun dapat diidentifikasi 2
pasal utama yang mengatur penyelesaian sengketa dalam dokumen GATT
yaitu pasal XXII (Konsultasi) dan XXIII (kehilangan dan pengurangan
keuntungan). Penyelesaian sengketa pada dasarnya memiliki tiga tujuan yaitu
realisasi dari tujuan tujuan GATT, perlindungan keuntungan yang berasal dari
perjanjian dan untuk penyelesaian sengketa itu sendiri.8
a. Prosedur Penyelesaian Sengketa Pasal XXII GATT
Menurut ketentuan pasal XXII ayat 1 setiap negara peserta harus
memberikan pertimbangan yang simpatik kepada negara peserta lain serta
memberikan kesempatan yang cukup untuk berkonsultasi mengenai hal-hal
yang diajukan negara peserta lain yang ada pengaruhnya terhadap pelaksanaan
perjanjian. Paragraf 2 menyebutkan bahwa atas permintaan salah satu peserta
perjanjian contracting parties dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa
negara peserta mengenai persoalan-persoalan yang tak dapat diselesaikan oleh
negara-negara peserta sendiri. Dengan demikian pasal XXII ini mengatur
konsultasi dalam dua tahap pertama di antara negara-negara peserta sendiri
kemudian dengan contracting parties.
8
Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006), hlm. 107.

4
1) Prosedur pasal XXII tahun 1958 mengenai persoalan-persoalan yang
berpengaruh terhadap kepentingan sejumlah negara peserta
Dalam ketentuan ini dinyatakan antara lain bahwa pihak yang meminta
konsultasi menurut pasal XXII harus menginformasikan kepada Executive
secretary yang akan memberitahukannya kepada segenap negara anggota.
Pihak ketiga dapat diikutsertakan dalam konsultasi jika telah terbukti memiliki
kepentingan dagang yang kuat, dan setelah disetujui pihak-pihak yang pertama
berkonsultasi. Jika keinginan untuk bergabung konsultasi tidak diterima, maka
negara yang bersangkutan dapat mengajukan tuntutannya tersebut kepada
contracting parties.9
2) Kesepakatan tahun 1979 mengenai pemberitahuan konsultasi
penyelesaian sengketa dan pengawasan
Sepanjang menyangkut konsultasi menyatakan bahwa negara-negara
peserta bertekad untuk memperkuat dan memperbaiki efektivitas prosedur
konsultasi yang dipergunakan negara-negara peserta. Dalam hubungan ini
mereka berusaha untuk memberikan tanggapan terhadap permintaan konsultasi
si dengan segera dan berusaha menuntaskan konsultasi dengan tujuan
memperoleh penyelesaian yang paling memuaskan. Dalam setiap konsultasi
negara pihak harus memberikan perhatian khusus kepada permasalahan-
permasalahan dan kepentingan negara-negara berkembang yang menjadi
negara pihak. Dibandingkan dengan prosedur penyelesaian sengketa tahun
1958, kesepakatan tahun 1979 telah memberikan pengaturan lebih jauh yakni
dengan meletakkan kewajiban terhadap pihak yang dimintakan konsultasi
untuk memberikan tanggapan segera demi tercapainya penyelesaian yang
memuaskan kedua belah pihak sambil memperhatikan kepentingan negara-
negara berkembang selama berlangsungnya proses konsultasi tersebut.10

3) Keputusan tahun 1989 tentang perbaikan aturan dan prosedur


penyelesaian sengketa GATT
Sepanjang menyangkut konsultasi menetapkan bahwa jika terdapat
permintaan sesuai pasal XXII ayat 1 atau pasal XXIII, negara peserta kepada
9
Ibid., hlm.110.
10
Ibid., hlm.111.

5
siapa permintaan ditujukan kecuali disepakati lain, harus menjawab permintaan
tersebut dan harus melaksanakan konsultasi dengan itikad baik dalam jangka
waktu tidak lebih dari 30 hari sejak diterimanya permintaan dengan tujuan
selesainya penyelesaian yang saling memuaskan. Jika negara pihak tidak
merespon dalam jangka waktu 10 hari, atau tidak melaksanakan konsultasi
dalam jangka waktu 30 hari atau dalam periode yang disetujui bersama sejak
saat diajukannya permintaan, , maka negara pihak yang mengajukan
permintaan konsultasi dapat langsung minta dibentuknya panel.11
4) Consultation on residual import resriction
Pada tahun 1960 constructing parties menyetujui prosedur untuk
menangani restriksi impor yang diterapkan karena atasan neraca pembayaran
restriksi impor residual. Prosedur residual import restriction ini mengatur
tentang pemberitahuan restriksi impor tersebut. Paragraf 8 dari keputusan
tersebut menetapkan bahwa konsultasi bilateral menurut pasal XXII dapat
dimintakan oleh negara pihak yang menerapkan restriksi atau negara yang
terkena pengaruhnya, dan sekretariat harus diberitahu mengenai permintaan
tersebut sehingga apabila restriksi tersebut berpengaruh terhadap kepentingan
sejumlah negara pihak maka prosedur yang diterima contracting parties pada
tanggal 10 November 1958 dapat digunakan.12

b. Penyelesaian Sengketa menurut Pasal XXIII GATT


Pasal XXIII menentukan kapan suatu negara peserta dapat
menggunakan prosedur ini guna melindungi kepentingannya. Prosedur ini baru
dimungkinkan apabila suatu negara peserta beranggapan bahwa keuntungan
yang diperolehnya baik secara langsung atau tidak langsung dari perjanjian ini
hilang atau terganggu atau pencapaian salah satu tujuan dari perjanjian ini
terganggu sebagai akibat dari kegagalan negara peserta lain untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya menurut perjanjian ini, atau penerapan
suatu tindakan oleh negara-negara peserta lain apakah itu bertentangan atau
tidak dengan ketentuan perjanjian ini atau adanya situasi-situasi lain. Jika salah
satu keadaan tersebut terjadi pihak yang merasa dirugikan dapat menghubungi
11
Ibid., hlm.112.
12
Ibid., hlm.114.

6
pihak lain yang dianggap terlibat untuk mengadakan penyelesaian yang
memuaskan.. pihak yang dihubungi harus memberi pertimbangan simpatik
terhadap permintaan pihak lain tersebut. Jika konsultasi tidak membuahkan
hasil yang memuaskan maka laporan working party diterima oleh
contracting.13

2. Penyelesaian Sengketa menurut WTO


Dalam kesepakatan penyelesaian sengketa terbaru ini dinyatakan bahwa
negara-negara anggota WTO menegaskan lagi keyakinannya akan prinsip-
prinsip penyelesaian sengketa pasal XXII dan pasal XXIII GATT 1947
sebagaimana dikembangkan lebih lanjut dalam perjanjian yang baru beberapa
aspek penting dalam perjanjian yang baru adalah14 :
a. Dispute settlement body badan ini dibentuk oleh WTO agreement,
dan akan berfungsi melaksanakan peraturan-peraturan dan prosedur ini
mengenai konsultasi dan penyelesaian sengketa, juga dalam perjanjian-
perjanjian yang yang terkait jika tidak ada pengaturan lain. Oleh karena itu
DSB berwenang untuk membentuk panel, menerima laporan panel dan juga
laporan badan yang baru yaitu badan banding, mengawasi implementasi
putusan dan rekomendasi, dan menguasakan penangguhan konsumsi serta
kewajiban-kewajiban lain dalam perjanjian terkait.15
b. Konsultasi, setiap anggota akan berusaha untuk memberikan
pertimbangan-pertimbangan simpatik dan kesempatan konsultasi terhadap
anggota lain yang menghendakinya sehubungan dengan tindakan-tindakan
yang mempengaruhi operasionalisasi perjanjian-perjanjian WTO di dalam
negara yang disebut pertama. Jika konsultasi gagal menyelesaikan sengketa
dalam waktu 60 hari sejak diajukannya permintaan konsultasi, pihak yang
merasa dirugikan dapat mengajukan permintaan pembentukan panel.
Pembentukan panel ini dapat juga diajukan dalam kurun waktu 60 hari jika
para pihak beranggapan bahwa konsultasi telah gagal menyelesaikan sengketa.

13
Ibid., hlm.115.
14
Ibid., hlm.144.
15
Ibid.

7
c. Jasa-jasa baik, konsiliasi, dan mediasi adalah prosedur yang
dilaksanakan secara sukarela jika para pihak yang bersengketa menyetujuinya.
Pelaksanaan dari cara penyelesaian sengketa ini bersifat rahasia, dapat
dimintakan setiap saat, dimulai dan diakhiri setiap saat. Begitu diakhiri pihak
yang merasa dirugikan dapat langsung meminta pembentukan panel. Jika
konsiliasi mediasi dan jasa-jasa baik ini ditempuh dalam tempo 60 hari sejak
diajukannya permintaan konsultasi ke pihak yang mengajukan keluhan harus
memberikan tempo 60 hari sejak diajukannya permintaan konsultasi sebelum
meminta pembentukan panel. Pihak yang mengajukan pengaduan dapat
meminta pembentukan panel dalam kurun waktu 60 hari manakala pihak-pihak
yang bersengketa sama-sama beranggapan bahwa jasa-jasa baik konsiliasi dan
mediasi telah gagal menyelesaikan sengketa. Jika disepakati oleh para pihak
maka prosedur jasa-jasa baik konsiliasi atau mediasi dapat terus ditempuh
sementara prosedur panel tengah berlangsung.
d. Panel, para pihak merasa dirugikan memintanya, suatu panel harus
dibentuk selambat-lambatnya pada pertemuan dispute settlement body berikut
setelah permintaan-permintaan pembentukan panel tersebut muncul dalam
agenda dispute settlement body. Panel terdiri dari individu-individu pemerintah
dan atau non pemerintah yang cakap, termasuk orang-orang yang pernah
bertugas atau mengajukan permasalahan kepada panel, bertugas sebagai utusan
negara anggota WTO atau GATT 1947, atau utusan pada council komite pada
perjanjian WTO. Fungsi panel adalah membantu dispute settlement body
menjalankan tugas-tugasnya Oleh karena itu panel harus membuat penilaian
objektif tentang permasalahan yang dihadapinya, dan menghasilkan temuan
yang akan membantu dispute settlement body dalam membuat rekomendasi
atau keputusan. Panel harus berkonsultasi secara teratur dengan pihak-pihak
yang bersengketa dan memberikan kesempatan yang sama kepada mereka
untuk mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Panel harus
menetapkan deadline untuk pengajuan persoalan secara tertulis dari pihak dan
para pihak harus menghormati deadline tersebut. Jika para pihak dalam
menemukan pemecahan yang memuaskan kedua belah pihak panel akan
menyerahkan temuan-temuannya secara tertulis kepada dispute settlement body

8
dalam tempo tidak lebih dari 6 bulan sejak saat pembentukannya. Pemeriksaan
panel bersifat rahasia dan laporannya ditulis tanpa kehadiran pihak pihak yang
bersengketa untuk memberikan waktu yang cukup kepada anggota anggota
dispute settlement body maka laporan panel baru akan diterima dispute
settlement body setelah waktu 20 hari sejak saat laporan tersebut dibagikan
kepada negara-negara anggota. Pihak-pihak yang bersengketa berhak
berpartisipasi penuh dalam pertimbangan laporan panel oleh DSB dan
pandangan-pandangannya akan dicatat sepenuhnya.
e. Lembaga Banding, lembaga ini terdiri dari 7 orang personil dan 3
diantaranya akan bertugas dalam setiap kasus petugas lembaga ini akan bekerja
secara bergiliran yang akan ditentukan dalam prosedur kerjanya. Pengajuan
banding terbatas pada persoalan hukum yang terdapat dalam laporan panel
serta interpretasi yang dilakukan panel. Lembaga banding berwenang untuk
mempertahankan mengoreksi atau merubah temuan hukum serta kesimpulan
panel. Apabila panel ataupun lembaga banding mendapati bahwa suatu
tindakan bertentangan dengan suatu perjanjian WTO Lembaga ini akan
menyarankan kepada negara anggota yang bersangkutan untuk merubah
tindakan tersebut sehingga sejalan dengan perjanjian yang dimaksud.
Disamping memberikan rekomendasi panel atau lembaga banding dapat
menyarankan pula cara-cara negara anggota yang bersangkutan sebaiknya
mengimplementasikan rekomendasi tersebut.
f. Arbitrase dalam WTO merupakan cara penyelesaian sengketa
alternatif untuk ke sengketa-sengketa tertentu yang menyangkut permasalahan-
permasalahan yang ditentukan kedua belah pihak. Arbitrase diserahkan kepada
para pihak yang akan menetapkan prosedur yang akan diikuti persetujuan
untuk menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase harus diberitahukan kepada
negara-negara anggota sebelum dimulainya proses arbitrase yang
bersangkutan. Para pihak akan setuju untuk terikat oleh putusan arbitrase dan
putusan arbitrase sendiri harus diberitahukan kepada dispute settlement body
dan dewan atau komite dalam perjanjian-perjanjian yang relevan di mana
setiap anggota dapat mengemukakan komentarnya.16

16
Ibid., hlm. 152.

9
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa sebagai Bagian dari Pengawasan
Internasional
Persengketaan dan bagaimana cara menyelesaikannya adalah inheren
dalam sistem hukum, termasuk hukum internasional. Salah satu fungsi
penyelesaian sengketa adalah agar norma-norma hukum yang mengatur
hubungan di antara anggota masyarakat dipatuhi. Dengan perkataan lain di
dalamnya terkandung fungsi pengawasan, dalam masyarakat internaisonal
pengawasan diserahkan pada anggotanya sendiri.17 Mekanisme penyelesaian
sengketa internasional merupakan salah satu bentuk dari mekanisme
pengawasan dalam hukum internasional. GATT dan WTO memberikan
pengaturan tentang pengawasan ini, dalam GATT oleh Contracting
Parties,council, panel, working party, dan berbagai komite yang pernah
dibentuk seperti Anti-Dumping Committee, Textile Surveillance Body. Dalam
WTO terdapat Ministerail Conference, General Council yang antara lain
melaksanakan tugas sebagai Dispute Settlement Body atau Trade Policy
Review Body.18 Secara normatif GATT dan WTO menyediakan sejumlah
ketentuan pengawasan di dalamnya, misalnya dalam GATT Pasal X
mengandung ketentuan tentang pengawasan secara umum. Pasal ini
mewajibkan negara-negara menerbitkan aturan-aturan nasional yang terkait
dengan pedagangan internasional, ini merupakan review function dari
pengawasan. Ketentuan pengawasan secara khusus dapat ditemukan dalam
pasal yang lain, misalnya pasal XI dan XIII pengawasan dalam hal hambatan
perdagangan kuantitatif. Pasal XV menyerahkan pengawasan di bidang
moneter kepada IMF, Pasal XIX pengawasan jika timbul keadaan darurat
yang terkait dengan perimporan produk tertentu. Dalam WTO ketentuan-
ketentuan tersebut disempurnakan dan diperluas cakupannya yang mengatur
sesuai dengan pengaturan bidang-bidang yang semula tidak terdapat dalam
GATT. Pasal XXII dan XXIII misalnya dilengkapi dengan Understanding on
Rules and Producers Governing the Settlement of Disputes.19

17
Ibid., hlm. 181.
18
Ibid., hlm. 182.
19
Ibid., hlm. 183.

10
4. Hubungan dengan Metode-Metode Penyelesaian Sengketa Internasional
Pada dasarnya penyelesaian sengketa menurut GATT dan WTO sudah
dikenal dalam hukum internasional umum atau khususnya dalam hukum
Penyelesaian sengketa internasional. Pasal XXII mengandung dua ayat yang
menunjuk pada penyelesaian sengketa lewat konsultasi. Ayat 1 konsultasi
dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya dalam
ayat 2 disebutkan jika usaha konsultasi bilateral tersebut tidak menghasilkan
penyelesaian maka salah satu pihak dapat meminta bantuan contracting
parties untuk berkonsultasi dengan pihak lain. Konsultasi sebenarnya adalah
salah satu perwujudan dari negosiasi.
Negosiasi merupakan metode utama untuk menyelesaikan sengketa
yang mengancam perdamaian internasional ataupun sengketa-sengketa lain.
Negosiasi juga tidak sekedar dapat menyelesaikan perselisihanan akan tetapi
juga dapat mencegah sengketa-sengketa yang mungkin timbul. Dengan
adanya ketentuan pasal XXII dan XXIII konsultasi biasanya merupakan
langkah pertama dan sering merupakan yang terakhir dan banyak sengketa
diselesaikan atau dicegah Sebelum menjadi konflik yang lebih parah. Suatu
aspek penting dalam prosedur konsultasi GATT dan WTO yang merupakan
ciri khas yang berbeda dari prosedur negosiasi pada umumnya adalah ciri
transparansi yang melekat padanya dengan adanya keharusan untuk
melaporkannya kepada organisasi yang berwenang di dalam organisasi
tersebut yang pada gilirannya akan diketahui oleh seluruh negara peserta.
Dengan demikian negara-negara lain yang tidak terlibat dalam konsultasi
akan mengetahui hasil akhir dari konsultasi tersebut, dan akan dapat
mengambil langkah-langkah kongkritnya sendiri apabila hasil konsultasi itu
akan mengancam kepentingan mereka.
Perbedaan antara pemberian jasa jasa baik dan mediasi adalah bahwa
yang disebut terakhir ini menuntut partisipasi lebih aktif dari pihak ketiga
yang diharapkan mengajukan proposalnya sendiri. Mediasi biasanya
diberikan oleh individu, organisasi internasional atau negara. Jika
dibandingkan dengan berbagai metode penyelesaian sengketa yang dikenal
dalam literatur hukum internasional maka sifat panel dalam GATT ini adalah

11
seperti suatu commission of inquiry sekalipun terdapat beberapa perbedaan.
Inquiry sebagai suatu istilah digunakan dalam Dua situasi yang berbeda titik
pertama dalam arti luas ia menunjuk pada suatu proses yang dilaksanakan
manakala suatu pengadilan atau badan-badan lain yang berusaha
menyelesaikan perselisihan atas fakta tertentu. Dikarenakan setiap
persengketaan internasional menimbulkan persoalan tentang fakta sekalipun
di dalamnya juga ada persengketaan hukum atau politik, jelas bahwa inquiry
dalam artian operasional ini dapat merupakan komponen utama dari arbitrase,
konsiliasi, tindakan oleh organisasi internasional dan cara-cara penyelesaian
oleh pihak ketiga lainnya. Dalam arti lain, inquiry adalah suatu pengaturan
institusional yang dipilih oleh negara dengan maksud untuk menyelidiki
persoalan yang disengketakan secara bebas dalam bentuk kelembagaannya
dalam hukum internasional dikenal dengan nama commission of inquiry dan
mulai diperkenalkan dalam konvensi Den Haag 1899.20
Metode-metode penyelesaian sengketa lain yang sudah lama dikenal
dalam hukum internasional dimungkinkan dalam GATT dan juga WTO dan
sifatnya sukarela,atas kesepakatan kedua belah pihak. Dalam Decision on
Improvements to the GATT Dispute Sattlement Rules and Procedures of 12
April 1989 secara sukarela para pihak dimungkinkan untuk menggunakan
meode good offices, consilliation, medition and arbitration. Demikian juga
dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of
Disputes dalam sistem WTO, good offices, concillation, mediation dan
dimungkinkan bersifat sukarela (Pasal 5). 21

C. Dampak dari Ketentuan Penyelesaian Sengketa Perdagangan


Melalui WTO Terhadap Kebijaksanaan Pembangunan Hukum
Nasional
20
Ibid., hlm. 190.
21
Ibid.

12
Penyelesaian sengketa WTO bukan merupakan tekanan bagi
negara-negara termasuk Indonesia terhadap peraturan nasionalnya, bagi
Indonesia kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan di
segala bidang di perdagangan internasional benar harus sejalan dengan
ketentuan perdagangan internasional (GATT-WTO),.Ketentuan seperti ini
semakin dirasakan, karena negara mitra dagang Indonesia semakin
banyak mengajukan tuntutan agar Indonesia memenuhi kewajibannya,
sehubungan dengan hal tersebut beberapa peraturan telah berhasil
disesuaikan dengan ketentuan WTO diantaranya adalah ketentuan di
bidang HaKI yaitu Undang-Undang No. 12 tahun 1997 atas perubahan
Undang-Undang No. 16 tahun 1982, Hak Cipta sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1987. Undang-Undang No. 13 tahun
1997 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 6 tahun 1989 tentang
Paten, dan Undang-Undang No. 14 tahun 1997 tentang perubahan
Undang-Undang No. 19/1992 tentang Merek, dan beberapa ketentuan
Peraturan perundang undangan lainnya seperti TRIMs, modal investasi
termasuk perusahaan, kesemuanya untuk kemajuan dan menyesuaikan serta
peningkatan pembangunan hukum nasional dalam kerangka GATT-
WTO.22
Dalam hal lain beberapa ketentuan lainnya yang sudah diatur
dalam rangka pembangunan Hukum Nasional suatu Negara, seperti pada
bulan Desember 1996 di Singapura diadakan pertemuan para Menteri
dari anggota WTO yaitu pertemuan otoritas tertinggi, sesuai keputusan
para Menteri Perdagangan di Marakesh Marocco bulan April 1995 yakni
saat kesepakatan Putaran Uruguay yang juga memutuskan pembentukan
organisasi lainnya di bawah WTO, ditandatangani pertemuan Singapura
ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mengadakan peninjauan atau
penilaian (review) terhadap implementasi dari hasil-hasil Putaran Uruguay,
pada 1 Januari 1995 dan juga membahas beberapa isu lainnya selama itu
masih dalam ruang lingkup dan fungsi WTO, termasuk isu-isu baru,

22
Ukas, September 2018. “Analisis Yuridis Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka GATT dan WTO)” Jurnal Cendekia Hukum Vol 4,
No 1, hlm. 137. https://www.researchgate.net/publication/332225981 diakses pada 22 Maret 2021

13
sekaligus akan menyusun program kerja WTO untuk masa akan
mendatang, yakni hingga pertemuan Menteri WTO berikutnya
dilangsungkan. Banyak negara yang terlibat di WTO ini berimplikasi
banyak bagi hal-hal termasuk dalam buletin agenda cakupannya termasuk
meninjau implementasi kesepakatan Putaran Uruguay atau keputusan-
keputusan WTO lainnya, melanjutkan negosiasi-negosiasi mengenai
masalah-masalah yang belum bisa diselesaikan, selain itu dalam agenda
berikutnya akan mulai dibahas pengkaitan perdagangan dengan isu
lingkungan (trade and environment), isu-isu baru (new issues) termasuk
isu liberalisasi perdagangan internasional. 23

BAB III
PENUTUP

23
Ibid., hlm. 138.

14
A. Simpulan
Penyelesaian sengketa menurut GATT terdapat dalam pasal XXII
(Konsultasi) dan XXIII (kehilangan dan pengurangan) sedangkan menurut
WTO selain yang disebutkan di atas ditambahkan metode seperti jasa-jasa
baik, konsiliasi, mediasi, panel, banding, dan arbitrase. Penyelesaian sengketa
ini jika ditinjau dalam hukum internasional yaitu sebagai bagian dari
pengawasan internasional, selain itu terdapat juga hubungan metode-
metodenya seperti konsultasi merupakan perwujudan dari negosiasi.
Dampak yang ditimbulkan dari ketentuan Pasal XXII dan XXIII
GATT (penyelesaian sengketa perdagangan internasional melalui WTO),
adalah menciptakan kebersamaan dan menghilangkan rasa kebencian,
menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah dan atau damai, agar
kemajuan dan keharmonisan dalam ekspor-impor semakin tercipta dan
dapat di tingkatkan.

B. Saran
1. WTO Sebagai salah satu organisasi perdagangan Internasional
dalam menyelesaikan sengketa perdagangan internasional disarankan
harus bersifat independentsi yaitu menempatkan seluruh anggotanya
pada posisi yang sama.
2. Berbagai bentuk dan kalangan anggota GATT dan WTO
menyarankan sebaiknya mendahulukan cara-cara yang persuasif,
yakni cara-cara damai dalam penyelesaian sengketanya.

DAFTAR PUSTAKA

15
Christhophorus Barutu, Seni Bersengketa di WTO. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2015.
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012.
Hata, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO. Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006.
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional. Bandung: Rajawali Pers, 2004.
Sefriani, Peran Hukum Internasional dalam Hubungan Internasional
Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Sood Muhammad, Hukum Perdagangan Internasiona. Jakarta: Raja Grafindo,
2011.
Suherman Ade, Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Syahman, Hukum Dagang Internasional. Jakarta: Raja Grafindo, 2006.

Ukas, September 2018. “Analisis Yuridis Mekanisme Penyelesaian Sengketa


Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka GATT dan WTO)” Jurnal Cendekia
Hukum Vol 4, No 1. https://www.researchgate.net/publication/332225981 diakses
pada 22 Maret 2021

16

Anda mungkin juga menyukai