MAKALAH
Oleh:
A. LATAR BELAKANG
Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi
antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Arus globalisasi yang semakin
cepat berjalan sekarang ini membuat perdagangan bebas menjadi tidak
terbendung lagi. Suka atau tidak suka, Indonesia harus menerimanya.1 Pesatnya
pertumbuhan ekonomi Negara-negara Asean, termasuk Indonesia, kurun waktu
terakhir ini mau tidak mau telah membuat pusing Negara-negara maju, seperti;
USA, Uni Eropa, dan lain-lain.
Perdagangan bebas dewasa ini menuntut semua pihak untuk memahami
persetujuan perdagangan internasional dengan segala implikasinya terhadap
perkembangan ekonomi nasional secara menyeluruh. Sektor perdagangan
menjadi sangat penting peranannya dalam pembinaan perekonomian, baik
dalam perdagangan domestik maupun perdagangan internasional menuju era
perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Bahkan Indonesia, sebagai salah
satu Negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang telah
meratifikasi Argreement Establishing the World Trade Organization
sebagaimana diwujudkan melalui UU No. 7 Tahun 1994, tanggal 2 November
1994 (LN. 1994 No. 57, TLN. No. 3564), berkewajiban berperan aktif dalam
mewujudkan tatanan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan.
Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui Undang -
Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia).
Dengan ratifikasi tersebut, maka negara-negara anggota WTO, dalam
hal ini juga Indonesia, harus menyesuaikan peraturan nasionalnya dengan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan-persetujuan WTO.
Perdagangan internasional yang didasari oleh perjanjian bilateral, multilateral,
dan konvensi-konvensi internasional mengharuskan Indonesia untuk
1
Syahmin Ak, 2006, Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), Jakarta: PT.
Raja Grafindo, Hlm. 357.
2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merumuskan
masalah yaitu bagaimana prosedur penyelesaian sengketa perdagangan
Internasional dalam kerangka WTO ?
C. TINJAUAN UMUM
1. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah pertukaran modal, barang dan jasa
melintasi batas-batas negara atau wilayah. Industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi, perusahaan multinasional, dan outsourcing semua
memiliki dampak yang besar pada sistem perdagangan internasional.
Perdagangan internasional merupakan sumber utama pendapatan ekonomi
untuk setiap negara yang dianggap sebagai kekuatan dunia. Tanpa
perdagangan internasional, negara akan terbatas pada barang dan jasa yang
diproduksi di dalam perbatasan mereka sendiri.
Perdagangan internasional pada prinsipnya tidak berbeda dengan
perdagangan dalam negeri sebagai motivasi dan perilaku pihak yang terlibat
dalam perdagangan tidak berubah secara mendasar terlepas dari apakah
perdagangan di perbatasan atau tidak. Perbedaan utama adalah bahwa
perdagangan internasional biasanya lebih mahal daripada perdagangan
dalam negeri. Alasannya adalah bahwa perbatasan biasanya membebankan
6
Ibid., Hlm. 12-13.
7
Dian Ediana RAE, Op. Cit., Hlm. 36.
4
biaya tambahan seperti tarif, biaya waktu karena perbatasan penundaan dan
biaya yang berkaitan dengan perbedaan negara seperti bahasa, sistem
hukum atau budaya. Perdagangan tradisional diatur melalui perjanjian
bilateral antara kedua negara. Perjanjian perdagangan ini telah sering
mengakibatkan ketidakpuasan dan protes dengan klaim dari perdagangan
yang tidak adil yang tidak menguntungkan negara-negara berkembang.
Ada sejumlah prinsip yang digunakan dalam perjanjian internasional
sebagaimana dijelasakan oleh George Scharzenberger.8 Beberapa
diantaranya memiliki arti sangat penting, yakni
1. Prinsip Minimum Standard; Prinsip ini banyak dipakai dalam berbagai
perjanjian dengan maksud untuk memberikan jaminan keamanan bagi
para pedagang asing, baik untuk jiwa maupun harta kekayaannya.
Dalam perkembangannya prinsip ini telah menjadi bagian dari hukum
kebiasaan international sehingga berlaku bagi segenap orang asing.
Prinsip ini memberikan sumbangan yang besar terhadap pengaturan
perbuatan melanggar hukum secara internasional (international tort).
Misalnya, negara dapat dituntut karena tidak memberikan perlindungan
terhadap keselamatan diri pribadi dan harta orangasing, tidak
memberinya akses ke pengadilan atau mengenakan pajak yang
berlebihan.
2. Standard of Identical Treatment; Para raja jaman dahulu saling
memberikan jaminan, bahwa mereka akan memberikan perlakuan
serupa kepada semua pedagangnya. Perlakuan demikian dapat
diterapkan secara sempit atau luas dalam hubungan ekonomi negara-
negara mereka. Misalnya, dalam suatu perjanjian perdagangan dua
pemimpin kerajaan sama-sama memberikan jaminan bahwa para
pedagang mereka yang berniaga di wilayah kerajaan lain akan
dibebaskan dari wajib militer dan mungkin pula masing -masingnegara
menjamin kebebasanberniaga dalam berbagai bidang kegiatan ekonomi.
8
Perdagangan Internasional dalam sistem GATT dan WTO. Aspek‐Aspek Hukum dan Non Hukum,
Rafika Aditama, Bandung, 2006, hlm 54‐55
5
9
Ibid., Hlm.57.
7
10
Akbar Kurnia Putra, “Agreement on Agriculture Dalam World Trade Organization “ Jurnal
Hukum & Pembangunan 46 Fakultas Hukum Universitas Jambi No. 1, 2016, hal.91
8
13 The Least Developed Countries (LDCs) adalah daftar negara berkembang yang, menurut
Perserikatan Bangsa-Bangsa, menunjukkan indikator terendah pembangunan sosial ekonomi,
dengan peringkat Indeks Pembangunan Manusia terendah dari semua negara di dunia.
14
Ibid., Hlm. 4.
15
Ibid., Hlm. 2.
16
Ibid., Hlm. 4.
17
adalah seorang diplomat dan perwakilan Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sejak
tahun 2008. Pada bulan Mei 2013, ia terpilih sebagai Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan
Dunia menggantikan Pascal Lamy.
10
18
Syahmin AK., Op. Cit., Hlm. 12.
19
Ibid., Hlm. 15.
20
Ibid., Hlm.53-55.
11
D. PEMBAHASAN
1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Dalam
Kerangka WTO
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dari
hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi
barang dan jasa berdasarkan suatu kontrak dan lain-lain. Semua transaksi
tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa.21
Beberapa stakeholders atau subyek hukum dalam hukum perdagangan
internasional yaitu; Negara, perusahaan atau individu, dan lain-lain. Para pihak
yang bersengketa di sini dibatasi pada pihak pedagang (badan hukum atau
individu) dan Negara. Karena sifat dari hukum perdagangan internasional
adalah lintas batas, maka pembahasan pun dibatasi hanya antara; pertama,
pedagang dan pedagang. Kedua, pedagang dan Negara asing.22
21
Huala Adolf., Op.Cit., Hlm. 191.
22
Ibid., Hlm. 193.
12
24
Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit., Hlm. 105.
25
Ibid.
14
26
Huala Adolf, Op. Cit., Hlm. 200.
27
Ibid.
15
28
Ibid., Hlm. 213.
29
pada umumnya lex mercatoria diartikan kebiasaan dan kepatutan umum dari masyarakat bisnis
yang diterapkan ke dalam praktik hukum komersial di berbagai Negara, digunakan apabila terjadi
kekosongan (gaps) hukum. Hal itu dapat memberikan jalan keluar karena kendla tidak
adanya hukum nasional yang mengatur, sehingga para hakim dan arbitrator dapat memilih lex
mercatoria dilengkapinya dengan prinsip equity sebagai bahan penemuan hukum (rechtsvinding)
oleh para hakim atau arbitrator.
16
30
Syahmin AK., 2005, Peranan Hukum Kontrak Internasional dalam Era Pasar Bebas,
Palembang: Fakultas Hukum Univ. Sjakhyakirti, Hlm. 54.
18
E. SIMPULAN
Perdagangan internasional pada prinsipnya tidak berbeda dengan
perdagangan dalam negeri sebagai motivasi dan perilaku pihak yang terlibat
dalam perdagangan dan tidak berubah secara mendasar terlepas dari apakah
perdagangan di perbatasan atau tidak. Perbedaan utama adalah bahwa
perdagangan internasional biasanya lebih mahal daripada perdagangan dalam
negeri. Alasannya adalah bahwa perbatasan biasanya membebankan biaya
tambahan seperti tarif, biaya waktu karena perbatasan penundaan dan biaya
yang berkaitan dengan perbedaan negara seperti bahasa, sistem hukum atau
budaya. Para pihak (subyek hukum) dalam sengketa perdagangan internasional
tidak lain adalah beberapa stakeholders atau subyek hukum dalam hukum
perdagangan internasional itu sendiri, yaitu; Negara, perusahaan atau individu,
dan lain-lain. Para pihak yang bersengketa di sini dibatasi pada pihak pedagang
(badan hukum atau individu) dan Negara. Karena sifat dari hukum
perdagangan internasional adalah lintas batas, maka pembahasan pun dibatasi
hanya antara; pertama, pedagang dan pedagang. Kedua, pedagang dan Negara
asing. Prosedur penyelesaian sengketa perdagangan internasional dalam
31
Syahmin AK., 1998, Hukum Internasional Publik, Jilid 3, Bandung: PT. Bina Cipta, Hlm. 314.
32
Ibid.
20
F. SARAN
Apabila terjadi perselisihan atau sengketa perdagangan internasional di
antara para pihak, hendaknya dapat diselesaikan sesuai dengan mekanisme dan
prosedur yang berlaku di dalam kerangka WTO (World Trade Organization),
dan tidak merugikan salah satu pihak yang bersengketa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
AK., Syahmin. 1998. Hukum Internasional Publik, Jilid 3. Bandung: PT. Bina
Cipta.
Hata. 2006. Perdagangan Internasional dalam sistem GATT dan WTO. Aspek-
Aspek Hukum dan Non Hukum. Bandung : Rafika Aditama.
RAE, Dian Ediana. 2010. Forum Perdagangan Multilateral. Jakarta: PPS MIH
Untar.
Jurnal: