Anda di halaman 1dari 28

UAS MATA KULIAH PROBLEM SOLVING

NAMA : Fajar Putra Prastina R

STB : 3363

PRODI : BKA

DOSEN : Dr. Imaddudin

Lingkup Masalah yang akan dibahas dalam UTS berdasrkan penugasan tanggal 7 Septermber
2020 adalah : Masih Kurangnya Pelaksanaan Pembimbingan Klien Pemasyarakatan Tindak
Pidana Korupsi pada BAPAS KLAS II Kediri

1. Kenali atau identifikasi masalahnya (uraikan fenomena/fakta yang terkait masalah dan alasan
Anda memfokuskan maslah itu menjadi hal yang paling utama/perioritas dibandingkan dengan
masalah lain).

Berdasarkan konstitusi Negara Indonesia pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Salah satu hal penting di dalam Negara Hukum adalah penghormatan, penghargaan dan
komitmen menjunjung tinggi hak asasi manusia serta jaminan semua warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum (equality before the law). Keadilan akan kesamaan atas segala
sesuatu baik hak maupun kewajiban sebagai warga negara telah diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 26 hingga pasal 28. Dengan demikian, hak
dan kewajiban sebagai warga negara tidak dibedakan sama sekali di mata hukum, dalam arti baik
warga negara biasa maupun warga negara yang menjadi warga binaan pemasyarakatan.
Pemidanaan berasal dari kata “pidana” yang diartikan pula dengan hukuman (Djoko, 1984,
h.13). Dimana seseorang mendengar kata penghukuman, berarti seseorang tersebut diberikan
penderitaan dengan maksud agar menimbulkan efek jera bagi pelaku dan sekaligus peringatan
bagi masyarakat untuk tidak melakukan perbuatan serupa (Prakoso, 2017, h.8). Sehingga dapat
dimaknai bahwa pemidanaan merupakan penghukuman. Pengenaan pidana berhubungan erat
dengan kehidupan seseorang dalam masyarakat, terutama menyangkut kepentingan benda hukum
yang paling berharga bagi kehidupan di masyarakat, yaitu nyawa dan kemerdekaan atau
kebebasannya (Nurwachid, 2011, h.9).
Salah satu tokoh terkemuka Van Bammelan penganut teori gabungan menyatakan “Pidana
bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud memelihara
dan mengamankan tujuan. Sehingga pidana dan tindakan keduanya bertujuan mempersiapkan
untuk mengembalikan terpidana ke kehidupan masyarakat” (Andi, 1993 h.32).
Tokoh yang mengembangkan teori gabungan Grotius menitikberatkan keadilan mutlak
diwujudkan dalam pembalasan, namun yang berguna untuk masyarakat. Prinsip tiap-tiap pidana
merupakan penderitaan yang beratnya sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terpidana.
Tetapi sampai batas mana beratnya pidana dan perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dikukur
oleh apa yang berguna untuk masyarakat.
Sebab sebuah kesalahan seseorang harus dirampas kemerdekaannya dan menjadi warga
binaan didalam lembaga pemasyarakatan dan disebut sebagai narapidana berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 angka 8 “Terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan”. Berdasarkan Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyatakan
“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan sistem kelembagaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam
tata peradilan pidana”. Lembaga pemasyarakatan dalam hal ini Balai Pemasyarakatan merupakan
instansi untuk membimbing seseorang yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan
berdasarkan putusan hakim yang sah telah melakukan tindak pidana, bertujuan agar seseorang
tersebut menyadari kesalahanya dan memperbaiki diri agar diterima kembali oleh masyarakat.
Pidana penjara dalam sejarahnya dikenal sebagai rekasi masyarakat terhadap adanya tindak
pidana yang dilakukan oleh seorang pelanggar hukum. Seseorang dibuat tidak berdaya dan
diasingkan secara sosial dari lingkungan semula.
Menurut Dr. Saharjo, S.H. bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan
(Purnomo,1986, h.37). Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 pada pasal 1 ayat (1)
disebutkan, “Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian
akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.” Kemudian pada pasal 1 ayat (4) yang
dimaksud “Balai Pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien
Pemasyarakatan”. Sedangkan dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 tentang Jabatan
Fungsional Pembimbing Kemasyarakatan, Bimbingan Kemasyarakatan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani klien pemasyarakatan, yang
meliputi: penelitian kemasyarakatan, pendampingan pembimbingan, pengawasan, dan sidang tim
pengamat pemasyarakatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan pemasyarakatan, dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan “Program pembinaan dan
pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian”.
Syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 99 tahun 2012.
Salah satu Klien Pemasyarakatan yang dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan
adalah Klien Pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk
keuntungan pribadi atau orang lain (Djaja, 2010, h.23). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menetapkan bahwa tindak pidana
korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa. Tindak pidana korupsi yang merupakan
kejahatan luar biasa memiliki kompleksitas yang lebih rumit dibandingkan dengan tindak pidana
umum atau bahkan tindak pidana khusus lainnya (Nurdjana, 2009, h.156).
Orang-orang yang dipercayakan oleh negara dalam mengatur dan mengembangkan roda
pemerintahan untuk kemajuan bangsa dan negara, justru memainkan peran utama dalam ragam
praktik korupsi. Mulai dari penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan kewenangan untuk
kepentingan pribadi dan kroni, hingga praktik politik dinasti (Ermansyah, 2017, h.43).
Tindak pidana korupsi telah meluas dihampir seluruh masyarakat di Indonesia,
perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlah kasus yang terjadi dan jumlah
kerugian negara yang diakibatkan serta bentuk pelaksanaan tindak pidana yang dilakukan
semakin sistematis dan korupsi sudah merupakan patalogi social (penyakit sosial) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Indrayana, 2008, h.35).
Berbagai perbuatan yang bertentangan dengan aturan hukum sering terjadi di masyarakat,
misalnya pencurian, perampokan, pembunuhan, penyalahgunaan narkoba, penipuan, korupsi dan
sebagainya. Dari semua tindak kejahatan tersebut, korupsi merupakan salah satu permasalahan
yang sangat serius di Indonesia, berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang
diakses melalui acch.kpk.go.id per tanggal 31 Desember 2018 jumlah tindak pidana korupsi
sejak 2004 hingga 2018 ialah 3.929 tingginya angka kejahatan korupsi dan masih terus adanya
tindak pidana korupsi yang terjadi memberikan kondisi yang memprihatinkan dan mengharuskan
para penegak hukum baik dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga
lembaga pembinaan dan pembimbingan di negeri ini untuk bekerja lebih ekstra dalam
menuntaskan tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi telah meluas dihampir seluruh masyarakat di Indonesia,
perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlah kasus yang terjadi dan jumlah
kerugian negara yang diakibatkan serta bentuk pelaksanaan tindak pidana yang dilakukan
semakin sistematis dan korupsi sudah merupakan patalogi social (penyakit sosial) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Indrayana, 2008, h.35).
Data terbaru jumlah warga binaan pemasyarakatan tindak pidana korupsi berdasarkan
sistem data base pemasyarakatan yang diakses melalui smslap.ditjenpas.go.id per tanggal 10
April 2020 berjumlah 4.998 orang. Masih teringat kasus pengulangan tindak pidana korupsi pada
bulan april tahun 2017 terpidana atas nama Fahd melakukan tindak pidana korupsi yang
sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2012 dengan kasus korupsi dana penyesuaian
insfrastruktur daerah (Deo, 2017). Tidak lama berselang pada bulan agustus tahun 2018 Polres
Aceh Barat melakukan operasi tangkap tangan yang menghasilkan tertangkapnya Residivis kasus
Korupsi dana anggaran belanja daerah yang sebelumnya dilakukan pada tahun 2012 (Rizwan,
2018). Hingga yang terbaru pada bulan juli 2019 KPK berhasil menangkap Tamzil yang
merupakan residivis kasus korupsi yang sebelumnya pernah dilakukan pada tahun 2004
(Kauistika, 2019).
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, penulis tertarik memfokuskan masalah tentang
Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Bimbingan Klien Pemasyarakatan Kasus
Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri).

2. Definisikan dan nyatakan maslah dengan kalimat yang jelas (kalimat Tanya)

Keberhasilan untuk mewujudkan tujuan pemasyarakatan tergantung dari beberapa pihak


yang terkait antara lain petugas dan tenaga ahli yang melakukan pembinaan, pembimbingan,
instansi pemerintah yang terkait, masyarakat dan yang paling penting adalah peran serta
Pembimbing Kemasyarakatan yang memiliki tanggungjawab dalam pelaksanaan pembimbingan
klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi. Pembimbing Kemasyarakatan memiliki
peranan yang sangat berarti dalam proses resosialisasi klien pemasyarakatan yang saat ini masih
sulit dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pada waktu klien pemasyarakatan selesai menjalani
hukumannya dan siap kembali ke masyarakat tidak jarang muncul permasalahan dikarenakan
kurang siapnya klien pemasyarakatan khususnya tindak pidana korupsi kembali kedalam
masyarakat.
Oleh karena itu permsalahan yang akan dibahas dalam ujian akhir semester mata kuliah
problem solving ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan
kasus tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri?
2. Kendala apakah yang dihadapi Pembimbing Kemasyarakatan dalam bimbingan klien
pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri?

3. Kembangkan Strategi solusi (minimal 3 buah, dan jelaskan alas an dan arah) dari solusi
tersebut.

Disini penulis menggunakan pisau analisa berupa keputusan Direktorat jendral


Pemasyarakatan Nomor PAS-19.PR.01.01 Tahun 2015 Tentang Rencana Strateg
Pemasyarakatan.

Dari kasus penulis ajukan maka idealnya strategi solusinya yang dilakukan oleh BAPAS Klas II
Kediri:
Pertama, mengidentifikasi terlebih dahulu kondisi bojektif UPT berupa kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia, sarana prasarana, anggaran, dan aturan terkait pelaksanaan peran
Pembimbing Kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana
korupsi.
Kedua, menentukan rencana kerja selanjunya aturan teknis, sistem pengawasan evaluasi dan
indiikator keberhasilan.
Ketiga, melaksnakan rencana yang telah dibuat penuh dengan komitmen, integritas dan seuai
dengan kompetensi khusus pembimbingan terhadap kasus tindak pidana korupsi
Keempat, bekerjasama dengan pihak-pihak terkait baik itu aparat penegak hokum lainnya,
masyarakat dan sector swasta untuk mendukung pelaksanaan peran Pembimbing
Kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai
Pemasyarakatan Klas II Kediri.

4. Uraikan pengetahuan yang relevan yang harus dicari/kumpulkan terkait dengan masalah (agar
mampu memahami konteks masalah itu dengan komperhensip)

Guna menguraikan pengetahuan relevan secara komperhensif maka penulis menggunakan


dua pisau analisa yaitu penetilian terdahulu dan landasan teori. Sebagaimana berikut:
A. Literatur Review (Penelitian Terdahulu)
Dalam penelitian mengenai Peran Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Bimbingan Klien
Pemasyarakatan Kasus Tindak Pidana Korupsi ini, peneliti melakukan beberapa tinjauan
terhadap beberapa penelitian terdahulu. Literatur review diperlukan untuk mendapatkan
gambaran awal mengenai topik penelitian yang dibahas dan perbedaan dengan penelitian yang
akan diteliti oleh peneliti dengan penelitian lainnya. Berikut beberapa penelitian yang dijadikan
tinjauan pustaka dalam penelitian ini.
1. Analisis Implementasi Kebijakan Pembimbingan Klien Pemasyarakatan Tindak
Pidana Korupsi Di Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Bandung. Oleh Iyus Yusuf,
Universitas Padjadjaran Bandung, 2019.
Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan implementasi kebijakan pembimbingan
klien pemasyarakatan Tindak Pidana Korupsi di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas I
Bandung dan faktor-faktor apa yang menghambat implementasi tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengungkap fenomena secara
alamiah tentang implementasi kebijakan pembimbingan klien pemasyarakatan, sehingga
diperoleh gambaran mengenai fenomena yang terjadi, permasalahan yang dihadapi dan solusi-
solusi pemecahan masalah.
Penelitian ini menggunakan teknik pengamatan, wawancara dan kajian dokumen
dengan informan yang berasal dari pejabat struktural Bapas Klas I Bandung, pembimbing
kemasyarakatan, klien, keluarga klien dan masyarakat.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pembimbingan klien
pemasyarakatan tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas I Bandung belum
optimal. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi kebijakan
tersebut yaitu ukuran dan tujuan kebijakan yang belum jelas, sumber daya yang sangat
terbatas, struktur organisasi yang belum dapat mengakomodir tugas yang ada, komunikasi dan
kerjasama dengan pihak terkait yang masih terbatas, sikap para pelaksana yang belum
sepenuhnya mentaati kebijakan dan masih adanya stigma negatif masyarakat.
Berdasarkan penelitian Iyus Yusuf, peneliti menganggap bahwa penelitian tersebut
dapat menjadi literature tambahan yang memperkuat penelitian peneliti. Sebab diketahui
bahwa implementasi kebijakan pembimbingan klien pemasyarakatan tindak pidana korupsi
belum optimal. Selain itu faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi
kebijakan tersebut diantaranya sikap para pelaksana yang belum sepenuhnya mentaati
kebijakan dan masih adanya stigma negatif masyarakat. Sehingga peneliti menganggap bahwa
pentingnya penerapan program pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing
kemasyarakatan kepada klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi agar dapat
terwujudnya tujuan pemasyarakatan.
2. Penerapan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Untuk Mencegah Recidivist Anak Di
Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya. Oleh Dessi Alimyanti, Fakultas Ilmu Sosial dan
Hukum Universitas Negeri Surabaya, 2016.
Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui penerapan fungsi Pembimbing
Kemasyarakatan untuk mencegah Recidivist anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya
serta Faktor-faktor yang menjadi kendala Pembimbing Kemasyarakatan untuk mencegah
Recidivist anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dengan lokasi di Balai
Pemasyarakatan Klas I Surabaya. Informannya meliputi Pembimbing Kemasyarakatan,
Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak, dan klien-klien anak yang sedang menjalani bimbingan
di Bapas Klas I Surabaya.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa fungsi pembimbingan yang tidak berjalan adalah
fungsi penyaluran dan fungsi pemahaman. Fungsi penyaluran tidak berjalan karena klien anak
tidak mendapatkan bimbingan kemandirian sebagai bekal untuk menjadi tenaga kerja yang
didasarkan pada rendahnya latar belakang pendidikan klien anak. Fungsi pemahaman tidak
berjalan karena Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : E-40-
PR.05.03 Tahun 1987 Tentang Bimbingan Klien Pemasyarakatan halaman 8 nomor (3) huruf
a point 3) menjelaskan bahwa orang tua klien anak seharusnya mendapatkan bimbingan dari
Pembimbing Kemasyarakatan juga, tetapi orang tua klien anak tidak mendapatkannya.
Faktor-faktor hambatan Pembimbing Kemasyarakatan dalam membimbing klien anak
meliputi latar belakang yang tidak utuh, kurangnya respon pihak orang tua, kekurangan
anggaran, sarana mobilitas yang kurang, dan keterbatasan pendidikan.
Penelitian Dessi Alimyanti dengan lokus penelitian di Balai Pemasyarakatan Klas I
Surabaya memberikan informasi dan pengetahuan awal kepada peneliti mengenai fungsi
Pembimbing Kemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Klas I Surabaya serta Faktor-faktor
yang menjadi kendala Pembimbing Kemasyarakatan untuk mencegah Recidivist anak di Balai
Pemasyarakatan Klas I Surabaya. Sehingga penelitian ini memiliki kesamaan tempat
penelitian yang mempermudah peneliti untuk memahami kondisi di Balai Pemasyarakatan
Klas I Surabaya . Sedangkan yang membedakan antara penelitian ini dengan bahasan peneliti
ialah peran pembimbing kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak
pidana korupsi dan peneliti ingin mengkaji secara mendalam mengenai berbagai
permasalahan dalam pelaksanaan pembimbingan klien kasus tindak pidana korupsi di Balai
Pemasyarakatan Klas I Surabaya.
3. Peranan Pembimbing kemasyarakatan Dalam Upaya Penanganan Overcrowded Pada
Lembaga Pemasyarakatan (The Role Of Correctional Adviser In Overcrowded
Handling Efforts in Correctional Institutions). Oleh Insan Firdaus, Pusat Pengkajian
dan Pengembangan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
HAM, 2019.
Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana perananan pembimbing kemasyarakatan
dalam Penangana Overcrowded di Lembaga Pemasyarakatan. Penelitian bersifat yuridis
empiris dan menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung data yang bersifat kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah Pembimbing kemasyarakatan berperan penting dalam
proses restorative justice, reintegrasi sosial, dan pembinaan dan rehabilitasi. Berdasarkan data
di sistem database pemasyarakatan, keberhasilan proses diversi pada proses peradilan anak
cukup tinggi, hal ini berdampak pada berkurangnya anak berhadapan hukum yang menjalani
hukuman di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Dalam program reintegrasi sosial
Pembimbing Kemasyarakatan berperan aktif dalam pemberian hak warga binaan
pemasyarakatan menjalani hukuman di Luar Lembaga Pemasyarakarakatan. Pembimbing
kemasyarakatan juga berperan dalam pembinaan warga binaan pemasyarakatan yaitu
melakukan penelitian kemasyarakatan, assesment resiko dan kebutuhan yang berguna bagi
Lembaga Pemasyarakatan melakukan pembinaan dan rehabilitas narkotika. Oleh karena itu,
Untuk meningkatkan peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani overcrowded
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan harus meningkatkan kompetensi dan kuantitas sumber
daya manusia pembimbing kemasyarakatan, dan menambah jumlah balai pemasyarakatan
serta menambah anggaran bimbingan kemasyarakatan.
Penelitian Insan Firdaus dapat dijadikan tinjauan awal bagi peneliti dalam mengetahui
dan memahami peran dari pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan pembimbingan
sebagimana ketentuan atau regulasi yang mengatur dan hambatannya. Hal ini penting bagi
peneliti untuk memberikan gambaran sebelum melakukan penelitian.
4. Pembimbingan Klien Pemasyarakatan Wanita Pelaku tindak Pidana Korupsi (Studi di
Balai Pemasyarakatan Klas I Bandar Lampung). Oleh Rio Julio Pasaribu, Bagian
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017.
Permasalahan dalam penelitian ini yang pertama bagaimanakah pembimbingan
narapidana wanita pelaku tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas I Bandar
Lampung, dan yang kedua faktor penghambat apa saja dalam pembimbingan klien wanita
pelaku tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas I bandar lampung.
Pendekatan masalah untuk membahas permasalahan tersebut penulis melakukan
penelitian dengan pendekatan yuridis empiris dan pendekatan yuridis normatif. Sumber data
yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan, data
sekunder adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer. Data tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder dengan materi penulisan yang berasal dari kamus
hukum.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pelaksanaan pembimbingan klien balai
pemasyarakatan diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Berhasilnya pembimbingan klien pemasyarakatan di balai pemasyarakatan merupakan tujuan
yang paling utama sebagai akhir dari sistem peradilan di Indonesia. Berdasarkan Pasal 7 PP
No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
diatur bahwa ada beberapa tahap pembimbingan terhadap klien, yang diterapkan di Balai
Pemasyarakatan Klas I Bandar Lampung yaitu: 1) tahap pertama; 2) tahap kedua; 3) tahap
ketiga; 4) tahap keempat. Jenis-jenis pembimbingan yang terdapat pada Balai Pemasyarakatan
Klas I Bandar Lampung yaitu: pembimbingan kerohanian, pembimbingan intelektual
(intelektual, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran hukum), Pembimbingan
Kepribadian, pembimbingan kesehatan, dan pembimbingan kemandirian. Pelaksanaannya
sudah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Faktor penghambat dalam pelaksanaan
pembimbingan terhadap klien wanita pelaku tindak pidana koruspi di Balai Pemasyarakatan
Klas I bandar lampung yaitu, Faktor perundang-undangan, belum membedakan proses
pembimbingan antara narapidana tindak pidana umum dan tindak pidana khusus, adanya
pertentangan antara Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dengan PP
No.99 tahun 2012, yaitu mengenai pemberian remisi yang diperketat terhadap tindak pidana
khusus
Berdasarkan kesimpulan tersebut, Rio Julio Pasaribu menyarankan agar dirancang
sistem pemasyarakatan yang lebih baik, terutama dalam pelaksaan pembimbingan terhadap
narapidana korupsi, ada proses pembimbingan yang berbeda dengan tindak pidana umum.
Adanya perbaikan perundang-undangan yang pengaturannya berkaitan dengan pelaksanaan
pembimbingan di Balai Pemasyarakatan, terutama mengenai pemberian pengurangan masa
pidana (remisi) yang merupakan hak bagi semua narapidana yang ada di Balai
Pemasyarakatan, yang di atur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.12 tahun 1995
tentang Pemasyarakatan. Walaupun diketatkannya pemberian pengurangan masa pidana
(remisi) bagi narapidana tindak pidana khusus, dalam pelaksanaannya harus lebih selektif lagi
dan harus ada perubahan atau revisi pada perundang – undangan yang ada, seperti Undang-
Undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan PP No.99 tahun 2012 tentang syarat
dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, agar tidak terjadi polemik di
dalam pelaksanaannya.
Penelitian Rio Julio Pasaribu dapat menjadi dasar informasi dan pengetahuan bagi
peneliti bahwa jenis pembimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi yaitu
pembimbingan kerohanian, pembimbingan intelektual (intelektual, kesadaran berbangsa dan
bernegara, kesadaran hukum), Pembimbingan Kepribadian, pembimbingan kesehatan, dan
pembimbingan kemandirian. Serta pengetahuan yang menarik dari penelitian ini yaitu
dianggap perlunya pembedaan pemberian pembimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak
pidana khusus dalam hal ini tindak pidana korupsi dengan klien pemasyarakatan kasus tindak
pidana umum sebab hal demikian menjadi salah satu faktor penyebab penghambat dalam
pelaksanaan pembimbingan klien pemasyarakatan.
5. Peran Petugas Pemasyarakatan Dalam Bimbingan Sosial Perseorangan Bagi Klien
Pemasyarakatan Perkara Korupsi Di Bapas Klas II Kediri. Oleh Nourmaharist
Muhammad, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga, 2018.
Penelitian ini membahas peran petugas pemasyarakatan dalam bimbingan sosial
perseorangan bagi klien pemasyarakatan perkara korupsi di Bapas Klas II Kediri. Salah satu
metode dalam praktek pekerjaan sosial yang sangat dominan adalah Bimbingan Sosial
Perseorangan (Konseling/perwalian), Bimbingan Sosial Perseorangan ini dapat diterapkan
terhadap klien pemasyarakatan perkara korupsi agar dapat mengurangi derita yang
dialaminya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan desain
deskriptif, teori analisa sumber daya manusia dan teori analisa jabatan digunakan untuk
membandingkan serta memperkuat penelitian ini.
Hasil penelitian menggambarkan peran petugas yang begitu sentral dalam hal
pelaksanaan bimbingan sosial perseorangan akan tetapi dalam prakteknya wali yang aktif
dalam pelaksanaan bimbingan ini tidak lebih dari sepuluh orang. Hal itu terjadi karena
kurangnya motivasi dan inisiatif dari diri petugas untuk melaksanakan tugas dengan baik.
Penulis menyarankan dalam penelitian ini untuk menyediakan forum pertemuan antar wali
dan psikolog yang dihadiri oleh Kabapas serta dimediasi oleh Kasi Bimkemas agar menjadi
masukan bagi organisasi serta adanya Reward and Punishment.
Penelitian Nourmaharist Muhammad dapat menjadi dasar pengetahuan bagi peneliti
bahwa bimbingan sosial perseorangan bisa diberikan kepada klien pemasyarakatan perkara
korupsi agar dapat mengurangi derita yang dialami oleh klien pemasyarakatan perkara
korupsi.

B. Landasan Teori
1. Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah menimbulkan derita pada pelanggan hukum karena
dihilangkan kemerdekaan bergerak, membimbingan pelanggaran hukum supaya bertobat
dan mendidik pelanggaran hukum supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna
(Simanjuntak, 2015, h.20),
Menurut sudarto istilah pemasyarakatan dapat disamakan dengan “resosialisasi”
dengan pengertian bahwa segala sesuatunya ditempatkan dalam tata budaya Indonesia,
dengan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia (1972).
Mengenai pengertian resosialisasi Romli Atmasasmita menyatakan bahwa Usaha
dengan tujuan bahwa terpidana akan kembali kedalam masyarakat dengan daya tahan,
dalam arti bahwa dia dapat hidup dalam masyarakat tanpa melakukan lagi kejahatan-
kejahatan (1983).
Kemudian Romli Atmasasmita memberikan batasan tentang resosialisasi ini
sebagai berikut:
“Suatu proses interkasi antara narapidana, petugas lembaga pemasyarakatan
dan masyarakat, ke dalam proses interkasi dimana termasuk mengubah
sistem nilai-nilai dari pada narapidana, sehingga ia akan dapat dengan baik
dan efektif beradaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.”
Jelas inti dari proses resosialisasi ini adalah mengubah tingkah laku klien
pemasyarakatan agar sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat dengan mengembangkan pengetahuan. Kemampuan dan motivasi narapidana
sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.
Dalam surat Keputusan Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor K.P.10.13/3/1,
tanggal 8 Februari 1985, dimana disampaikan suatu Konsepsi Pemasyarakatan sebagai
berikut.
Pemasyarakatan adalah suatu proses, prose therapeuntie dimana si narapidana pada
waktu masuk Lembaga Pemasyarakatan berada dalam keadaan tidak harmonis dengan
masyarakat sekitarnya, mempunyai hubungan yang negatif dengan masyarakat. Sejauh itu
narapidana lalu mengalami pembinaan yang tidak lepas dari unsur- unsur lain dalam
masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhirnya narapidana dengan
masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasian hidup dan
penghidupan, tersembuhkan dari segi-segi yang merugikan (negatif).
Dengan kata lain pemasyarakatan adalah proses pembinaan dan pembimbingan bagi
narapidana yang bertujuan mengadakan perubahan-perubahan yang menjurus kepada
kehidupan yang positif, para petugas pemasyarakatan merupakan salah satu unsur yang
menjalankan peranan penting sebagai pendorong, penjurus dan pengantar agar proses
tersebut dapat berjalan dengan lancar sehingga mencapai tujuan dengan cepat dan tepat.
Dalam seminar kriminologi ke I tahun 1986 di Semarang, Bahroedin Soerjobro
memberikan batasan mengenai sistem pemasyarakatan, yaitu pemulihan kembali
kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan, yang terjalin antara manusia
dengan pribadinya, manusia dengan sesamanya, manusia dengan masyarakat, manusia
dengan keseluruhan, manusia dengan alamnya dan (dalam keseluruhan ini) manusia
sebagai makhluk Tuhan, manusia dengan khaliknya.
Merupakan proses pemidanaan yang memperlihatkan kegiatan dengan pendekatan
sistem dan upaya untuk memasyarakatkan kembali narapidana yang diakui sebagai
makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Titik pusat kegiatan pemasyarakatan tertuju
pada pembinaan serta bimbingan pribadi setiap orang yang menjadi narapidana agar
menjadi warga masyarakat yang baik (Poernomo, 1984).
Proses penegakan hukum sangat berkaitan erat dengan eksistensi dari
pemasyarakatan. Pemasyarakatan sebagai salah satu penyenggara Negara yang
mempunyai tugas dan fungsi dalam proses penegakan hukum.
Eksistensi Pemasyarakatan sebagai instansi penegakan hukum telah secara tegas
dalam Undang-Undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 Ayat
(1) sebagai Berikut:
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan
pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan
bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Sedangakan dalam Pasal 1 butir 2 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang No.12
tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan sistem pemasyaraktan
adalah: Suatau tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dimaksud dengan sistem pemasyarakatan
adalah:
Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Negara
Pemasyarakatan berdasarkan Pancasiala yang dilandaskan secara terpadu antara pembina,
yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung
jawab.
Tujuan diselenggarakanya sistem Pemasayarakatan Pasal 2 Undang-Undang No.12
Tahun 1995 adalah dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima oleh masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sabagai warga Negara yang baik dan
bertanggung jawab, memberikan jaminan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah
Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka mempelancar proses
penyelidikan, penunututan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, memberikan jaminan
perlindungan hak asasi tahanan / para pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan
benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan.
Yang dimaksud dengan “agar menjadi manusia seutuhnya” adalah upaya untuk
memulihkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada fitrahnya dalam
hubungan manusia dan sesamanya, dan manusia dan lingkunganya. Fungsi sistem
pemasyarakatan yaitu menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi
secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan lagi sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan “berintegrasi
dengan sehat” adalah pemulihan kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan
dengan masyarakat.
Selain itu, dalam Pasal 8 ayat (1) juga menyatakan bahwa:
“Petugas pemasyarakatn merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan warga binaan
pemasyarakatan.”

Munculnya istilah Pemasyarakatan berawal dari gagasan almarhum Sahardjo, yang


ketika beliau menjabat sebagai Mentri Kehakiman Republik Indonesian yang menyatakan
bahwa Pemasyarakatan sebelumnya disebut sebagai “Rumah Penjara” menjadi “Lembaga
Pemasyarakatan”.
Sehingga maksud dan tujuan dari munculnya istilah pemasyarakatan mengandung
arti bahwa adanya tikad balik yang tidak hanya berfokus pada proses menghukum untuk
memberikan efek jera, namun juga lebih berorientasi pada bagaimana membina agar
kondisi narapidana yang bersangkutan nantinya akan lebih baik.
Ide Pemasyarakatan bagi narapidana, dikemukakan oleh Sahardjo yang dikenal
sebagai tokoh pembahruan dalam dunia kepenjaraan sebagai berikut:
a. Tiap orang adalah manusia dan arus diperlakukan sebagai manusia;
b. Tiap orang adalah mahluk kemasyarakatan, tidak ada orang diluar masyarakat;
c. Narapidana hanya dijatuhi hukuman hilang kemerdekaan bergerak (Koesnan, 1961,
h.8).
Istilah “pemasyarakatan” ini mengandung tujuan tertentu yaitu adanya didikan,
bimbingan terhadap narapaidana dan pada akhinya nanti kembali kemasyarakat sebagai
anggota masyarakat yang berguana. Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Pasal
5 bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan dilandaskan berdasarkan asas:
a. Pengayoman;
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan;
c. Pendidikan;
d. Bimbingan;
e. Penghormatan harkat dan mertabat manusia;
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan
g. Terjaminya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu (integrated criminal
justice system). Dengan demikian, pemasyarakata baik ditinjau dari sistem, kelembagaan,
cara pembinaan dan pembimbingan dari suatu rangkaian proses penegakan hukum.
Adapun fungsi pemasyarakatan menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM
No.M.H./05OT.01.01 Tahun 2011 Pasal 3 Melakukan pembinaan narapidana/anak didik;
a. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelolah hasil kerja;
b. Memberikan bimbingan social/kerohanian narapidana/anak didik;
c. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan;
d. Melakukan urusan tata usaha rumah tangga.

2. Pembimbing Kemasyarakatan
Menurut sumarsono pembimbing kemasyarakatan yang dulu disebut sebagai
pekerja sosial kehakiman adalah pegawai yang salah satu tugasnya menyajikan data
tentang diri klien, keluarga dan masyarakat, latar belakang dan sebab-sebab mengapa
seorang anak sampai melakukan pelanggaran hukum. Data yang diungkap tersebut
dituangkan dalam bentuk laporan yang sekarang dikenal dengan nama laporan hasil
penelitian kemasyarakatan (Sumarsono, 2012, h.12).
Menurut Abintoro Prakoso pembimbing kemasyarakatan adalah pegawai yang
salah satu tugasnya menyajikan data tentang diri klien, keluarga dan masyatakat.
Pembibing kemasyarakatan harus mempunyai pengetahuan dan keahlian sesuai dengan
tugas dan kewajibannya atau mempunyai keterampilan teknis dan jiwa di bidang sosial.
Pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan bimbingan terhadap klien
pemasyarakatan harus berpedoman dan sesuai dengan petunjuk atau aturan yang berlaku
yang sudah ditetapkan (Prakoso, 2015, h.116).
Istilah pembimbing kemasyarakatan dapat ditemukan dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, salah satu pengertian pembimbing kemasyarakatan disebutkan
dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan pidana anak, bahwa
pembimbing kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan
yang melaksanakan bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Namun dengan
demikian perlu diketahui bahwa dengan disahkannya Undang-Undang No.11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pada tanggan 30 Juli 2012 yang akan
dimulai diberlakukan pada tanggal 30 Juli 2014. Dengan demikian juga perlu memahami
pengertian PK berdasrkan Undang-Undang SPPA yakni sebagaimana disebutkan dalam
pasal 1 angka 13 yakni pembimbing kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak
hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan
pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana
(Srisumahersiah, 2012, h.112).
Menurut Drs. Sumarsono A Karim bahwa pembimbing kemasyarakatan dijabarkan
sebagai berikut:
a. Membantu memperkuat motivasi Proses penciptaan relasi terhadap tatap muka yang
dilakukan dengan sikap simpatik dan empati yang penuh pemahaman serta penerimaan
dapat menjadi faktor motivasi yang sangat berarti bagi terpidana dalam menalaah
kembali berbagai sikap dan tingkah laku selama ini.
b. Memberikan informasi Tertuduh/terpidana membutuhkan bantuan untuk dapat
memahami situasi yang dihadapi dan kondisi yang terjadi pada dirinya terkait dengan
kehidupan dan peran sosial mereka.
c. Memberikan kesempatan guna penyaluran perasaan Situasi emosional yang aman
untuk mengungkapkan dan mengutarakan perasaan, kekuatan, frustasi, maupun
harapan dan aspirasinya sungguh sangat dibutuhkan bagi tertuduh atau terpidana.
Pembimbing Kemasyarakatan memiliki sejarah dan latar belakang ilmu pekerja
sosial. Sehingga teori-teori pekerja sosial banyak memberikan andil dalam
pengembangan konsep pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan. Ichwan Muis
dalam social worker articel yang menulis tentang peran pekerja sosial menjelaskan
bahwa seorang pekerja sosial memiliki peran yang melekat dalam peran tersebut.
Artikel yang dapat menjadi acuan dan pembanding oleh pembimbing
kemasyarakatan adalah:
a. Pembimbing kemasyarakatan sebagai perantara. Penentuan Pembimbing
Kemasyarakatan di antara profesi pertolongan yang lain adalah untuk menolong orang
lain berkenaan dengan lingkungan sosialnya. Tempat dimana ia bisa memposisikan
diri akan semakin mempermudah hubungannya antara masyarakat dengan klien.
Untuk itu perlu adanya peran perantara sehingga Pembimbing Kemasyarakatan bisa
mengidentifikasikan klien.
b. Pembimbing Kemasyarakatan sebagai advokat Tugas pokok pembimbing
kemasyarakatan adalah pembelaan, memberikan masukan kepada aparat penegak
hukum lainnya mengenai keadaan dan kondisi sosial klien. Tujuannya adalah
membantu klien menegakan hak-hak mereka dalam menerima pelayanan dan aktif
mendukung adanyaa perubahan kebijakan dan program yang bersifat negatif bagi
kelompok individu.
c. Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pengajar Banyak praktek pembimbing
kemasyarakatan yang melakukan proses pengajaran pada klien dalam mengantisipasi
dan mencegah masalah dengan memberikan pengetahuan dan pengalaman terhadap
kliennya. Peran pembimbing kemasyarakatan siap mengajarkan masyarakat tentang
ketersediaan dan mutu pelayanan manusia yang diperlakukan serta kecukupan
program pelayanan dan kebijakan sosial untuk memenuhi kebtuhan klien. Tujuannya
untuk menyiapkan klien dengan berbagai keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Menurut Sumarsono A. Karim peran pembimbing kemasyarakatan adalah
membantu petugas untuk lebih memahami orang-orang yang ditahan serta sistem sosial
dimana orang ini yang menjadi salah satu unsurnya dan juga bisa membantu petugas agar
mengembangkan sikap rehabilitatif bukan hanya dalam rangka memberikan hukuman
saja. Peran pembimbing kemasyarakataan juga berperan mewakili pengadilan dalam
rangka proses rehabilitasu atau jenis ketetapan lain yang mengharuskan pembimbing
kemasyarakatan untuk berperan dalan pembinaan dengan memanfaatkan litmas sebagai
sarana pembina di Lapas dan Bapas (Karim, 2011, h. 23).
Menurut Tejo Harwanto peran pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. Membantu memperkuat motivasi proses penciptaan relasi tatap muka yang dilakukan,
yang penuh pemahaman serta penerimaan dapat menjadi suatu faktor motivasi yang
sangat berarti bagi narapidana dalam menelaah kembali berbagai sikap dan tingkah
laku selama ini.
b. Memberikan informasi tertuduh/terpidana membutuhkan bantuan untuk dapat
memahami situasi yang dihadapi dan kondisi yang terjadi pada dirinya terkait dengan
kehidupan dan peran sosial mereka. Selain mereka juga kurang memahami masyarakat
mereka sendiri. Pembimbing Kemasyarakatan dapat memberikan bantuan untuk tujuan
pengembangan pemahaman terhadap peran sosial mereka.
c. Memberikan bantuan guna pengambilan keputusan Pembimbing Kemasyarakatan
memandu tertuduh untuk mempertimbangkan secara rasional masalah mereka serta
berbagai alternatif yang masih terbuka sebagai solusi dari situasi yang terjadi.
d. Memberikan bantuan guna pemahaman situasi Pembimbing Kemasyarakatan tidak
hanya membantu tertuduh/terpidana agar memikirkan masalah atau situasinya . Lalu
klien dapat dibimbing untuk memperbaiki diri sendiri maupun tingkah lakunya dengan
fakta-fakta yang ada, yang bertujuan agar klien dapat merubah pola kehidupannya.
e. Memberikan bantuan guna reorganisasi pola-pola tingkah laku bantuan ini terutama
diberikan pada klien yang mengalami masalah kepribadian yang cukup berat, yang
membutuhkan waktu yang cukup lama, untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Peran pembimbing kemasyarakatan dalam proses pemasyarakatan ialah pada tahap
re-integrasi, maksudnya mengembalikan klien kepada keadaan semula. Dimana narapidan
diintegrasikan ke dalam masyarakat untuk mengembalikan hubungannya dengan
masyarakat termasuk korban kejahatan. Ada beberapa ahli berpendapat terkait dengan
peran yang dapat dilakukan oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Beberapa di
antaranya seperti:
a. Memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial kepada terpidana/anak didik dan
masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam rangka persiapan terpidana
tersebut untuk kembali ke kehidupan normal dalam masyarakat.
b. Menyempurnakan adminitrasi sistem pemasyarakatan melalui terciptanya jaluk
komunikasi diantara berbagai bidang dalam struktur lembaga. Melalui keterampilan
dan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan informasi atau gagasan positif
dalam hubungan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.
c. Mengadakan penelitian terhadap berbagai macam unsur dalam sistem pemasyarakatan
dengan tujuan perubahan dalam rangka penyempurnaan sistem tersebut (Tejo
Harwanto, 2014 h.19).
3. Bimbingan
Secara epistemologi bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris,
yakni guidance. Secara harfiah istilah guidance dari akar kata guide berarti:
a. Mengarahkan (to direct),
b. Memandu (to pilot),
c. Mengelola (to manage),
d. Menyetir (to steer).
Yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu”
sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu
bantuan atau tuntutan. Sedangkan pengertian bimbingan menurut terminologi diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Menurut Dewa Ketut Sukardi
Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada seseorang agar mampu
memperkembangkan potensi (bakat, minat, dan kemampuan) yang dimiliki, mengenai
dirinya sendiri mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka dapat menentukan sendiri
jalan kehidupannya secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain.
b. Menurut I Jumhur dan Moh. Surya
Bimbingan adalah suatu proses pmberian bantuan yang terus-menerus dan
sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah hidupnya, agar tercapai
kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya ,
kemampuan untuk mengarahkan dirinya, dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya,
sesuai dengan dirinya atau kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik keluarga, maupun masyarakat dan bantuan itu diberikan oleh orang-
orang yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidangnya (Jumhur &
Surya, 1981, h.28).
c. Menurut Dr. Rachman Natawidjaja
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya,
sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai
dengan tuntunan dan keadaan lingkungan keluarga, masyarakat, serta kehidupan
umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan
membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial”
(Hallen, 2013, h.5).
d. Menurut Bimo Walgito
Bimbangan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau
sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan
hidupnya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya (Walgito, 1993, h.4).
e. Menurut Elfi Muawanah
Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan yang ditujukan kepada
individu atau klien atau sekelompok klien agar yang bersangkutan dapat mengenali
dirinya sendiri baik kemampuan. Kemampuan yang ia miliki serta kelemahan-kelemahan
agar selanjutnya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab dalam
menentukan jalan hidupnya, mampu memecahkan sendiri kesulitan yang dihadapi serta
dapat memahami lingkungan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
secara tepat dan akhirnya dapat memperoleh kebahagiaan hidup (Mu’awanah, 2004, h.4).
f. Menurut J. Jones
Bimbingan adalah pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam
menentukan pilihan penyesuaian dan pemecahan masalah (Jones, 2000, h.64).
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat peniliti menarik kesimpulan bahwa
bimbingan merupakan pertolongan, namun tidak semua pertolongan merupakan
bimbingan. Misalnya orang yang memberikan pertolongan kepada anak untuk
dibangkitkan, hal ini bukanlah merupakan bimbingan, sebab bimbingan masih
memerlukan sifat-sifat yang lain, misalnya: seorang siswa yang memberikan bantuan
jawaban kepada kawanya pada waktu ujian, hal ini juga bukanlah merupakan bimbingan.
Proses Bimbingan dan Konseling dapat berhasil apabila mempunyai tujuan yang
jelas yang akan dicapainya. Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu
individu agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangannya yang meliputi aspek
pribadi-sosial (Yusuf, 2005, h.15).
Tujuan bimbingan dan konseling dapat di kelompokkan menjadi tiga, yaitu: tujuan
umum, tujuan khusus, dan tujuan akhir.
a. Tujuan bimbingan dan konseling secara umum:
Secara umum bimbingan dan konseling mempunyai tujuan yang sama dengan
tujuan pendidikan, yaitu tercapainya perkembangan kepribadian yang optimal dan
harmonis di antara unsur-unsurnya yang meliputi fisik,mental, emosional, social, dan
moral, bahkan spiritual (religious). Apabila kebribadian telah berkembang
secaraoptimal dan harmonis maka peserta didik dapat dikatakan telah dewasa. Tujuan
pendidikan adalah kedewasaan, sedangkan tujuan bimbingan adalah kemandirian.
Dalam ilmu pendidikan orang dewasa adalah orang yang mampu mandiri. Orang yang
sudah mandiri adalah orang yang sudah mampu bertanggung jawab.
b. Tujuan bimbingan dan konseling secara khusus
Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa dalam:
1) Memahami dirinya, baik kekuatannya maupun kelemahannya.
2) Menentukan pilihan-pilihan yang tepat sebab kesalahan dalam menentukan pilihan
dapat menimbulkan masalah baru yang mungkin lebih buruk.
3) Bimbingan dan konseling juga bertujan membantu klien dalam mencari jalan
keluar atau mengatasi masalah-masalah yang dihadapi klien dalam kehidupannya,
terutama kehidupan sekolah, baik yang menyangkut masalah perekonomian,
masalah social, maupun masalah pribadi.
4) Hal yang penting diperlukan dalam kehidupan adalah penyesuaian diri. Bimbingan
dan konseling berusaha memberikann pelayanan kepada klien agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan alam, lingkungan sosial
maupun lingkungan diri sendiri.
c. Tujuan akhir bimbingan dan konseling
Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah agar klien yang dibimbing dirinya
sendiri (self-guidance). Individu dipandang telah mampu membimbing dirinya sendiri
apabila:
1) Telah mampu memahami diri (self understanding) baik memahami kekuatan-
kekuatannya ataupun kelemahan-kelemahannya.
2) Menerima dirinya (self acceptance) dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
3) Dapat mengarahkan diri (self direction) kepada tujuan mulia yang bermanfaat bagi
kehidupannya.
4) Mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya (self actualization, self realization)
dengan cara-cara yang terpuji tanpa ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Apabila seseorang sudah berada pada keadaan demikian maka itulah yang
dikatakan self-reliance, yaitu orang yang sudah mamu berdiri diatas kaki sendiri, orang
yang mampu bertanggung jawab, orang yang sudah mandiri (independence).
Kemandirian memungkinkan tercapainya kesejahteraan (walfare). Inilah tujuan akhir
bimbingan dan konseling (Paimun, 2008, h.19-21).
Dapat disimpulkan bahwa tujuan Bimbingan dan Konseling adalah untuk
membantu klien agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam proses belajar
mengajar, juga untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungannya. Bimbingan sebagai
bagian dari keseluruhan program di Balai Pemasyarakatan mempunyai tuntutan sejalan
dengan Sistem Pemasyarakatan. Secara umum bimbingan bertujuan untuk membantu
individu dalam mencapai tujuan yaitu:
a. Kebahagiaan hidup pribadi
b. Kehidupan yang efektif dan produktif
c. Kesanggupan hidup bersama orang lain
d. Keserasian antara cita-cita siswa dengan kemampuan yang dimiliki (Gunasarna, 1988,
h.14).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan bimbingan adalah untuk
mengembangkan potensi pada individu klien seoptimal mungkin, sesuai dengan
kemampuan agar bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Selanjutnya peneliti menguraikan prinsip-prinsip bimbingan, yang dimaksud
dengan prinsip-prinsip di sini ialah hal-hal yang didapat dijadikan pegangan di dalam
proses bimbingan dan penyluhan. Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang
sebagai pondasi atau landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari
konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan
bantuan atau bimbingan, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Prayitno dan Erman Anti (1994, h. 220) menjelaskan bahwa Rumusan prinsip-
prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan,
masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan
penyelenggaraan pelayanan”.
Menurut Elfi Mu’awanah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat
melaksanakan pelayanan bimbingan dengan sebaik-baiknya, yaitu prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Hendaknya dalam memberikan layanan bimbingan individu (klien) dianggap sebagai
individu yang berkemampuan, termasuk kemampuan untuk memecahkan masalahnya.
b. Klien adalah individu yang berharga, sehingga tetap dihormati, mereka (klien) tidak
boleh diremehkan, direndahkan martabatnya, baik oleh sikap perbuatan, maupun kata-
kata konselor. Konselor hendaknya menunjukkan sikap hormat kepada klien,
menunjukkan perhatian agar klien tumbuh rasa percata terhadap konselor. Perasaan
pada proses bimbingan sangat diperlukan sekali. Dengan rasa percaya terhadap
mengemukakan masalahnya yang sedang dihadapi tidak menaruh perasaan ragu-ragu,
curiga, takut, dan sebagainya.
c. Klien sebagai individu yang merupakan kebulatan. Tingkah lakunya diwarnai oleh
keadaan fisik, psikis serta sosial dan latar belakang lainnya, demikian pula kelainan
tingkah lakunya, sehingga dapat memberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya.
d. Klien adalah makhluk unik, artinya klien satu dengan yang lain terdapat perbedaan-
perbedaan. Sehingga dengan demikian perlu sekali dipahami sifat-sifat masing-masing
klien.
e. Keberhasilan layanan bimbingan di Balai Pemasyarakatan amat diperlukan oleh
kesediaan serta kesadaran klien itu sendiri. Tanpa ada kesadaran tersebut layanan
bimbingan tidak akan berjalan. Oleh karena itu usaha-usaha paling awal dilakukan
oleh seorang pembimbing di Balai Pemasyarakatan adalah menanamkan kesadaran
akan pentingnya bimbingan bagi dirinya baru setelah itu diberi layanan bimbingan
(Mu’awanah, 2017, h.6-7).
Dengan memahami prinsip di atas, seorang pembimbing dapat membina sikap
positif dalam memberikan layanan kepada klien. Karena dengan keberhasilan layanan
yang diberikan seorang pembimbing, maka akan terbentuk karakter rasa percaya diri
klien terhadap mengemukakan masalahnya yang sedang dihadapi tidak menaruh perasaan
ragu-ragu, curiga, takut, dan sebagainya.
Selanjutnya peneliti menguraikan fungsi dari bimbingan klien. Sesuai dengan
uraian sebelumnya bahwa bimbingan bertujuan agar peserta didik dapat menemukan
dirinya, mengenal dirinya dan mampu merencanakan masa depannya. Dalam hubungan
ini bimbingan berfungsi sebagai pemberi layanan kepada klien agar masing-masing klien
dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh
karena itu pelayanan bimbingan mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi
melalui kegiatan bimbingan.
Bimbingan merupakan fungsi integral dalam proses pemulihan hubungan hidup,
kehidupan dan penghidupan. Fungsi bimbingan Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya
Proses Bimbingan dan Penyuluhan di balai pemasyarakatan adalah:
a. Fungsi Preventif (Pencegahan)
Fungsi pencegahan disini merupakan fungsi pencegahan terhadap timbulnya
masalah dalam fungsi bagi para klien agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat
menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi sebagai pencegahan berupa
program orientasi, program bimbingan kemandirian serta kepribadian dan sebagainya.
b. Fungsi Penyaluran
Agar para klien yang dibimbing dapat berkembang secara optimal, siswa perlu
dibantu mendapatkan kesempatan penyaluran pribadinya. Dalam fungsi penyaluran ini
layanan yang dapat diberikan, misalnya memperoleh jurusan atau program yang tepat.
c. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian dalam pelayanan bimbingan adalah membantu tercapainya
penyesuaian antara pribadi klien dan masyarakat.

d. Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan, penyaluran, dan penyesuaian telah dilakukan,
namun mungkin saja klien masih menghadapi masalah tertentu. Disinilah fungsi
perbaikan berperan. Bantuan bimbingan berusaha menghadapi masalah yang dihadapi
klien.
e. Fungsi Pengembangan
Fungsi ini bahwa layanan bimbingan dapat membantu para klien dalam
mengembangkan pribadinya secara terarah dan mantap. Dalam fungsi developmental
ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian
klien dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal (Dewa Ketut Sukardi,
1995 h.8-9).
Secara keseluruhan, jika semua fungsi-fungsi itu telah terlaksana dengan baik,
dapatlah bahwa klien akan mampu berkembang secara optimal pula. Keterpaduan semua
fungsi tersebut akan sangat membantu perkembangan klien.

5. Jelaskan sumber daya mental dan fisik yang diperlukan untuk memecahkan maslah (individu,
pegawai, sarana, fasilitas, aturan dll)
Guna menjawab pertanyaan ini maka penulis pada tahap pertamanya harus memahami terlebih
dahulu aturan dan ketentuan yang terkait maslah yang penulis angkat kemudian penulis harus
harus memahami kondisi objektif yang dihadapi oleh PK BAPAS Klas II Keidri.

Dengan demikian sumber daya mental dan fisik yang diperlukan untuk memcahkan masalah
dalam peran pembimbing kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak
pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri.

1. Tersedianya data penunjang pelaksanaan peran pembimbing kemasyarakatan dalam


bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II
Kediri. Sebagai pemetaan akan dilaksananya suatu rencana kerja. Mengukur potensi dan
pemasyalahan suatu UPT.

2. Tersedianya jumlah pembimbing kemasyarakatan dalam bimbingan klien pemasyarakatan


kasus tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri. Sebagai syarat mutlak
adanya PK yang khusus menangani.

3. Tersedianya pembimbing kemasyarakatan yang berkompeten dalam bimbingan klien


pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri. Sebagai
syarat efektifitas pelaksanaan bimbingan.

4. Tersedianya program bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai
Pemasyarakatan Klas II Kediri. Program ini berbeda dengan bimbingan klien dengan tindak
pidana umum atau khusus lainnya.

5. Tersedianya anggaran bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana korupsi di Balai
Pemasyarakatan Klas II Kediri. Sebab tanpa adanya anggaran maka program tidak akan
terlaksana.

6. Tersedianya sarana dan prasarana bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana
korupsi di Balai Pemasyarakatan Klas II Kediri. Sebagai penunjang pelaksanaan program seperti
contoh kasus tindak pidana korupsi yang disebabkan oleh psikis pelaku yang ternyata kecanduan
akan uang sehingga membutuhkan ruangan khsus untuk kilen untuk bimbingan konseling.

6. Jelaskan bagaimana cara memantau tingkat kemajuan dengan jelas dan terukur

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka cara atau metode memantau
tingkat kemajuan dengan jelas dan terukur ialah:
1. Tingkat absensi PK terhadap pelaksanaan bimbingan klien kasus tindak pidana korupsi
2. Tingkat Absensi Klien terhadap pelaksanaan bimbingan klien kasus tindak pidana korupsi
3. perubahan sikap dan prilaku klien menjadi lebih baik setelah melaksanakan bimbingan
4. laporan pelaksanaan program bimbingan khusus untuk klien kasus tindak pidana korupsi
5. tingkat kepercayaan masyarakat terhadap klien setelah kembali kepada masyarakat

7. bagaimana cara mengevaluasi/menilai bahwa solusi masalah telah tepat (akurat), bagaimana
membuktikannya?

Dalam menjawab pertanyaan ini maka harus diketahhui terlebih dahulu bentuk pelaksanaan
pembimbingan seperti:

1. Mengunjungi rumah klien kasus tindak pidana korupsi (Home Visit)


2. Wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan
3. Program pembimbingan kepribadian
4. Program pembimbingan kemandirian

Apakah bentuk-bentuk tersebut terlaksana?

Selanjutnya mengetahui peran PK dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus tindak pidana
korupsi di BAPAS KLAS II Kediri

Kemudian factor apa saja yang menjadi kendala PK dalam bimbingan klien pemasyarakatan
kasus tindak pidana korupsi di BAPAS KLAS II Kediri

Kemudian upaya apa saja yang dilakukan PK dalam bimbingan klien pemasyarakatan kasus
tindak pidana korupsi di BAPAS KLAS II Kediri

Secara prosedur bisa melalui laporan masyarakat, pengawasan PK yang kemudian dibahas
melalui siding TPP.
Hal ini harus berdasarkan laporan yang objektif dan realabel sehingga harapanya evaluasi
tersebut dapat mengukur efektivitas PK dalam melaksanakan pembimbingan klien kasus tindak
pidana korupsi BAPAS KALS II Kediri

Anda mungkin juga menyukai