Anda di halaman 1dari 16

Diskusi.

8
Jatuh tempo: Minggu, 4 Desember 2022, 23:59
Mode tampilan

Diskusi.8

Jumat, 16 September 2022, 02:13


Jumlah balasan: 26

Analisis Terhadap peran masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi dan


analisis terhadap Pencegahan dan Pemberantasan TPPU

Dalam upaya pemberantasan korupsi masyarakat diberikan peran. Kemudian dalam


UU Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah beberapa kali mengalami perubahan
dan terakhir diganti dengan UU No. 8 Tahun 2010, UU ini terkait dengan tindak
pidana korupsi. Penegakan hukum terhadap TPPU masih terdapat kendala, baik dalam
hal hukum substantif (hukum materil) maupun dalam hal hukum acaranya (hukum
formil) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Salah satu
di antara kendala dimaksud adalah berakitan dengan pembuktian terhadap tindak
pidana awal (predicate offence).

Sehubungan dengan itu:

1. Berikan analisis mengenai latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam


upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

2. Apakah dengan memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan


kelemahan fungsi pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

3. Apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk peran serta dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia selain yang sudah
dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan dan bagaimana keberhasilannya
berikan dasar hukum dan contohnya.

4. Sebutkan pasal-pasal dalam UU TPPU yang dianggap tidak sesuai dengan


perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan berikan perdapat untuk mengatasi
permasalahan kontradiksi tersebut. 

 
Dalam upaya pemberantasan korupsi masyarakat diberikan peran. Kemudian dalam UU
Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir
diganti dengan UU No. 8 Tahun 2010, UU ini terkait dengan tindak pidana korupsi.
Penegakan hukum terhadap TPPU masih terdapat kendala, baik dalam hal hukum substantif
(hukum materil) maupun dalam hal hukum acaranya (hukum formil) sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Salah satu di antara kendala dimaksud adalah
berakitan dengan pembuktian terhadap tindak pidana awal (predicate offence). Sehubungan
dengan itu:
Berikan analisis mengenai latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia!
Latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi yaitu
karena masyarakat berdaya atau berperan dapat mengontrol. Apabila proses penegakan hukum
lemah dan tidak dapat menghadapi korupsi, maka masyarakat dapat tampil ke depan untuk
sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratanya masyarakat harus
diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan yang
demokratis dan transparan.
Apakah dengan memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan
fungsi pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi?
Menurut saya, peran masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang diatur
dalam Pasal 41 dan Pasal 42 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) tidak
menunjukkan kelemahan fungsi pemerintah. Selain itu, upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi dalam pelibatan masyarakat juga diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2000 yang merupakan pengaturan mengenai bentuk penghargaan atas peran masyarakan
tersebut. Selain itu, masyarakat sebagai pemberi kontrol media publik agar pemerintah dapat
mengambil kebijakan pemerintah atas dampak korupsi yang terjadi pada kehidupan banyak
masyarakat. Hal ini dapat meningkatkan kemauan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan
dan mengimplementasikannya secara transparan.
Apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk peran serta dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia selain yang sudah
dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan dan bagaimana keberhasilannya
berikan dasar hukum dan contohnya?
Partisipasi masyarakat dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dapat dilakukan melalui
tahap penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan Stranas PK. Tahap
penyusunan dilakukan dengan terlibat dalam penyusunan rencana aksi; tahap pelaksanaan,
dilakukan dengan terlibat dalam pelaksanaan rencana aksi; tahap pemantauan dan evaluasi,
dilakukan dengan terlibat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana aksi; dan tahap
pelaporan, dilakukan dengan memantau target capaian laporan (Andriyansyah, 2021). Selain itu,
adanya perkembangan jaman terkait teknologi informasi, internet sebagai media informasi yang
banyak digunakan juga efektif untuk melaporkan kasus korupsi. Sebagai contoh, masyarakat
dan BNN serta aparat hukum dapat bekerja sama sebagai bentuk dasar hukum dalam rangka
memberantas tindak pidana korupsi.
Sebutkan pasal-pasal dalam UU TPPU yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat dan berikan pendapat untuk mengatasi permasalahan
kontradiksi tersebut!
Berdasarkan Pasal 74 TPPU, “Penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum
acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-
undang ini”. Sedangkan, penjelasannya berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak
pidana asal’ adalah pejabat instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia”. Hal tersebut
menimbulkan pertentangan. Penyidik tindak pidana asal tidak hanya Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), melainkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lainnya sesuai dengan
undang-undang sektoral masing-masing. Sebagai contoh, tindak pidana di bidang kehutanan
yang mana penyidiknya adalah polisi hutan atau tindak pidana di bidang perikanan yang
penyidiknya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Angkatan Laut. Di sisi lain,
penjelasan Pasal 74 membatasi penyidik tindak pidana asal hanya Polri, Kejaksaan, KPK, BNN,
Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Maka, jelas Pasal 74 dengan penjelasannya saling
bertentangan. Regulasi penyidikan yang tidak jelas tidak dibutuhkan masyarakat, hal ini dapat
membuat alur penyidikan tidak efektif dan efisien sehingga perkara korupsi terhambat diungkap
dan diberantas (Mardatillah, 2019).
Referensi:
1. Andriyansyah, M. F. (2021). Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan strategi nasional
pencegahan korupsi (Stranas PK). Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Islam Malang, 4(2), 128-143. DOI: https://doi.org/10.35796/les.v7i5.24724.
2. Hartiwiningsih, H., & Primasari, L. (2017). Hukum Pidana Ekonomi. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
3. Mardatillah, A. (2019, 8 Januari). Ahli: Pasal 74 UU TPPU dan Penjelasannya Saling
Bertentangan. Diakses pada tanggal 4 Desember 2022, dari
https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli--pasal-74-uu-tppu-dan-penjelasannya-saling-
bertentangan-lt5c340b7dc7203.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8
oleh SUNARSIH 041548695 - Senin, 21 November 2022, 12:33
1. Berikan analisis mengenai latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.

Jawaban:
Korupsi sebagai masalah sosial dan sebagai bentuk kriminalitas yang oleh suatu masyarakat
dianggap sebagai perilaku menyimpang (deviance), yang berhadapan dengan reaksi sosial
(Dirjosisworo, 1984: 77). Perilaku menyimpang adalah tanggapan atau reaksi yang normal
terhadap keadaan abnormal, yaitu suatu ketidakwajaran setiap perilaku yang merupakan
penyimpangan terhadap tertib sosial. Nampaknya korupsi merupakan salah satu contoh dari
deviasi perilaku yang senantiasa mendapat reaksi sosial untuk menghentikannya (Dirjosisworo,
1984: 78). Reaksi sosial tersebut salah satunya adalah peran aktif masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi.
Barda Nawawi Arief menyatakan dalam bukunya yang berjudul "Kapita Selekta Hukum Pidana"
bahwa karena masalah korupsi sarat dengan berbagai "social, economic, political, cultural,
moral, and administrative reform" (Arief, 2013: 54). Artinya, upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi tidak akan selesai jika hanya bertumpu pada pembaharuan hukum pidananya saja,
akan tetapi perlu didorong juga oleh semangat pembaharuan dan pembenahan di bidang sosial,
ekonomi, politik, budaya, moral, dan administrasi. Hal demikian hanya dapat dilakukan jika
seluruh komponen bangsa digerakkan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi,
khususnya massyarakat.

Pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 dengan tegas menyatakan bahwa "Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar": Berkenaan dengan hal tersebut,
masyarakat merupakan barisan terdepan yang dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi
untuk mempertahankan kedaulatan negara.
Masyarakat yang berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses penegakan hukum
lemah dan tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat dapat tampil ke
depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratnya masyarakat
harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan
yang demokratis dan transparan. Meskipun aspek pemberdayaan itu sangat penting dalam proses
dan strategi pemberantasan tindak pidana korupsi, namun itu semua harus dilakukan dalam
batas-batas dan koridor hukum yang berlaku (Supartoyo, 2012:1). Sebagaimana termaktub dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi telah diatur dalam Pasal 41
dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU PTPK). Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
masyarakat harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan
tatanan yang demokratis dan transparan. Pemberian ruang kepada masyarakat untuk
berperangerta ini sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam Negara Demokrasi. Prinsip ini
mengharuskan penyelenggara Negara membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
Berkenaan dengan hak masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, hal
tersebut telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberian penghargaan kepada masyarakat yang telah berperan serta dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi dimaksudkan untuk memotivasi seluruh anggota
masyarakat agar berperan aktif dan kritis dalam memerangi tindak pidana korupsi yang sudah
mengakar dalam hampir seluruh lini kehidupan bangsa.

2.Apakah dengan memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan fungsi
pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Jawaban:
memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan fungsi pemerintah dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945
dengan tegas menyatakan bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar": Berkenaan dengan hal tersebut, masyarakat merupakan barisan
terdepan yang dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi untuk mempertahankan
kedaulatan negara.
Masyarakat yang berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses penegakan hukum
lemah dan tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat dapat tampil ke
depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratnya masyarakat
harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan
yang demokratis dan transparan.

3.Apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk peran serta dalam pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia selain yang sudah dinyatakan dalam
peraturan perundang-undangan dan bagaimana keberhasilannya berikan dasar hukum dan
contohnya

Jawaban:
Dalam pemberantasan korupsi, masyarakat memiliki peran sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi, sebagai pencegah, berperan dalam co-government, berperan sebagai pendukung
efektivitas penegakan hukum, sebagai pengguna teknologi, dan sebagai sarana pembaruan
mantan pelaku korupsi.
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan diwujudkan dalam bentuk
antara lain, mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi tentang tindak pidana
korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat serta bertangung jawab terhadap pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Isi mengenai public awareness atau dasar serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan
isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian yang sangat penting dari upaya
memberantas korupsi. Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik
mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus
diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik
cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang berisi ajakan
untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai
media kampanye tentang bahaya korupsi. Di beberapa negara termasuk Indonesia, isu korupsi
dimasukkan sebagai salah satu bagian dari mata pelajaran atau mata kuliah baik di tingkat
sekolah dasar maupun menengah dan perguruan tinggi. Sayangnya subjek ini belum diberikan
secara nasional. Transparency International juga mengeluarkan toolkit mengenai pendidikan anti
korupsi untuk anak di tingkat pendidikan dasar. Mata kuliah yang mahasiswa pelajari saat ini
adalah salah satu cara supaya mahasiswa dapat mengetahui seluk- beluk korupsi dan
meningkatkan kepedulian serta kesadaran akan bahaya korupsi. Di beberapa sekolah didirikan
‘Kantin Kejujuran’ yang bertujuan untuk melatih kejujuran siswa.

4. Sebutkan pasal-pasal dalam UU TPPU yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat dan berikan perdapat untuk mengatasi permasalahan kontradiksi
tersebut.
Jawaban:
ketentuan Pasal 74 UU TPPU dan penjelasannya tidak hanya persoalan kepastian hukum dalam
pengertian ada kontradiksi antara pasal dan penjelasan. Namun lebih dari itu, akan membawa
ketidaktertiban dalam penegakan hukum. Sebab secara teknis yuridis jika terjadi kejahatan di
bidang kehutanan atau perikanan sebagai tindak pidana asal pencucian uang, penyidikannya
dianggap tidak sah jika dilakukan oleh PPNS kedua instansi tersebut karena legalitas mereka
sebagai PPNS tidak diakui oleh penjelasan Pasal 74 UU TPPU.
Pasal 74 TPPU yang berbunyi, “Penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum
acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-
undang ini.” Sedangkan penjelasan pasal tersebut berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘penyidik
tindak pidana asal’ adalah pejabat instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia”.

Pasal 2 UU TPPU menyebutkan hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang dan seterusnya.
Pada kenyataannya, tidak semua kejahatan bermotif ekonomi disebut secara expressive verbis
dalam pasal a quo. Ketentuan pasal a quo yang tidak limitatif terdapat dalam huruf z yang
berbunyi, “Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih”.
Interpretasi historis terhadap angka “4 tahun” semata-mata hanya mengikuti Convention of
Transnational Organized Crime yang menjustifikasi bahwa kejahatan yang diancam dengan
pidana 4 tahun atau lebih sebagai serious crime.

“Artinya, ukuran 4 tahun tersebut lebih pada keseriusan tingkat kejahatan dan bukan pada motif
ekonomi sebagaimana maksud dan tujuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang,”

Reference:
Modul HKUM4310
http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-
Perguruan-Tinggi-2017-bagian-2-.pdf
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=14962&menu=2

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8

oleh RATU HAYATUN NUFUS 041137952 - Senin, 21 November 2022, 20:02


1. masalah sosial dan sebagai bentuk kriminalitas yang oleh suatu masyarakat dianggap sebagai
perilaku menyimpang (deviance), yang berhadapan dengan reaksi sosial (Dirjosisworo, 1984:
77). Perilaku menyimpang adalah tanggapan atau reaksi yang normal terhadap keadaan
abnormal, yaitu suatu ketidakwajaran setiap perilaku yang merupakan penyimpangan terhadap
tertib sosial. Nampaknya korupsi merupakan salah satu contoh dari deviasi perilaku yang
senantiasa mendapat reaksi sosial untuk menghentikannya (Dirjosisworo, 1984: 78). Reaksi
sosial tersebut salah satunya adalah peran aktif masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Barda Nawawi Arief menyatakan dalam bukunya yang berjudul "Kapita Selekta Hukum Pidana"
bahwa karena masalah korupsi sarat dengan berbagai "social, economic, political, cultural,
moral, and administrative reform" (Arief, 2013: 54). Artinya, upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi tidak akan selesai jika hanya bertumpu pada pembaharuan hukum pidananya saja,
akan tetapi perlu didorong juga oleh semangat pembaharuan dan pembenahan di bidang sosial,
ekonomi, politik, budaya, moral, dan administrasi. Hal demikian hanya dapat dilakukan jika
seluruh komponen bangsa digerakkan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi,
khususnya massyarakat.
Pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 dengan tegas menyatakan bahwa "Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar": Berkenaan dengan hal tersebut,
masyarakat merupakan barisan terdepan yang dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi
untuk mempertahankan kedaulatan negara.
Masyarakat yang berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses penegakan hukum
lemah dan tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat dapat tampil ke
depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratnya masyarakat
harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan
yang demokratis dan transparan. Meskipun aspek pemberdayaan itu sangat penting dalam proses
dan strategi pemberantasan tindak pidana korupsi, namun itu semua harus dilakukan dalam
batas-batas dan koridor hukum yang berlaku (Supartoyo, 2012:1). Sebagaimana termaktub dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi telah diatur dalam Pasal 41
dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU PTPK). Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
masyarakat harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan
tatanan yang demokratis dan transparan. Pemberian ruang kepada masyarakat untuk
berperangerta ini sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam Negara Demokrasi. Prinsip ini
mengharuskan penyelenggara Negara membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
Berkenaan dengan hak masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, hal
tersebut telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemberian penghargaan kepada masyarakat yang telah berperan serta dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi dimaksudkan untuk memotivasi seluruh anggota
masyarakat agar berperan aktif dan kritis dalam memerangi tindak pidana korupsi yang sudah
mengakar dalam hampir seluruh lini kehidupan bangsa.
2. memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan fungsi pemerintah
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UUD RI
1945 dengan tegas menyatakan bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar": Berkenaan dengan hal tersebut, masyarakat merupakan barisan
terdepan yang dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi untuk mempertahankan
kedaulatan negara.
Masyarakat yang berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses penegakan hukum
lemah dan tidak dapat menghadapi kejahatan ini (korupsi), maka masyarakat dapat tampil ke
depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratnya masyarakat
harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan tatanan
yang demokratis dan transparan.
3. Isi mengenai public awareness atau dasar serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan
isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian yang sangat penting dari upaya
memberantas korupsi. Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik
mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus
diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik
cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang berisi ajakan
untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai
media kampanye tentang bahaya korupsi. Di beberapa negara termasuk Indonesia, isu korupsi
dimasukkan sebagai salah satu bagian dari mata pelajaran atau mata kuliah baik di tingkat
sekolah dasar maupun menengah dan perguruan tinggi. Sayangnya subjek ini belum diberikan
secara nasional. Transparency International juga mengeluarkan toolkit mengenai pendidikan anti
korupsi untuk anak di tingkat pendidikan dasar. Mata kuliah yang mahasiswa pelajari saat ini
adalah salah satu cara supaya mahasiswa dapat mengetahui seluk- beluk korupsi dan
meningkatkan kepedulian serta kesadaran akan bahaya korupsi. Di beberapa sekolah didirikan
‘Kantin Kejujuran’ yang bertujuan untuk melatih kejujuran siswa.
4. ketentuan Pasal 74 UU TPPU dan penjelasannya tidak hanya persoalan kepastian hukum
dalam pengertian ada kontradiksi antara pasal dan penjelasan. Namun lebih dari itu, akan
membawa ketidaktertiban dalam penegakan hukum. Sebab secara teknis yuridis jika terjadi
kejahatan di bidang kehutanan atau perikanan sebagai tindak pidana asal pencucian uang,
penyidikannya dianggap tidak sah jika dilakukan oleh PPNS kedua instansi tersebut karena
legalitas mereka sebagai PPNS tidak diakui oleh penjelasan Pasal 74 UU TPPU.
Pasal 74 TPPU yang berbunyi, “Penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum
acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-
undang ini.” Sedangkan penjelasan pasal tersebut berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘penyidik
tindak pidana asal’ adalah pejabat instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia”.

Pasal 2 UU TPPU menyebutkan hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang dan seterusnya.
Pada kenyataannya, tidak semua kejahatan bermotif ekonomi disebut secara expressive verbis
dalam pasal a quo. Ketentuan pasal a quo yang tidak limitatif terdapat dalam huruf z yang
berbunyi, “Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih”.
Interpretasi historis terhadap angka “4 tahun” semata-mata hanya mengikuti Convention of
Transnational Organized Crime yang menjustifikasi bahwa kejahatan yang diancam dengan
pidana 4 tahun atau lebih sebagai serious crime.
“Artinya, ukuran 4 tahun tersebut lebih pada keseriusan tingkat kejahatan dan bukan pada motif
ekonomi sebagaimana maksud dan tujuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang,”

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8

oleh MUJAROPAH 042089245 - Senin, 21 November 2022, 20:56


1. Berikan analisis mengenai latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi telah diatur dalam pasal 41
dan pasal 42 UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU PTPK)
Latar belakang diaturnya peran serta masyarakat dalam UU No. 31 tahun 1999 adalah karena
korupsi menyebabkan krisis kepercayaan. Korupsi di berbagai bidang pemerintahan
menyebabkan kepercayaan dan dukungan terhadap pemerintahan menjadi minim, padahal tanpa
dukungan rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tidak akan berhasil. Sebaliknya jika
rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintah serta berperan serta dalam
pemberantasan korupsi maka korupsi bisa ditekan semaksimal mungkin.
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, masyarakat harus diberi
ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisifasi melalui sistem dan tatanan yang demokratis
dan transparan.
pemberian ruang kepada masyarakat untuk berperan serta ini sesuai dengan prinsip keterbukaan
dalam negara demokrasi. prinsip ini mengharuskan penyelenggara negara membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.
2. Apakah dengan memasukkan peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan fungsi
pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 dengan tegas menyatakan kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. berkenaan dengan hal tersebut masyarakat
merupakan barisan terdepan yang dapat berperan aktif dalam pemberantasan korupsi untuk
mempertahankan kedaulatan negara.
masyarakat yang berperan dapat mengontrol bahkan jika proses penegakan hukum lemah dan
tidak dapat menghadapi kejahatan korupsi maka masyarakat dapat tampil kedepan untuk
sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum , dengan syarat masyarakat harus
diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisifasi melalui sistem dan tatanan yang
demokratis dan transparan.

3. Apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk peran serta dalam pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia selain yang sudah dinyatakan dalam
peraturan perundang-undangan dan bagaimana keberhasilannya berikan dasar hukum dan
contohnya.
PP No. 71 Tahun 2000 dibentuk untuk:
mengatur lebih jauh tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat sehingga apa yang diatur di
dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut pada dasarnya memberikan hak kepada
masyarakat untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi
serta menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum (polisi,
jaksa, hakim, advokat, atau kepada KPK).
memberikan semacam penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berperan serta
memberantas tindak pidana korupsi yaitu dengan cara memberikan penghargaan dan semacam
premi.
Beberapa bentuk dukungan masyarakat yang diatur dalam PP No. 71 Tahun 2000 adalah:
Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor.
Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam.
Melakukan pengawasan lingkungan.
Melaporkan adanya gratifikasi.
Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
Berani memberi kesaksian.
Tidak asal lapor atau fitnah.

4. Sebutkan pasal-pasal dalam UU TPPU yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum masyarakat dan berikan perdapat untuk mengatasi permasalahan kontradiksi
tersebut.

ketentuan Pasal 74 UU TPPU dan penjelasannya tidak hanya persoalan kepastian hukum dalam
pengertian ada kontradiksi antara pasal dan penjelasan. Namun lebih dari itu, akan membawa
ketidaktertiban dalam penegakan hukum. Sebab secara teknis yuridis jika terjadi kejahatan di
bidang kehutanan atau perikanan sebagai tindak pidana asal pencucian uang, penyidikannya
dianggap tidak sah jika dilakukan oleh PPNS kedua instansi tersebut karena legalitas mereka
sebagai PPNS tidak diakui oleh penjelasan Pasal 74 UU TPPU.
Pasal 74 TPPU yang berbunyi, “Penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum
acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-
undang ini.” Sedangkan penjelasan pasal tersebut berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘penyidik
tindak pidana asal’ adalah pejabat instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia”.

Pasal 2 UU TPPU menyebutkan hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang dan seterusnya.
Pada kenyataannya, tidak semua kejahatan bermotif ekonomi disebut secara expressive verbis
dalam pasal a quo. Ketentuan pasal a quo yang tidak limitatif terdapat dalam huruf z yang
berbunyi, “Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih”.
Interpretasi historis terhadap angka “4 tahun” semata-mata hanya mengikuti Convention of
Transnational Organized Crime yang menjustifikasi bahwa kejahatan yang diancam dengan
pidana 4 tahun atau lebih sebagai serious crime.
“Artinya, ukuran 4 tahun tersebut lebih pada keseriusan tingkat kejahatan dan bukan pada motif
ekonomi sebagaimana maksud dan tujuan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang,”

Sumber : BMP HKUM4310 Tindak Pidana Korupsi


https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli-pasal-74-uu-tppu-dan-penjelasannya-saling-
bertentangan-lt5c340b7dc7203?page=all

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8

oleh R MISBAKHUL MUNIR 042503402 - Selasa, 22 November 2022, 11:27


1. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi mempunyai posisi yang strategis,
walauupun hal tersebut merupakan tugas utama penegak hukum. Peran serta masyarakat tersebut
dimaksudkan untuk dapat mewujudkan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam
penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi. Selanjutnya, diharapkan dengan
peran serta tersebut masyarakat akan lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap
tindak pidana korupsi. Salah satu dasar hukum peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi
ialah adaya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian maka, adanya berakitan dengan
pembuktian terhadap tindak pidana awal (predicate offence), akan dapat dibantu dengan adanya
informasi dari masyarakat yang bertanggung jawab.
2. Memberikan peran kepada masyarakat untuk turut serta dalam pemberantasan korupsi tentu
tidak menjadikan kelemahan fungsi pemerintah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Hal tersebut tentu didasari pada sebuah pemikiran bahwa korupsi merupakan kejahatan
luar biasa, yang tentu juga membutuhkan penyelesaian yang luar biasa juga. Dampak korupsi
tentu sangat berdampak luas bagi seluruh aspek kehidupun masyarakat. Oleh sebab itu butuh
kerjasama dari pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat untuk untuk turut serta dala
pemberantasan korupsi
3. Berdasarkan materi Inisiasi 8 Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan bahwa bentuk dukungan
masyarakat yang diatur dalam PP No. 71 Tahun 2000 adalah; Mengasingkan dan menolak
keberadaan koruptor, Memboikot dan memasukkan nama koruptor dalam daftar hitam,
Melakukan pengawasan lingkungan, Melaporkan adanya gratifikasi, Melaporkan adanya
penyelewengan penyelenggaraan negara, dan Berani memberi kesaksian, serta Tidak asal lapor
atau fitnah.
4. Dalam Pasal 78 UU TPPU disebutkan bahwa:
(1) Dalam pemeriksaan di siding pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim
memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara
bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Terdakwa membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal
atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara
mengajukan alat bukti yang cukup.
Kedua Pasal tersebut tidak mengatur mengenai prosedur beracaranya atau setidak-tidankya
mengatur konsekuensi dari pembuktian terbalik tersebut. Oleh sebab itu, Seharusnya hal itu
diatur secara tegas, bagaimana apabila seorang terdakwa dapat membuktikan bahwa harta
kekayaan yang dimilikinya bukan berasal dari hasil kejahatan.
Sumber Tulisan
Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Materi Inisiasi 8 Tindak Pidana Korupsi

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8

oleh SUSANDRI SUSANDRI - Selasa, 22 November 2022, 12:53


Selamat siang,

Izin menanggapi,

1. Menurut saya, latar belakang dimasukkannya peran masyarakat dalam upaya pemberantasan
korupsi yaitu karena masyarakat berdaya atau berperan dapat mengontrol, bahkan jika proses
penegakan hukum lemah dan tidak dapat menghadapi korupsi, maka masyarakat dapat tampil ke
depan untuk sementara mengambil alih tugas-tugas aparat penegak hukum, syaratanya
masyarakat harus diberi ruang dan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi melalui sistem dan
tatanan yang demokratis dan transparan. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi telah diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK). Kemudian, mengenai hak dan
tanggungjawab, serta penghargaan terhadap peran masyarakat dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk kekurangan pengaturan peran serta masyarakat
ini,yaitu masyarakat tidak boleh mengungkap kepada publik bahwa seseorang dicurigai telah
melakukan perbuatan korupsi. Pengungkapan kepada publik sebelum dilakukan penuntutan oleh
jaksa melanggar hak asasi manusia.

2. Menurut saya, memang salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan
hak akses informasi kepada masyarakat. Harus ada sistem agar publik (termasuk media) berhak
meminta semua informasi mengenai kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan
banyak orang. Hal ini dapat meningkatkan kemauan pemerintah untuk mengembangkan
kebijakan dan mengimplementasikannya secara transparan. Pemerintah berkewajiban
mensosialisasikan atau mensosialisasikan berbagai kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan.
Degan begitu, peran masyarakat justru tidak memperlihatkan kelemahan fungsi pemerintah
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

3. Menurut saya, dengan cara membantu pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan
kasus korupsi. Mekanisme harus dikembangkan agar masyarakat dapat dengan mudah dan
bertanggung jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanismenya harus
disederhanakan atau disederhanakan, misalnya melalui telepon, surat atau teleks. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, internet menjadi mekanisme yang mudah dan murah untuk
melaporkan kasus korupsi. Untuk keberhasilannya, masyarakat dan BNN serta aparat hukum
dapat bekerja sama sebagai bentuk dasar hukum dalam rangka memberantas tindak pidana
korupsi.

4. Pengaturan UU TPPU juga memiliki masalah sendiri, misalnya dalam Pasal 69 UU TPPU
yang menegaskan bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu
tindak pidana asalnya. Kata-kata tidak wajib inilah yang sering menjadi permasalahan ketika
memproses penindakan kejahatan pencucian uang. Sebab Pasal 69 ini terkesan tidak sejalan
dengan asas yang dianut dalam UU TPPU, yakni kejahatan pencucian uang ini merupakan
kejahatan yang berasas kriminalitas ganda. Penegasan TPPU sebagai bentuk kejahatan yang
berdimensi kriminalitas ganda sesungguhnya dapat dilihat dalam beberapa rumusan pasal di UU
TPPU. Pasal 3 – 5 UU TPPU menjelaskan bahwa tindak pidana ini memiliki karakteristik khusus
yang merupakan follow up crime atau supplementary crime , yaitu kejahatan yang menjadi
kelanjutan dari adanya suatu tindak pidana asal (predicate crime)/ unlawful activity yang telah
dilakukan terlebih dahulu untuk memperoleh harta kekayaan. Artinya, kejahatan pencucian uang
(follow up crime / supplementary crime) sangatlah bergantung pada terjadinya tindak pidana
asal, meskipun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kejahatan-kejahatan ini
merupakan kejahatan yang berdiri sendiri (as seperate crime)
Sumber referensi;

1. BMP HKUM4310
2. Materi PPT HKUM4310 Sesi ke 8
3. https://www.pn-palopo.go.id/index.php/publikasi/lelang/241-pengumuman-pelelangan-rehab-
gedung-kesekretariatan

Terima kasih.

Sebagai balasan Kiriman pertama

Re: Diskusi.8

oleh SRI RAHAYU RAMADANI NURDIN 041344515 - Selasa, 22 November 2022, 19:39
1. Dalam konteks negara demokrasi, kita mengetahui bahwa kekuasaan pemerintah itu diberikan
oleh rakyat kepada seseorang lewat pemilihan umum. Oleh sebab itu, baik atau buruknya
pemerintah yang berkuasa sangat bergantung pada masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam hal
eksistensi korupsi di Indonesia juga ditentukan oleh masyarakat yang memilih pejabat-pejabat
negara. Akan menjadi sangat aneh dan tidak konsisten apabila masyarakat menginginkan
punahnya korupsi, namun tidak ikut serta dalam pemilihan umum. Sehingga pada akhirnya,
pemimpin yang lahir tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga memperbolehkan mantan terpidana
kasus korupsi untuk kembali menyalonkan diri sebagai pejabat negara. Hal ini menandakan
bahwa ada tidaknya peluang korupsi oleh pejabat negara sangat ditentukan oleh masyarakat.
Tanpa mengesampingkan peluang betobatnya koruptor, masyarakat perlu mempertimbangkan
dengan serius mengenai terpilihnya kembali mantan koruptor menjadi pejabat negara. Hal ini
mengingat kepercayaan yang diberikan masyarakat justru dihancurkan dan tanpa ada rasa malu
justru meminta kembali kepercayaan tersebut.
Strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong masyarakat untuk
berperan serta memerangi korupsi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masing-masing.
Masyarakat perlu proaktif menanamkan nilai-nilai kejujuran serta kebencian terhadap korupsi
melalui pesan-pesan moral serta pendidikan etika mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke
perguruan tinggi sedini mungkin sehingga budaya korupsi yang tumbuh dan berkembang
menjadi sebuah budaya yang buruk di mayarakat diharapkan dapat berkurang dan melahirkan
generasi penerus bangsa dengan integritas yang tinggi dan jiwa anti korupsi. Secara lebih konkret
dapat dilakukan dengan pertama-tama mengenalkan dan memberikan pengertian untuk tidak
melakukan perilaku koruptif dalam keseharian, yaitu dengan misalnya datang dan pulang sekolah
tepat waktu, tidak menyontek, serta disiplin. Upaya untuk memberikan penyadaran terhadap
masalah korupsi harus melibatkan peran serta masyarakat. Sesuai dengan amanah Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Di mana pada pasal 41 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan
serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dasar hukum bagi
masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebenarnya sudah diatur di dalam pasal 108 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP), yaitu:
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang
merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyidik
dan atau penyidik, baik lisan maupun tertulis;
(2) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang
terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada
penyelidik atau penyidik.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tambah
semakin jelas lagi berdasarkan ketentuan Undang- undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 41 ayat 2
disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat
diwujudkan dalam bentuk:
(a) Hak untuk mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
Tindak Pidana Korupsi;
(b) Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi Tindak Pidana Korupsi kepada penegak hukum yang menangani
perkara Tindak Pidana Korupsi;
(c) Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum
yang menangani perkara Tindak Pidana Korupsi;
(d) Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada
penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;
(e) Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal: Melaksanakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a,b, dan c; dan diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan
di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. menurut saya tidak, karena sebenarnya masyarakat menambah kekuatan fungsi pemerintahan
karena masyarakatlah yang lebih merasakannya secara langsung dari dampak korupsi apalagi di
wilayah pemerintah.

3. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
diwujudkan dalam bentuk antara lain; mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi
tentang tindak pidana korupsi, dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara
bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. sesuai dengan
prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tindakan diskriminasi, mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak
dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi.

4. Pasal 74 TPPU yang berbunyi, “Penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum
acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-
undang ini.”
Sedangkan penjelasan pasal tersebut berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘penyidik tindak pidana
asal’ adalah pejabat instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan
penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia”.
Untuk itu, ia menjelaskan ,Pasal 74 UU TPPU dan penjelasannya tidak hanya persoalan
kepastian hukum dalam pengertian ada kontradiksi antara pasal dan penjelasan. Namun lebih
dari itu, akan membawa ketidak tertiban dalam penegakan hukum. secara teknis yuridis jika
terjadi kejahatan di bidang kehutanan atau perikanan sebagai tindak pidana asal pencucian uang,
penyidikannya dianggap tidak sah jika dilakukan oleh PPNS kedua instansi tersebut karena
legalitas mereka sebagai PPNS tidak diakui oleh penjelasan Pasal 74 UU TPPU.
Sebagaimana diketahui, Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia (LAPI), Yayasan Auriga
Nusantara, Charles Simabura, Oce Madril dan Abdul Ficar Hadjar selaku Pemohon menguji
Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU. Satu pasal dan satu penjelasan dari
UU TPPU, menurut Pemohon, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan
beberapa alasan. Pertama, pertentangan itu timbul karena dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan
kesatuan ekonomi nasional.

sumber:
file:///C:/Users/62853/Downloads/23356-64925-1-SM.pdf
file:///C:/Users/62853/Downloads/354-Article%20Text-823-2-10-20210212.pdf
https://m.indonesiareports.com/read/2920/Ini-loh-Peran-Serta-Masyarakat-Memberantas-Korupsi
https://www.hukumonline.com/berita/a/ahli--pasal-74-uu-tppu-dan-penjelasannya-saling-
bertentangan-lt5c340b7dc7203
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=14962&menu=2

Anda mungkin juga menyukai