Penulis Resume :
Mikeu Asriningpuri
Eka Yanuarti
A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Negara atau bahkan setiap orang tidak berhak mencabut hak yang melekat pada
manusia tersebut.
BAB II
KONSEP DASAR HAK ASASI MANUSIA
Istilah HAM Pada mulanya dikenal dengan sebutan natural rights (hak-hak
alam) yaitu segala sesuatu berasal dari alam termasuk HAM. Menurut teori hak
kodrati (natural rights theory), hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki
manusia semata–mata karena ia manusia. Hak ini tidak dapat dicabut (inalienable).
Artinya hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
1. Universal
Hak asasi manusia bersifat universal karena hak asasi manusia itu melekat
pada diri manusia tanpa kecuali.
hak asasi manusia tidak dapat dibagi atau dialihkan kepada siapapun.
Sehingga tidak seorang manusiapun dapat mengambil dan mengalihkan hak asasi
seseorang kepada orang lain karena setiap orang memiliki hak yang sama.
4. Prinsip Akuntabilitas
5. Prinsip transparansi
7. Kesetaraan
Hal yang sangat fundamental adalah ide yang meletakkan semua orang
terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia.
1. Kesamaan
2 Kebebasan
Inti kebabasan adalah setiap orang atau kelompok berhak mengurus dirinya
sendiri lepas dari dominasi pihak lain.
3 Kebersamaan
D. Ruang Lingkup
Secara teoritis hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri
manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang
harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat hak asasi manusia
sendiri adalah sebagai upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh
melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
umum.
Generasi pertama hak asasi manusia adalah Hak sipil dan politik. Inti dari
penegakan hak-hak sipil dan politik adalah untuk melindungi individu dari
penyalahgunaan kekuasaan dari penguasa. Generasi pertama ini lebih
menempatkan hak asasi manusia dalam terminologi negatif (freedoms from)
daripada sesuatu yang positif (rights to) sehingga hak sipil dan politik sering kali
disebut sebagai hak negatif. Kepemilikan bagi generasi pertama ini adalah hak-
hak sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 -21 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia. Yang mana termasuk di dalamnya adalah:
Generasi kedua adalah hak ekonomi, sosial, dan budaya yang berasal dari
tradisi sosialis. Generasi ini muncul dari ketidak adilan terhadap penyalahgunaan
perkembangan kapitalis dan konsepnya yang tidak kritis secara esensi mengenai
kebebasan individu yang mentolerir dan bahkan meligitimasi ekploitasi kelas
pekerja.
Ilustrasi dari beberapa hak-hak tersebut dijelaskan dalam pasal 22-27 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia seperti :
Konsep HAM telah ada sejak dahulu, walaupun istilah HAM baru muncul
belakangan. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di beberapa bagian dunia
menjadi tonggak sejarah perkembangan HAM Internasional. Perang Dunia Kedua
merupakan perang terbesar dalam sejarah. Banyak terjadi pelanggaran berat HAM,
sehingga pemikiran HAM berkembang dengan pesat sebagai upaya pencegahan
kembali terjadinya perang yang merupakan malapetaka kemanusiaan terburuk
sepanjang sejarah peradaban manusia
2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-
hak.
4. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang
sah.
b. Mereka bebas dari tuduhan dan hukuman kecuali jika menerima panggilan resmi
dari pengadilan sampai pemeriksaan pengadilan terhadap kasusnya diambil
alih;
c. Bangsawan tidak harus ikut dalam pembiayaan perang dan tidak boleh memaksa
mereka untuk keluar dari perbatasan negaranya. Ketika peperangan terjadi di
luar negara, Raja diharuskan membiayai semua ksatria dan tentara negara;
d. Raja tidak punya hak penuh terhadap negara dan lembaga tinggi kerajaan;
e. Raja tidak diperbolehkan untuk menggarap wilayah kaum Yahudi, tidak ikut serta
dalam perpajakan dan pembuatan uang logam atau dalam hal pertambangan.
Pada tahun 1687, pasal-pasal ini kemudian ditarik kembali karena telah
memberikan kekuasaan yang tidak pantas.
Hingga saat ini kedua dokumen tersebut masih merupakan Hukum di Inggris
dan kadang dipakai sebagai dasar hukum dalam proses hukum disana. Bill of Rights
tahun 1689 juga merupakan sebuah dasar bagi konstitusi Amerika dan Deklarasi
Universal HAM dan Konvensi HAM Eropa.
Sejumlah tema dan konsep yang berulang kali muncul dalam undang-
undang hak asasi manusia berasal dari Revolusi Amerika dan Perancis. Yang paling
penting di antaranya adalah bahwa hak-hak itu secara kodrati inheren, universal dan
tidak dapat dicabut, hak-hak itu dimiliki oleh individu semata-mata karena mereka
adalah manusia dan bukan karena mereka adalah kawula hukum suatu negara.
Kedua, perlindungan terbaik terhadap hak-hak itu terdapat di dalam kerangka yang
demokratis. Ketiga bahwa batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan
atau dicabut oleh undang-undang.
Sebelum Kabinet Reformasi, HAM sudah dikenal sejak masa perjuangan kemerdekaan,
banyak tokoh perintis kemerdekaan memperjuangakan nilai-nilai HAM. Hal tersebut dapat
kita jumpai dalam karya beberapa tokoh seperti surat Ibu Kartini “Habis Gelap Terbitlah
Terang” dan karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus
Salim, Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di
Volksraad atau Pledoi Soekarno yang berjudul “Indonesia Menggugat” dan Hatta
dengan judul “Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan Pengadilan Hindia
Belanda. Tulisan-tulisan tersebut menjadi perdebatan para tokoh bangsa pada saat
sidang BPUPKI, dimana hak-hak warga negara diperjuangkan untuk dapat diatur
dalam konstitusi bangsa Indonesia yaitu UUD 1945.
Yang isinya tidak hanya Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi juga memuat
amanat kepada presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara untuk
memajukan perlindungan hak asasi manusia, termasuk mengamanatkan
untuk meratifikasi instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia.
Dari Undang-undang inilah saat ini kita mengenal 10 hak dasar mansia
yang meliputi : hak hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
hak mengembangakan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas
kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak
untuk turut dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
Indonesia memiliki sejarah perdebatan isu hak asasi manusia yang cukup
panjang sejak dari masa penjajahan hingga saat ini. Pengalaman hidup di masa
penjajahan serta pemerintah yang otoriter menjadi latar belakang perdebatan
panjang bangsa Indonesia untuk mengakui dan memasukkan Hukum Hak Asasi
Manusia Internasional ke dalam hukum nasional yang bertujuan mencegah
pengalaman masa lalu yang kelam tidak akan terulang kembali.
Hak asasi manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan
ketatanegaraan di Indonesia. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam
perjalanan sejarah pembentukan bangsa ini, di mana perbincangan mengenai hak
asasi manusia menjadi bagian daripadanya. Jauh sebelum kemerdekaan, para
perintis bangsa ini telah memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat
dan martabat manusia yang lebih baik. Percikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam
surat-surat R.A. Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, karangan-
karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim, Douwes
Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di Volksraad atau
Pledoi Soekarno yang berjudul “Indonesia Menggugat” dan Hatta dengan judul
“Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan Pengadilan Hindia Belanda.
Percikan-percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan itu, yang
terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi sumber inspirasi ketika
konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Disinilah terlihat bahwa para pendiri bangsa ini
sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai pondasi bagi negara.
Pada waktu menyusun konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, terjadi
perdebatan mengenai apakah hak warga negara perlu dicantumkan dalam pasal-
pasal Undang-Undang Dasar. Soekarno dan Supomo mengajukan pendapat bahwa
hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi.
Sebaliknya Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin tegas berpendapat perlunya
mencantumkan pasal mengenai kemerdekaan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan di dalam Undang-Undang Dasar.
Perdebatan dalam sidang-sidang BPUPKI tersebut merupakan tonggak penting
dalam diskursus hak asasi manusia di Indonesia, yang memberi pijakan bagi
perkembangan wacana hak asasi manusia periode-periode selanjutnya.
A.2.Masa Kemerdekaan
Selain itu, dalam bab ini juga dicantumkan pasal tentang tanggung jawab
negara terutama pemerintah dalam perlindungan, pemajuan, penegakkan dan
pemenuhan hak asasi manusia. Di samping itu ditegaskan bahwa untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai prinsip negara hukum yang
demokratis maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28 sebelum diterapkan penambahan
melalui Amandemen UUD Tahun 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Setelah
Amandemen Kedua UUD 1945, Pasal 28 mengalami penambahan sebagaimana
tertuang dalam Bab X A Pasal 28 A-J, yang berbunyi:
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun.
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi
manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
1. Hak Hidup
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf
kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, Bahagia, sejahtera lahir dan batin
serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah atas kehendak yang bebas.
3. Hak mengembangkan diri
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik
secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
4. Hak memperoleh keadilan
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana,
perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas
dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan
secara objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil
dan benar.
5. Hak atas kebebasan pribadi
Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik,
mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak
boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas
bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.
6. Hak atas rasa aman
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
7. Hak atas kesejahteraan
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat
dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang
dibutuhkan. Setiap orang juga berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak
dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan
kehidupannya.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali
dalam setiap jabatan pemerintahan.
9. Hak wanita
Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi
dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-
undangan. Selain itu, berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.
10. Hak anak
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat
dan negara, bahkan sejak dalam kandungan.
BAB V
a. Sistem Mandat
c. Sistem Minoritas
1. Keputusan-keputusan Peradilan
Keputusan-keputusan peradilan berperan penting dalam
pembentukan norma-norma baru hukum internasional.
2. Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan berasal dari praktik negara-negara melalui sikap
dan tindakan yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara
mengambil suatu kebijaksanaan dan kebijaksanaan tersebut diikuti oleh
negara-negara lain dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya proses atau
tantangan dari pihak lain maka secara berangsur-angsur terbentuklah suatu
kebiasaan. Terbentuknya suatu hukum kebiasaan didasari oleh praktik yang
sama, dilakukan secara konstan, tanpa adanya pihak yang menentang serta
diikuti oleh banyak negara. Dengan cara demikian maka terbentuk hukum
kebiasaan yang makin lama makin bertambah kuat dan berlaku secara
universal karena diikuti oleh hampir semua negara di dunia. Konvensi-
konvensi Hubungan Diplomatik, Konsuler, Konvensi-konvensi Hukum Laut
tahun 1958 dan Konvensi tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 adalah
beberapa contoh hasil kodifikasi hukum kebiasaan. Dalam beberapa hal,
hukum kebiasaan lebih menguntungkan dari hukum tertulis mengingat
sifatnya yang cukup luwes. Hukum kebiasaan dapat berubah sesuai
perkembangan kebutuhan internasional sedangkan perubahan terhadap
ketentuan-ketentuan hukum positif harus melalui prosedur yang lama dan
berbelit-belit.