PEMBAHASAN
d. Bersifat permanen, artinya hak asasi manusia yang melekat pada diri manusia
tidak dapat dicabut oleh orang lain.
Pada dasarnya hak asasi manusia terdiri dari atas dua hak dasar yaitu hak persamaan
dan kebebasan. Hak Asasi Manusia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
enam macam sebagai berikut.
a. Hak asasi pribadi / personal right
Hak asasi pribadi merupakan hak kebebasan setiap individu untuk melakukan hal
hal yang diinginkan. Hak asasi pribadi diantarannya hak untuk bergerak,
berpergian, menyatakan pendapat, hak untuk memilh, memeluk, menjalankan
agama dan kepercayaan, serta memilih dan aktif dalam organisasi atau
perkumpulan.
Hak asasi social budaya merupakan hak aasi yang dimiliki setiap individu dibidang
social dan budaya diantarannya hak mendapatkan pelayanan kesehatan, hak
mengembangkan kebudayaan, dan hak mendapatkan pendidikan.
1. Hukum Hamurabi
Pada zaman kerajaan Babilonia 2000 SM telah diupayakan menyusun suatu
hukum/aturan yaitu ketentuan-ketentuan yang menjamin keadilan bagi semua warga
negara. Ketentuan ini dikenal dengan nama hukum Hamurabi. Hukum ini merupakan
jaminan HAM warga negara terhadap kesewenang-wenangan kerajaan atau kekuasaan.
2. Solon
Solon 600 SM di Athena berusaha mengadakan pembaharuan dengan menyusun
undang-undang yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap warga negara.
Menurut Solon orang0orang yang menjadi budak karena tidak dapat membayar hutang
harus dibebaskan. Untuk menjamin terlaksananya hak-hak kebebasan warga solon
menganjurkan dibentuknya Mahkamah/Pengadilan (Heliaea) dan lembaga perwakilan
rakyat atau majelis rakyat (Eclesia). (Majalah What is Democracy, 7)
3. Perikles
Negarawan Athena yang berusaha menjamin keadilan bagi warga Negara yang
miskin. Setiap warga dapat menjadi anggota majelis rakyat dengan syarat sudah berusia
18 tahun. Ia menawarkan system demokrasi untuk menjamin hak asasi warga. Konsep
demokrasi yang ditawarkan Perikles secara objektif mengandung banyak kelemahan.
Terlepas dari semua kelemahan itu, ia tetap dipandang sebagai tokoh yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Ia memperjuangkaan hak-hak politik warga yang
sebelumnya tidak ada. (Ibid.)
7. Abraham Lincoln.
Ia dikenal sebagai pembela HAM dan tokoh anti perbudakan. Ia menganjurkan
persamaan, kemerdekaan bagi setiap warga Negara tanpa membedakan warna kulit,
agama dan jenis kelamin
8. Franklin D. Rosevelt
Dari Indonesia tidak ada tokoh-tokoh yang diakui secara internasional sebagai
pelopor HAM. Namun bukan berarti di Indonesia tidak ada perjuangan untuk
menegakkan HAM. Perjuaangan menegakkan HAM dimulai sejak adanya penjajahan di
Indonesia. Perjuangan ini tidak semata-mata hanya perlawanan mengusir penjajah,
namun lebih jauh dari itu pada dasarnya juga merupakan perjuangan untuk menegakkan
HAM.
Indonesia mengalami penjajahan berabad-abad. Pada masa itu banyak sekali pelanggaran
HAM seperti penculikan, kerja paksa, pembantaian, penyiksaan, pemindasan, kesewang-
wenangan yang merupakan fenomena umum yang terjadi. Tidak ada kebebasan, keadilan,
perasaan, rasa aman, yang terjadi adalah ekploitasi besar-besaran terhadap manusia dan
kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan penjajah. Pada masa penjajahan Belanda
masyarakat Indonesia dibedakan menjadi tiga strata sosial. Pembedaan kela-kelas dalam
masyarakat ini mempunyai implikasi yang luas. Ada diskriminasi di segala bidang
kehidupan ekonomi, politik, soaial, pendidikan dan hukum. Ketiga strata sosial itu adalah:
masyarakat Eropa sebagai kelas pertama, masyarakat Timut Asing (China, India Arab)
sebagai kelas dua dan masyarakat Irlander sebagai masyyarakat kelas tiga. Perlakuan
manusia yang didasarkan pada diskriminasi inilah yang bertentangan dengan harkat dan
martmartabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang sederajat.
Tonggak-tonggak sejarah perjuangan HAM adalah sebagai berikut :
1. Kebangkitan Nasional (20 Mei 1908)
2. Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928)
3. Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945); merupakan puncak perjuangan untuk
menghapuskan penjajahan dengan penetapan Undang-undang Dasar 1945 yang
didalamnya terkandung pengakuan HAM.
4. UUD RIS dan UUDS 1950 secara implicit mencantumkan konsep HAM.
5. Siding Umum MPRS tahun 1966 menetapkan Ketetapan MPRS Nomor
XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hock untuk menyiapkan dokumen
rancangan Piagam HAM dan Hak serta Kewajiban Warga Negara. Namun setelah
meletusnya G30S/PKI masalah ini tertunda.
6. Tahun 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 dibentuk Komisi
Hak Asasi Manusia.
7. Perumusan HAM mencapai kemajuan dengan dimasukkan masalah ini dalam GBHN
Tahun 1998.
8. Siding Istimewa MPR 1998 telah berhasil merumuskan Piagam HAM secara ekplisit
lewat Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Pandangan dan Sikap Bangsa
Indonesia Terhadap HAM.
9. Ketetapan MPR Nomor XVII ini dijabarkan dalam Undang-undang RI Nomor 39
Tahun 2000 sebagai Hukum Positif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia
3. Keputusan Presiden RI Nomor 181 tahun 1889 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan.
4. Keputusan Presiden RI Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional HAM.
1. Melakukan perubahan kedua atas UUD 1945, berkenaan dengan HAM, dengan menambahkan
Bab X A dengan judul Hak Asasi Manusia. Bab ini terdiri dari 10 pasal, yaitu pasal 28 A sampai
pasal 28 J.
2. Menetapkan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang
antara lain memuat sebagai berikut:
o Menugaskan kepada lembaga-lembaga tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk
menghormati, menegakkan dan meyebarluaskan pemahaman tentang hak asasi manusia kepada
seluruh warga masyarakat.
o Menugaskan kepada Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk
segera meratifikasi berbagai intrumen Internasional tentang hak asasi manusia sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
3. Mengundangkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
merupakan tonggak sejarah penting atas pengakuan dan perlindungan HAM. Salah satu
pertimbangan dari pembentukan undang-undang ini adalah salah satu kesadaran bahwa
pelaksanaan, penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM selama ini sangat lemah.
b. Upaya represif
Upaya represif merupakan bentuk usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
penghomatan dan penegakan hak asasi manusia. Upaya represif dilakukan setelah terjadi
pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Upaya represif dilakukan berdasarkan ketentuan yang
berlaku melalui beberapa cara berikut.
1. Memberikan pelayanan dan konsuktasi serta mendampingi dan membeikan pembelaan
kepada masyarakat yang menghadapi perkara HAM
2. Menerima pengaduan dari korban pelanggaran HAM.
3. Proses penanganan HAM melaui komnas HAM, pengadilan HAM, dan pengadilan HAM
add hoc.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dengan banyaknya keadilan yang mengaruh kepada pelanggaran terhadap hak asasi
manusia, menunjukkan bahwa manusia Indonesia (masyarakat,penyelenggara negara dan
penegak hukum) belum memahami arti sebenarnya hak-hak asasinya (termasuk kewajiban-
kewajiban asasinya). Selengkap dan sebaik apapun peraturan dan perundang-undangan yang
mengatur Hak Aasasi Manusia hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-
hari. Adanya perundang-undangan sudah seharusnya dan sewajarnya untuk dilaksanakan dan
ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang
bersalah berdasarkan atas hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang
benar. Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara atau setiap
manusia menjalankan haknya dengan dirinya dengan kata lain bahwa hak asasi manusia akan
berjalan dengan baik apabila hak asasinya itu dibatasi oleh hak asasi orang lain. Peraturan
perundang-undangan adalah sebagai tools o law enforcement bagi penegakkan Hak Asasi
Manusia di Indonesia. Hak asasi manusia akan lebih berjalan atau bisa dijalankan dengan lebih
baik dalam suasana perikehidupan hukum dalam praktek kenegaraannya, senantiasa
menghormati hak-hak warga negaranya dan adanya partisipasi warga negara dalam hal
pengambilan kebijakan-kebijakan publik.
3.2 Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan agar: (1) pemerintah bersama-
sama dengan masyarakatnya harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan kesadaran akan rasa
kemanusiaan yang tinggi, sehingga tercipta masyarakat yang selaras, seimbang dalam
menjalankanhak-hak serta kewajibannya; (2) pemerintah menciptakan aparatur hukum yang
bersih, dan tidak semena-mena dalam menjalankan tugasnya; (3) memberikan sanksi yang tegas
bagi pelanggar Hak Asasi Manusia; (4) penanaman nilai-nilai etika dan keagamaan pada semua
lapisan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA