Anda di halaman 1dari 17

30 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang...

, Muhammad Arfandy Amran, dkk

ANALISIS TINDAK PIDANA KOLUSI DAN NEPOTISME


DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1999

ANALYSIS OF COLLUSION AND NEPOTISM


IN LAW NUMBER 28 OF 1999

Oleh:
Muhammad Arfandy Amran , Syamsuddin Muchtar2, Hijrah Adhyanti Mirzana3
1

1, 2, 3 Universitas Hasanuddin, Makassar


1arfandyamran@gmail.com, 2syamsuddin.muchtar63@gmail.com, 3adhyantihijrah@gmail.com

ABSTRAK: Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang


Nomor 28 Tahun 1999. Pemberantasan Tindak Pidana Kolusi dan Tindak Pidana
Nepotisme dilakukan dalam rangka mewujudkan good governance yang bersih dan
responsif (clean and responsive state) yang ditandai dengan semaraknya masyarakat sipil
(vibrant civil society) dan kehidupan bisnis yang bertanggungjawab (good coorporate
governance). Namun, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 masih dianggap kurang
aplikatif. Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui penafsiran frasa “kerugian orang
lain, masyarakat dan/atau negara” dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan
untuk mengetahui penegakan hukum dalam Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual yang disajikan secara
deskriptif kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum bersumber dari peraturan
perundang-undangan dan literatur lain. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
penelitian kepustakaan (library research) atau dokumentasi hukum. Hasil penelitian
menunjukkan frasa kerugian dapat berupa kerugian materil maupun non materil yang
tersusun secara alternatif. Tidak harus terpenuhi keseluruhan unsur dari Pasal 1 Ayat 4.
Artinya apabila salah satu diantara ketiga pihak tersebut dirugikan, maka rumusan delik
ini sudah dimaknai telah memenuhi unsur. Frasa kerugian dapat terpenuhi apabila
terpenuhinya kerugian nyata atau actual loss yang terlebih dahulu diperiksa atau diaudit.
Masih terdapat berbagai persoalan baik dalam substansi hukum, struktur hukum maupun
kultur atau budaya hukum yang dibuktikan bahwa belum ada satu pun kasus yang
memiliki kekuatan hukum yang tetap yang dipidana menggunakan delik Kolusi dan
Nepotisme.

KATA KUNCI: Tindak Pidana, Kolusi, Nepotisme

ABSTRACT: Analysis of Criminal Acts of Colution and Nepotism In Law Number 28


of 1999. The eradication of criminal acts of collusion and criminal acts of nepotism is
carried out in the framework of creating a clean and responsive good governance (clean
and responsive state) which is marked by the vibrant civil society (vibrant civil society)
and responsible business life (good corporate governance). However, Law Number 28 of
1999 is still considered less applicable. The purpose of this article is to find out the
interpretation of the phrase "loss to other people, society and/or the state" in Law Number
28 of 1999 and to find out law enforcement in Collusion and Nepotism Crimes. This

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 31

research is a normative legal research using statutory approaches, case approaches, and
conceptual approaches presented in a qualitative descriptive manner. The data used is
secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials. Legal
materials come from statutory regulations and other literature. Data collection techniques
were carried out through library research or legal documentation. The results of the
research show that the phrase loss can be in the form of material or non-material losses
which are arranged alternatively. It does not have to fulfill all the elements of Article 1
Paragraph 4. This means that if one of the three parties is harmed, then the formulation
of this offense is interpreted as fulfilling the elements. The loss phrase can be fulfilled if
the fulfillment of real losses or actual losses has been examined or audited beforehand.
There are still various problems both in terms of legal substance, legal structure and legal
culture or culture as evidenced that not a single case has permanent legal force that has
been convicted using the offense of Collusion and Nepotism.

KEYWORDS: Criminal Act, Collution, Nepotism

PENDAHULUAN
Reformasi merupakan peristiwa penerimaan pegawai, baik pada lembaga
penting dalam perjalanan sejarah Bangsa pemerintah maupun perusahaan swasta.
Indonesia oleh karena reformasi Hal ini merupakan kecendrungan untuk
merupakan sebuah momentum yang mengambil jalan pintas untuk memenuhi
menandai perubahan pada berbagai harapan atau melihat kemungkinan untuk
bidang sebagai realisasi dari tuntutan oleh keuntungan pribadi yang terkait dengan
masyarakat. Salah satunya adalah kesempatan untuk melakukan tindakan
tuntutan perubahan pada bidang hukum terkait nepotisme. Masih banyak
dan ketatanegaraan sebagai bentuk masyarakat beranggapan bahwa
respon atas pemerintahan orde baru yang perbuatan nepotisme bukanlah perbuatan
tertutup. Hal tersebut diperparah dengan yang sebagaimana tindak pidana korupsi.
menjamurnya praktik korupsi, kolusi dan Dampak yang ditimbulkan dari maraknya
nepotisme (selanjutnya disebut KKN) praktik nepotisme ialah “munculnya rasa
pada pelaksanaan pemerintahan pada tidak adil yang diakrenakan monopoli
masa orde baru yang mengakibatkan informasi serta akses terhadap pihak-
masyarakat menyuarakan tuntutannya. pihak tertentu, sementara harusnya
Praktik KKN merupakan perspektif pelaksanaan transparansi dalam
umum masyarakat saat itu bahkan hingga informasi dan akses agar keseluruhan
sekarang untuk menilai pelaksanaan pihak bisa ikut melakukan partisipasi.”1
pemerintahan orde baru. KKN sendiri Praktik nepotisme terjadi oleh
merupakan produk negatif dari gejala karena adanya anggapan masyarakat
sosial–politik sebagai indikasi untuk lebih mementingkan keluarga dan
kemerosotan nilai dan moral pada praktik koleganya, sekalipun mereka tidak
pemerintahan bahkan pula mental mempunyai kapasitas terhadap posisi
masyarakat Indonesia secara meluas. tersebut. Terdapat pula anggapan yang
Masih sering kita mendapati praktik menyatakan bahwa nepotisme dilakukan
nepotisme di Indonesia, hingga telah oleh batin, sehingga salah satu bentuk
menjadi sesuatu yang umum bahwa dari pemilihan keluarga dan kroni dengan

1 Dahniati, “Nepotisme dalam Perspektif Hukum


Pidana Indonesia”, JOM Fakultas Hukum Universitas
Riau 8, No 1 (2020): 2.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
32 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

merugikan kepentingan masyarakat Negara menggunakan hak kewajiban


secara luas.2 berupa bantahan terhadap informasi yang
Di Indonesia, tuduhan adanya tidak benar dari masyarakat.”4
nepotisme terhadap Orde baru menjadi “Tindak pidana haruslah diberikan
salah satu alasan dan memicu lahirnya arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan
reformasi yang menjadi momentum dengan jelas untuk dapat memisahkan
berakhirnya pemerintahan Soeharto pada dengan istilah yang dipakai sehari-hari
Mei 1998.3 Sebagai sebuah jawaban atas dalam kehidupan masyarakat.5 Pada
tuntutan reformasi dan dalam rangka hakekatnya, pidana adalah memberikan
mewujudkan good governance, clean and perlindungan terhadap masyarakat dan
responsive state dan good coorporate memberikan pembalasan atas perbuatan
governance), maka pemerintah transisi di yang telah dilakukan.”6 Kolusi dan
bawah Presiden BJ. Habibie melakukan Nepotisme sendiri diatur pada Pasal 1
suatu upaya pemberantasan dan Angka 4 dan Angka 5 Undang-Undang
pencegahan praktik KKN melalui 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
kebijakan hukum pidana (criminal law Negara yang Bersih dan Bebas dari
policy). Salah satunya melalui TAP Korupsi, Kolusi dan Nepotime
MPR-RI No. XI/MPR/1998 tentang (selanjutnya disebut Undang-undang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan KKN). Sementara itu, sanksi pidana yang
Bebas KKN. mengancam perbuatan kolusi dan
Kolusi dan nepotisme sendiri nepotisme sendiri diatur dalam Pasal 21
bertujuan untuk memberikan prioritas dan Pasal 22.
kepada pihak tertentu entah keluarga Lahirnya Undang-undang KKN
maupun kolega demi mencapai “suatu diharapkan untuk mampu mengantisipasi
tujuan tertentu. Hal tersebut dapat dicapai dan menindak perilaku dan pelaku KKN
dengan memanfaatkan kewenangan dan pada penyelenggara negara dan
sarana yang” ada pada penyelenggara pemerintah sebagai tujuan dan cita-cita
negara yang oleh negara sendiri diberikan reformasi. Selain itu juga, Undang-
untuk dalam mewujudkan kemaslahatan undang KKN diharapkan mampu untuk
masyarakat luas. Hal tersebut tentunya mencegah atau menutup akses korupsi
bertentangan dengan prinsip kesetaraan dengan melakukan penindakan terhadap
dan “asas-asas umum pemerintahan yang “kolusi dan nepotisme. Penindakan
baik. Akibat terburuk dari praktik KKN praktik kolusi dan nepotisme melalui
adalah rusaknya tatanan masyarakat undang-undang ini dapat menutup celah
dengan makin luasnya kesenjangan terjadinya korupsi yang menyebabkan
sosial. Penyelenggara Negara harus kerugian keuangan negara.
memberi keterangan atau jawaban Namun pada pelaksanaannya,
sebagaimana wewenang serta tugasnya. ternyata Undang-undang KKN tidak
Kewajiban tersebut diimbangi pula berjalan dengan optimal. Hal tersebut
dengan kesempatan Penyelenggara berkaitan dengan politik penegakan

2 Ismail Nurdin, Etika Pemerintahan: Norma, Konsep, Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari
dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan, Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, Lex Crimen 8. No. 3
(Yogyakarta, Lintang Rasi Aksara, 2017). (2019): 5.
3 Maharso dan Tony Sujawardi, Fenomena Korupsi 5 Amir Ilyas, 2012, Asas-asas Hukum Pidana,

dari Sudut Pandang Epidemiologi, (Yogyakarta, CV Rangkang Education, Yogyakarta.


6
Budi Utama, 2018). Syarif Saddam Rivanie Parawansa. 2022. Hukum
4 Exel Pattiasina, Sanksi Pidana Terhadap Pidana Terorisme (Hakikat Sanksi dan Pengaturan
Penyelenggara Negara Akibat Melanggar Undang- Terorisme di Indonesia). Jogjakarta: Penerbit KBM.
Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 33

hukum pidana yang mengakibatkan negara yang dalam implementasinya


kurang optimalnya pelaksanaan masih membutuhkan adanya penjelasan
penindakan Tindak Pidana Kolusi dan yang lebih memadai.
Nepotisme yang disebabkan oleh Dalam hal kekurangan terkait
berbagai hal. Penegak hukum masih substansi hukum dalam undang-undang
mendikotomi antara penindakan Tindak ini, maka dibutuhkan adanya penafsiran
Pidana Kolusi dan Nepotisme dengan terkait rumusan delik. Salah satu yang
Tindak Pidana Korupsi. Tindak Pidana menjadi persoalan adalah pada frasa
Kolusi dan Nepotisme dianggap sebagai “dapat merugikan orang lain, masyarakat
tindak pidana yang menjadi bagian dari dan/atau negara” yang pada beberapa
Tindak Pidana Korupsi, padahal Kolusi penjelasan undang-undangnya maupun
dan Nepotisme merupakan jenis tindak instrumen hukum lain, tidak ditemukan
pidana yang berdiri sendiri atau terpisah penjelasan yang rinci dan detail sehingga
dengan Tindak Pidana Korupsi. Hal frasa tersebut menjadi kurang jelas atau
tersebut dapat dimaklumi oleh karena tidak aplikatif. Selain itu, non
terdapat beberapa kelemahan-kelemahan aplikatifnya undang-undang ini juga
dari segi substansi hukum Undang- dipengaruhi oleh faktor penegak hukum
undang KKN khususnya berkaitan dan budaya hukum kita yang dalam
dengan rumusan delik yang tidak jelas undang-undang ini juga tidak dirumuskan
sehingga menyebabkan undang-undang secara tegas dan jelas sehingga tidak
ini menjadi non-aplikatif. Sementara memberikan efek yang signifikan bagi
secara konsep, terjadinya Tindak Pidana penegakan hukum. Oleh karena itu,
Korupsi didahului oleh perbuatan kolusi dibutuhkan adanya penafsiran yang
dan nepotisme sehingga undang-undang mampu memberikan penjelasan yang
ini harus menjadi benteng dalam upaya tegas dan jelas mengenai rumusan delik
pencegahan Tindak Pidana Korupsi. dalam undang-undang ini, selain itu juga,
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi dibutuhkan adanya upaya reformulasi
mengeluarkan Putusan Nomor 25/PUU- yang berkaitan dengan substansi, struktur
XIV/2016 yang secara tegas memberikan dan budaya hukum dalam Undang-
penjelasan bahwa kerugian keuangan undang KKN.
negara harus bersifat actual loss atau Untuk membuktikan tidak
kerugian keuangan negara harus nyata implementatifnya undang-undang ini
dan pasti atau dengan kata lain kerugian ditunjukkan dengan kasus yang pernah
keuangan negaranya harus terbukti dan diputus oleh Majelis Hakim
bukan bersifat potensi. Sementara itu, menggunakan Undang-undang KKN
adanya Undang-undang KKN tentang adalah pada kasus dengan Perkara Nomor
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Bgl. Pada
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan kasus tersebut Terdakwa merupakan
Nepotisme (KKN) ini menjadi instrumen mantan Bupati Kab. Seluma yang
pencegahan terjadinya Korupsi yang bekerjasama dengan direksi PT. Puguk
secara otomatis penjelasan kerugian Sakti Permai yang merupakan anak
dalam Putusan MK tersebut tidak dapat kandung dari Terdakwa untuk melakukan
dijadikan sebagai rujukan. Hal ini pemaketan pekerjaan Pengadaan Barang
memberikan gambaran baik langsung dan Jasa dalam pekerjaan pembangunana
atau tidak langsung terkait dengan jalan dan jembatan di Kab. Seluma pada
kerugian keuangan negara, selain kurun waktu Tahun 2011. Pada kasus
daripada itu, di dalam Undang-undang tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan
KKN juga mengatur tentang kerugian menetapkan nilai kerugian keuangan

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
34 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

negara sebesar Rp. 4.185.750.353,37 Rekonstruksi Hukum Penerapan Tindak


(empat miliar seratus delapan puluh lima Pidana Kolusi dan Tindak Pidana
juta tujuh ratus lima pulih ribu tiga ratus Nepotisme sebagai Instrumen
lima puluh tiga ribu, tiga puluh tujuh sen). Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Ali
Sementara itu, dalam dakwaan dan Mukartono melakukan penelitian
tuntutan penuntut umum, Terdakwa menggunakan pendekatan hukum empiris
dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 dengan menggunakakan pendekatan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak sosio-yuridis atau non doktrinal dengan
Pidana Korupsi serta Pasal 1 Angka 5 jo. melakukan rekonstruksi terhadap upaya
Pasal 5 Angka 4 Jo. Pasal 22 Undang- penegakan hukum yang berkaitan dengan
Undang Penyelenggaraan Negara yang Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme
Bersih dan Bebas dari KKN yang masing- dalam mencegah terjadinya Tindak
masing dakwaannya disusun secara Pidana Korupsi. Perbedaan dengan
subsidaritas. artikel ini adalah bahwa tipe penelitian
Pada pengadilan tingkat pertama, yang Penulis gunakan adalah penelitian
Majelis Hakim memutus dengan Pasal 1 hukum normatif yang fokus membahas
Angka 5 dan Pasal 5 Angka 4. Namun mengenai kelemahan Undang-Undang
dalam pengadilan tingkat kasasi dan Nomor 28 Tahun 1999 dengan melihat
peninjauan kembali putusan tersebut sejauh mana undang-undang ini
diperbaiki dan menggunakan Undang- mencegah terjadinya Tindak Pidana
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu juga, Asyriah telah
Korupsi yang menandai bahwa belum melakukan penelitian dengan judul
adanya satu pun kasus di Indonesia yang Hukum Tindak Pidana Korupsi di
berkekuatan hukum tetap (inckact van Indonesia & Strategi Khusus Pembinaan
bewisjde) dengan menjadikan Undang- Narapidana Korupsi. Asyriah
undang KKN menjadi dasar menggunakan pendekatan hukum
pertimbangan hakim dalam memutus administrasi negara dan hukum islam
perkara. dalam melakukan penelitian terkait
Berdasarkan uraian tersebut, dengan kolusi dan nepotisme. Berbeda
maka rumusan masalah yang menjadi halnya dengan artikel ini adalah Asriyah
fokus kajian pada artikel ini adalah menggunakan pendekatan hukum pidana
bagaimanakah penafsiran frasa “kerugian yang secara khusus membahas
orang lain, masyarakat dan/atau negara” kelemahan Undang-Undang Tindak
sebagaimana yang diatur dalam Undang- Pidana Kolusi dan Nepotisme beserta
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang efektivitas undang-undang ini dalam
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan mencegah Tindak Pidana Korupsi.
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
dan bagaimanakah penegakan hukum METODE
dalam Tindak Pidana Kolusi dan
Nepotisme berdasarkan Undang-Undang Tipe “penelitian yang dilakukan
Nomor 28 Tahun 1999 tentang menggunakan metode hukum normatif
Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan melalui pendekatan perundang-undangan
Bersih dari Korupsi, Kolusi dan (statue approach) menggunakan
Nepotisme? Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
Beberapa penelitian sebelumnya tentang Penyelenggaraan Negara yang
yang memiliki topik yang hampir sama Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi dan
dengan topik artikel ini adalah disertasi Nepotisme (KKN). “Pendekatan kasus
dari Ali Mukartono (2021) berjudul (case approach) menggunakan kasus

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 35

dengan studi Putusan Nomor 61/Pid.Sus-


TPK/2016/PN.Bgl. Teknik pengumpulan HASIL DAN PEMBAHASAN
bahan hukum dalam penulisan artikel ini
adalah melalui penelitian kepustakaan Penafsiran Frasa Kerugian Orang
(library research) atau dokumentasi Lain, Masyarakat dan/atau Negara
hukum untuk mendapatkan bahan hukum dalam Undang-Undang Nomor 28
primer yang terdiri atas Undang-Undang Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Negara yang Bersih dan Bebas
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
Bebas dan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme, Ketetapan Majelis Tindak Pidana Kolusi dan Tindak
Permusyawaratan Rakyat Republik Pidana Nepotisme telah diatur dalam
Indonesia (TAP MPR-RI) Nomor Undang-undang KKN. Secara harfiah
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan korupsi merupakan sesuatu yang busuk,
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, jahat, dan merusak.8 Korupsi secara
Kolusi dan Nepotisme, dan bahan hukum umum lebih dimaknai sebagai perbuatan
lainnya yang termasuk bahan hukum suap, penyalahgunaan kewenangan atau
primer. Sementara itu bahan hukum melawan hukum yang mengungtungkan
sekunder merupakan buku-buku teks, diri sendiri, memperdagangkan pengaruh,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal dan lain-lain, yang sifatnya tercela.9
hukum dan komentar-komentar” atas Lahirnya undang-undang ini secara
putusan pengadilan. yuridis didasarkan oleh lahirnya
Analisis merupakan [[tahapan yang Ketetapan Majelis Permusyawaratan
penting dan strategis dalam seluruh Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-
tahapan penelitian, karena inti dari RI) Nomor XI/MPR/1998 tentang
analisis adalah upaya memberi arti, Penyelenggara Negara yang Bersih dan
makna, kedudukan dalam memecahkan Bebas KKN. Undang-undang ini juga
masalah penelitian.7 Bahan Hukum yang lahir sebagai jawaban atas tuntutan
diperoleh dianalisis dengan deskriptif masyarakat sebagai respon atas persitiwa
kualitatif. Bahan hukum yang diperoleh reformasi yang menandai peralihan
baik berupa buku, peraturan perundang- kekuasaan dari masa orde baru yang
undangan, artikel, dan lainnya diurai dan dianggap korup dan otoriter. Terdapat
dihubungkan untuk dapat dipaparkan beberapa hal yang menjadi kekurangan
secara lebih sistematis. Bahan hukum dalam undang-undang ini, oleh karena
dianalisia secara deduktif, yaitu dimulai itu, dapat dikatakan bahwa kekurangan
dari dasar-dasar pengetahuan yang umum tersebut telah menjadikan undang-
kemudian meneliti hal yang bersifat undang ini tidak implementatif sehingga
khusus, dari proses analisis tersebut pada penegakannya juga menjadi tidak
ditarik sebuah kesimpulan. Kemudian efektif.
disajikan secara deskriptif yaitu dengan Terkait dengan delik pada Tindak
cara menjelaskan dan menggambarkan Pidana Kolusi yang diatur dalam Pasal 1
sesuai dengan permasalahan yang terkait Ayat 4 ditemukan adanya frasa
dengan penulisan.” merugikan orang lain, masyarakat dan

7 9
Irwansyah, 2020, Penelitian Hukum Pilihan Metode Yudi Kristiana, 2016, Pemberantasan Tindak Pidana
& Praktik Penulisan Artikel, Yogyakarta, Mirra Buana Korupsi Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar
Media. Grafika.
8
Evi Hartanti. 2016, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta:
Sinar Grafika.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
36 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

atau negara. Pada pasal tersebut, frasa a. Kata merugikan; Kata merugikan
merugikan orang lain, masyarakat dan dapat diartikan sebagai
negara memiliki makna yang kurang jelas mendatangkan rugi, menyebabkan
sehingga dapat menimbulkan perbedaan rugi, atau mendatangkan sesuatu yang
pengertian maupun pemaknaan yang kurang baik seperti kerusakan,
berbeda-beda sehingga apa yang menjadi kesusahan.
harapan dalam mencapai pemahaman b. Kata orang lain; Kata orang lain dapat
yang seragam mengenai frasa tersebut diartikan sebagai manusia lain, bukan
menjadi tidak dapat terwujud. diri sendiri, bukan kaum sendiri
Pemaknaan yang berbeda-beda atau seperti golongan atau kerabat sendiri.
pemahaman yang tidak seragam dalam c. Kata Masyarakat; Kata masyarakat
frasa tersebut akan membingungkan menurut KBBI dapat diartikan
penegak hukum sehingga menjadi sebagai sejumlah manusia dalam arti
penting untuk terlebih dahulu dilakukan seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
interpretasi atau pemaknaan. kebudayaan yang mereka anggap
Terkait dengan pemaknaan atau sama.
interpretasi, Penulis akan memberikan d. Kata Negara; Kata negara dapat
uraian frasa merugikan orang lain, diartikan sebagai organisasi dalam
masyarakat dan/atau negara yang akan suatu wilayah yang mempunyai
menggunakan tiga metode interpretasi kekuasaan tertinggi yang sah dan
dalam hukum pidana diantaranya, ditaati oleh rakyat atau kelompok
interpretasi gramatikal (tata bahasa) atau sosial yang menduduki wilayah atau
grammaticele interpretatie, penafsiran daerah tertentu yang diorganisasi di
dengan metode secara logis atau bawah lembaga politik dan
systematische interpretatie, dan pemerintah yang efektif, mempunyai
interpretasi secara historis atau kesatuan politik, berdaulat sehingga
historische interpretatie. berhak menentukan tujuan
Interpretasi Gramatikal (Tata Bahasa) nasionalnya.
atau Grammaticele Interpretatie
Interpretasi gramatikal merupakan Penafsiran dengan Metode Secara
suatu penafsiran yang seharusnya Logis atau Systematische Interpretatie
diperhatikan baik arti suatu perkataan
yang umum menurut tata bahasa, maupun Frasa merugikan orang lain.
berhubungan antara suatu perkataan Frasa merugikan orang lain tidak
dengan perkataan yang lain.10 Dalam ditemukan dalam aturan perundang-
kaitannya dengan Tindak Pidana Kolusi, undangan yang lain, namun terdapat frasa
terdapat satu frasa yang membingungkan yang hampir serupa yakni frasa
dan membutuhkan penafsiran yakni frasa membawa kerugian yang dapat
“merugikan orang lain, masyarakat ditemukan dalam “Pasal 1365 BW
dan/atau negara”. Dalam hal ini Penulis (Burgerlijk Wetboek) yang mengatur
akan mengaitkan frasa tersebut dengan bahwa “tiap perbuatan yang melanggar
tata bahasa dalam Bahasa Indonesia hukum dan membawa kerugian kepada
melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia orang lain, mewajibkan orang yang
berikut ini:11 menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan

10 11
PAF. Lamintang dan Fransiscus Theojunior https://kbbi.kemdikbud.go.id/ diakses pada 23
Lamintang. 2014, Dasar-Dasar Hukum Pidana di November 2022 Pukul 22.10 WITA.
Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 37

kerugian tersebut”. Sementara itu dalam 2004 tentang Perbendaharaan Negara,


doktrin tentang Perbuatan Melawan Pasal 1 ayat 22 mengatur bahwa kerugian
Hukum “bahwa kerugian dalam dapat negara/daerah adalah kekurangan uang,
dibagi menjadi dua klasifikasi, yakni surat berharga, dan barang, yang nyata
kerugian materil dan/atau kerugian dan pasti jumlahnya sebagai akibat
immateril. perbuatan melawan hukum baik sengaja
Selanjutnya bahwa sifat “perbuatan maupun[ lalai.”
melawan hukum dalam hukum pidana
bersifat publik artinya ada kepentingan Interpretasi secara Historis atau
umum yang dilanggar (disamping juga Historische Interpretatie
kepentingan individu). Unsur-unsur
perbuatan melawan hukum dalam hukum Frasa kerugian orang lain,
pidana adalah perbuatan yang melanggar masyarakat dan negara dapat dilihat pada
undang-undang, perbuatan yang berlangsungnya ““krisis ekonomi yang
dilakukan di luar batas kewenagannya menyebabkan Soeharto turun sebagai
atau kekuasaannya dan perbuatan yang Presiden RI yang terjadi pada awal
melanggar asas-asas umum yang berlaku menjelang reformasi. Sebelumnya telah
di lapangan hukum.12” banyak aktivis-aktivis yang frontal
membuka kebobrokan orde baru dan
Frasa merugikan masyarakat menyuarakan perihal praktik yang tidak
Definisi frasa kerugian masyarakat sesuai dengan hukum. khususnya kolusi
sangat sulit ditemukan dalam peraturan dan nepotisme yang menjadi persoalan
perundang-undangan, namun salah yang sangat mendasar. Kondisi ekonomi
satunya dapat dilihat pada Permen LH yang dianggap sebagai kondisi yang tidak
13/2011 sebagai turunan dari UU kuat dan tidak mencerminkan konsepsi
32/2009. Kerugian masyarakat dalam perekonomian yang dicita-citakan,
Peraturan Menteri ini dapat diartikan penekanan terhadap pemerintahan yang
sebagai kerugian yang timbul akibat tidak sesuai dan dianggap salah, aturan
pencemaran dan/atau kerusakan yang tidak benar.”
lingkungan hidup yang terkait dengan Seteleh diuraikan, secara umum
hak milik privat dan/atau mata gambaran mengenai maksud dari frasa
pencaharian masyarakat. tersebut sudah mulai terlihat, misalnya
pada frasa merugikan yang berarti bahwa
Frasa kerugian negara mendatangkan rugi, menyebabkan rugi,
Frasa kerugian negara sendiri dapat atau mendatangkan sesuatu yang kurang
ditemukan dalam beberapa perundang- baik seperti kerusakan, kesusahan.
undangan diantaranya “UU 1/2004 dan Kerugian tersebut dapat berupa kerugian
UU 15/2006 tentang BPK. Bahkan frasa materi maupun non materi yang
kerugian negara pun tidak diatur di dalam dampaknya dapat dirasakan oleh orang
Undang-Undang Pemberantasan Tindak lain, masyarakat dan negara.
Pidana Korupsi. Undang-Undang Menurut Penulis dibutuhkan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adanya pembatasan yang jelas dan
hanya mengatur mengenai kerugian spesifik mengenai kerugian orang lain,
keuangan negara atau keuangan negara. masyarakat dan/atau negara sebagai
Pada “Undang-Undang Nomor 1 Tahun akibat dari perilaku kolusi dan nepotisme.

12 Indah Sari, Perbuatan Melawan Hukum (PMH)


dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata, Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara 11. No. 1 (2020): 69.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
38 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

Pembatasan atau indikator dari delik diatur dalam Pasal 1365 BW (Burgerlijk
khususnya pada Tindak Pidana Kolusi Wetboek). Kerugian tersebut tersusun
dan Tindak Pidana Nepotisme yang harus secara alternatif. Tidak harus terpenuhi
termuat secara jelas pada delik maupun keseluruhan unsur dari Pasal 1 Ayat 4
pada bagian penjelasan yang merupakan Undang- Undang-undang KKN. Artinya
satu kesatuan dengan batang tubuh apabila salah satu diantara ketiga pihak
undang-undangnya. tersebut dirugikan, maka rumusan delik
Oleh karena ketidakjelasan unsur ini sudah dapat dikategorikan telah
delik pada frasa kerugian orang lain, memenuhi unsur.
masyarakat, dan/atau negara Selanjutnya, mengenai bagaimana
menyebabkan sulitnya untuk menentukan menentukan sifat kerugian atau status
jenis perbuatan mana yang dikategorikan kerugian terhadap orang lain, masyarakat,
sebagai praktik kolusi dan nepotisme. Hal atau negara. Menurut Penulis,
tersebut dapat berakibat terhadap berdasarkan interpretasi di atas, maka
Undang-undang KKN menjadi non kerugian tersebut dapat didasarkan pada
aplikatif. Ketidakjelasan unsur tersebut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
tentunya membutuhkan penjelasan atau 25/PUU-XIV/2016 tentang frasa
uraian yang lebih jelas sehingga kerugian, artinya bahwa kerugian
penafsiran yang digunakan juga menjadi tersebut adalah kerugian nyata atau
seragam dan tidak multitafsir bagi para actual loss. Hal tersebut haruslah terlebih
penegak hukum. Kondisi tersebut dahulu diperiksa atau diaudit oleh Badan
seharusnya menjadi tugas para pembuat Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk
undang-undang untuk dapat menentukan kerugian formil dari
mengevaluasi dan merekonstruksi konsep perbuatan yang ditimbulkan.
delik dan unsurnya melalui revisi Apabila kita mencermati konsep di
Undang-undang KKN, atau minimal atas, maka dapat dilihat bahwa sifat delik
melahirkan peraturan pemerintah sebagai ini nantinya adalah delik materil, yang
turunan undang-undang tersebut yang berarti bahwa perbuatan kolusi dan
dapat menjelaskan maksud dari unsur nepotisme tersebut haruslah memberikan
tersebut secara jelas dan tidak multitafsir. dampak terlebih dahulu kepada orang
Dengan lahirnya aturan yang tidak multi lain, atau masyarakat, atau negara. Dari
tafsir maka setidaknya arti atau makna rumusan tersebut pula dapat dilihat
kerugian orang lain, masyarakat, dan/atau bahwa delik ini nantinya merupakan delik
negara dapat dimaknai secara seragam yang bersifat alternatif, artinya bahwa
dan jelas untuk kemudian dapat tidak keseluruhan dampak kerugian itu
memberlakukan undang-undang ini harus terbukti, namun cukup salah satu
secara lebih aplikatif. dari ketiga unsur tersebut terbukti, maka
Berdasarkan uraian tersebut, maka unsur kerugian orang lain, masyarakat,
Penulis akan mencoba memberikan atau negara telah terbukti memenuhi
pemaknaan tentang frasa kerugian orang unsur delik.
lain, masyarakat, dan negara. Kerugian
orang lain, masyarakat, dan negara Penegakan Hukum dalam Tindak
menurut Penulis adalah menyebabkan Pidana Kolusi dan Nepotisme
atau dihasilkannya kerugian terhadap berdasarkan Undang-Undang Nomor
orang lain, masyarakat atau negara dari 28 Tahun 1999 tentang
perbuatan kolusi atau nepotisme. Frasa Penyelenggaraan Negara yang Bebas
kerugian tersebut dapat berupa kerugian dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan
materil maupun non materil sebagaimana Nepotisme (KKN)

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 39

terdapat kerugian keuangan negara


Menjelang dua dekade reformasi, senilai Rp. 4.185.750.353,37
pemberantasan kolusi dan nepotisme “Majelis Hakim yang memeriksa
dinilai jalan di tempat bahkan semakin dan mengadili perkara ini telah
buruk. Kolusi dan nepotisme pada masa menjatuhkan putusan dengan
orde baru hanya dilakukan oleh keluarga, menyatakan Terdakwa telah terbukti
kolega maupun kroni pendukung secara sah menyakinkan berdasarkan
Presiden Soeharto, namun saat ini, hukum bersalah melakukan tindak pidana
perilaku kolusi dan nepotisme telah Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
masuk pada berbagai bidang kehidupan sebagaiman dalam dakwaan kedua
masyarakat terkecil. Indikasi tersebut dengan menjatuhkan pidana
dapat dilihat dari berbagai kondisi sehari- terhadapterdakwa oleh karena salahnya
hari. Misalnya saja dalam penentuan itu dengan pidana penjara selama 2 (dua)
pemenang tender pengadaan barang dan tahun dan pidana denda sebesar Rp.
jasa, pengisian jabatan struktural, hingga 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).”
pada proses dalam bidang politik. Namun, pada Pengadilan pada
Kenyataan itu memberikan pertanyaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung,
penegakan hukum Tindak Pidana Kolusi Majelis Hakim yang memeriksa dan
dan Tindak Pidana Nepotisme di mengadili perkara ini justru menjatuhkan
Indonesia. Selain dari penegakan putusan melalui Putusan Nomor
hukumnya, terdapat pula asumsi bahwa 2291K/Pid.Sus/2017 yakni menyatakan
kolusi dan nepotisme hanyalah perbuatan Terdakwa terbukti secara sah dan
yang merugikan dan bukanlah merupakan meyakinkan bersalah melakukan tindak
perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana “Korupsi secara bersama-sama
pidana. dengan pidana penjara selama 7 (tujuh)
Salah satu kasus yang pernah tahun serta pidana denda sebesar
diputus pada oleh Pengadilan Negeri Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
Bengkulu adalah Putusan Nomor rupiah), dengan ketentuan apabila denda
61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Bgl yang pada tersebut tidak dibayar maka kepada
tingkat kasasi diubah dan diperbaiki Terdakwa dikenakan pidana pengganti
dengan menggunakan delik Undang- berupa pidana kurungan selama 8
Undang Pemberantasan Tindak Pidana (delapan) bulan.
Korupsi. Pada kasus ini sangat terlihat
Pada kasus tersebut Terdakwa atas adanya tumpang tindih delik antara Pasal
nama Murman Efendi, S.H., M.H., bin 1 Angka 5 jo. Pasal 5 Ayat 4 jo. Pasal 22
Ismail sebagai Bupati Seluma, Bengkulu Undang-undang KKN dengan Pasal 3
telah memenangkan salah satu Undang-Undang Pemberantasan Tindak
perusahaan yakni PT. Puguk Sakti Permai Pidana Korupsi. Hal tersebut menurut
yang mana direkturnya adalah anak dari Penulis perlu untuk dijelaskan secara
Terdakwa yakni Joresmin Nuryadin bin labih mendalam dan membatasi masing-
Murman Efendi. masing delik agar terlihat perbedaannya
Pada laporan hasil pemeriksaan yang jelas antara kedua delik tersebut.
fisik dari ahli konstruksi, terdapat Tidak ada bukti-bukti otentik yang
beberapa kualitas yang tidak sesuai
dengan spesifikasi daripada hasil
pekerjaan. Berdasarkan hasil perhitungan
BPK Perwakilan Provinsi Bengkulu dan
BPKP Perwakilan Provinsi Bengkulu

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
40 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

mendukung bahwa telah terjadi suatu dalam bab yang mengatur tentang
tindak pidana.13 ketentuan sanksi pidana. Pada ketentuan
Selain daripada itu, Majelis Hakim tersebut mengatur secara eksplisit
cenderung menggunakan delik Undang- mengenai subjek hukum, perbuatan-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana perbuatan atau unsur-unsur yang dilarang
Korupsi oleh karena politik hukum maupun sanksi pidana yang mengatur
maupun budaya hukum dalam Tindak standar minimal dan maksimal
Pidana Kolusi maupun Tindak Pidana hukumannya. Namun dalam Undang-
Nepotisme belum terlalu jelas terlihat undang KKN terdapat beberapa rumusan
sehingga menjadi lebih beralasan bagi yang dikategorikan sebagai tindak pidana
Majelis Hakim pada tingkat kasasi untuk namun penempatan ketentuan subjek
memutus perkara ini dengan delik pada hukum, perbuatan atau unsur dan sanksi
Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan pidananya tidak lazim. Ketidaklaziman
Tindak Pidana Korupsi. Di samping itu disebabkan oleh karena subjek hukum
politik hukum dan budaya hukum yang dan unsur perbuatan yang dilarang diatur
selama ini lebih cenderung menguat pada dalam bab tentang Ketentuan Umum,
penindakan dan pemberantasan Tindak sementara sanksinya diatur pada bagian
Pidana Korupsi, juga terlihat bahwa yang berbeda yakni pada bab tentang
dalam delik sebagaimana diatur dalam ketentuan sanksi pidana.
Undang-undang KKN, Kolusi dan a. Kompetensi absolut pengadilan tidak
Nepotisme tidak dapat diinterpretasikan jelas
secara lebih jelas oleh karena perangkat Persoalan selanjutnya mengenai
undang-undang maupun doktrin-doktrin kompetensi absolut peradilan yang
yang selama ini berkembang terkait menangani perkara. “Kompetensi absolut
Tindak Pidana Kolusi dan Tindak Pidana merupakan kewenangan pengadilan
Nepotisme belumlah memadai. untuk mengadili suatu perkara menurut
Dalam melihat kondisi penegakan obyek, materi atau pokok sengketa. Pada
hukum khususnya dalam Tindak Pidana Undang-undang KKN tentang
Kolusi dan Nepotisme, Penulis akan Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
melihat dari tiga sudut pandang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
sebagaimana pendapat Lawrence Nepotisme (KKN)” tidak memberikan
Freidmann bahwa dalam melihat suatu penjelasan yang jelas kompetensi absolut
sistem hukum maka ada tiga indikator yang berwenang untuk mengadili, apakah
yang digunakan yakni substansi hukum, dia masuk dalam kompetensi peradilan
struktur hukum dan kultur/budaya pidana umum atau masuk dalam
hukum. Untuk selanjutnya, Penulis akan kompetensi peradilan pidana korupsi.
menguraikan terkait substansi hukum, b. Subjek penyelenggara negara
struktur hukum dan kultur hukum dalam terbatas.
penegakan hukum dalam Tindak Pidana Subjek penyelenggara negara dalam
Kolusi dan Tindak Pidana Nepotisme Undang-undang KKN diatur dalam
berikut ini. ketentuan umum Pasal 1 yang mengatur
Substansi Hukum: Rumusan tindak bahwa “penyelenggara negara
pidana dalam Ketentuan Umum yang merupakan pejabat Negara yang
tidak lazim. Ketentuan rumusan delik menjalankan fungsi eksekutif, legislatif,
dalam berbagai peraturan perundang- atau yudikatif, dan pejabat lain yang funsi
undangan di Indonesia umumnya diatur dan tugas pokoknya berkaitan dengan

13
Harkristuti Harkrisnowo, Perundang-Undangan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, Jurnal Kriminologi
yang Merupakan Upaya Penanggulangan Kejahatan Indonesia 2. No. 1 (2020): 4.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 41

penyelenggaraan negara sesuai dengan penjelasan mengenai konsep


ketentuan peraturan perundang-undangan permufakatan jahat. Namun perlu
yang berlaku. Pada” ketentuan ini, subjek menjadi satu telaah yang mendalam
hukum yang diakui adalah penyelenggara sejauh mana permufakatan jahat dalam
negara yang hanya terbatas pada pejabat Tindak Pidana Kolusi berbeda dalam
negara yang menjalankan fungsi kaitannya juga dengan permufakatan
eksekutif, legislatif dan yudikatif dan jahat dalam Tindak Pidana Korupsi.
pejabat lainnya. Sementara itu pada Oleh karena berdasarkan dikotomi
realitasnya, perbuatan kolusi dan di atas, maka perlu dijabarkan uraian
nepotisme telah masuk dalam berbagai unsur dalam Tindak Pidana Kolusi agar
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara permufakatan jahat sebagaimana diatur
dalam berbagai bidang, sehingga bukan dalam Pasal 1 Ayat 4 agar terdapat
hanya penyelenggara negara yang dapat perbedaan yang jelas dengan
melakukan perbuatan kolusi dan permufakatan jahat dalam Tindak Pidana
nepotisme melainkan Aparatur Sipil Korupsi.
Negara (ASN) yang diberikan d. Unsur melawan hukum tidak jelas
kewenangan oleh peraturan perundang- antara sifat melawan hukum formil
undangan untuk menjalankan fungsi dan atau materil.
tugas tertentu. Pasal 1 Ayat 4 terdapat unsur yang
Selain itu, bukan hanya subjek merugikan orang lain, masyarakat dan
hukum ASN yang penting untuk atau negara, selain itu juga Pasal 1 Ayat 5
ditambahkan, melainkan juga dari juga mengatur terkait perbuatan yang
berbagai kalangan oleh karena kolusi dan menguntungkan kepentingan
nepotisme membutuhkan pula peran serta keluarganya dan atau kroninya di atas
dan persetujuan antara kedua belah pihak kepentingan masyarakat, bangsa, dan
atau lebih. Kenyataan tersebut negara. Persoalan yang muncul adalah
memungkinkan dimasukkannya beberapa bagaimana sifat melawan hukum dari
subjek hukum lainnya seperti setiap kedua pasal tadi apakah delik tersebut
orang baik dari pelaku pengusaha, manganut “sifat melawan hukum formil
politisi, bahkan masyarakat secara luas atau sifat melawan hukum materil. Sifat
yang melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum formil jelas adalah
yang dapat bermuara pada Tindak Pidana karena bertentangan dengan undang-
Kolusi dan Tindak Pidana Nepotisme. undang tetapi tidak selaras dengan
c. Unsur permufakatan jahat bias melawan hukum formil, juga melawan
dengan Pasal 88 KUHP dan Pasal 15 hukum materil, diantara pengertian
Undang-Undang Pemberantasan sesungguhnya dari melawan hukum,
Tindak Pidana Korupsi tidak hanya didasarkan pada hukum
Sebagaimana diuraikan pada positif tertulis, tetapi juga berdasar pada
pembahasan-pembahasan sebelumnya, asas-asas umum hukum, pula berakar
bahwa terdapat dikotomi antara pada norma-norma yang tidak tertulis.”
pencegahan dan penindakan tindak Pertanyaan berikutnya adalah sejauh apa
pidana korupsi. Hal tersebut juga dapat sifat melawan hukum apakah delik
dilihat pada perbandingan delik Pasal 15 tersebut hanya terbatas oleh delik-delik
Undang-Undang Pemberantasan Tindak formil dalam undang-undang atau tidak.
Pidana Korupsi yang salah satunya Tindak Pidana Nepotisme sebagai sifat
mengatur tentang permufakatan jahat. melawan hukum materil juga telah
Ketentuan tersebut juga diatur dalam mengalami pergeseran makna yang
Buku I KUHP Pasal 88 yang memberikan cukup signifikan di masyarakat oleh

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
42 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

karena masyarakat semakin sadar bahwa XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan


seseorang yang menguntungkan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
keluarganya belum tentu mengandung Kolusi dan Nepotisme. Turunan dari TAP
sifat melawan hukum. MPR tersebut adalah pada Undang-
e. Frasa “keluarga” dan “kroni” tidak undang KKN. Namun pada
jelas indikatornya pelaksanaannya, hampir tidak ditemukan
Pada Pasal 1 Ayat 5 mengatur adanya political will pemerintah dalam
tentang tindak pidana nepotisme yang pencegahannya. Hanya Tindak Pidana
pada mengandung unsur salah satunya Korupsi saja yang cukup terkonsep,
menguntungkan keluarga dan/atau diberantas dan ditindak sekalipun pada
kroninya. Definisi keluarga atau kroni pelaksanaannya juga masih jauh dari kata
juga tidak diatur dalam undang-undang efektif.
ini. Terdapat kerancuan apakah definisi Tindak Pidana Kolusi dan Tindak
keluarga sama dengan definisi keluarga Pidana Nepotisme membutuhkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum keseriusan untuk melakukan
Pidana. Kemudian sejauh mana pemberantasan dan penindakan.
hubungan derajat keluarga yang Pemberantasan tersebut harus dimulai
dimaksud. dari political will legislatif untuk
Selanjutnya adalah definisi kroni. melakukan rekonstruksi instrumen
Di dalam aturan perundang-undangan, hukum, perbaikan undang-undang,
satu-satunya undang-undang yang melakukan pengawasan yang melekat
mengenal istilah kroni adalah Undang- serta menentukan lembaga-lembaga yang
undang KKN. Namun konsep kroni berwenang untuk memeriksa dan
dalam undang-undang ini tidak memiliki mengadili perkara kolusi dan nepotisme.
definisi yang memadai sehingga menjadi Kedua dibutuhkan pula peran serta
perlu untuk mendapatkan penjelasan. lembaga eksekutif untuk membuat
Selain definisi, dibutuhkan juga turunan perundang-undangan yang
penjabaran yang lebih memadai memadai sekaligus melaksanakan
mengenai konsep kroni, oleh karena kroni pencegahan dan penegakan yang dimulai
merupakan kata yang baru dalam undang- dari internal institusi pemerintahan secara
undang dan merupakan istilah yang keseluruhan. Ketiga adalah mengenai
sering digunakan pada peralihan yudikatif atau lembaga penegak hukum
kekuasaan orde baru ke reformasi dalam mendalami dan memperluas
sehingga konsep tersebut dalam pemahaman mengenai Tindak Pidana
ditemukan keseragaman. Kolusi dan Tindak Pidana Nepotisme
Struktur Hukum; Politik hukum agar mampu diimplementasikan secara
belum ideal. Dalam penegakan hukum efektif. Keempat adalah peran serta
pidana, efektivitas suatu penegakannya akademisi hukum dalam melakukan
ditentukan oleh kebijakan hukum pidana kajian dan memberikan pemahaman
(criminal law policy). Kebijakan hukum melalui pendekatan akademis agar
pidana tersebut juga tentunya diperlukan pengetahuan mengenai tindak pidana ini
dalam pengekan hukum dalam Tindak dapat terus berkembang dan
Pidana Kolusi dan Tindak Pidana mendapatkan konsep pembangunan
Nepotisme. Politik hukum pidana dalam hukum Tindak Pidana Kolusi dan Tindak
pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Nepotisme yang lebih
Pidana Kolusi dan Tindak Pidana implementatif.
Nepotisme dapat dilihat dari a. Dikotomi penindakan dan
pemberlakuan TAP MPR Nomor Nomor penindakan korupsi

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 43

Terdapat hal lain yang menjadi b. Kewenangan lembaga penyidikan


kekurangan dalam penegakan hukum tidak jelas.
Tindak Pidana Kolusi dan Tindak Pidana Kelemahan selanjutnya adalah pada
Nepotisme, yakni bahwa penegak hukum lembaga penyidikan maupun lembaga
selalu memberikan dikotomi atau yang memeriksa dan mengadili terdakwa
pemisahan antara penegakan hukum Tindak Pidana Kolusi dan/atau Tindak
antara Tindak Pidana Kolusi dan Tindak Pidana Nepotisme. Sebagaimana dalam
Pidana Nepotisme dengan pencegahan berbagai problematika beberapa waktu
Tindak Pidana Korupsi. Padahal belakangan mengenai lembaga yang
persoalan penindakan kolusi dan berwenang untuk menyidik terdakwa
nepotisme ini sekaligus memberikan efek Tindak Pidana Korupsi, maka dalam
dalam pencegahan Tindak Pidana Tindak Pidana Kolusi dan Tindak Pidana
Korupsi. Umumnya Tindak Pidana Nepotisme juga, tidak ditentukan
Korupsi dilakukan melalui perbuatan- lembaga mana yang berwenang untuk
perbuatan kolusi dan nepotisme dalam melakukan penyidikan. Satu-satunya
berbagai kegiatan dalam lingkup lembaga yang diatur dalam undang-
pemerintahan misalnya dalam proses undang adalah Komisi Pemeriksa
pengadaan barang/jasa, pengurusan Kekayaan Penyelenggara Negara yang
dokumen perizinan bahkan pada proses kemudian dibubarkan pasca terbitnya
penegakan hukum sendiri. Padahal Undang-Undang Komisi Pemberantasan
dengan dilakukannya penindakan Korupsi (KPK). Komisi Pemeriksa
terhadap Tindak Pidana Kolusi dan Kekayaan Penyelenggara Negara
Nepotisme maka akan memberikan satu selanjutnya dilebur dan masuk dalam
dampak dalam meminimalisir terjadinya bagian dari bidang pencengahan pada
Tindak Pidana Korupsi. Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi.
tersebut belakangan dapat dilihat pasca Pasca keluarnya undang-undang
terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sekaligus membubarkan Komisi
Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang pada Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
pokoknya memutus frasa kerugaian Negara maka sejak saat itu secara logis,
keuangan negara sebagai actual loss atau pelaporan Laporan Harta Kekayaan
kerugian nyata yang dihitung berdasarkan Penyelenggara Negara menjadi
perhitungan yang dilakukan oleh lembaga kewenangan Komisi Pemberantasan
diberi tugas dan wewenang untuk Korupsi. Maka dengan lahirnya kondisi
melakakukan hal tersebut. tersebut, maka lebih menimbulkan
Berdasarkan hal tersebut, maka kerancuan atau ketidakjelasan dalam
dengan diupayakannya penegakan kewenangan penyidik perkara Tindak
hukum terhadap Tindak Pidana Kolusi Pidana Kolusi maupun Tindak Pidana
dan Tindak Pidana Nepotisme, maka Nepotisme.
secara otomatis akan memberikan efek Salah satu lembaga yang dapat
pencegahan dalam terjadinya Tindak menjadi instrumen dalam penegakan
Pidana Korupsi, oleh karena dengan hukum kolusi dan nepotisme sebagai
menemukan dan menindak pelaku kolusi penyidik adalah Kejaksaan. “Artinya
dan nepotisme, maka secara otomatis jaksa sebagai pejabat fungsional yang
rangakaian perbuatan kolusi dan/atau diberi wewenang oleh undang-undang
nepotisme akan teridentifikasi dan untuk bertindak sebagai penuntut umum
memutus rangkaian perbuatan dalam dan pelaksana putusan pengadilan yang
terwujudnya Tindak Pidana Korupsi. telah memperoleh kekuatan hukum tetap
serta wewenang lain berdasarkan undang-

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
44 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

undang memiliki tanggung jawab dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


melakukan penegakan hukum di bidang sebagaimana diubah dengan Undang-
pemberantasn korupsi, kolusi dan Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
nepotisme.”14 Perubahan atas Undang-Undang Nomor
Kultur/Budaya Hukum 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
a. Kurangnya pemahaman pemerintah Tindak Pidana Korupsi.
dan penegak hukum. b. Pemahaman yang kurang baik
Penegakan hukum terhadap Tindak politisi, dunia usaha dan masyarakat.
Pidana Kolusi dan Tindak Pidana Persoalan budaya hukum
Nepotisme dapat dikatakan tidak optimal. berikutnya dalam Tindak Pidana Kolusi
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh dan Tindak Pidana Nepotisme adalah
political will pemerintah yang tidak keadaan masyarakat, pengusaha, bahkan
memberikan perhatian yang serius dalam politisi yang tidak memiliki pemahaman
penindakan Tindak Pidana Kolusi dan yang memadai. “Di sini
Tindak Pidana Nepotisme. Ternyata berlaku postulat ubi societas ibi
keadaan tersebut muncul oleh karena ius. Artinya, di mana ada masyarakat di
kurangnya pemahaman yang memadai situ ada hukum. Masyarakat terdiri dari
baik pemerintah maupun aparat penagak indiviu-individu dengan berbagai
hukum terkait dengan Tindak Pidana kepentingan. ” Pada realitas dalam
15

Kolusi dan Tindak Pidana Nepotisme. kehidupan sehari-hari, terdapat


Bahkan dapat dikatakan masih ada kesepakatan-kesepatan yang merugikan
penegak hukum yang menyatakan bahwa orang lain, menguntungkan diri sendiri
perilaku kolusi atau nepotisme bukanlah atau orang lain dengan
merupakan delik pidana, melainkan mengesampingkan kepentingan bangsa
hanyalah merupakan cara atau modus dan negara. Misalnya saja dalam proses
dalam terwujdunya Tindak Pidana pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
Korupsi. Pemerintah yang tidak sedikit kita temui
Kenyataan itu juga dapat dilihat dari adanya pihak-pihak yang melakukan
penegakan hukum Tindak Pidana Kolusi pendekatan-pendekatan personal kepada
dan Tindak Pidana Nepotisme. Tidak ada pejabat atau penyelenggara negara untuk
satu pun kasus yang berkekuatan hukum memenangkan tender dengan
tetap dipidana dengan menggunakan menjatuhkan pihak lain. Contoh lain
delik Tindak Pidana Kolusi dan Tindak adalah pada pemberian izin operasional
Pidana Nepotisme. Hanya setidaknya pada bidang pertambangan. Terkadang
terdapat satu kasus pada Pengadilan pemberian izin juga dikeluarkan tanpa
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan melalui mekanisme perizinan yang
Negeri Bengkulu yang pernah memutus seharusnya tanpa adanya analisis dampak
suatu perkara menggunakan Undang- lingkungan (amdal). Hal tersebut pada
undang KKN yakni pada perkara nomor perbuatannya telah menguntungkan diri
61/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Bgl. Kasus sendiri dengan mengorbankan
tersebut kemudian pada peradilan tingkat kepentingan masyarakat atau orang
kasasi pada Mahkamah Agung kemudian banyak khususnya dalam mewujudkan
menganulir dan memperbaiki putusan kelestarian lingkungan. Dalam hal ini
pertama menggunakan Undang-Undang diperlukan upaya pembinaan moral dan
Nomor 31 Tahun 1999 tentang mental umat manusia. Kesadaran

14 15
Nasaruddin Umar 2019, Hukum Tindak Pidana Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S. Hiariej, 2022,
Korupsi di Indonesia dan Strategi Khusus Pembinaan Dasar-dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Perpustakaan
Narapidana Korupsi, Ambon: LP2M IAIN Ambon. Nasional, Katalog dalam Terbitan.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
Volume XVIII Nomor 1, April 2023 (halaman 30 - 46) https://ojs.unm.ac.id 45

mengenai pentingnya pendidikan moral lain, masyarakat atau negara dari


dan mental tersebut bisa saja tumbuh dari perbuatan kolusi atau nepotisme. Frasa
individu-individu, yang kemudian kerugian tersebut dapat berupa kerugian
menerapkannya dalam kehidupan materil maupun non materil. Kerugian
keluarga dan masyarakat.16 tersebut tersusun secara alternatif. Tidak
Menurut Penulis, bahwa dalam harus terpenuhi keseluruhan unsur dari
mewujudkan delik kolusi dan nepotisme Pasal 1 Ayat 4. Artinya apabila salah satu
menjadi implementatif, maka pertama diantara ketiga pihak tersebut dirugikan,
yang harus dilakukan adalah melakukan maka rumusan delik ini sudah dimaknai
revisi terhadap substansi hukum yakni telah memenuhi unsur. Kerugian tersebut
Undang-undang KKN mengenai adalah kerugian nyata atau actual loss
kejelasan mengenai frasa, jenis delik, yang terlebih dahulu diperiksa atau
kompetensi peradilan yang berwenang, diaudit. Masih terdapat berbagai
unsur melawan hukum formil atau persoalan baik dalam substansi hukum,
materil, dan pembatasan yang jelas struktur hukum maupun kultur atau
mengenai kerugian negara yang budaya hukum yang dibuktikan bahwa
disebabkan oleh korupsi dan yang belum ada satu pun kasus yang memiliki
disebabkan oleh kolusi dan nepotisme kekuatan hukum yang tetap yang
sehingga tidak terjadi tumpang tindih dipidana menggunakan delik Kolusi dan
dengan Undang-undang Pemberantasan Nepotisme.
Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena konsep makna frasa
Selanjutnya pada terkait sturktur kerugian orang lain, masyarakat dan
hukum, bahwa harus dibuat dan negara masih harus dilakukan proses
ditegaskan kembali mengenai arah legislasi untuk memasukkannya sebagai
kebijakan undang-undang ini melalui delik yang dapat diimplementasikan
upaya politik hukum. Selain itu juga, dalam penegakn hukum, maka Penulis
bahwa dalam penegakan hukumnya harus menyarankan kepada Dewan Perwakilan
pula dijelaskan secara tegas dan jelas Rakyat harus segera melakukan revisi
mengenai lembaga yang berwenang terhadap Undang-undang KKN untuk
dalam melakukan penyelidikan dan memberikan batasan atau indikator yang
penyidikan. jelas, oleh karena masih terdapat banyak
Selanjutnya dalam budaya kekurangan yang menyebabkan undang-
hukum, maka apabila revisi undang- undang ini tidak implementatif
undang ini berlaku, maka harus dilakukan khususnya dalam berbagai unsur-unsur
upaya sosialisasi dan pelatihan baik delik yang tidak jelas dan tumpang tindih
kepada penegak hukum maupun kepada dengan Undang-Undang Pemberantasan
penyelenggara negara agar perbuatan- Tindak Pidana Korupsi. Selain itu,
perbuatan kolusi dan nepotisme dapat dibutuhkan politik hukum (criminal law
ditekan. policy) baik oleh lembaga legislatif,
eksekutif dan yudikatif dalam penegakan
PENUTUP hukumnya. Hal tersebut dimulai dari
revisi peraturan perundang-undangan
Kerugian orang lain, masyarakat, yang telah ada, memperbaiki dan
dan negara adalah menyebabkan atau mempertegas kembali perangkat penegak
dihasilkannya kerugian terhadap orang hukumnya, memperjelas sistem

Dahlia H. Ma’u, Korupsi Kolusi dan Nepotisme


16

Dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Al-Syir’ah 2,


No. 1 (2014): 8.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369
46 ___Analisis Tindak Pidana Kolusi dan Nepotisme dalam Undang-Undang..., Muhammad Arfandy Amran, dkk

penegakan hukum, serta membangun politisi, pelaku usaha, hingga masyarakat


kembali budaya hukum khususnya secara luas sebagai bentuk pemenuhan
pemahaman pemerintah, penegak hukum, atas cita-cita reformasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku: Jurnal:
Arifin Mochtar, Z. dan Eddy O.S. Hiariej. Dahlia H. Ma’u, 2014. Korupsi Kolusi
2022. Dasar-dasar Ilmu Hukum. dan Nepotisme Dalam
Jakarta: Perpustakaan Nasional, Perspektif Hukum Islam, Jurnal
Katalog dalam Terbitan. Al-Syir’ah. 2 (1): 8.
Hartanti, E. 2016. Tindak Pidana Dahniati. 2020. Nepotisme dalam
Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Perspektif Hukum Pidana
Ilyas, A. 2012. Asas-asas Hukum Pidana. Indonesia”. JOM Fakultas
Yogyakarta: Rangkang Hukum Universitas Riau. 8 (1):
Education. 2.
Irwansyah. 2020. Penelitian Hukum Exel Pattiasina. 2019. Sanksi Pidana
(Pilihan Metode & Praktik Terhadap Penyelenggara Negara
Penulisan Artikel). Yogyakarta: Akibat Melanggar Undang-
Mirra Buana Media. Undang Nomor 28 Tahun 1999
Lamintang, P.A.F. dan Theojunior Tentang Penyelenggaraan
Lamintang, F. 2014. Dasar- Negara yang Bersih dan Bebas
Dasar Hukum Pidana di Dari Korupsi, Kolusi, Dan
Indonesia. Jakarta: Sinar Nepotisme, Lex Crimen. 8 (3): 5.
Grafika. Harkristuti Harkrisnowo. 2020.
Kristiana, Y. 2016, Pemberantasan Perundang-Undangan yang
Tindak Pidana Korupsi Merupakan Upaya
Perspektif Hukum Progresif, Penanggulangan Kejahatan
Jakarta: Sinar Grafika. Kolusi, Korupsi dan Nepotisme,
Maharso dan Sujawardi, T. 2018. Jurnal Kriminologi Indonesia 2
Fenomena Korupsi dari Sudut (1): 4.
Pandang Epidemiologi. Indah Sari. 2020. Perbuatan Melawan
Yogyakarta: CV Budi Utama. Hukum (PMH) dalam Hukum
Nurdin, I. 2017. Etika Pemerintahan: Pidana dan Hukum Perdata.
Norma, Konsep, dan Praktek Jurnal Ilmiah Hukum
bagi Penyelenggara Universitas Dirgantara. 11 (11):
Pemerintahan. Yogyakarta: 69.
Lintang Rasi Aksara.
Saddam Rivanie Parawansa, S. 2022.
Hukum Pidana Terorisme
(Hakikat Sanksi dan Pengaturan
Terorisme di Indonesia).
Jogjakarta: Penerbit KBM.
Umar, N 2019. Hukum Tindak Pidana
Korupsi di Indonesia dan
Strategi Khusus Pembinaan
Narapidana Korupsi. Ambon:
LP2M IAIN Ambon.

p-ISSN1412 – 517X
Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya e-ISSN 2720 – 9369

Anda mungkin juga menyukai