PBAK-Komprehensif
DINY VELLYANA
Oleh
Tomy Michael
Dosen Fakultas Hukum
Untag Surabaya
e-mail : a_los_tesalonicenses@yahoo.com
Abstrak
61
Pemberantasan Gratifikasi Dengan Pendidikan
banalisasi dan perluasan makna terkait frase dalam masyarakat luas masih dalam ruang
“korupsi”. Korupsi dalam konteks perbuatan lingkup banalisasi. Penulis secara tegas me-
tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang nolak korupsi sebagai kejahatan luar biasa
khusus namun telah menjelma menjadi suatu untuk masa kini dikarenakan para tersangka
perbuatan yang dapat dilakukan oleh siapa korupsi tidak hanya dilakukan oleh kaum
saja. Hal lainnya, dengan adanya perluasan intelektual tinggi namun telah berkorelasi
makna terkait frase “korupsi” maka hal yang dengan masyarakat kelas bawah. Mengutip
tepat dilakukan adalah mencegah perluasan pendapat Edwin H Sutherland bahwa:
tersebut dengan sistem hukum yang lebih baik “The criminal statistics show unequivo-
(sistem hukum di luar pakem).2 cally that crime, as popularly conceived
Namun, hal demikian tidak serta merta and officially measured, has a high inci-
dapat mengurangi korupsi3 apabila paradigma dence in the lower class and a low inci-
dence in the upper class; less than two
2
Dalam tataran kelimuan, korupsi merupakan percent of the persons commited to prisons
kejahatan luar biasa yang membutuhkan cara-cara in a year belong to the upper class. These
luar biasa. Hal ini dapat dilihat pada konsiderans statistics refer to criminals handled by the
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 police, the criminal and juvenile courts,
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
and the prisons, and to such crimes as
Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20-2001) bahwa murder, assault, burglary, robbery, lar-
tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara ceny, sex offences, and drunkenness; it
meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, odes not include traffic violations.”4
tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, Pemikiran Edwin H Shuterland secara
sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan tidak langsung menunjukkan bahwa pene-
sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus gakan hukum terhadap kejahatan konvensi-
dilakukan secara luar biasa. Secara luar biasa yang onal cenderung menarik perhatian para pene-
dimaksud apabila mengutip penjelasan UU No. 20-
2001 antara lain penerapan sistem pembuktian gak hukum daripada kejahatan yang melibat-
terbalik yaitu pembuktian yang dibebankan kepada kan subjek dengan status ekonomi dan sosial
terdakwa. Frase “sistem pembuktian terbalik” yang tinggi. Tentu saja pendapat demikian
seharusnya diganti dengan frase yang lebih tepat menunjukkan bahwa korupsi telah menjadi
yaitu “pembalikan beban pembuktian” atau reversal pembahasan dalam berbagai ruang lingkup,
burden of proof/omkering van hewijslast.
hanya saja penanganannya masih belum
3
Penulis menggunakan frase “gratifikasi” untuk optimal.
memperjelas makna dari frase “korupsi”. Hal ini
sangat penting karena bahasa Indonesia untuk bidang
Di Indonesia melalui Ketetapan MPR No.
hukum dan peraturan perundang-undangan dengan XI/MPR/1998 tentang Pemberantasan Tindak
alasan model bahasa yang digunakan di bidang Pidana Korupsi yang menggantikan Undang-
tertentu disebut laras (registered). Misalnya, istilah Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
dan gaya penyampaian di bidang hukum dan 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
peraturan perundang-undangan berbeda, dari istilah
dan gaya penyampaian di bidang sastra atau biologi.
Korupsi dijelaskan bahwa dalam konside-
Penyesuaian pemakaian menurut larasnya tidak ransnya termaktub pemusatan kekuasaan,
hanya terjadi di bidang hukum dan peraturan wewenang, dan tanggung jawab pada Presi-
perundang-undangan, tetapi juga di bidang lain, den/Mandataris Majelis Permusyawaratan
seperti di bidang kedokteran, pendidikan, pertanian, Rakyat Republik Indonesia yang berakibat
teknik, penerbangan serta di bidang bahasa dan
sastra. Bahasa Indonesia untuk bidang hukum,
disebut juga laras bahasa hukum, mencakup sublaras Untuk Bidang Hukum Dan Peraturan Perundang-
bahasa kenotarisan, sedangkan laras bahasa untuk Undangan, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia,
peraturan perundang-undangan mencakup sublaras halaman 1-2.
kontrak atau perjanjian dan sublaras bahasa 4
Gilbert Geis dan Robert F Meier, 1977, White Collar
peradilan. Semua laras dan sublaras bahasa tentu saja
Crime; Offensen in Business, Politics, and The
harus tunduk pada kaidah bahasa Indonesia, dalam
Professions, New York, The Fress Press, halaman 38.
Junaiyah H Matanggui, 2013, Bahasa Indonesia
62
Tomy Michael
tidak berfungsinya dengan baik Lembaga pergaulan hidup.6 Pengertian definisi di atas
Tertinggi Negara dan Lembaga-lembaga apabila dipersempit guna penulisan ini maka
Tinggi Negara lainnya, serta tidak berkem- esensi penegakan hukum sebenarnya terletak
bangnya partisipasi masyarakat dalam mem- pada kemauan individu itu sendiri untuk
berikan kontrol sosial dalam kehidupan ber- menciptakan suatu kepastian hukum di dalam
masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini masyarakat.7
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki Pentingnya pendidikan dalam mengatasi
semangat dalam memberantas korupsi. korupsi yang berawal dari gratifikasi meru-
Problematika yang timbul saat ini yaitu pakan titik mula kedua setelah pemahaman
ketika korupsi masih dimaknai sebagai keja- terhadap gratifikasi dilakukan. Mengutip tajuk
hatan luar biasa maka hal tersebut wajib berita dalam Kompas bahwa “korupsi yang
diubah sebagai kejahatan biasa karena dengan melibatkan pejabat daerah di Provinsi Papua
pemaknaan tersebut akan menciptakan se- dan Papua Barat dalam dua tahun terakhir
mangat menelusuri berbagai seluk beluk yang semakin marak. Tidak hanya menghambat
terkait dengan korupsi. Seperti yang diketahui kemajuan daerah, korupsi juga memiskinkan
bahwa penegakan hukum adalah hal mutlak warga. Karena itu, penegak hukum harus
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lebih tegas menindak mereka.”8 Dari sini
selaras dengan adagium fiat justitia ruat masih terlihat bahwa unsur ketegasan dari
coelum atau fiat justitia et pereat mundus penegak hukum masih berkorelasi kuat untuk
yang bermakna hukum harus ditegakkan mengurangi korupsi padahal ketegasan pene-
meskipun dunia akan runtuh. gak hukum tidak memiliki pengaruh sigini-
Penegakan hukum dapat berarti seluruh fikan. Dari hal ini, pendidikan di Indonesia
kegiatan yang berkenaan dengan upaya me- khususnya dibagian timur wajib mendapatkan
laksanakan, memelihara dan mempertahankan perhatian khusus dari pemerintah dalam hal
hukum agar hukum tidak kehilangan makna ini presiden sebagai kepala eksekutif (kedu-
dan fungsinya hukum yaitu sebagai per- dukan yang tepat secara keilmuan).
lindungan terhadap kepentingan manusia baik Mengacu pada Undang-Undang Republik
orang perorangan (pribadi) maupun seluruh Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
masyarakat manusia.5 Pendapat berbeda di- Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 20-
ungkapkan Soerjono Soekanto bahwa secara 2003) khususnya pada:
konsepsional, maka inti dan arti penegakan a. Pasal 5 ayat (1) “Setiap warga negara
hukum terletak pada pergaulan hidup dan mempunyai hak yang sama untuk mem-
terdapat beberapa faktor yang sangat mempe- peroleh pendidikan yang bermutu”
ngaruhi keberhasilan penegakan hukum itu b. Pasal 6 ayat (1) “Setiap warga negara yang
sendiri – meliputi faktor hukumnya sendiri; berusia tujuh sampai dengan lima belas
faktor penegak hukum yang meliputi aparat tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”
ataupun lembaga yang membentuk dan me- c. Pasal 10 “Pemerintah dan pemerintah
nerapkan hukum; faktor sarana pendukung daerah berhak mengarahkan, membimbing,
penegakan hukum; faktor masyarakat; faktor membantu, dan mengawasi penyelenggara-
kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta
dan rasa yang didasarkan pada manusia dan 6
Soerjono Soekanto, 1993, Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,
RajaGrafindo Persada, halaman 5.
7
Penulis tidak memasukkan unsur keadilan hukum
5 karena untuk menciptakan keadilan maka yang
H A Mukthie Fajar, Penegakan Hukum, Korupsi Dan
dibutuhkan adalah ketidakadilan dan adanya suatu
Pemerintahan Yang Bersih, Jurnal Widya Yuridika
kepastian hukum.
Bidang Hukum dan HAM, Vol. 9/No. 1/2001
8
Agustus 2001, Fakultas Hukum Universitas Widya Flo/Dri/Uti/Dka/Har, Korupsi Hambat Kemajuan
Gama Malang, halaman 31. Papua, Kompas, Selasa 18 Maret 2014, halaman 24.
63
Pemberantasan Gratifikasi Dengan Pendidikan
64
Tomy Michael
Sementara itu, responsibility berarti, “The kerugian yang disebabkan oleh tindakan yang
state of being answerable for an obligation, pernah dilakukan. Ini berati bahwa istilah
and includes judgment, skill, ability, and “responsibility” mencakup tidak hanya kewa-
capacity” (Hal dapat dipertanggungjawabkan jiban untuk kewajiban untuk memenuhi atau
atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, memikul “tanggung jawab hukum” tetapi juga
keterampilan, kemampuan, dan kecakapan). “tanggung jawab moral” terkait dengan tinda-
Responsibility juga berarti, “The obligation to kan, keputusan, keahlian (profesi) terentu
answer for an act done, and to repair or yang sedang dilakukan. Dengan demikian,
otherwise make restitution for any injury it berarti istilah “tanggung jawab” baik dalam
may have caused” (Kewajiban bertanggung arti “liability” dan “responsibility” tidak bisa
jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dilepaskan dari makna kewajiban.
dan memperbaiki atau sebaliknya memberi Di dalam hukum, terdapat beberapa prinsip
ganti rugi atas atas kerusakan apapun yang tanggung jawab, yaitu:
telah ditimbulkannya). Dari responsibility ini a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur
muncul istilah responsible government; “This kesalahan. Tanggung jawab ini merupakan
term generally designates that species of prinsip yang berlaku secara umum dalam
governmental system in which the response- hukum pidana dan hukum perdata dan
bility for public measures or acts of state rests sering disebut dengan state liability;
upon the ministry or executive council, who b. Prinsip praduga untuk bertanggung jawab.
are under an obligation to resign when Di dalam prinsip tanggung jawab ini,
disapprobation of their course is expressed by tergugat selalu dianggap bertanggung
a vote of want of confindence, in the legis- jawab secara hukum sampai dia dapat
lative assembly, or by the defeat of an impor- membuktikan bahwa dai tidak bersalah;
tant measure advocated by them,” yang me- c. Prinsip praduga untuk tidak selalu ber-
nunjukkan bahwa (istilah ini pada umumnya tanggung jawab. Prinsip ini merupakan
menunjukkan bahwa jenis-jenis pemerintahan kebalikan dari prinsip diatas, yaitu tergugat
dalam hal pertanggungjawaban terhadap ke- dianggap tidak selalu bertanggung jawab
tentuan atau undang-undang publik dibeban- secara hukum atas terjadinya kesalahan;
kan pada departemen atau dewan eksekutif, d. Prinsip tanggung jawab mutlak. Merupa-
yang harus mengundurkan diri apabila peno- kan prinsip tanggung jawab hukum yang
lakan terhadap kinerja mereka dinyatakan menetapkan kesalahan bukanlah sebagai
melalui mosi tidak percaya, di dalam majelis faktor yang menentukan tetapi terdapat
legislatif, atau melalui pembatalan terhadap pengecualian yang memungkinkan adanya
suatu undang-undang penting yang dipatuhi pembebasan dari tanggung jawab, missal-
mereka).12 nya dalam keadaan terpaksa;
Mengacu pada konsep “liability” dan e. Prinsip tanggung jawab dengan pemba-
“responsibility” di atas, dilihat dari cakupan tasan. Di dalam prinsip tanggung jawab
maknanya berarti keduanya memiliki perbe- ini, terdapat beberapa pembatasan menge-
daan. Istilah “liability” berarti suatu keadaan nai pertanggungjawaban hukum dari sese-
untuk melaksanakan kewajiban hukum ter- orang yang telah ditentukan oleh undang-
tentu. Sedangkan istilah “responsibility” me- undang.13
miliki makna yang lebih luas, karena tidak
Diskursus mengenai teori tanggung jawab
hanya berupa kewajiban untuk memenuhi atas
negara secara yuridis tidak dapat dilepaskan
apa yang pernah dilakukan terkait dengan
dengan posisi negara sebagai “badan hukum”,
keputusan, keahlian, dan kemampuan sese-
yakni sebagai subjek hukum yang memiliki
orang, tetapi juga kewajiban untuk memu-
kewajiban-kewajiban dan hak-hak serta dapat
lihkan atau membayar ganti rugi terhadap
13
Sidarta, 2000, Perlindungan Hukum di Indonesia,
12
Ibid, halaman 336. Jakarta, Grasindo, halaman 58.
65
Pemberantasan Gratifikasi Dengan Pendidikan
melakukan perbuatan hukum. Posisi negara Bagi praktik hukum, terutama di penga-
sebagai badan hukum dapat dianalogikan dilan, hermeneutika16 memegang arti penting
dengan posisi korporasi sebagai badan terutama bagi hakim dalam melakukan pene-
hukum, yakni negara sebgai subjek hukum muan hukum. Penafsiran tidak hanya dilaku-
dapat melakukan perbuatan hukum. Tentu kan oleh hakim, tetapi juga peneliti hukum
saja negara dapat bertindak melakukan per- dan mereka yang berhubungan dengan kasus
buatan hukum melalui organ-organ negara, dan peraturan-peraturan hukum. Yang dimak-
khususnya pemerintah sesuai dengan fungsi sud penafsiran oleh hakim adalah penafsiran
dan kewenangannya. dan penjelasan yang harus menuju kepada
Selanjutnya apa yang dimaksud “negara” penerapan atau tidak menerapkan suatu pera-
dalam konteks “tanggung jawab negara”? turan hukum umum terhdap peristiwa konkret
Negara merupakan sebuah entitas yang tidak yang dapat diterima oleh masyarakat. Ini
bisa di indra secara kasat mata, namun pasti bukan metode penafsiran yang dapat diguna-
keberadaannya. Dalam tataran inilah, negara kan semaunya, tetapi pelbagai kegiatan yang
wajib mengimplementasikan apa yang ter- kesemuanya harus dilaksanakan bersamaan
maktub dalam berbagai peraturan perundang- untuk mencapai tujuan, yaitu penafsiran
undangan dan diwakilkan kepada pemerintah. undang-undang. Sesuai dengan Pasal 16
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4
2. Interpretasi Penegak Hukum
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Permasalahan yang muncul ketika seorang (UU No. 4-2004) jo Undang-Undang Repu-
penegak hukum (khususnya hakim sebagai blik Indonesia Nomor 48 Nomor 2009 tentang
pilar utama dalam pemberian vonis) menjadi Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48-2009)
pasif – dalam arti enggan melakukan interpre- dijelaskan bahwa hakim berkewajiban mene-
tasi suatu peraturan perundang-undangan rima, memeriksa dan mengadili perkara yang
maka dapat dipastikan tidak akan ada diajukan kepadanya.
yurisprudensi baru. Hakikatnya tidak ada
perundang-undangan yang sempurna, pasti 16
Secara etimologis, kata “hermeneutik” berasal dari
didalamnya ada kekurangan dan keterbatasan- bahasa Yunani yaitu hermeneuein yang berarti
nya. Tidak ada aturan perundang-undangan “menafsirkan”. Kata benda hermeneia secara harfiah
dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi.
yang lengkap selengkap-lengkapnya atau jelas Hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai proses
sejelas-jelasnya dalam mengatur seluruh mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi
kegiatan manusia.14 mengerti. Batasan umum tersebut selalu dianggap
Dalam pandangan Dworkin seperti dikutip benar baik hermeneutik dalam pandangan klasik dan
Anton Freddy Susanto dikemukakan “bila- pandangan modern, dalam Richard E Palmer, 1969,
Hermeneutics, Evanston, Northwestern Univ. Press,
mana hukum merupakan konsep interpretatif, halaman 3.
ilmu hukum apapun yang ingin dianggap
Hermeneutika awalnya digunakan untuk interpretasi
layak menyebut ilmu haruslah dibangun atas Alkitab seperti terekam dalam karya J C Dannhaure
dasar suatu interpretasi”.15 Seperti yang “hermeneutica sacra seve methodus exponendarum
diketahui bahwa interpretasi tidak semata- sacracum letterarum (1654)”, dalam Junaidy
semata berusaha mengartikan teks suatu pera- Sugianto, 2014, Nabi Khung Ce – Hermeneutika
turan perundang-undangan tanpa mengacu Ajaran tentang Tuhan dan Dewa Ilahiat dalam Buku
Cung Yung, Malang, Madani, 2014, halaman 7.
berbagai aspek sudut pandang.
Hal lainnya mengacu pendapat Gerald L Bruns
mengemukakan bahwa terdapat pembagian
pemahaman dalam teks hukum yaitu statemen yang
bisa dinilai benar atau salah dan teks hukum yang
14
Bambang Sutiyoso, 2006, Metode Penemuan digerakkan secara politis sehingga tidak akan ada
Hukum, Yogyakarta, UII Press, halaman 78. kemungkinan untuk memandang hukum sebagai
15
produk nalar dan argumen, dalam Gregory Leyh,
Anthon Freddy Susanto, 2005, Semiotika Hukum, 2011, Hermeneutika Hukum, Bandung, Nusa Media,
Bandung, halaman 152. halaman 41.
66
Tomy Michael
Pemahaman penting bahwa peraturan per- legislatif dan yudikatif khawatir mengambil
undang-undangan tidak akan dapat meng- kebijakan akibat banalisasi bahwa pengambil
ungguli das sollen namun dia dapat meme- kebijakan dapat dipidana. Dalam tataran
takan das sollen melalui das sein. Penulis hukum administrasi negara, kebijakan adalah
mengutip Dworkin bahwa “in making deci- bagian dari tindakan kepemrintahan yang
sions on the basis of standards other than lahir dari wewenangnya sendiri dan didasar-
rules, judges should, and in fact do normally, kan pada rasionalitas adminisrasi negara pada
rely on principles rather than on policies” 17 fakta yang terjadi saat itu, kebijakan menjadi
secara lugas dapat juga dikatakan sebagai tidak lazim untuk diuji di badan peradilan.
penganut yurisprudensi ortodoks. Jadi tugas Hal ini disebabkan kebijakan melekat pada
penting hakim ialah menyesuaikan undang- administrasi negara untuk maksud memaju-
undang dengan hal-hal nyata di masyarakat kan kesejahteraan umum dan melindungi
sehingga terdapat kebaruan dalam vonis kepentingan umum yang menjadi tugas peme-
terhadap pelaku gratifikasi. rintah atau administrasi negara. Kebijakan
memiliki karakter hukum yang mengikat
3. Hakikat Komisi Pemberantasan umum pada saat situasi dan fakta yang hanya
Korupsi Sebenarnya terjadi pada saat kebijakan itu ditetapkan.
Oleh sebab itu, pengujian atau penilaian
Di dalam Undang-Undang Dasar Negara
terhadap fakta atas kebijakan tidak dapat
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI
dilakukan kemudian karena situasi dan fakta
1945) secara jelas bahwa Indonesia adalah
pada saat dilakukan pengujian tidak sama
negara hukum. Hal ini membawa konsekuensi
pada saat situasi atau fakta pada waktu kebi-
walaupun kita menganut Trias Politica milik
jakan ditetapkan. Secara keilmuan, pengambil
Charles de Secondat Baron de Labriede et de
kebijakan tidak dapat dipidanakan dengan
Montesquieu18 secara kelimuan tetapi dalam
namun pengawasan terhadap perbuatan
tataran praktik, Indonesia tidak sepenuhnya
melawan hukum yang melahirkan kebijakan
melakukan sikap independensi antara satu
diserahkan kepada pengadilan.19 Begitu juga
lembaga dengan lembaga lainnya. Perkem-
halnya dengan KPK sebagai lembaga anti-
bangan teknologi yang pesat sekaligus penya-
rasuah, mengacu landasan sosiologis pada
jian informasi yang selalu bermuara bahwa
konsiderans Undang-Undang Republik Indo-
korupsi merupakan hal buruk telah mengubah
nesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
paradigma dalam masyarakat. Segala sesuatu-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
nya selalu dikaitkan dengan koruspi.
No. 30-2002) yang menyebutkan bahwa
Hal demikian menciptakan kedangkalan
lembaga pemerintah yang menangani perkara
berpikir dan keberanian untuk bertindak.
tindak pidana korupsi belum berfungsi secara
Seperti halnya, banyak pihak dalam eksekutif,
efektif dan efisien dalam memberantas tindak
pidana korupsi.
17
Zhang Wan Hong, 1996, Jurisprudence – From the
Greeks to Post Modernity, UK, Cavendish
Dari kalimat tersebut dapat diambil
Publishing, halaman 246. kesimpulan bahwa pembentukan Komisi
18 Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya
Perlu dibedakan antara separation of power dengan
division of power. bersifat sementara hingga pulihnya keefek-
tifan kinerja lembaga pemerintah (kepolisian,
Separation of power menurut o Hood Philips sebagai
pendisribusian kekuasaan pemerintahan di antara
19
beberapa organ berbeda (dapat disandingkan dengan Dian Puji N Simatupang, Pemidanaan Terhadap
frase “distribution of power”, sedangkan division of Pengambil Kebijakan: Perspektif Hukum
power apabila mengacu Undang-Undang dasar Administrasi Negara, halaman 7, yang disajikan pada
Amerika Serikat memiliki arti sebagai pembagian Seminar Nasional Tanggung Jawab Hukum
kekauasaan antara federal dan negara bagian, dalam Pengambil Kebijakan (diselenggarakan oleh Fakultas
Jimly Asshiddiqie, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Hukum Universitas Surabaya, Surabaya 17 April
Tata Negara, Jakarta, Rajawali Press, halaman 287. 2014).
67
Pemberantasan Gratifikasi Dengan Pendidikan
68
Tomy Michael
69
Pemberantasan Gratifikasi Dengan Pendidikan
70