Anda di halaman 1dari 6

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Korupsi” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran PKN. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang penegakan hukum bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Singaraja, 1 Desember 2022


Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah Dinyatakan dengan tegas dalam
penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa “Negara
Republik Indonesia berdasar atas hukum.” Jadi jelas bahwa cita-cita Negara hukum yang
tekandung dalam UUD 1945 bukanlah sekedar Negara yang berlandaskan sembarang hukum.
Hukum yang didambakan bukanlah hukum yang ditetapkan semata-mata atas dasar
kekeuasaan, yang dapat menuju atau mencerminkan kekuasaan mutlak atau otoriter. Hukum
yang demikian bukanlah hukum yang adil, yang didasarkan pada keadilan bagi rakyat. Dalam
negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu. Pengakuan
negara terhadap hak individu ini tersirat di dalam persamaan kedudukan di hadapan hukum
bagi semua orang. Khusus dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi terdapat
berbagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak
pidana tersebut. Lembaga- lembaga tersebut diantaranya lembaga kepolisian, kejaksaan dan
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut KPK).
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan
begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke
tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun
dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam
seluruh aspek masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di
Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya
pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor
publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi sangat berbeda dengan tindak pidana
yang lain, diantaranya karena banyaknya lembaga yang berwenang untuk melakukan proses
peradilan terhadap tindak pidana korupsi sebagaimana telah disebutkan dalam alenia pertama.
Kondisi demikian merupakan konsekuensi logis dari predikat yang di letakkan pada tindak
pidana tersebut sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Sebagai tindak pidana yang
dikategorikan sebagai extra ordinary crime tindak pidana korupsi mempunyai daya hancur yang
luar biasa dan merusak terhadap sendi-sendi kehidupan suatu Negara dan bangsa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah
dengan judul “Fenomena Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi.”

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor Penyebab Korupsi


Menurut Andi hamzah korupsi di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, antara lain,
(1) kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang
makin hari makin meningkat, (2) latar belakang kebudayaan atau kultur indonesia merupakan
sumber atau sebab meluasnya korupsi, (3) manajemen yang kurang baik dan kontrol yang
kurng efektif dan efisien, (4) modernisasi. (Hamzah, 2005:13-23).
Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain, (1) bidang politik,
sasarannya adalah kekuasaan, misalnya dalam pembentukan partai politik, pemilihan umum,
dan komersialisasi jabatan, (2) bidang ekonomi, sasarannya adalah pendapatan misalnya dalam
transaksi bisnis, izin usaha, proyek, (3) bidang hukum, sasarannya adalah peghindaran dari
akibat-akibat pelanggaran hukum, misalnya mempengaruhi proses peradilan, produk hukum,
(4) bidang administrasi, sasarannya adalah kerapihan administrasi, misalnya dalam administrasi
keuangan, tanda bukti terima barang, dan (5) bidang sosial, misalnya korupsi waktu,
penyimpangan penyaluran bantuan untuk bencana alam. (Sindhudarmoko, 2001: 5-14).
Kedua adalah legal structure (struktur hukum), yakni unsur penggerak atau pelaksana
dari hukum itu sendiri, didalamnya terdiri dari organisasi-organisasi, lembaga-lembaga
termasuk pejabat-pejabatnya. Dalam konteks korupsi yakni lembaga-lembaga seperti
pemerintah (eksekutif), legislatif dan yudikatif dengan aparatnya para birokrat, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Kepolisian, Kejaksaan dan pengadilan termasuk pula para advokat.
Ketiga adalah legal culture (budaya hukum), yakni berkaitan dengan pikiran dan kekuatan sosial
mengenai bagaimana hukum itu digunakan atau disalahgunakan baik oleh para struktur hukum
maupun masyarakat.Untuk mewujudkan suatu sistem hukum yang baik, maka ketiga
komponen tersebut haruslah dikembangkan secara simultan dan integral. (Akbar, 2010:10).
Digunakannya konsep negara hukum di Indonesia yang termaktub dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 berkonsekuensi terhadap keharusan untuk menegakkan hukum.
Bagir Manan menyatakan bahwa penegakan hukum merupakan suatu bentuk konkrit
penerapan hukum dalam masyarakat yang akan mempengaruhi perasaan hukum, kepuasan
hukum dan kebutuhan atau keadilan hukum masyarakat. Sehingga jika suatu negara hukum
memiliki kualitas yang buruk dalam penegakan hukum tentu akan menimbulkan gejolak-gejolak
di masyarakat karena tidak tercapainya tujuan hukum seperti ketertiban dan keadilan.
(Prasetianingsih, 2011).

2.2 Kasus Korupsi Asabri


Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 12 tahun
penjara terhadap Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Teddy Tjokrosapoetro dalam
kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri.
Hakim juga menjatuhkan hukuman kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp
20,83 miliar kepada Teddy dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang
merugikan negara senilai Rp 22,788 triliun ini.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Teddy Tjokrosapoetro terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana korupsi
sebagaimana dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan
kedua primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 12 tahun
ditambah denda Rp1 miliar, bila denda tidak dibayar diganti kurungan selama 1 tahun," kata
ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Jakarta, Rabu, 3 Agustus 2022.
Teddy juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar
Rp20.832.107.126 dengan memperhitungkan barang bukti yang disita dan bila tidak dibayar
maka harta bendanya akan disita dan bila tidak mencukupi akan dipidana dengan penjara
selama 5 tahun.
Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan
Agung yang menuntut agar Teddy divonis 18 tahun penjara ditambah denda Rp5 miliar subsider
1 tahun kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp20,83 miliar.
Menurut hakim, hal yang memberatkan terdakwa adalah dia bersama-sama saksi Benny
Tjokrosapoetro telah mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar, perbuatan terdakwa
tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan negara yang bersih
dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Perbuatan terdakwa terkait transaksi saham Rimo, Nusa, dan Posa, perbuatan
terdakwa dapat menimbulkan 'distrust' atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan
perasuransian dan pasar modal," kata hakim.
Apalagi Teddy juga disebut tidak mengakui kesalahannya. Sedangkan hal yang
meringankan menurut hakim adalah Teddy belum pernah dihukum, kooperatif, bersikap sopan
di persidangan, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Teddy Tjokrosapoetro dinilai terbukti melakukan perbuatan korupsi berdasarkan Pasal 2
ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dan
tindak pidana pencucian uang berdasarkan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
Dalam dakwaan pertama, Teddy Tjokrosapoetro melakukan korupsi yang menyebabkan
kerugian negara hingga Rp22,788 triliun berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif
Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Teddy melakukan pencucian uang dengan melakukan
jual beli reksa dana, saham dan penyetoran modal ke berbagai perusahaan.
Dalam perkara ini, dari 9 orang terdakwa, sudah 7 orang yang telah dijatuhi vonis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain, (1) bidang politik,
sasarannya adalah kekuasaan, misalnya dalam pembentukan partai politik, pemilihan
umum, dan komersialisasi jabatan, (2) bidang ekonomi, sasarannya adalah pendapatan
misalnya dalam transaksi bisnis, izin usaha, proyek, (3) bidang hukum, sasarannya
adalah peghindaran dari akibat-akibat pelanggaran hukum, misalnya mempengaruhi
proses peradilan, produk hukum, (4) bidang administrasi, sasarannya adalah kerapihan
administrasi, misalnya dalam administrasi keuangan, tanda bukti terima barang, dan (5)
bidang sosial, misalnya korupsi waktu, penyimpangan penyaluran bantuan untuk
bencana alam.
b. Tindak pidana korupsi di PT Asabri disebut juga kasus megakorupsi karena nilai kerugian
negara yang fantastis, mencapai Rp 22,7 triliun. Kasus ini bermula dari kesepakatan para
pejabat PT Asabri untuk melakukan investasi secara ilegal menggunakan dana
perusahaan

3.2 Saran
Setelah melihat perkembangan pengertian dan unsur-unsur korupsi di Indonesia serta
fakta implementasi dari perturan perundang-undangan tentang korupsi, maka penulis
memunculkan saran-saran sebagai berikut:
a. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undang- undang
korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana
terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
b. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi
yang dapat menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan
transparan.

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Kukuh Galang. 2022. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Kasus Korupsi Asabri


Source: https://nasional.tempo.co/amp/1618953/kasus-korupsi-asabri-teddy-tjokrosapoetro-
divonis-12-tahun-penjara
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai