Anda di halaman 1dari 15

Tugas Makalah Hari : Selasa

MK. PBAK Tanggal : 23 Februari 2021

Peran Penegakan Hukum dalam Memberantas Korupsi di Indonesia dan


Bagaimana Kenyataannya Saat Ini.

Disusun oleh:

Lailatul Isnaeni

P032013411063

DIII Gizi TK.1B

Dosen Pengampu:

Lily Restusari, M.Farm, Apt

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


RIAU JURUSAN GIZI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan Makalah “Peran Penegakan
Hukum dalam Memberantas Korupsi di Indonesia dan Bagaimana Kenyataannya
Saat Ini” ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa kendala. Maksud dan tujuan
penyusunan ini adalah untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Pedidikan dan
Budaya Anti Korupsi (PBAK)

Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
laporan ini. Demikian kata pengantar ini saya buat, semoga dapat bermanfaat,
khususnya bagi diri pribadi saya sendiri dan pembaca pada umumnya.

Ukui, 23 Februari 2021

Penyusu

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………….1

Daftar Isi………………………………………………………………..2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………...3

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..4

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....4

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penegakan Hukum……………………………………....5

2.2 Peran penegak hukum dalam memberantas korupsi………………..6

2.3 Perilaku penegak hukum terhadap tindak pemberantasan korupsi pada


kenyataannya……………………………………………………………10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….12

3.2 Saran………………………………………………………………...12

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi di Indonesia terjadi mulai dari tingkatan rendah sampai tingkatan


yang tinggi, mulai dari korupsi waktu sampai dengan korupsi berbentuk suap.
Korupsi ini sangat berdampak pada pembangunan, tatanan sosial, dan juga politik.

Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (ekstra


ordinary crime) yang merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa.
Pelbagai peraturan perundang-undangan yaitu UU No.31 Tahun 1999 Jo UU
No.20 Tahun 2001 diyakini tidak lagi mampu dan efektif untuk
diberlakukan untuk memberantas korupsi. Namun praktik korupsi masih terus
berulang dan semakin kompleks dalam realisasinya. Terkait dengan
pemberantasan korupsi, Mahfud MD mengatakan bahwa Indonesia hancur karena
korupsi, korupsi subur karena peradilan korup, dan dunia peradilan sulit
dibersihkan tanpa cara luar biasa. Bagaimana tidak, sekarang ini banyak aparat
penegak hukum di daerah-daerah telah menjadikan instruksi memburu koruptor
sebagai ATM atau alat penarik uang baru yang efektif. Banyak aparat penegak
hukum yang kemudian memeras para pejabat di daerah dengan cara mengancam
akan diproses hukum karena dugaan korupsi.

Dengan demikian, dalam penanganannya pun juga harus menggunakan


cara-cara luar biasa (extra-ordinary). Sementara itu, penanganan tindak pidana
korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa kondisi, yakni masih
lemahnya upaya penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM aparat
penegak hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum
tindak pidana korupsi, serta masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam
penanganan kasus korupsi.

3
1.2 Latar Belakang Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan penegak hukum?


1.2.2 Bagaimanakah seharusnya peran penegak hukum dalam
memberantas korupsi?
1.2.3 Dalam kenyataannya, apakah perilaku penegak hukum terhadap
tindak pemberantasan korupsi telah sesuai?

1.3 Tujuan penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui arti dari pengegak hukum


1.3.2 Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan dan Budaya Anti
Korupsi (PBAK)
1.3.3 Untuk mengetahui peran serta kenyataan/fakta yang ada dari penegak
hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian penegakan hukum

Di Indonesia, penegakan hukum (law enforcement) adalah istilah yang


tidak asing lagi di masyarakat, terutama dalam hubungannya dengan masalah
penerapan hukum (acara) pidana. Tidak heran jika penegakan hukum di Indonesia
masih nampak samar-samar. Disamping itu, penegakan hukum juga bermakna
penerapan hukum (acara) pidana dalam penyelesaian kasus-kasus pidana. Dengan
demikian, penegakan hukum sebagai bagian dari sistem peradilan pidana
(criminal justice system) meniscayakan satu kesatuan dari aparat penegak hukum
yang bertugas menindak para pelanggar hukum pidana. Hal ini berarti bahwa
sebagai suatu proses penegakan hukum tersebut harus terdiri dari beberapa
tahapan yang dimulai dari penyelidikan dan penyidikan, penangkapan, penahanan,
pemeriksaan pendahuluan, penuntutatn dan peradilan, serta pelaksanaan pidana di
lembaga pemasyarakatan. (Asrianto, n.d)

Penegak hukum meliputi lembaga, serta aparat penegak hukum. Lembaga


berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan
atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti pola perilaku manusia yang
mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dl suatu kerangka nilai yang
relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan
dengan masalah peradilan. Berdasarkan arti Lembaga dan Penegak Hukum
tersebut, maka Lembaga Penegak Hukum dapat diartikan sebagai organisasi dari
petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. (Imam, 2012).

Istilah penegak hukum dan atau penegakan hukum terdapat dalam undang-
undang, diantaranya Pasal 5 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,

5
Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Pasal 49 ayat (2) huruf i UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
dan lain-lain.

Lembaga penegak hukum tidak hanya terbatas pada lembaga-lembaga


yang telah disebutkan sebelumnya (Kepolisian, KPK, Mahkamah Agung, Komisi
Yudisial, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, Direktorat
Jenderal Imigrasi, Kejaksaan, serta Satpol PP). Lembaga-lembaga tersebut dapat
dikatakan sebagai penegak hukum bukan hanya karena memiliki
kewenangan terkait proses Peradilan, tetapi juga karena memiliki kewenangan
menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di
bidangnya masing-masing. (Imam, 2012).

Sementara itu menurut nur aji pratama, 2020 dalam sebuah artikel,
menyebutkan bahwa Aparat penegak hukum dalam pengertian luas merupakan
institusi penegak hukum, sedangkan dalam arti sempit, aparat penegak hukum
adalah polisi, jaksa, dan hakim. Dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana,
diperlukan jajaran aparatur penegak hukum yang profesional, cakap, jujur, dan
bijaksana.

2.2 Peran penegak hukum dalam memberantas korupsi

Satjitpto Rahardjo merumuskan penegakan hukum sebagai suatu proses untuk


mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Satjipto Rahardjo
mengungkapkan ada tiga hal yang terlibat dalam proses penegakan hukum:

1. unsur pembuat undang-undang


2. unsur aparat penegak hukum
3. unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), dalam


memberantas korupsi telah melakukan berbagai upaya strategis dengan
mengeluarkan beberapa prodok hukum, berupa peraturan perundangundangan

6
pemberantasan tindak pidana korupsi hingga saat ini. Peraturan Penguasa Perang
dari Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1950 No. Prt/ Peperpu/ 013/
1958 dan dari Kepala Staf Angkatan Laut tanggal 17 April 1958 No.Prt/Z.1/I/7
yang kemudian dinyatakan sebagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No. 24 tahun 1960, tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No. 1 tahun 1960 (Lembaran Negara No. 3 tahun 1961) telah menetap-
kan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 24 tahun 1960 itu
menjadi Undang-Undang No. 24 Prp tahun 1960 tentang Undang-undang Anti
Korupsi, Undang-undang No:3 Tahun 1971, tentang Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang
kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
(Santiago, 2017).

A. Kejaksaan dalam memberantas korupsi

Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan


negara yang mempunyai tugas dan wewenang dalam bidang penuntutan, baik
dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang penuntutan, kejaksaan memiliki satu
landasan hukum yang bertujuan untuk memelihara kesatuan kebijakan di bidang
penuntutan yang menyatukan tata pikir, tata laku dan tata kerja. (Asrianto).

Berdasarkan pasal 284 ayat (2) KUHAP, jaksa diberi wewenang melakukan
penyidikan di bidang tindak pidana khusus yang besar maupun yang biasa
sebagaimana diatur dalam hukum acara khusus seperti dalam tindak pidana
ekonomi, tindak pidana korupsi dan tindak pidana subversi. Beberapa Undang-
Undang tersebut dilengkapi dengan hukum acara pidana khusus yang merupakan
penyesuaian sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.

Sudah banyak upaya yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI dalam
upaya pemberantasan korupsi. Diantara upaya-upaya tersebut adalah

7
dilaksanakannya Sidak (Inspeksi Mendadak) yang dilakukan pertama kali oleh
Jaksa Agung Ismail Saleh, SH pada tahun 1981. Sidak ini sebelumnya jarang
dilakukan, sehingga sidak yang dilakukan oleh Jaksa Agung tersebut
menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak. Upaya lain yang dilakukan
dalam bentuk Operasi Meja Bersih (Clean Desk Operation), yang diarakkan
kepada tegaknya disiplin dan waktu kerja yang tinggi serta sistem kerja yang
efektif dan efisien dilingkungan masing-masing agar dengan demikian dapat
diperoleh cukup jaminan terselenggaranya hasil tugas yang tepat, cepat dan
cermat diseluruh jajaran kejaksaan.

Pada tanggal 20 April 2000 Jaksa Agung Marzuki Darusman telah


mengumumkan pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Korupsi (TGPK)
dengan ketuanya mantan Hakim Agung Andi Andojo Soedjipto. Tim ini
dimaksudkan untuk memberdayakan kemampuan penegakan hukum dan
kemampuan aparat penegak hukum dalam mengantisipasi setiap upaya yang
hendak menghambat proses penyelesaian hukum terhadap pelaku tindak pidana
korupsi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang- Undang Nomor 31
Tahun 1999 dalam pelaksananya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2000.

Saat ini, tindak pidana korupsi dianggap sebagai tindak pidana luar biasa
(extra ordinary crime) dan penindakan hukum terhadap para pelaku korupsi dinilai
masih sangat lamban. Oleh sebab itu, maka berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 dibentuklah lembaga baru yang bernama Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
bersifat independen. Independensi KPK disebutkan dalam melakukan penyidikan
dan penuntutan tindak pidana korupsi serta dapat mengambil alih penanganan
perkara korupsi dari kepolisian dan kejaksaan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002. Namun perlu dijelaskan bahwa kehadiran KPK tidak
menghapus tugas dan kewenangan aparat penegak hukum yang ada (kepolisian
dan kejaksaan) dalam menangani kasus-kasus korupsi tetapi justru untuk
mendorong kinerja aparat penegak hukum tersebut dalam meningkatkan

8
penanganan perkara-perkara korupsi. KPK hanya akan bertindak untuk
mengambil alih penanganan perkara-perkara korupsi dari Kepolisian dan
Kejaksaan apabila ada indikasi kelambanan atau telah terjadi kolusi dalam
penanganan kasus korupsi tersebut. Oleh sebab itu, peraturan kewenangan
penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 dilakukan secara lebih hati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan dengan berbagai instansi dimaksud.

B. Kepolisian dalam memberantas korupsi

Kepolisian Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut Polri)


sebagai salah satu aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana terpadu
memiliki peran yang sangat penting dalam penegakan hukum pidana, salah
satunya dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri Pasal 2 disebutkan bahwa fungsi
kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi pemerintahan negara dalam tugas
penegakan hukum selain perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Sementara dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g mengatakan bahwa polisi berwenang
melakukan penyidikan tindak pidana yang sebelumnya didahului oleh tindakan
penyelidikan oleh penyelidik (Rahardi, 2007, p. 27).

Demikian halnya terhadap tindak pidana korupsi. Dalam upaya pemberantasan


tindak pidana korupsi sebagai proses penegakan hukum, langkah pertama yang
dilakukan oleh Polri sebagai subsistem peradilan pidana adalah melakukan
penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik. Jika dalam penyelidikan ditemukan
adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penyidikan oleh penyidik (Muhammad, 1999, p. 47)

Berdasarkan fakta-fakta yuridis, peran Polri dalam pemberantasan korupsi di


Indonesia sangat nyata dan jelas. Hal itu dapat dilihat berdasarkan bunyi Pasal 6
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang
menyatakan bahwa Penyidik adalah Pejabat Polri dan Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang diberi wewenang tertentu oleh undang-undang. Sebagai

9
penyidik, Polri diberi wewenang untuk melakukan penegakan hukum terhadap
semua perkara pidana yang ada, tidak terkecuali terhadap perkara korupsi.
Pengungkapan kasus dan penyelesaian perkara korupsi yang diimbangi dengan
penyelamatan asset yang dilakukan Polri merupakan salah satu wujud nyata dari
terlaksananya peran sebagai penyidik dalam memberantas korupsi. (Hutahaean et
al., 2020).

2.3 Perilaku penegak hukum terhadap tindak pemberantasan korupsi pada


kenyataannya

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya jaksa memiliki peranan penting


sebagai aparatur penegak hukum dalam mengusut dan menuntut suatu perkara,
akan tetapi pada kenyataannya masih ada jaksa yang memiliki tugas tersebut
justru juga terlibat dalam kasus korupsi. Berikut ini deretan sejumlah kasus
korupsi yang dilakukan oleh jaksa menurut catatan detikcom :

- Kasus Jaksa Kejati DKI Yanuar Reza Muhammad dan Fristo Yan
Presanto
Kasus jaksa Kasi Penyidikan pada Aspidsus Kejati DKI Jakarta
Yanuar Reza Muhammad dan jaksa Kasubsi Tipikor dan Tindak
Pidana Pencucian Uang (TPPU) Fristo Yan Presanto.
"Pada Senin (2/12/2019), sekitar pukul 14.50 WIB TIM PAM
SDO, JAM Intel Kejaksaan Agung mengamankan tiga orang terdiri
dari satu orang swasta berinisial CH dan dua oknum jaksa inisial
YRM dan FYP. Mereka diduga telah melakukan pemerasan kepada
saksi berinisial MY," kata Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, saat
konferensi Pers usai Rapat Kerja Nasional Kejaksaan Agung RI
2019 di Hotel Yasmin Cipanas Puncak Kabupaten Cianjur, Selasa
(3/12/2019).
- Kasus Mantan jaksa Kejari Yogyakarta Eka Safitra dan jaksa Kejari
Surakarta Satriawan Sulaksono

10
Pada awal tahun 2020, dua jaksa yakni mantan jaksa di Kejari
Yogyakarta Eka Safitra dan jaksa Kejari Surakarta Satriawan
Sulaksono didakwa menerima suap Rp 200 juta dari proyek saluran
air di Yogyakarta. Keduanya menerima duit dari pengusaha
kontraktor PT Widoro Kandang bernama Gabriella Yuan Anna
Kusuma.
- Kasus Mantan Aspidsus Kejati Jawa Tengah Kusnin
Mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Jawa Tengah, Kusnin, didakwa menerima suap sebesar
294 ribu dolar Singapura dari Alfin Suherman dalam penanganan
kasus kepabeaan. Alfin Suherman merupakan penasihat hukum bos
PT Suryasemarang Sukses Jayatama, Soerya Soedarma, yang
menjadi terdakwa dalam kasus kepabeaan pada tahun 2018 lalu.
Direktorat Jenderal Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan DIY
melimpahkan perkara itu ke Kejati Jawa Tengah.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus korupsi yang


melibatkan jaksa menjadi salah satu faktor rendahnya kepercayaan publik
terhadap institusi Kejaksaan. Data ICW menyebutkan sejak tahun 2015 hingga
2020, sudah sebanyak 22 jaksa ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Pelaksanaan peran dan fungsi Polri dalam kondisi tertentu dianggap tidak
efektif oleh masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap “citra buruk” polisi
terjadi karena adanya perbuatan dari oknum-oknum polisi yang melakukan
penyalagunaan kewenangan. Menurut Tabah (2002) dalam Octaviani, dkk
(2011:59) esensi pekerjaan polisi adalah menjalankan kontrol sosial, namun pada
pelaksanaannya justru banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
oknum polisi itu sendiri, seperti korupsi polisi, pungutan liar (Pungli) di jalan-
jalan dan sebagainya. (Anonim,2002)

Dalam kenyataannya, polisi yang seharusnya menegakkan hukum dan


memeberantas korupsi justru terlibat dalam tindak korupsi itu sendiri.
Sebagaimana yang dikutip dari VOA, 2012 “KPK menjerat dua jenderal polisi

11
dalam kasus korupsi pengadaan alat simulator untuk surat ijin mengemudi dengan
nilai proyek Rp 198 miliar”.

Hal tersebut sungguh ironi, Polisi seharusnya adalah sosok yang


menentramkan, bersahabat dan memberikan perlindungan serta pengayoman,
bukan menakutkan, bukan mengundang kekhawatiran ataupun kecurigaan bagi
masyarakat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi perlu dicegah dan ditanggulangi bukan saja karena sifat


ketercelaannya, tetapi juga karena secara ekonomis menimbulkan kerugian
terhadap keuangan negara dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat. Dalam menanganinya diperlukan peran penegakan
hukum yang benar-benar sesuai dan menjalankan tugasnya. Namun, kenyataan
yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini para penegak hukum yang seharusnya
memberantas korupsi malah ada yang terlibat dengan tindak korupsi itu sendiri.

3.2 Saran

Memerangi tindak pidana korupsi di Indonesia, diperlukan komitmen


penegakan hukum yang tegas, agar kejahatan tersebut tidak terus berkembang.
Polisi, Jaksa, hakim, advokat dam masyarakat harus berkomitmen untuk
memerangi dan memberantas korupsi di Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hutahaean, A., Hukum, F., & Diponegoro, U. (2020). STRATEGI


PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH KEPOLISIAN. 3.

Santiago, F. (2017). Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi oleh Penegak


Hukum untuk Terciptanya Ketertiban Hukum. 1(1), 23–43.

Pratama, N.A. 2020. Profesionalisme Hukum. Pengadilan Agama Probolinggo


(online) https://pa-
probolinggo.go.id/ProfesionalismeHukum#:~:text=3.%20Aparat%20penegak
%20hukum%20dalam,polisi%2C%20jaksa%2C%20dan%20hakim.

Hadi, Imam. 2012. Siapa Sajakah Penegak Hukum di Indonesia?. (online)


https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt502201cc74649/lembaga-
penegak-hukum/

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat. Jakarta: Rajawali.


1979.

Srachman & Andi Hamzah, Op. Cit, hal. 32.

Muhammad, R. (1999). Agenda Reformasi Sistem Peradilan Pidana. Jurnal


Hukum IUS QUIA IUSTUM, 6(11), 44–56.

Rahardi, P. (2007). Hukum kepolisian: profesionalisme dan reformasi Polri.


Surabaya: Laksbang Mediatama.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200907212442-12-543791/icw-
puluhan-jaksa-terlibat-korupsi-sebabkan-persepsi-negatif

13
https://news.detik.com/berita/d-4994630/deretan-jaksa-yang-malah-diadili-
karena-kasus-korupsi

14

Anda mungkin juga menyukai