Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

” Koruptor dan Efek Jera”


(Studi Penerapan Hukum serta Banyaknya Kasus Korupsi di Indonesia)

Mata Kuliah : Sosiologi Hukum

Disusun oleh:
Nama : Haura Hanifah

Npm : 19810526

Kelas : 5C Reg Pagi Bjm

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
(UNISKA)
MUHAMMADARSYAD AL – BANJARY BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakattuh

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan saya kemudahan sehinggan saya dapat

menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongannya tentunya saya tidak akan

sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah

curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan

syafa’atnya di akhirat nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat sehatnya, baik itu

berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah

dari mata kuliah Hukum Sosiologi Hukum yang berjudul “Koruptor dan Efek Jera

(Studi Penerapan Hukum serta Banyaknya Kasus Korupsi di Indonesia) “

Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan makalah ini,

seperti menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan pembaca

lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-kata yang salah.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamualikum warahmatullahi wabarakatuh.

Banjarmasin, November 2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah.
Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari
kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin
sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi
mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan
dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik
maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi suatu fenomena.
Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa ,karena itu perlu dihadapi dan
ditangani dengan cara-cara yang luar biasa juga. Perlakuan dan penanganan hukumnya
pun harus dengan tindakan yang tegas dan berani dari para aparatur penegak hukumnya.
Tindak Pidana Korupsi yang merajalela di tanah air selama ini tidak saja merugikan
Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dengan
mengandalkan cara-cara konvensional. Oleh karena itu, penanganannya juga
membutuhkan suatu tindakan penanganan luar biasa. Salah satu nya upaya yang
dilakukan adalah dengan membentuk sebuah lembaga penegak hukum baru dalam sistem
peradilan pidana, yaitu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang
ditetapkan dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2
Pemberantasan tindak pidana korupsi juga dapat dilakukan oleh Polri dalam
khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2 Tahun
2002 tentang Kepolisian RI, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) juga memiliki kewenangan penyidikan. Sebenarnya berbagai ide atau pemikiran
untuk menanggulangi korupsi di Indonesia sudah banyak dan terus menerus di
wacanakan oleh berbagai macam kelompok masyarakat. Bahkan sebagian di antaranya
pun sudah ada yang menjadi langkah atau kebijakan kongkrit pemerintahan. Namun,
persoalan korupsi di Indonesia tampaknya memang harus mulai disadari oleh siapapun
bahwa ia bukan lagi sekedar problem tentang besarnya jumlah kerugian keuangan Negara
akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat .

B. Rumusan Masalah
1. Apa hukuman yang diberikan untuk koruptor agar memberikan efek jera?
2. Bagaimana upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hukuman yang diberikan untuk koruptor agar memberikan efek
jera.
2. Untuk mengetahui upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak
lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal
menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan
keuntungan sepihak. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi
adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
(Undang- Undang No. 31 Tahun 1999).

 Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau


penggelapan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau
orang lain. Sedangkan korupsi didefinisikan oleh Bank Dunia sebagai penyalahgunaan
jabatan publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

B. Hukuman yang di berikan bagi Koruptor agar Memberikan Efek Jera


Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan
secara luar biasa. Setidaknya hal itu tercantum dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Meski demikian, hukuman yang diberikan terhadap koruptor di Indonesia belum
memberikan efek jera. Dalam hal ini hakim menemukan bahwa seorang terdakwa telah
melakukan tindak pidana korupsi yang berat, maka hakim tersebut harus berani menerapkan
hukuman mati.

4
Dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diperbaharui dengan undang-
undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pemberlakuan
hukum mati terhadap seseorang yang terbukti melakukan kejahatan korupsi berat sangatlah
akan efektif karena akan menimbulkan efek jera, sehingga masyarakat lainnya akan takut
melakukan korupsi. Indonesia telah memiliki undang-undang anti korupsi yaitu Undang-
undang No. 31 Tahun 1999, yang diperbaharui dengan undang-undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur hukuman mati dapat
dijatuhkan antara lain pada pelaku korupsi saat Negara sedang dilanda krisis atau dalam
keadaan tertentu.
Pengenaan pidana hukum mati bagi koruptor itu sendiri dapat membuat efek jera bagi
masyarakat. Masyarakat akan berpikir ulang apabila hendak berbuat korupsi. Oleh sebab itu,
pidana mati perlu dijatuhkan kepada para koruptor terutama kepada koruptor yang
melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu dan koruptor kelas kakap untuk
mengurangi jumlah tindak pidana korupsi yang merajalela di Indonesia, agar mewujudkan
Indonesia yang lebih bersih.
Apabila dihubungkan dengan rasa keadilan, maka jika dibandingkan dengan seseorang
yang telah melakukan korupsi sekian triliun, maka perbuatan tersebut sama saja dengan
membunuh ratusan jiwa, untuk itu harus di pertanggungjawabkan perbuatannya dengan
hukuman pidana mati. Hukuman mati merupakan upaya terakhir untuk mengayomi
masyarakat dari gangguan terhadap ketentraman yang sangat ditakuti masyarakat,dengan
adanya hukuman mati masyarakat akan berpikir ulang apabila ingin berbuat korupsi.

C. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Pemerintah menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah
terbitnya instruksi Presiden ( Inpres) 17/2011 tentang aksi Pencegahan dan Pemberantasan
korupsi tahun 2012. Inpres ini merupakan lanjutan inpres No. 9 Tahun 2011 tentang aksi
Pencegahan dan Pemberantasan korupsi Tahun 2011. Dalam 2 Inpres ini, Pemerintah
mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nation Convention Againts
Corruption ( UNCAC). Keenam strategi itu adalah :

5
 Pencegahan pada lembaga penegak hukum
 Pencegahan pada lembaga lainnya
 Penindakan
 Harmonisasi peraturan perundang-undangan
 Penyelamatan asset hasil korupsi
 Kerja sama internasional dan Pelaporan.

Dalam rangka mencapai tujuan lebih efektif untuk mencegah dan memberantas tindak
pidana korupsi, undang-undang menetapkan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda
yang lebih tinggi dan ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana. Undang-
undang juga menetapkan pidana penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi yang tidak dapat
membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian Negara. Dalam upaya
pemberantasan korupsi, keberadaan sanksi pidana sangat penting sebagai alat untuk
memberikan efek jera sekaligus pendidikan agar kejahatan itu tidak diulangi lagi.
Beratnya sanksi mencerminkan beratnya dampak tindak pidana yang dilakukan dan
kesungguhan pemerintah untuk mengatasinya. Dalam proses penegakan hukum,masyarakat
sering melihat berat ringannya saknsi yang dijatuhkan dan sedikit banyaknya pelaku tindak
pidana yang dijatuhi hukuman sebagai tolak ukur keberhasilan penegakan hukum. Penegakan
hukum di nilai berhasil apabila semakin banyak koruptor yang dimasukkan dalam penjara
dan mengembalikan uang Negara.
Upaya pemberantasan korupsi harus didukung oleh semua faktor agar upaya tersebut
tidak sia-sia. Salah satunya adalah mewujudkan good governance, yang mempunyai prinsip-
prinsip dasar yaitu kepastian hukum, dimana penyelenggaraan pemerintahan di dasarkan
pada hukum dan peraturan perundang-undangan, asas kepatutan dan keadilan yang
mengisyaratkan adanya hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur.
Upaya pemberantasan korupsi yang sangat terkait dengan aspek-aspek lain seperti politik,
ekonomi, dan budaya, namun masalah korupsi dan upaya pemberantasannya harus di dekati
sebagai masalah hukum, bukan masalah politik dan ekonomi. Ha ini sebagai konsekuensi dan
prinsip Negara hukum, dimana hukum harus berdiri di atas semuanya (supremasi hukum)

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat
menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya. Korupsi
berkembang di sector public dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah
pejabat publik dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang
memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah tergolong kejahatan
yang merusak, tidak saja hanya keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga
telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya, moral, politik dan tatanan hukum dan
keamanan nasional.
Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang berkeadilan saat
ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena kejahatan korupsi merupakan
kejahatan luar biasa yang berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus
dilakukan memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa
pemberantasan korupsi, memerlukan kemampuan politik luar biasa sehingga Presiden
sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam menggerakan dan mengordinasikan
peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK yang menjadi kekuatan dahsyat, sehingga dapat
dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa dan terpadu.

Anda mungkin juga menyukai