Anda di halaman 1dari 18

037

HUKUM TINDAK PIDANA EKONOMI

ANALISIS TINDAK PIDANA MERUGIKAN


PEREKONOMIAN NEGARA PADA KASUS IMPOR TEKSTIL

(Studi Putusan Nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI.)

Saskia Dinda Lestari

202110380211037

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

MAGISTER HUKUM

2021

1
I. PENDAHULUAN
Perkembangan tindak pidana korupsi baik dilihat dari sisi kuantitas
maupun sisi kualitas dewasa ini dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia
tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), akan tetapi
sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary
crimes).1 Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela di tanah air selama
ini tidak saja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, akan
tetapi juga telah merupakan pelanggaran pada hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan
nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tindak Pidana
Korupsi bukan lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa, akan tetapi telah
menjadi kejahatan yang luar biasa.2 Metode konvensional yang selama ini
digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di
masyarakat, maka penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar
biasa.3
Tindak pidana korupsi di Indonesia merupakan kejahatan yang sudah
meluas dalam masyarakat. Perkembangan tindak pidana korupsi terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang
terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang
memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat penelitian.4 Unsur delik
tentang merugikan keuangan negara dalam tindak pidana korupsi seringkali
menimbulkan persoalan yang dapat mempengaruhi proses penanganan
perkara korupsi. Mulai dari “multi tafsir definisi ”keuangan negara dan
kerugian negara, kewenangan penghitungan kerugian negara, lambatnya
proses penghitungan kerugian negara yang dinilai menghambat penanganan
perkara korupsi, dan hingga belum maksimalnya eksekusi uang pengganti
dalam perkara korupsi.5
Adapun salah satu kasus tindak pidana korupsi yang saat ini menjadi
gambaran ialah kasus tindak pidana merugikan perekonomian negara dalam
perkara impor tekstil. Impor adalah pembelian barang dari luar negeri untuk
masuk ke wilayah Republik Indonesia, barang yang dibeli harus dilaporkan
pula kepada Kepabeanan bagian Keuangan (Ditjen Bea Cukai). 6 Salah satu
tindakan melawan hukum dalam hal impor adalah adanya penyelundupan. Pada
tahun 2020 lalu, terjadi penyelundupan tekstil dengan modus mengubah
invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta

1
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2008, Bahan Kuliah Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice
System), Semarang: Program Magister Ilmu Hukum, hal. 92.
2
Penjelasan Umum tentang Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemeberantasan Korupsi.
3
Basrief Arief, 2006, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta), Jakarta: Adika
Remaja Indonesia, hal. 87.
4
R. Wiyono, 2012, Pembahasan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Edisi Kedua, Cetakan Ke-3, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 302.
5
Abdul Fatah, dkk., 2017, Kajian Yuridis Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara
Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro Law Journal, Vol.6, No.1, hal. 3
6
Handayani & Haikal, 2018, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor, Bandung: Bushindo.

2
mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea
masuk tindakan pengamanan sementara dengan cara menggunakan surat
keterangan asal tidak sah. Pada perkara ini, terdakwa divonis secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi impor tekstil.
Dalam suatu putusan tindak pidana korupsi, sangat jarang ditemui adanya
penjelasan hakim terkait dengan akibat dari tindak pidana korupsi dalam suatu
perkara, baik yang berakibat merugikan keuangan negara ataupun yang
berakibat merugikan perekonomian negara. Padahal 2 hal tersebut merupakan
hal yang penting dan keduanya mempunyai arti yang berbeda. Berdasarkan hal
tersebut, penulis tertarik untuk membahas perkara kasus impor tekstil untuk
menilai tentang unsur merugikan perekonomian negara dalam perkara ini
menjadi sebuah penelitian.

I.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi alasan
pokok dalam penulisan ini adalah
“Bagaimana Analisis terhadap Tindak Pidana Merugikan Keuangan
Negara atau merugikan perekonomian negara dalam Putusan Nomor:
19/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI?

I.2 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
hukum normatif, yang mengkaji dan meneliti peraturan perundang-
undangan.7 Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang hanya
menggunakan sumber data-data sekunder, yaitu peraturan
perundang-undangan, teori-teori hukum, dan doktrin ahli hukum
terkemuka,8 mengikuti norma atau kaidah yang berlaku seperti seharusnya
(sepantasnya). Adapun peraturan perundang-undangan yang digunakan
adalah yang terkait Tindak Pidana Merugikan Perekonomian Negara Pada
Kasus Impor Tekstil. Penelitian normatif9 akan bertitik tolak pada bahan
pustaka atau data sekunder dengan cakupan bahan hukum primer,
sekunder dan tersier.

II. KAJIAN PUSTAKA


II.1 Tinjauan terkait Tindak Pidana Korupsi
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio - corruptus,  dalam
bahasa Belanda disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris
disebut corruption, dalam bahasa Sansekerta didalam Naskah Kuno
Negara Kertagama tersebut corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada
perbuatan yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan
dengan keuangan.10 Tindak Pidana Korupsi merupakan suatu perbuatan
untuk memperkaya diri sendiri atau suatu golongan merupakan suatu
tindakan yang sangat merugikan orang lain, bangsa dan Negara.11
Korupsi adalah suatu tindakan pidana yang memperkaya diri sendiri

7
Soerjono Soekamto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal. 15.
8
Abdul Kadir Muhammad, 2015, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya.
9
Ibid, hal.52.
10
Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni Bandung, hal. 115

3
dengan secara langung atau tidak merugikan keuangan dan
perekonomian Negara.12 Korupsi menurut Henry Campbell
Black dalam Black's Law Dictionary adalah suatu perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang
tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain,
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk
mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang
lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.13
Dalam pengertian lain, korupsi dapat diartikan sebagai "perilaku
tidak mematuhi prinsip", dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau
pejabat publik. Dan keputusan dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau
keluarga, korupsi akan timbul, termasuk juga konflik kepentingan dan
nepotisme.14 Menurut pendapat Lubis dan Scott terkait dengan makna
korupsi disebutkan bahwa dalam arti hukum, korupsi merupakan tingkah
laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan
orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-
batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma
pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak
dalam tindakan tersebut adalah tercela.15
Bahwa suatu kasus dapat dikatakan sebagai kasus tindak pidana
korupsi apabila telah memenuhi unsur:
a. Pelaku memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi.
b. Perbuatan tersebut berakibat dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara.16

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 Kasus Posisi
Kasus ini berawal dari Irianto menghubungi Maulidiyah pegawai
pada Kantor Bea dan Cukai Batam dengan maksud agar Irianto dibantu
untuk melakukan impor tekstil melalui Kawasan Bebas Batam (free
trade zone) untuk kemudian diimpor lagi ke Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean (TLDDP) di Pelabuhan Tanjung Priok. Selanjutnya Maulidiyah
mengenalkan Irianto dengan petugas Bea dan Cukai yaitu Rully Ardian
(Kasi Pabean dan Cukai I pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai
Batam), Mokhammad Mukhlas, Hariyono Adi Wibowo, Dedi Aldrian,
dan Terdakwa Kamaruddin Siregar. Irianto memanfaatkan perkenalannya
dengan Mukhlas meminta agar Hariyono Adi Wibowo, Dedi Aldrian, dan
Terdakwa Kamaruddin Siregar, menyetujui seluruh kegiatan impor

11
Chatrina Darul Rosikah dan Dessy Marliani Listianingsih, 2016, Pendidikan Anti Korupsi,
Jakarta: Sinar Grafika, hal. 5.
12
J. C. T. Simorangkir dkk, 2010, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 61
13
Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minnesota : West
Publishing.
14
Vito Tanzi, 1994, Corruption, Government Activities and Markets, IMF Working Paper.
15
Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan R.I. Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 81.
16
Chandra Ayu Astuti & Anis Chariri, 2015, Penentuan Kerugian Keuangan Negara Yang
Dilakukan Oleh BPK dalam Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro Journal Of Accounting, Vol.4,
No.3, hal. 3

4
Tekstil yang akan dilakukan oleh Irianto dengan tidak meneliti hasil
pemeriksaan fisik barang dan tidak meneliti kebenaran isi dokumen
impor. Irianto selaku komisaris PT. Flemings Indo Batam (PT FIB) yang
bergerak di Bidang Usaha Industri Pakaian Jadi (Konveksi) dari Tekstil
dengan jenis barang/jasa berupa kemeja, celana, kebaya, blouse, rok, baju
bayi, pakaian olahraga dan pakaian tari dengan kapasitas produksi
sebanyak 120.000 lusin. Selain itu, Irianto selaku Direktur PT. Peter
Garmindo Prima (PT PGP) yang bergerak di Bidang Usaha Industri
Pakaian Jadi (Konveksi) dari Tekstil dengan jenis barang/jasa berupa
kemeja, celana, kebaya, blouse, rok, baju bayi, pakaian olahraga dan
pakaian tari dengan kapasitas produksi sebanyak 45.000. Dalam
melaksanakan kegiatan usaha PT FIB dan PT PGP tersebut, Irianto
bertindak sebagai pemilik sekaligus pengendali perusahaan yang dalam
kenyataannya kedua perusahaan tersebut tidak melakukan kegiatan
produksi pakaian jadi (konveksi) yang Irianto impor. Seolah-olah untuk
memenuhi kebutuhan proses produksi pakaian jadi (konveksi) berupa
bahan baku dan/atau bahan penolong, Irianto mengajukan permohonan
untuk mendapatkan Persetujuan Impor Teksil dan Produk Tekstil
(PITPT) dengan menggunakan Angka Pengenal Importir Produsen (API-
P) sehingga memperoleh Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil
(PI-TPT) dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan RI.
Pada tahun 2018, Irianto melalui PT. Flemings Indo Batam (PT
FIB) memperoleh Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI-
TPT) dari Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan RI, total sejumlah 5.000.000 meter dan 1.500.000 kilogram.
Pada tahun 2019, Irianto melalui PT FIB dan PT PGP memperoleh
Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI-TPT) dari Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI
sebanyak 8.900.000 meter (PT FIB 9.000.000 meter dan PT PGP
1.900.000 meter) dan 2.100.000 kilogram (PT FIB 2.250.000 kg dan PT
PGP 350.000 kg). Pada tahun 2020, Irianto melalui PT FIB dan PT PGP
memperoleh Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI-TPT) dari
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan
RI sebanyak 6.000.000 meter (PT FIB 3.000.000 meter dan PT PGP
3.000.000 meter) dan 1.340.000 kg (PT FIB 590.000 kg dan PT PGP
750.000 kg).
Irianto tidak menggunakan Persetujuan Impor Tekstil tersebut
sesuai dengan peruntukannya, meskipun Irianto mengetahui bahwa
Tekstil yang diimpor tersebut adalah untuk kebutuhan proses produksi
sendiri untuk diolah menjadi pakaian jadi (konveksi), akan tetapi Irianto
dengan sengaja mengimpor tekstil tersebut dengan tujuan untuk dijual
kepada pihak lain di Jakarta dan Bandung. Melalui kerjasama dengan
petugas Bea dan Cukai yaitu Terdakwa Kamaruddin, Mukhlas, Dedi
Aldrian, dan Hariyono. Kemudian Irianto mengimpor Tekstil melebihi
jumlah yang ditentukan dalam Persetujuan Impor Tekstil dan Produk
Tekstil (PI-TPT), dan sebelum Tekstil impor memasuki Kawasan Bebas
Batam (free trade zone). Irianto terlebih dahulu mengubah dan

5
memperkecil data angka (kuantitas) yang tertera dalam dokumen packing
list (daftar kemasan) dengan besaran antara 25% sampai dengan 30%,
sehingga Irianto memperoleh keuntungan pada jumlah volume tekstil
yang diimpor lebih banyak dari dokumen impor, dan menjadikan Irianto
memiliki tambahan alokasi kembali sejumlah 25% sampai dengan 30%.
Selain itu, Irianto juga mengubah data nilai harga yang tertera
dalam dokumen invoice sehingga nilai invoice menjadi lebih kecil dari
yang sebenarnya dengan tujuan agar bea masuk yang dibayarkan menjadi
lebih kecil dari yang seharusnya. Dokumen invoice dan dokumen
packing list tersebut kemudian dikirim kepada perusahaan pelayaran
(shipping) sebagai kelengkapan untuk dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) kepada Bea dan Cukai Batam untuk mendapatkan Surat
Persetujuan Pengeluaran Barang Luar Daerah Pabean (SPPB LDP) di
Kawasan Bebas Batam (free trade zone).

III.2 Analisis Konsep Merugikan Keuangan Negara atau Merugikan


Perekonomian Negara dalam Perkara Kasus Impor Tekstil
Fokus penelitian dalam tulisan ini adalah memahami apa yang
dimaksudkan dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara dengan studi putusan Nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI.
maka yang dianalisis adalah pertimbangan Majelis Hakim dalam
menjatuhkan putusan terkait tindak pidana merugikan perekonomian
negara dalam perkara ini. Majelis hakim pengadilan tinggi jakarta dalam
perkara ini memberikan vonis kepada terdakwa yaitu terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama
sebagai mana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo
Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Dengan pertimbangan yaitu:
Menimbang, bahwa akibat tindak pidana yang dilakukan Terdakwa
bersama-sama dengan Mokhamad Mukhlas, Hariyono Adi Wibowo, dan
Dedi Aldrian, (yang diajukan dalam berkas yang terpisah) selain
merugikan perekonomian negara sejumlah Rp63.352.000.000.000,00
(enam puluh tiga triliun tiga ratus lima puluh dua milyar rupiah), para
Terdakwa telah menerima sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
setiap kontainer dari 566 kontainer textile impor sehingga
keseluruhannya Terdakwa dan teman-temannya tersebut menerima
sejumlah Rp2.830.000.000,00 (dua milyar delapan ratus tiga puluh juta
rupiah) dari Irianto dalam kurun waktu antara bulan Januari 2018 sampai
dengan April 2020.
Menimbang, bahwa dengan diterimanya sejumlah Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) untuk setiap kontainer dari 566 kontainer textile impor
tersebut Irianto mengharapkan Terdakwa bersama-sama dengan teman-
temannya tidak melakukan penelitian kebenaran perhitungan bea masuk
dan tanpa peneliti pemeriksaan fisik.

6
Menimbang, bahwa akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh
Terdakwa bersama dengan teman-temannya tersebut menimbulkan
dampak kerugian perekonomian negara antara lain berupa:
a. Penurunan produksi terjadi dengan estimasi penurunan produksi
nasional sebesar Rp63,35 Triliun.
b. Penurunan aktivitas industri dalam negeri berupa penurunan produksi
dan penurunan penyerapan tenaga kerja bukan disebabkan faktor lain
sesuai dengan penyelidikan KPPI, namun disebabkan karena adanya
lonjakan impor.
Menimbang, bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai
pelaksana pokok tugas dan fungsi dibidang Kepabeanan dan Cukai,
memiliki peranan penting dalam rangka melaksanakan kebijakan
pemerintah terhadap pelayanan dan pengawasan lalu lintas impor dan
ekspor yang merupakan penggerak sendi-sendi perekonomian nasional.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas
maka putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat tanggal 7 April 2021 nomor
53/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut harus
diperbaiki sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagaimana tersebut
dibawah ini:
Menimbang, bahwa oleh karena sifat dari tindak pidana yang
dilakukan Terdakwa, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat
cukup alasan untuk menetapkan Terdakwa tetap di tahan.
Menimbang, bahwa lamanya Terdakwa berada dalam tahanan
harus dikurangkan seluruhnya terhadap pidana yang dijatuhkan.
Menimbang, bahwa karena Terdakwa dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana maka kepadanya dibebani untuk membayar biaya perkara
dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding jumlahnya
sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini.
Menimbang, bahwa Hakim Anggota (Hening Tyastanto)
mengemukakan pendapat yang berbeda dengan alasan sebagaimana di
bawah ini:
Menimbang, Bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim sebelum
putusan ini, Hakim Anggota Majelis-4 Hening Tyastanto, tidak
sependapat dengan dengan hasil musyawarah Majelis Hakim Tingkat
Banding yang hanya menambah hukuman Terdakwa Kamarrudin Siregar
menjadi 5 tahun.
Menimbang Bahwa Kamarrudin Siregar selaku Kepala Seksi
Pabean dan Cukai ll pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan
Cukai bersama sama atasannya Mokhammad Mukhlas, selaku Kepala
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai II pada Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, bersama sama dengan
Hariyono Adi Wibowo, selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai (PFPC) II pada Kantor
Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Dedi Aldrian, selaku
Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada Bidang Pelayanan dan Fasilitas
Pabean dan Cukai (PFPC) I Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai
Tipe B Batam, adalah merupakan Pejabat Bea dan Cukai yang memiliki

7
kewenangan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam mengawasi lalu
lintas barang, meneliti hasil pemeriksaan fisik barang dan meneliti
kebenaran isi dokumen seluruh barang masuk dalam kegiatan impor.
Menimbang, bahwa Terdakwa Kamarrudin Siregar Pejabat
pemegang penuh dalam melaksanakan kebijakan teknis pemerintah
dalam mengawasi lalulintas barang, meneliti hasil pemeriksaan fisik
barang dan meneliti kebenaran isi dokumen seluruh barang dalam
kegiatan impor dilingkungan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai
tipe B Batam, pada saat pelantikan dalam jabatan tersebut Terdakwa
telah disumpah untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik baiknya,
tidak menerima janji atau pemberian dalam bentuk apapun yang dapat
menggerakan untuk berbuat atau tidak berbuat dalam kewenangannya,
Menimbang, Bahwa Terdakwa telah menerima suap sebanyak 5
juta rupiah setiap kontainer atau untuk keseluruhan 566 kontainer telah
menerima sebesar Rp 1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta
rupiah) bersama-sama.
Menimbang, bahwa model penerimaan suap seperti ini merupakan
perbuatan yang sangat serius dan secara berkospirasi dengan Terdakwa
penyelenggara negara lainnya. Dan dalam waktu lama secara terus
menerus tidak melakukan pengawasan, tidak meneliti dokumen, tidak
meneliti hasil pemeriksaan barang dan tidak melakukan pemeriksaan
fisik barang import dengan benar, kospirasi ini telah merusak tatanan
sistim pengendalian intern yang telah disusun secara best international
practises, merusak kredibilitas Kementrian Keuangan secara umum dan
telah menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Bea dan
Cukai.
Menimbang, bahwa terdapat ratusan Importir terdaftar yang aktif
melakukan kegiatan impor, dengan model suap seperti ini dapat
disimpulkan atau dapat terjadi ratusan kontainer yang setiap hari keluar
dari area pelabuhan Batam juga diperlakukan sama seperti uraian diatas.
Menimbang, bahwa pengawasan terhadap arus keluar barang
sangat lemah, dimana dalam beberapa dekade ini baru terungkap satu
perkara yang sampai kepada penegakan hukum sehingga didapat
kesimpulan bahwa perkara penyuapan ini hanya merupakan fenomena
gunung es.
Menimbang, bahwa pengabaian kewajiban penyelenggara dalam
meneliti dan memeriksa barang masuk dapat berakibat selain kepada
berkurangnya penerimaan negara juga dapat berakibat masuknya barang
barang terlarang dan berbahaya.
Menimbang, bahwa masuknya tekstil dari China yang tidak sesuai
dengan peraturan telah berakibat kerusakan perekonomian Negara
berupa:
1. PT FIB dan PT PGP yang diberikan ijin API-P oleh Kementerian
Perdagangan dengan pertimbangan akan melakukan penyerapan
tenaga kerja tetapi kenyataannya tidak melakukan produksi pakaian
jadi (konveksi). Hal ini menyebabkan pertambahan nilai (value
added) dari proses produksi yang seharusnya dilakukan oleh PT FIB
dan PT PGP tidak terjadi. Selain itu penyerapan tenaga kerja yang

8
seharusnya terjadi jika PT FIB berproduksi tidak terjadi sehingga
angka pengangguran yang seharusnya dapat diturunkan oleh produksi
PT FIB dan PT PGP ternyata tidak terjadi. Fakta bahwa PT FIB dan
PT PGP tidak memiliki pabrik dan tidak melakukan produksi, biaya
operasional perusahaan yang sebagian menjadi sumber penerimaan
negara dari pembayaran listrik, pembayaran BPJS tidak dilakukan
oleh importir tersebut.
2. Masuknya jumlah tekstil melebihi kuota impor yang dimiliki oleh PT
FIB dan PT PGP tersebut berkontribusi terhadap banyaknya barang
tekstil yang beredar di pasaran sehingga harga tekstil menjadi rendah
dan produsen dalam negeri tidak bisa bersaing dengan barang-barang
tekstil yang sebagian besar berasal dari Tiongkok tersebut.
3. Dalam kurun waktu tahun 2018-2019 terdapat 9 (sembilan) pabrik
tekstil tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor yang banyak
di Indonesia. Dampak dari pabrik tekstil domestik yang tutup tersebut
maka tingkat produksi tekstil domestik yang tutup tersebut maka
tingkat produksi tekstil domestik mengalami penurunan dan ribuan
pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
4. Akibat dari perusahaan-perusahaan tekstil yang tutup tersebut juga
berpengaruh terhadap industri perbankan yang sudah memberikan
fasilitas kredit kepada perusahaan-perusahaan tekstil tersebut, yang
mana perusahaan-perusahaan itu tidak mampu membayar kembali
pinjaman/pembiayaan yang telah diterima.
Menimbang, bahwa setelah dilakukan Perhitungan Kerugian
Perekonomian Negara dalam Importasi Tekstil pada Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 oleh Ahli
Rimawan Pradiptyo, bersama tim dari Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada terdapat kerugian
perekonomian negara yang didukung oleh alasan sebagai berikut :
1. Terjadi lonjakan jumlah impor barang yang diselidiki secara relatif
terhadap produksi nasional pada tahun 2017 – 2018 dengan tren
sebesar 46,62%. Pada periode 2018 – 2019 (Januari – Juni) jumlah
impor secara relatif meningkat sebesar 27,83%.
2. Tenaga yang berdampak akibat lonjakan impor sebesar 15.633 (lima
belas ribu enam ratus tiga puluh tiga) pekerja dengan pengeluaran
yang hilang sebesar Rp19.76 miliar – Rp23.05 miliar.
3. Pangsa pasar domestik mengalami penurunan dengan tren sebesar
10,71% pada tahun 2017 – 2018, demikian juga pada periode 2018 –
2019 terjadi penurunan sebesar 3,17%.
4. Penurunan produksi terjadi dengan estimasi penurunan produksi
nasional sebesar Rp65,35 triliun.
5. Penurunan aktivitas industri dalam negeri berupa penurunan produksi
dan penurunan penyerapan tenaga kerja bukan disebabkan faktor lain
sesuai dengan penyelidikan KPPI, namun disebabkan oleh lonjakan
impor.
Menimbang, bahwa dari analisis tersebut diatas, terdapat kerugian
perekonomian negara yang dinilai secara keekonomian adalah sebesar
Rp1.646.216.880.000,00 (satu triliun enam ratus empat puluh enam

9
miliar dua ratus enam belas juta delapan ratus delapan puluh ribu
rupiah), dimana PT. Flemings Indo Batam berkontribusi sebesar 2,29%
atau senilai Rp1.496.560.800.000,00 (satu triliun empat ratus sembilan
puluh enam miliar lima ratus enam puluh juta delapan ratus ribu rupiah)
dan PT. Peter Garmindo Prima berkontribusi sebesar 0,229% atau senilai
Rp149.656.080.000,00 (seratus empat puluh sembilan miliar enam ratus
lima puluh enam juta delapan puluh ribu rupiah) dari total kerugian
perekonomian negara sebesar Rp63.352.000.000.000,00 (enam puluh
tiga triliun tiga ratus lima puluh dua miliar rupiah) sebagaimana
tertuang dalam Naskah Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara
Tindak Pidana Korupsi Dalam Importasi Tekstil Pada Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai Tahun 2018 Sampai Dengan Tahun 2020.
Menimbang, bahwa dari satu sektor Pertekstilan saja dampak
kerusakan yang ditimbulkan oleh penyelenggara negara yang tidak
melaksanakan tugasnya sudah sangat dahsyat, maka hukuman pidana
selama 2 tahun amat sangat tidak masuk akal sehat Hakim Anggota 4.
Menimbang, bahwa untuk menghilangkan atau mengurangi
penerimaan suap dilingkungan Bea dan Cukai perlu memberikan
hukuman penjara yang memadai yang dapat berfungsi sebagai upaya
pencegahan.
Menimbang, Bahwa dengan uraian diatas Hakim Anggota 4 perlu
menambah hukuman kepada terdakwa Kamarrudin Siregar menjadi 10
(sepuluh tahun).
Menimbang, bahwa hukuman 10 tahun adalah melebihi ketentuan
maksimal yang diatur dalam pasal 5 ayat (2) yaitu maksimal 5 tahun
Hakim Anggota 4 perlu memberikan pertimbangan pertimbangan sebagai
berikut :
Hakim dalam menerapkan hukum harus selalu menggunakan rasa
keadilan atas nama Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal penerapan
hukuman maksimal dalam pasal-pasal yang mengatur penerima suap
dapat diterima oleh rasa keadilan masyarakat maka pasal-pasal tersebut
berpredikat Normal sehingga tidak ada alasan bagi Hakim untuk
melanggar batas maksimal yang ditentukan, namun sebaliknya apabila
penerapannya akan menimbulkan rasa ketidakadilan maka pasal-pasal
tersebut bermasalah, tidak lengkap atau tidak normal sehingga apabila
dipaksakan hati nurani hakim akan berontak dan merasa putusannya tidak
berkualitas dan merasa tidak nyaman.
Menimbang, bahwa kualitas putusan seorang hakim diukur dari
pertimbangan pertimbangan yang mengacu pada rasa keadilan. Maka,
dalam putusan ini dapat diukur bahwa Terdakwa yang mendapatkan uang
suap tanpa peduli bahwa masuknya jutaan meter tekstil China dengan
harga murah berakibat hancurnya industri tekstil dalam negeri dan
bangkrutnya banyak pabrik tekstil, namun karena kelemahan undang
undang,Terdakwa sebagai penerima suap hanya dihukum dua tahun.
Menimbang, bahwa dalam hal bunyi undang undang apabila
diterapkan akan menimbulkan ketidakadilan, hakim wajib
meluruskannya, selain itu lamanya hukuman maksimal dan minimal

10
dalam undang undang merupakan bentuk nyata pembatasan dari
kebebasan hakim.
Menimbang, bahwa karena terjadi perbedaan didalam memutus
perkara a quo, maka Majelis Hakim tingkat banding sepakat musyawarah
dilakukan berdasarkan suara terbanyak, maka yang berlaku adalah
pendapat dari suara terbanyak sehingga Majelis Hakim tingkat banding
berkesimpulan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
53/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 7 April 2021 yang dimintakan
banding tersebut diperbaiki seperti amar putusan dibawah ini:
- Menerima permintaan banding dari Terdakwa dan Penuntut Umum
pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
- Memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 7 April 2021 nomor
53/Pid.Sus- TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut
sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan sehingga amar
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Kamaruddin Siregar, tersebut tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana korupsi pada Dakwaan Kesatu Primair dan Dakwaan
Kesatu Subsidair pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
2. Membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Kesatu Subsidair
tersebut.
3. Menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama.
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), jika denda tidak
dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua)
bulan.
5. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah
dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan.
6. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.
7. Menetapkan barang bukti dikembalikan kepada Penuntut Umum
untuk dipergunakan dalam perkara lain atas nama Irianto.
8. Membebankan kepada Terdakwa biaya perkara dalam kedua
tingkat peradilan yang ditingkat banding sebesar Rp.10.000,0017

Analisis Merugikan Perekonomian Negara dalam Perkara Kasus


Impor Tekstil
Dalam hal merugikan perekonomian negara, bahwa perkara ini
merupakan perkara yang merugikan perekonomian negara, karena
17
Putusan Nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI.

11
kegiatan ekspor impor yaitu termasuk dalam perkara impor tekstil dalam
perkara ini mempengaruhi kemajuan perekonomian negara yang berupa
bea dan cukai terhadap barang yang masuk dan keluar negeri. Adapun,
keberadaan bea dan cukai dapat mendorong perdagangan dan
perkembangan indsutri, melindungi perbatasan dan melindungi
masyarakat serta impor tekstil yang dapat meningkatkan penerimaan
negara. Hal tersebut memiliki kaitan erat dengan keuangan negara
sebagaimana yang telah diketahui bahwa penerimaan terbesar negara
berasal dari bea dan cukai.
Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara mendefinisikan: keuangan negara adalah, “semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Pada
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN
menyatakan penyertaan negara merupakan kekayaan negara yang
dipisahkan. Arti Pasal ini adalah, pada saat kekayaan negara telah
dipisahkan, maka kekayaan tersebut bukan lagi masuk di ranah hukum
publik tetapi masuk di ranah hukum privat. 18 Dalam perkara ini, kerugian
yang dialami negara bukan hanya berupa keuangan negara melainkan
sudah merambah pada lingkup perekonomian negara.
Dalam bagian Penjelasan Umum UU Tipikor disebutkan, keuangan
negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala kerugian
keuangan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: a.
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di daerah. b. Berada dalam
penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan
Perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ke tiga berdasarkan perjanjian dengan negara19
sehingga berdasarkan ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa kerugian
keuangan negara konteksnya adalah terhitung dengan uang, dalam
perkara ini kerugian dari adanya tindak pidana impor tekstil dampaknya
sangat luas, yaitu pada kerugian perekonomian negara.
Dikatakan demikian, karena adanya korupsi impor tekstil, kegiatan
ekspor impor merupakan kegiatan yang memberikan pendapatan terbesar
negara dalam bidang perekonomian. Adapun dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, ataupun usaha
masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat,

18
S.Sebabagus, 2017, Unsur Dapat Merugikan Negara Atau Perekonomian Negara Pada
Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Univesitas Dr.Soetomo, hal. 9.
19
Indonesia Corruption Watch. 2014, Penerapan Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam
Delik Tindak Pidana Korupsi, hal.24.

12
kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.
Kegiatan impor tekstil merupakan salah satu sektor perekonomian, dan
mempunyai peranan yang penting dalam bidang ekonomi, sehingga
adanya kerugian perekonomian mempunyai arti yang luas bukan hanya
pada lingkup keuangan negara saja, melainkan juga berdampak pada
stabilitas keadaan ekonomi negara.
Untuk bisa membuktikan “dapat” merugikan keuangan negara,
jaksa penuntut umum setidak-tidaknya harus mampu membuktikan
adanya suatu keadaan tertentu pada saat perbuatan memperkaya
diwujudkan. Bahwa keadaan itu dapat menimbulkan akibat kerugian
keuangan negara. Setiap orang mampu memikirkan, bahwa dengan
timbulnya keadaan yang demikian dapat menimbulkan kerugian
keuangan negara. Apabila jaksa sama sekali tidak mampu membuktikan
keadaan tersebut, maka tidak mungkin dapat menimbulkan bahwa
dakwaan pelanggaran Pasal 2 ayat (1) telah terbukti. Apabila kerugian
nyata sejumlah uang belum dapat dibuktikan, maka unsur “dapat” dalam
hal menimbulkan kerugian keuangan negara menjadi sangat penting, dan
wajiblah dibuktikan.20 Dakwaan penuntut umum terhadap tindak pidana
korupsi tentang kerugian perekonomian negara yang dilakukan terdakwa
agar dapat terbukti maka penuntut umum harus membuktikan
dakwaannya dengan minimal dua alat bukti. Sebaliknya terdakwa atau
penasihat hukumnya akan berusaha untuk menyatakan dan membuktikan
bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang
didakwakan oleh penuntut umum.21
Dalam perkara ini, kerugian perekonomian negara yang dapat
dibuktikan menjadi hal penting untuk dapat membuktikan bahwa tindak
pidana korupsi impor tekstil mengakibatkan kerugian perekonomian
negara. Adanya tindak pidana korupsi dalam impor tekstil membuat
industri tekstil dalam negeri menjadi babak belur dengan membanjirnya
impor produk tekstil dari luar negeri, yaitu mayoritas china. Sehingga,
hal ini sangat terkait dengan proporsi impor perusahaan terhadap total
impor unprosedural dan nilai produksi yang hilang. Perbuatan terdakwa
telah mengakibatkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp
1.646.216.880.000. Nilai tersebut dihitung berdasarkan proporsi impor
perusahaan terhadap total impor unprocedural dan nilai produksi yang
hilang. Pertambahan nilai (value added) dari proses produksi yang
seharusnya dilakukan oleh PT FIB dan PT PGP tidak terjadi. Selain itu
penyerapan tenaga kerja yang seharusnya terjadi jika PT FIB dan PT
PGP berproduksi tidak terjadi. Fakta bahwa PT FIB dan PT PGP tidak
memiliki pabrik dan tidak melakukan produksi, biaya operasional
perusahaan yang sebagian menjadi sumber penerimaan negara dari
pembayaran listrik, pembayaran BPJS tidak dilakukan oleh importir
tersebut.

20
Trifena Julia Kambey, dkk., 2020, Analisis Yuridis Mengenai Unsur Merugikan
Perekonomian Negara Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Lex Crimen,
Vol.IX, No.3, hal.209
21
Lilik Mulyadi, 2011, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan
Masalahnya, Cet.II, PT. Alumni, Bandung, hal.213.

13
Masuknya jumlah tekstil melebihi kuota impor berkontribusi
terhadap banyaknya barang tekstil yang beredar di pasaran. Sehingga
harga tekstil menjadi rendah dan produsen dalam negeri tidak bisa
bersaing dengan barang-barang tekstil yang sebagian besar berasal dari
China. Setidaknya pada 2018-2019, 9 pabrik tekstil tutup karena
membanjirnya tekstil impor. Dampak pabrik tekstil yang tutup membuat
produksi tekstil domestik mengalami penurunan dan ribuan pekerja PHK.
Adapun akibat dari perusahaan-perusahaan tekstil yang tutup tersebut
juga berpengaruh terhadap industri perbankan yang sudah memberikan
fasilitas kredit kepada perusahaan-perusahaan tekstil tersebut, yang mana
perusahan-perusahaan itu tidak mampu membayar kembali
pinjaman/pembiayaan yang telah diterima.
Dari akibat-akibat adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh terdakwa, mempunyai dampak yang luas, dan bukan lagi hanya
merugikan keuangan negara. Kerugian perekonomian negara lebih luas
karena bersentuhan dengan berbagai aspek bukan hanya dengan
keuangan saja. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika
mendalilkan mengenai konsep kerugian perekonomian negara yaitu :
1. Definisi dari merugikan perekonomian negara dalam Undang-
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pokoknya
memiliki makna yang sama dengan norma pada Pasal 33 UUD NRI
1945.
2. Dalam memaknai unsur Merugikan Perekonomian Negara tidak sama
halnya seperti memaknai Kerugian Keuangan Negara yang secara
jelas dapat dilihat di Undang-Undang Perbendaharaan Negara,
Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Badan
Pemeriksa Keuangan dalam memaknai unsur Merugikan
Perekonomian Negara bisa lebih luas.
3. Menurut perspektif ilmu ekonomi penjelasan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang konsep
perekonomian negara dapat diartikan sebagai perekonomian
Indonesia yang dilihat dari sisi pendapatan negara/nasional yang
parameternya adalah Produk Domestik Bruto (PDB).22
Bahwa konsep merugikan perekonomian negara adalah hubungannya
dengan aliran uang negara yang masuk dan keluar seperti uang yang
seharusnya masuk ke kas negara tetapi tidak dimasukkan begitupun
sebaliknya dengan uang yang dikeluarkan tetapi tidak untuk
peruntukannya serta kaitannya lebih luas daripada konsep kerugian
keuangan negara yang telah diatur dalam Undang-Undang Keuangan
Negara, Perbendaharaan Negara maupun Undang-Undang BPK. Konsep
merugikan perekonomian negara tidak dapat dipisahkan dari prinsip-
prinsip pada ilmu ekonomi. perekonomian Indonesia dan paling mudah
dilihat dari sisi pendapatan nasional yang indikatornya disebut Produk
Domestik Bruto (PDB). Mengenai bagaimana cara menghitung suatu
PDB dan kapan dapat dinyatakan telah terjadi kerugian adalah ketika
indeks PDB turun atau lebih kecil dari PDB potensialnya. Data dari PDB
22
Rizki Agung, 2020, Konsep Kerugian Perekonomian, Jurnal Jurist-Diction, Vol.3, No.2,
hal.678

14
ditujukan untuk mengetahui apakah PDB suatu daerah/ negara yang
bersangkutan mengalami peningkatan ataupun penurunan dalam jangka
waktu tertentu, dan pendataan tersebut di Indonesia dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Pengertian pendapatan nasional sendiri
adalah penjumlahan seluruh pendapatan yang diterima oleh seluruh
anggota masyarakat dalam suatu negara pada kurun waktu
tertentu.Pendapatan nasional juga dapat diartikan sebagai hasil produksi
nasional yaitu hasil produksi yang dihasilkan masyarakat dalam suatu
negara dalam waktu tertentu yang biasanya satu tahun.23
Konsep merugikan perekonomian negara hanya dijelaskan dalam
Penjelasan Umum alinea ke-4 UU PTPK sehingga Penjelasan Umum
tersebut menjadi rujukan utama untuk penegakkan konsep merugikan
perekonomian negara. Kegiatan impor tekstil merupakan kegiatan untuk
menambah pendapatan negara, oleh karenanya perkara ini merupakan
tindak pidana merugikan perekonomian negara, karena impor tekstil
merupakan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh
suatu negara. Perkara tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor tekstil
ini menyebabkan kerugian serius yang dialami industri dalam negeri
disebabkan lonjakan jumlah impor barang. Dari hal tersebut dapat dinilai,
bahwa tindak pidana korupsi impor tekstil ini membawa dampak yang
besar yaitu sudah mencakup luas, termasuk merugikan perekonomian
negara yaitu pendapatan negara akibat lonjakan impor.
Masuknya jumlah tekstil melebihi kuota impor yang dimiliki oleh PT
FIB dan PT PGP tersebut berkontribusi terhadap banyaknya barang
tekstil yang beredar di pasaran sehingga harga tekstil menjadi rendah dan
produsen dalam negeri tidak bisa bersaing dengan barang-barang tekstil.
penyerapan tenaga kerja yang seharusnya terjadi jika PT FIB berproduksi
tidak terjadi sehingga angka pengangguran yang seharusnya dapat
diturunkan oleh produksi PT FIB dan PT PGP ternyata tidak terjadi.
Fakta bahwa PT FIB dan PT PGP tidak memiliki pabrik dan tidak
melakukan produksi, biaya operasional perusahaan yang sebagian
menjadi sumber penerimaan Negara dari pembayaran listrik, pembayaran
BPJS tidak dilakukan oleh importir tersebut. Dalam perkara ini majelis
hakim dalam putusannya melampirkan kerugian perekonomian yang
dialami oleh negara yang telah dihitung secara perekonomian adalah
sebesar Rp1.646.216.880.000,00. Sehingga kasus impor ini telah
merugikan negara secara perekonomian, karena pendapatan negara
menjadi berkurang serta dalam kurun waktu tahun 2018-2019 terdapat 9
(sembilan) pabrik tekstil tutup akibat kalah bersaing dengan produk
impor yang banyak di Indonesia. Dampak dari pabrik tekstil domestik
yang tutup tersebut maka tingkat produksi tekstil domestik yang tutup
tersebut, maka tingkat produksi tekstil domestik mengalami penurunan
dan ribuan pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Terdakwa dalam perkara ini diputus secara sah dan meyakinkan telah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai mana
diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
23
Ibid, hal. 681-682.

15
jo Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP. Terdakwa dalam perkara ini dengan terdakwa dalam perkara lain
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
korupsi impor tekstil dan telah dinilai oleh majelis hakim pengadilan
tinggi merugikan perekonomian negara dengan perhitungan analisis
menurut perekonomian sebagaimana yang tercantum dalam putusan
Nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI.
Terdakwa dalam perkara ini divonis dengan Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal
5 Ayat (1) huruf a UU tipikor. Pasal tersebut merupakan pasal tindak
pidana korupsi yang diberikan pada pemberi suap. Pada prinsipnya,
tindak pidana suap merupakan tindak pidana korupsi impor tekstil dalam
perkara ini mempunyai pengaruh buruk yang amat besar, seperti
instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem perekonomian negara
dan bahkan dunia secara umum karena pencucian uang sebagai kejahatan
transnasional yang modusnya banyak melewati batas-batas negara.
Hasil penelitian Castle dan Lee menyatakan bahwa kejahatan money
laundring dapat menyebabkan hilangnya pendapatan negara dan tidak
layaknya pendistribusian beban pajak. Sementara komisi hukum nasional
mengatakan bahwa praktik pencucian uang dapat menciptakan keadaan
persaingan usaha yang tidak jujur, perkembangan praktek pencucian
uang juga akan berimbas kepada lemahnya sistem finansial masyarakat
pada umumnya.24 Dalam kasus ini, terdakwa terbukti tindak pidana
korupsi dalam Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor.
Sehingga, dalam kasus ini merupakan kategori tindak pidana yang dapat
merugikan perekonomian negara. Dengan demikian, jelas bahwa perkara
ini merupakan perkara dengan kualifikasi tindak pidana korupsi yang
mengakibatkan kerugian perekonomian negara, karena menyangkut
kerugian pendapatan negara yaitu pada sektor penurunan pendapatan
negara dan banyak pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk
impor yang banyak di Indonesia, hal ini tentu membawa dampak yang
besar pada stabilitas perekonomian negara.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, dalam perkara
ini yaitu perkara tindak pidana korupsi impor tekstil. Kegiatan impor
merupakan pembelian barang dari luar negeri untuk masuk ke wilayah
Republik Indonesia. Adanya perbuatan terdakwa Kamarudin Siregar yang
secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara ini,
yang merugikan perekonomian negara, dikatakan demikian, karena tindak
pidana korupsi impor tekstil ini berdampak pada turunnya pendapatan negara
akibat adanya lonjakan impor dan karenanya pendapatan negara menjadi
turun dan banyak pabrik tutup akibat kalah bersaing dengan produk impor
yang banyak di Indonesia. Selain itu, vonis terhadap terdakwa merupakan
yang melakukan tindak pidana suap merupakan tindak pidana korupsi impor
tekstil. Dalam perkara ini mempunyai pengaruh buruk yang amat besar,
seperti instabilitas sistem keuangan, dan instabilitas sistem perekonomian
24
Trifena Julia Kambey, dkk., 2020, Op.cit., hal. 211.

16
negara dan bahkan dunia secara umum karena pencucian uang sebagai
kejahatan transnasional yang modusnya banyak melewati batas-batas negara.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana korupsi dalam perkara ini
merupakan korupsi yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara.

DAFTAR PUSTAKA

Putusan Nomor: 19/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI.


Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Nyoman Serikat Putra Jaya, 2008, Bahan Kuliah Sistem Peradilan Pidana
(Criminal Justice System), Semarang: Program Magister Ilmu Hukum.
Basrief Arief, 2006, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Selekta),
Jakarta: Adika Remaja Indonesia.
R. Wiyono, 2012, Pembahasan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Edisi Kedua, Cetakan Ke-3, Jakarta: Sinar Grafika.
Handayani & Haikal, 2018, Seluk Beluk Perdagangan Ekspor Impor, Bandung:
Bushindo.
Soerjono Soekamto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press.
Abdul Kadir Muhammad, 2015, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung : PT.
Citra Aditya.
Sudarto, 1996, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni Bandung.
Chatrina Darul Rosikah dan Dessy Marliani Listianingsih, 2016, Pendidikan
Anti Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika.
J. C. T. Simorangkir dkk, 2010, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

17
Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minnesota :
West Publishing.
Vito Tanzi, 1994, Corruption, Government Activities and Markets, IMF
Working Paper.
Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan R.I. Posisi dan Fungsinya dari Perspektif
Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lilik Mulyadi, 2011, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis,
Praktik dan Masalahnya, Cet.II, PT. Alumni, Bandung.
Indonesia Corruption Watch. 2014, Penerapan Unsur Merugikan Keuangan
Negara dalam Delik Tindak Pidana Korupsi.
Abdul Fatah, dkk., 2017, Kajian Yuridis Penerapan Unsur Merugikan
Keuangan Negara Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi,
Diponegoro Law Journal, Vol.6, No.1.
Chandra Ayu Astuti & Anis Chariri, 2015, Penentuan Kerugian Keuangan
Negara Yang Dilakukan Oleh BPK dalam Tindak Pidana Korupsi,
Diponegoro Journal Of Accounting, Vol.4, No.3.
S.Sebabagus, 2017, Unsur Dapat Merugikan Negara Atau Perekonomian
Negara Pada Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korupsi, Jurnal
Univesitas Dr.Soetomo.
Trifena Julia Kambey, dkk., 2020, Analisis Yuridis Mengenai Unsur
Merugikan Perekonomian Negara Dalam Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi, Jurnal Lex Crimen, Vol.IX, No.3.
Rizki Agung, 2020, Konsep Kerugian Perekonomian, Jurnal Jurist-Diction,
Vol.3, No.2.

18

Anda mungkin juga menyukai