Anda di halaman 1dari 7

ARTICLE 28 & 29 UNITED NATION CONVENTION AGAINST

CORUPPTION DALAM PENUNTUATAN TINDAK PINDANA


KORUPSI ( EXSTRA ORDINARY CRIME ) YANG TIDAK
DAPAT DIBERLAKUKAN DI INDINESIA

DOSEN PEMBIMBING :
CECEP SUTRISNA, S.H., M.H.
OLEH :
ARIQ FAJAR SULAIMAN

TINDAK PIDANA KORUPSI


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
a) Latar belakang
Berakhirnya perang dingin disertai dengan penurunan jumlah perang saudara serta adanya

globalisasi1 menyebabkan kejahatan terorganisir bermunculan dengan cara yang tak

terpikirkan sebelumnya. Berbagai bentuk kejahatan transnasional bermunculan. Faktor tersebut

pun mengakibatkan kejahatan yang pada awalnya digolongkan sebagai kejahatan domestik,

menjadi kejahatan yang memiliki unsur transnasional. Salah satu bentuk kejahatan tersebut

adalah korupsi.

Korupsi menjadi tantangan bagi setiap negara, baik di level nasional, regional maupun

internasional. Pemberantasan tindak pidana korupsi pun menjadi salah satu agenda dalam

Sustainable Development Goals (SDGs). Pada peringatan Hari Anti-Korupsi Internasional

2018, United Nations SecretaryGeneral, António Guterres mengatakan bahwa “The annual

costs of international corruption amount to a staggering $3.6 trillion in the form of bribes and

stolen money” Di level nasional, berdasarkan Laporan Akhir Tahun Indonesia Corruption

Watch (ICW), total kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 6.5 triliun dengan total nilai

suap mencapai Rp 211 miliar, dari 576 kasus pada tahun 2017.

Indonesia memiliki reputasi yang kurang baik sebagai salah satu negara dengan tingkat

korupsi yang tinggi. Agenda pemberantasan korupsi telah menjadi fokus utama sejak

berakhirnya rezim Suharto pada Mei 1998. Pasca reformasi, kemajuan nyata dalam agenda

pemberantasan korupsi ditentukan oleh kemampuan para reformis untuk mengorganisasikan

arus utama kehidupan politik pada waktu itu, sehingga dapat mendorong proses terbentuknya

institusi dan praktik anti-korupsi baru yang lebih efektif. Pasca reformasi, dalam sistem

kelembagaan negara, Indonesia memiliki mekanisme check and balances yang lebih efektif,

akan tetapi masalah internal dan korupsi masih menjadi isu utama di berbagai lapisan
pemerintahan.Salah satu buah reformasi pada masa tersebut adalah pembentukan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK adalah ujung tombak bagi era baru dan transparansi di

Indonesia.

Upaya pemberantasan korupsi dan pembentukan tata kelola pemerintahan yang baik (good-

governance), serta peningkatan partisipasi masyarakat sipil dalam penanggulangan korupsi

menjadi agenda utama bagi Indonesia. Masyarakat sipil memiliki peranan penting dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hal tersebut merupakan faktor dominan, terlebih di

negara yang memiliki kultur demokrasi yang kuat.

Di era ekonomi global yang terintegrasi ini, korupsi telah menjadi crossborder issue. Upaya

pemberantasan korupsi memerlukan tindakan tegas dari pemerintah, kerja sama antar lembaga

internasional serta perusahaaan.Tanpa adanya fundamental ekonomi yang kuat dan stabil serta

tata kelola pemerintahan yang baik, korupsi mempengaruhi angka pertumbuhan secara

signifikan dan membuka pintu bagi ketidakstabilan, ketidakamanan dan ketidakpastian.

Faktorfaktor seperti proses pengambilan keputusan yang terdesentralisasi, birokrasi yang

kompleks dan dominannya kepentingan kelompok, menjadi ekosistem ideal untuk praktik

korupsi.

Pelaku kejahatan korupsi seringkali menyimpan hasil kejahatan korupsi tersebut di bank-

bank luar negeri melalui praktik money laundering. Para koruptor menghindari hukum dan

peraturan yang ada dengan melarikan dan menyembunyikan aset mereka di luar negeri.

Biasanya, koruptor memindahkan aset ilegal mereka ke negara-negara yang memiliki sistem

ketat terkait dengan keamanan dan kerahasiaan pemilik dana dan mengenakan pajak yang

sangat rendah.
b) Identifikasi Masalah

Rumusan masalah yang hendak diteliti dalam penulisan hukum ini ialah mengapa Article

28 United Nation Convention Against Corruption, yang mengatur tidak berlakunya daluarsa

dalam penuntutan tindak pidana korupsi karena merupakan kejahatan yang dikategorikan

sebagai extra ordinary crime tidak dapat diberlakukan di Indonesia.

BAB II PEMNBAHASAN

Dilihat dari sudut terminologi, istilah korupsi berasal dari kata “corruptio” dalam bahasa

Latin yang berarti kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk menunjuk suatu keadaan

atau perbuatan yang busuk yang kemudian disalin keberbagai bahasa. Misalnya disalin dalam

bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt dalam bahasa Perancis menjadi corruption dan

dalam bahasa Belanda disalin menjadi corruptive (korruptie). Istilah korupsi yang sering

dikaitkan dengan ketidakjujuran atau kecurangan seseorang dalam bidang keuangan. Dengan

demikian melakukan korupsi berarti melakukan kecurangan atau penyimpangan menyangkut

kauangan negara. Hal itu dirumuskan pula oleh Henry CampbellَBlack, َyangَ mengartikanَ

korupsiَ sebagai:َ“an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official

duty and the rights of other”. (terjemahan bebasnya: sesuatu perbuatan yang dilakukan dengan

maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan

hak-hak dari pihak lain). Termasuk pula dalam pengertianَ“corruption” menurut Black adalah,

perbuatan seorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk

mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan kewajibannya.

Sementara itu dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata korupsi diartikan sebagai

perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Sedangkan menurut sudarto, istilah korupsi berasalَ dariَ perkataanَ “corruption”, yang berarti

kerusakan. Disamping itu perbuatan korupsi dipakai pula untuk menunjuk keadaaan atau
perbuatan yang busuk. Korupsi banyak di sangkutkan kepada ketidakjujuran seseorang dalam

bidang keuangan.

Dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, pengertian korupsi terdapat dalam beberapa

pasal, yaitu:

a. Pasal 2 ayat 1: Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

sendiri atau atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara.

b. Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain otau

suatu korporasi menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan, atau kedudukan yang ada merugkan keuangan Negara atau perekonomian

Negara.

c. Pasal 13: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegaeai negeri dengan

mengingat keskuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh

pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut

d. Pasal 15: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat

untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Article 28 Knowledge, intent and purpose as elements of an offence

Knowledge, intent or purpose required as an element of an offence established in accordance

with this Convention may be inferred from objective factual circumstances.

Artinya :

Pengetahuan, maksud dan tujuan yang dipersyaratkan sebagai unsur dari kejahatan menurut

Konvensi ini dapat disimpulkan dari hal-hal nyata yang objektif.


Article 29 Statute of limitations

Each State Party shall, where appropriate, establish under its domestic law a long statute of

limitations period in which to commence proceedings for any offence established in

accordance with this Convention and establish a longer statute of limitations period or provide

for the suspension of the statute of limitations where the alleged offender has evaded the

administration of justice.

Artinya :

Negara Pihak wajib, jika dipandang perlu, menetapkan di dalam hukum nasionalnya, jangka

waktu kadaluarsa yang lama bagi pelaksanaan proses terhadap kejahatan menurut Konvensi ini

dan menetapkan jangka waktu kadaluarsa yang lebih lama atau mengatur penundaan

kadaluarsa jika tersangka pelaku telah menghindar dari proses peradilan.


BAB III

KESIMPULAN

Dari penjabaran diatas penulis menyimpulkan :

1. Mengapa tidak dapat diberlakukan di Indonesia Karena di Indonesia extra ordinary

crime lebih condong ke HAM, Terminologi extraordinary crimes (kejahatan luar

biasa) dapat kita temui dalam Penjelasan Umum UU Pengadilan HAM yang

menyatakan bahwa pembentukan undang-undang tentang pengadilan HAM

didasarkan pada sejumlah pertimbangan. Di Indonesia sendiri, yang termasuk

dalam extraordinary crimes di UU Pengadilan HAM adalah pelanggaran HAM berat

yang dibatasi pada dua bentuk, yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

pembahasan tentang extraordinary crimes pada mulanya merujuk kepada kejahatan

terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan genosida.

2. Korpsi termasuk ekstra ordinary crime. Indonesia sejak tahun 2002 dengan

diberlakukannya UU KPK mengklasifikasikan kejahatan korupsi sebagai kejahatan

luar biasa (extraordinary crimes), karena korupsi di Indonesia sudah meluas dan

sistematis yang melanggar hak-hak ekonomi masyarakat. Untuk itu memerlukan cara-

cara pemberantasan korupsi yang luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai