NIM:210711010298
TINDAK PIDANA KORUPSI
BAB 1. (PENDAHULUAN)
A. LATAR BELAKANG
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang ada di inonesia selama ini tidak saja
merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,
menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa, tetapi telah menjadi kejahatan yang luar biasa. Metode
konvensional atau metode ceramah yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa
menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di masyarakat, maka penanganannya
pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa.
Mengingat bahwa salah satu unsur Tindak pidana korupsi di dalam Pasal 2
dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tidakan pidana
korupsi) adalah adanya unsur kerugian keuangan negara,unsur tersebut memberi
konsekuensi bahwa pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untuk membuat
jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana penjara yang berat, melainkan juga
memulihkan keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan dalam
konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor.Kegagalan pengembalian aset hasil
korupsi dapat mengurangi makna penghukuman terhadap para koruptor.
Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang
dilakukan oleh negara korban Tipikor untuk mencabut, merampas, menghilangkan
hak atas aset hasil Tipikor dari pelaku Tipikor melalui rangkaian proses dan
mekanisme baik secara pidana dan perdata. Aset hasil Tipikor baik yang ada di
dalam maupun di Luar Negeri dilacak, dibekukan, dirampas,disita, diserahkan dan
dikembalikan kepada negara yang diakibatkan oleh Tipikor dan untuk mencegah
pelaku Tipikor menggunakan aset hasil Tipikor sebagai alat atau sarana tindak
pidana lainnya dan memberikan efek jera bagi pelaku/calon pelaku.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas ada bebeapa rumusan masalah sebagai
berikut:
BAB 2 (ISI)
Hal ini disebabkan korupsi memang menyangkut segi moral, sifat dan keadaan
yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan
jabatannya.
Penjelasan dari pasal tersebut adalah dalam hal pelaku tindak pidana korupsi,
melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, dimana
pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara, yang telah dilakukan
tidak menghapuskan pidana si pelaku tindak pidana tersebut. Pengembalian
kerugian negara atau perekonomian negara, yang telah dilakukan tidak
menghapuskan pidana si pelaku tindak pidana tersebut.
Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tersebut hanya
merupakan salah satu faktor yang meringankan pidana bagi pelakunya. Dalam
undang-undang ini juga diatur perihal korporasi sebagai subyek tindak pidana
korupsi yang dapat dikenakan sanksi pidana dimana hal ini tidak diatur
sebelumnya yakni dalam undang-undang tindak pidana korupsi yaitu Undang-
Undang No. 3 Tahun 1971.
BAB 3 (PENUTUP)
A.KESIMPULAN
Penekanan pada pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sebagai bentuk
memulihkan kerugian negara sudah seharusnya dimaksimalkan. Pengembalian
aset hasil tindak pidana korupsi dapat melalui beberapa cara yaitu perampasan
aset hasil tipikor, beban pembuktian terbalik, melalui gugatan perdata, dan
optimalisasi pembayaran uang pengganti serta upaya penjeratan melalui ketentuan
tindak pidana pencucian uang. Selain itu yang tak kalah penting juga mengatasi
persoalan eksekusi pembayaran uang pengganti dengan pembaruan kebijakan dan
penguatan komitmen penegak hukum untuk mengoptimalkan pengembalian
akibat kerugian negara dari tindak pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA