Anda di halaman 1dari 6

PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

Pendahuluan

Latar Belakang dan Permasalahan

Perkembangan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan menggunakan berbagai cara

namun hampir setiap hari masih mendengar,membaca dan melihat berita mengenai tindak

pidana korupsi.Menurut survey pada tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke 6 Negara

terkurupsi.Lembaga pemberi peringkat yang berbasis di hongkong pada tahun 2013 Indonesia

menduduki urutan ke 2 bersama Thailand sebagai Negara terkorup.

Menyangkut kerugian keuangan Negara dari seluruh Tindak Pidana Korupsi yang

terjadi,Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mengungkapkan kerugian Negars

akibat korupsi Tahun 2012 sampai Tahun 2014 mencapai Rp 689.19 milyar,kerugian Negara

tersebut.

Sebagian besar terjadi karena proses penunjukkan langsung dalam proyek pengadaan barang

dan jasa.Jumlah kerugian dihitung setelah ada putusan Hukum tetap.Tercatat ada 50 Perkara

korupsi keuangan berupa barang dan jasa yang telah di usut KPK,kerugian negara mencapai

35 persen dari hasil nilaivproyek.

Dalam penanganan kasus korupsi cenderung menggunakan penghukuman terhadap pelaku

tindak pidana korupsi daripada pengembalian Aset Negara.Pemberantasan difokuskan pada 3

isu yaitu Pencegahan,Pemberantasan, dan Pengembalian Aset hasil Korupsi.Dalsm hal ini ada

5 konsep penghitungan kerugian Negara antara lain :

1. Kerugian keseluruhan keuangan Negara.

2. Selisih keuangan Negara yang tersebar.


3. Harga kontrak selisih dengan keuangan Negara.

4. Penerimaan yang menjadi Hak tidak pernah disetor pada Negara.

5. Pengeluaran tidak sesuai dengan Anggaran yang di gunakan untuk kepentingan Pribadi.

Berdasarkan UU no. 11 Tahun 2009 tentang kesejahtetaan rakyat APBN diharapkan

menutupi defisit dengan mekanisme Pemgembalian Aset di pandang penting karena yang

melakukan usaha pengembalian atas Aset hasil korupsi Pejabat Tinggi.Tetapi dalam Hal

pengembalian biasanya menemujan hambatan,Hambatan inilah yang kemudian di carikan

jalan keluarnya,dengan mengatur cara pengembalian Aset.Dengan demikian pemberantasan

tindak pidana korupsi perlu juga memperhatikan kepentingan Rakyat.

Upaya dalam pengembalian dan pemulihan keuangan Negara idealnya berdasarkan Atas

Hukum menjadi Panglima,artinya apa yang diatur dakam Hukum harus ditaati oleh seluruh

masyarakat dan rakyat indonesia.Dalam Teori di katakan "konsep pemidanaan atas kesalahan

perampasan dan perlindungan terhadap Hak Individu" Delik Hukum adanya pemberantasan

dan kesalahan oleh sebab itu para pelaku Tindak Pidana wajib di pidana.Untuk perlindungan

rakyat yang terkena dampak terhadap pengembalian atas Aset Negara merupakan upaya

Bangsa Indonesia lewat para Penegak Hukumnya. Bangsa Indonesia lewat para Penegak

Hukumnya.

Pembahasan

Dalam konteks Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana perlu

dikaji ulang bahwa pelaku Tindak Pidana Korupsi tifak boleh mendapatkan keuntungan

sedikitpun tentang Aset-aset perampasan dan wajib dikembalikan agar bisa di gunakan

Negara untuk memperbaiki perekonomian agar rakyat yang terdampak mendapat

kesejahteraan.
Aset yang bisa di kembalikan atas tindak pidana korupsi berupa :

a. Kekayaan hasil korupsi harta dan benda.

b. Kekayaan hasil korupsi yang diperoleh dari hasil Usaha.

c. Kegiatan korupsi yang menghasilkan keuntungan dari hasil perbuatan memberi informasi

palsu.

Sanksi untuk pelaku korupsi yaitu pidana dalam pasal 4 UU no 31 Tahun 1999 dijelaskan

tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( UU/31/1999 ) dinyatakan bahwa

pengembalian atas kerugian Negara atau perekonomian tidak akan menghapus pidananya

( pelaku ) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 undang-undang tersebut.Atas

pengrmbalian keuangan negara atau perekonomian hanya salah satu faktor untuk

meringankan pelaku korupsi.Dalam hal pengembalian kerugian keuangan negara melalui

jalur pidana berupa prrampasan dan penyitaan dalam hal ini Hakim selain menjatuhkan

podana pokok juga bisa menjatuhkan pidana tambahan antara lain :

1. Perampasan benda bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh atas hasil korupsi dan

perusahaan yang dikelola saat ini ( pasal 18 ayat 1 huruf a UU no 31/99/ jo UU 20/2001 )

2. Biaya uang pengganti sebanyak jumlah benda yang di peroleh hasil tindak pidana

korupsi dalam pasal 18 ayat ( 1 ) huruf b ,ayat ( 2 ) dan ayat ( 3 ) UU 31/99 jo UU 20/2001.

3. Pidana denda UUTPK perumusan sanksi pidana ( komulatif ) pidana penjara dan atau

pidana denda ( Alternatif ) pidana penjara dan atau pifana denda.

4. Penetapan perampasan barang-barang yang telah disita dsn bukti yang cukup kuat bahwa

pelaku telah melakukan tindak pidana korupsi.Penetapan Hakim atas perampasan ini tidak

dapat dimohonkan upaya hukum banding dan setiap berkepentingan dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan dalam kurun waktu 30 ( tiga

puluh ) hari terhitung sejak tanggal pengumuman.( pasal 38 ayat (5) (6) (7) undang-undang

Tipikor)

5. Putusan tersebut dalam hal terdakwa tidak dapat mrmbuktikan bshwa harta benda

diperoleh buksn karena tindak pidana korupsi ysng dituntut oleh prnuntut umum pada saat

membacakan tuntutan dalam perkara pokok ( pasal 38B ayat (2) (3) undang-undang Tipikor )

Jadi,pelaku mendapatkan Relevansi atas pengambalian hasil korupsi dengan sanksi pidana

yang dijatuhkan oleh karenanya Hakim didalam Persidangan bisa memberikan alasan untuk

meringankan pelaku menurut peraturan perundang-undangan dan prsktek atau kebiasaan

hukum yang berlaku pasal /angka/ UU no.17 Tahun 2003,tentang kerugian keuangan Negara

bahwa semua Hak dan Kewajiban yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik

berupa uang atau barang yang bisa dijadikan MILIK NEGARA berhubungan fengan hak dan

kewajiban.Hal ini juga dapat dilihat dari pasal 4 UU Pemberantasan TiPiKor,yang

mengatakan adanya pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi.

Sejalan dengan peraturan perundang-undangan , Purwaning M Yanuar dalam bukunya

berjudul Pengembalian Aset Hasil Korupsi bahwa pengembalian kerugian uang Negara

dengan mengunakan pidana menurut UU Pembrantasan TIPIKOR dilakukan melalui

Penyitaan,Perampasan dan aturan Pidana Denda. Dalam Hukum Pidana Indonesia,upaya

untuk menghalangi atau menutup para pelaku kejahatan ( Pelaku Koruptor ) menikmati hasil

kejahatannya telah dilakukan beberapa cara. Dalam tataran Filosofis secara terbatas

mengenai hal ini telah pula menjadi pemikiran para pemikir seperti Jereny Bentham.

Dan sanksi secara Pramatis dapat dilakukan dalam proses acara berupa Penyitaan ( pasal 32

UU no 15 Tahun 2002 jo UU no 25 Tahun 2003 ) ataupun pembukaan Rekening ( pasal 42


UU no 7 Tahun 1992 jo UU no 10 Tahun 1998 ) dapat juga dilakukan dengan menjadkan

petbuatan tersebut sebagai tindak pidana korupai yang berdiri sendiri.

Menurut Sujito Raharjo ada dua fungsi yang dapat dimainkan oleh Hukum yaitu social

control mengandung arti sebagai sudut yang menetapkan tingkah lsku manusis yqng

menyimpang terhadap pelaku tindak pidana,dalam proses perubahan masyarakat sering

terjadi apalagi dalam kondisi kemajuan yang menuntut perlunya perubahan-perubahan relatif

cepat dan memperlancar proses interaksi sosial. perspektif Hukum sebagai fungsi utama

sistem hukum bersifat Intergrative msksudnya hukum untuk mengatur dan memelihara

regulasi social. Tanpa Hukum manusia biar menadi Homo homini lupus ( manusia yang satu

menjadi serigala bagi manusia lainnya) Pada dasarnya pemikiran covering laws theories

( perpektif hukum ) ada dua asas yaitu Teori berisikan penjelasan - penjelasan berdasarkan

pada keberlakuan umum/hukum umum,dan Penjelasan teori berdasarkan analisis keberaturan.

Penutup

- Pengupayaan semaksimal mungkin untuk mengembalikan semua Keuangan Negara yang

telah di korupsi dalam konsep ( follow the money ) dan tindakan pidana bersifat proaktif

terhadap pelaku kejahatan dalam konse ( follow the suspeet )

- Terlepas pelaku telah mengembalikan kerugian keuangan Negara,sifat melawan hukum

dari perbuatan hukum pelaku tetap ada dan tidak terhapus artinya pengembalian kerugian

keuangan Negara tidak dianggap sebagai alasan pembenar atau pemaaf atas kesalahan

pelaku,sehingga pelaku tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, yang telah

diatur dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Daftar Pustaka

- Pengembalian Aset Korupsi berdasarkan Konprensi PBB Anti Korupsi 2003,Dalam

disistem Hukum di Indonesia.(Yanuar Pramuning M )

- Perampasan dan Pengambilan Aset hasil tindak pidana korupisi dalam sistem Hukum

Indonesia sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi ( Suprabowo

- Pengembalian Aset pelaku tindaj pidana korupsi menurut undang-undang korupsi Indonesia

Paska Konvensi PBB anti korupsi 2003

htpp://halamanhukum.blokspot.co.id//2009

- Merampas Aset Koruptor solusi Pembersntasan Korupsi di Indonesia ( Yusuf Muhammad )

- Mekanisme pengembalian Aset hasil tindak pidana korupsi .Majalah keadilan .( sanusi )

Anda mungkin juga menyukai