Di Susun Oleh :
Kelompok 1
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak
pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak
negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana
ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan
pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi
dan moralitas, karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana
korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi
suatu fenomena. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Di berbagai
belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan tindak pidana
lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja UU yang berkaitan dengan korupsi?
2. Apa saja kerugian uang negara akibat korupsi?
3. Bagaimana pengertian dari suap menyuap?
4. Apa saja penggelapan dalam jabatan?
5. Apa pengertian dari pemerasan?
6. Apa pengertian dari perbuatan curang?
7. Apa itu pembenturan kepentingan dalam pengadaan?
8. Bagaimana penjelasan dari gratifikasi?
BAB II
PEMBAHASAN
1. UU Terkait Korupsi
Secara konstitusional pengertian tindak pidana korupsi disebutkan di dalam
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang juga
menyebutkan mengenai kolusi (pada Pasal 1 angka 4) dan nepotisme (pada Pasal 1
angka 5), yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 1 angka 3
Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
b. Pasal 1 angka 4
Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar
Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain
yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
c. Pasal 1 angka 5
Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di
atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
1
Kusumah M.W. Tegaknya Supremasi Hukum. hlm. 141
i. Percobaan, Permufakatan, dan Pembantuan melakukan tindak pidana
korupsi.
j. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi2
3. Suap Menyuap
Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah
’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam bahasa Latin
disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong roti yang
diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna ’sedekah’
(alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts
received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang
diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau
korup). Dengan demikian seseorang yang terlibat dalam perbuatan suapmenyuap
sebenarnya harus malu apabila menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela
dan bahkan sangat merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi si penerima
suap.Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana publik
(embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar dari
tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai bejat
moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu
perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity,
virtue, or moral principles).
Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam
masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau
pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar
keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu ataupun agar terbebas dari
suatu hukuman atau proses hukum. Maka tidaklah mengherankan yang paling
banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai
peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalampemberian izin
ataupun pemberian proyek pemerintah. Suap sering diberikan kepada para penegak
hukum umpamnya polisi, jaksa, hakim. Demikian juga kepada para pejabat bea
cukai, pajak dan pejabat-pejabat yang berhubungan denga pemberian izin baik
beruap izin berusaha, izin mendirikan bangunan dan lain-lain.
Suap juga ditemukan dalam penerimaan pegawai, promosi maupun mutasi,
bahkan saat ini suap disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan baik dalam
tahap peneriman mahasiswa/siswi baru, kenaikan kelas, kelulusan bahkan untuk
mendapatkan nilai tertentu dalam ujian mata pelajaran atau mata kuliah. Untuk
mendapatkan anggaran tertentu dari pemerintah pun saat ini ditengarai diwarnai
suap agar mendapatkan jumlah anggaran yang diinginkan. Saat ini pejabat yang
berwenang untuk mengeluarkan surat keterangan ataupun identitas juga rawan
denga suap umpamanya surat keterangan mengenai umur, status perkawinan untuk
calon TKI, pembuatan paspor, KTP, SIM dan lain-lain. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa suap sudah mewarnai hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas
masyarakat. Masalah suap sudah menjadi masalah yang multi dimensional karena
menyangkut masalah sosial, moral, hukum, ekonomi bahkan masalah keamanan.
5. Pemerasan
Pemerasan merupakan suatu tindakan yang dapat menguntungkan
seseorang/pihak (pemeras) dan merugikan bagi pihak lainnya (yang
diperas).Pemerasan adalah bahasa hukum yang rumusan pidananya ada dalam
hukum positif. Bila dilihat kata ‘pemerasan’ dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata dasar ‘peras’ yang bisa bermakna leksikal ‘meminta uang dan jenis lain dengan
ancaman.4 Dalam Black’s Law Dictionary (2004: 180), blackmail diartikan sebagai
‘a threatening demand made without justification’. Sinonim dengan extortion, yaitu
suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti
tekanan atau paksaan.
Pengaturan terkait pemerasan dan pengancaman sesungguhnya telah diatur
dalam KUHP dan beberapa Undang-Undang lain yang juga memuat ketentuan
pemerasan dan pengancaman dalam beberapa pasalnya. Dalam KUHP, ketentuan
mengenai pemerasan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP,
pemerasan yang diperberat diatur Pasal 368 ayat (2) KUHP, sedangkan
pengancaman pokok diatur dalam Pasal 369 KUHP dan pengancaman dalam
kalangan keluarga diatur dalam Pasal 370 KUHP. Kedua macam tindak pidana
tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan bertujuan untuk
mengancam orang lain, sehingga tindak pidana ini diatur dalam bab yang sama yaitu
Bab XXIII KUHP.4
6. Perbuatan Curang
Pasal 382 Bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan salah satu Pasal
yang terletak dalam Buku II tentang kejahatan Bab XXV yang berjudul perbuatan
curang (bedrog) yang meliputi Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
sampai Pasal 395 Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Istilah Bedrog oleh
3
Tongat, Hukum Pidana Materiil, 2006, hLm. 57
4
Mohammad Kenny Alweni.KAJIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN BERDASARKAN PASAL 368 KUHP. hlm 47
beberapa penulis diterjemahkan dalam dua istilah, yakni ada yang menterjemahkan
sebagai penipuan dan yang lain menterjemahkan sebagai perbuatan curang.
Curang berarti tidak jujur, tidak lurus hati, senang mencurangi adalah penipu
atau mengakali. Sedangkan tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur,
bohong, palsu dan sebagainya, yang lebih dikaitkan dengan perkataan dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung.
Perbuatan curang adalah perbuatan yang tidak jujur atau tidak adil dimana
akibat dari perbuatan tersebut kepentingan orang lain dirugikan. Perbuatan ini
umumnya terjadi dengan motif mencari keuntungan secara melawan hukum oleh
pembuat.5
5
Aminudin, dan H. Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2008, hlm. 118.
d. Pemilihan partner/ rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak
profesional;
e. Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
f. Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi/ golongan;
g. Pengawas ikut menjadi bagian dari pihak yang diawasi;
h. Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan tidak
sesuai norma, standar, dan prosedur;
i. Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang
dinilai;
j. Putusan/ Penetapan Pengadilan yang berpihak akibat pengaruh/ hubungan
dekat/ ketergantungan/ pemberian gratifikasi.6
8. Gratifikasi
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan Fasilitas Lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam Negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Gratifikasi kepada pegawai negeri telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 12B
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang menyatakan “yang dimaksud dengan
gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Tindak pidana korupsi menerima gratifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal
12B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dirumuskan sebagai berikut:
a. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan
6
Apa itu benturan kepentingan? (kemenkeu.go.id)
b. Pidana bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).7
7
Darwan Prints, 1989, Hukum Acara Pidana suatu Pengantar, Bina aksara, Jakarta, hal. 57.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin, dan H.2008. Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Astika Nurul Hidayah. 2018. “Analisis Aspek Hukum Tindak Pidana Korupsi dalam Rangka
Pendidikan Anti Korupsi”, Jurnal Kosmik Hukum. Vol. 18. No. 2.
Darwan Print. 1989. Hukum Acara Pidana suatu Pengantar. Bina aksara. Jakarta
Kusumah M.W. 2001. Tegaknya Supremasi Hukum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mohammad Kenny Alweni. 2019. KAJIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN BERDASARKAN
PASAL 368 KUHP. Vol.3 No. 3.
Tongat. 2006. Hukum Pidana Materiil. Malang: UMM Pres
Apa itu benturan kepentingan? (kemenkeu.go.id)