Anda di halaman 1dari 15

MACAM-MACAM TINDAK PIDANA KORUPSI

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Di Susun Oleh :
Kelompok 1

Aura Maulida (242020008)

Dosen Pengampu : Sri Hardianty, S.IP., M.Pd

JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.. Wb..


Puji syukur alhamdullilah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa, saya
panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat karunia dan
hidayahNya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan judul “ Macam-macam Tindak
Pidana Korupsi”
Shalawat beriring salam penulis sanjungkan kapada Rasul kita Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama rahmatan lil alamin yaitu agama
islam. saya selaku penulis, sadar akan makalah ini masih jauh dari kesempurnaannya, oleh
karena itu kepada para pembaca dimohon kritikan dan saran yang bersifat untuk membangun
demi perbaikan makalah ini, dan dengan selesainya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi
pembacanya. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Meulaboh, November 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak
pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak
negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana
ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan
pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi
dan moralitas, karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana
korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi
suatu fenomena. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Di berbagai
belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan tindak pidana
lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja UU yang berkaitan dengan korupsi?
2. Apa saja kerugian uang negara akibat korupsi?
3. Bagaimana pengertian dari suap menyuap?
4. Apa saja penggelapan dalam jabatan?
5. Apa pengertian dari pemerasan?
6. Apa pengertian dari perbuatan curang?
7. Apa itu pembenturan kepentingan dalam pengadaan?
8. Bagaimana penjelasan dari gratifikasi?
BAB II
PEMBAHASAN

1. UU Terkait Korupsi
Secara konstitusional pengertian tindak pidana korupsi disebutkan di dalam
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang juga
menyebutkan mengenai kolusi (pada Pasal 1 angka 4) dan nepotisme (pada Pasal 1
angka 5), yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 1 angka 3
Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
b. Pasal 1 angka 4
Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar
Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain
yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.
c. Pasal 1 angka 5
Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di
atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999


sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, diatur di dalam Pasal 2 dan Pasal 3, yaitu sebagai berikut:
a. Pasal 2
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
b. Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).1
tindak pidana korupsi tidak hanya terbatas pada perbuatan yang selama ini
dipahami oleh masyarakat pada umumnya yaitu korupsi yang diatur di dalam Pasal
2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, yaitu memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara. Adapun berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya maka yang
termasuk sebagai tindak pidana korupsi, yaitu:
a. Merugikan keuangan negara.
b. Perbuatan Memperkaya atau Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain
atau Suatu Korporasi.
c. Penyuapan.
d. Penyalahgunaan Jabatan.
e. Pemerasan.
f. Kecurangan.
g. Benturan Kepentingan.
h. Gratifikasi.

1
Kusumah M.W. Tegaknya Supremasi Hukum. hlm. 141
i. Percobaan, Permufakatan, dan Pembantuan melakukan tindak pidana
korupsi.
j. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi2

2. Kerugian Uang Negara


Laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan, kerugian negara
akibat korupsi mencapai Rp 26,83 triliun pada semester 1 2021. Jumlah ini
meningkat 47,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp
18,17 triliun. Jumlah kasus korupsi yang berhasil ditemukan aparat penegak hukum
(APH) pada periode tersebut adalah sebanyak 209 kasus dengan jumlah 482
tersangka yang diproses hukum.
Menurut ICW, penyebabnya lantaran pengawasan pengelolaan anggaran untuk
penanganan kasus korupsi oleh pemerintah semakin buruk. ICW juga menyebut
bahwa terdapat ketidakterbukaan informasi dari APH, khususnya kepolisian dan
kejaksaan terkait penanganan korupsi. Secara keseluruhan, ICW menilai bahwa
kinerja penanganan kasus korupsi APH yang terdiri dari Polri, Kejaksaan, dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di semester I 2021 hanya mencapai 19% atau
menerima peringkat E (sangat buruk). Sebab, kasus korupsi yang ditangani oleh
APH meningkat sejak dua tahun terakhir tetapi tidak sesuai target. Selain itu,
kerugian negara akibat korupsi kian meningkat dari tahun ke tahun.
Aparat penegak hukum sangat sulit untuk melakukan perampasan aset hasil
tindak pidana yang telah dikuasai oleh pelaku tindak pidana. Kesulitan yang ditemui
dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana sangat banyak, seperti kurangnya
instrumen dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana. Sistem dan mekanisme
yang ada mengenai perampasan aset tindak pidana pada saat ini belum mampu
mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.12 Selain itu juga menjadi sebabnya adalah belum
adanya kerja sama internasional yang memadai, dan kurangnya pemahaman
terhadap mekanisme perampasan aset hasil tindak pidana oleh aparat penegak
2
Astika Nurul Hidayah, “Analisis Aspek Hukum Tindak Pidana Korupsi dalam Rangka
Pendidikan Anti Korupsi”. Vol. 18, No. 2, 2018, hlm. 137
hukum, serta lamanya waktu yang dibutuhkan sampai dengan aset hasil tindak
pidana dapat disita oleh negara, yaitu setelah mendapatkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.

3. Suap Menyuap
Suap (bribery) bermula dari asal kata briberie (Perancis) yang artinya adalah
’begging’ (mengemis) atau ’vagrancy’ (penggelandangan). Dalam bahasa Latin
disebut briba, yang artinya ’a piece of bread given to beggar’ (sepotong roti yang
diberikan kepada pengemis). Dalam perkembangannya bribe bermakna ’sedekah’
(alms), ’blackmail’, atau ’extortion’ (pemerasan) dalam kaitannya dengan ’gifts
received or given in order to influence corruptly’ (pemberian atau hadiah yang
diterima atau diberikan dengan maksud untuk memengaruhi secara jahat atau
korup). Dengan demikian seseorang yang terlibat dalam perbuatan suapmenyuap
sebenarnya harus malu apabila menghayati makna dari kata suap yang sangat tercela
dan bahkan sangat merendahkan martabat kemanusiaan, terutama bagi si penerima
suap.Suap-menyuap bersama- sama dengan penggelapan dana-dana publik
(embezzlement of public funds) sering disebut sebagai inti atau bentuk dasar dari
tindak pidana korupsi. Korupsi sendiri secara universal diartikan sebagai bejat
moral, perbuatan yang tidak wajar, atau noda (depravity, perversion, or taint); suatu
perusakan integritas, kebajikan, atau asas-asas moral (an impairment of integrity,
virtue, or moral principles).
Masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam
masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau
pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar
keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu ataupun agar terbebas dari
suatu hukuman atau proses hukum. Maka tidaklah mengherankan yang paling
banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai
peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalampemberian izin
ataupun pemberian proyek pemerintah. Suap sering diberikan kepada para penegak
hukum umpamnya polisi, jaksa, hakim. Demikian juga kepada para pejabat bea
cukai, pajak dan pejabat-pejabat yang berhubungan denga pemberian izin baik
beruap izin berusaha, izin mendirikan bangunan dan lain-lain.
Suap juga ditemukan dalam penerimaan pegawai, promosi maupun mutasi,
bahkan saat ini suap disinyalir telah merambah ke dunia pendidikan baik dalam
tahap peneriman mahasiswa/siswi baru, kenaikan kelas, kelulusan bahkan untuk
mendapatkan nilai tertentu dalam ujian mata pelajaran atau mata kuliah. Untuk
mendapatkan anggaran tertentu dari pemerintah pun saat ini ditengarai diwarnai
suap agar mendapatkan jumlah anggaran yang diinginkan. Saat ini pejabat yang
berwenang untuk mengeluarkan surat keterangan ataupun identitas juga rawan
denga suap umpamanya surat keterangan mengenai umur, status perkawinan untuk
calon TKI, pembuatan paspor, KTP, SIM dan lain-lain. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa suap sudah mewarnai hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas
masyarakat. Masalah suap sudah menjadi masalah yang multi dimensional karena
menyangkut masalah sosial, moral, hukum, ekonomi bahkan masalah keamanan.

4. Penggelapan Dalam Jabatan


Istilah penggelapan sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk
menyebut jenis kejahatan yang di dalam buku II Bab XXIV Kitab UndangUndang
Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan verduistering dalam
bahasa Belanda. Delik yang berkualifikasi atau yang bernama penggelapan ini diatur
dalam Pasal 372. Banyak unsur-unsur yang menyeruapi delik pencurian, hanya saja
beradanya barang yang dimaksud untuk dimiliki (zich toeegenen) itu di tangan
pelaku penggelapan bukanlah karena seperti halnya pencurian. Pengertian pemilikan
juga seperti di dalam pencurian.
Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan
barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik
barang dengan tujuan untuk mengalih milik (pencurian), menguasai, atau digunakan
untuk tujuan lain.Tindak pidana penggelapan merupakan perbuatan yang melawan
hukum dan pelakunya dapat diancam dengan hukuman pidana. Tindak pidana
penggelapan menurut Pasal 372 KUHPidana adalah: “Barangsiapa dengan sengaja
dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang adadalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.3

5. Pemerasan
Pemerasan merupakan suatu tindakan yang dapat menguntungkan
seseorang/pihak (pemeras) dan merugikan bagi pihak lainnya (yang
diperas).Pemerasan adalah bahasa hukum yang rumusan pidananya ada dalam
hukum positif. Bila dilihat kata ‘pemerasan’ dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata dasar ‘peras’ yang bisa bermakna leksikal ‘meminta uang dan jenis lain dengan
ancaman.4 Dalam Black’s Law Dictionary (2004: 180), blackmail diartikan sebagai
‘a threatening demand made without justification’. Sinonim dengan extortion, yaitu
suatu perbuatan untuk memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti
tekanan atau paksaan.
Pengaturan terkait pemerasan dan pengancaman sesungguhnya telah diatur
dalam KUHP dan beberapa Undang-Undang lain yang juga memuat ketentuan
pemerasan dan pengancaman dalam beberapa pasalnya. Dalam KUHP, ketentuan
mengenai pemerasan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP,
pemerasan yang diperberat diatur Pasal 368 ayat (2) KUHP, sedangkan
pengancaman pokok diatur dalam Pasal 369 KUHP dan pengancaman dalam
kalangan keluarga diatur dalam Pasal 370 KUHP. Kedua macam tindak pidana
tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan bertujuan untuk
mengancam orang lain, sehingga tindak pidana ini diatur dalam bab yang sama yaitu
Bab XXIII KUHP.4

6. Perbuatan Curang
Pasal 382 Bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan salah satu Pasal
yang terletak dalam Buku II tentang kejahatan Bab XXV yang berjudul perbuatan
curang (bedrog) yang meliputi Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
sampai Pasal 395 Kitab UndangUndang Hukum Pidana. Istilah Bedrog oleh
3
Tongat, Hukum Pidana Materiil, 2006, hLm. 57
4
Mohammad Kenny Alweni.KAJIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN BERDASARKAN PASAL 368 KUHP. hlm 47
beberapa penulis diterjemahkan dalam dua istilah, yakni ada yang menterjemahkan
sebagai penipuan dan yang lain menterjemahkan sebagai perbuatan curang.
Curang berarti tidak jujur, tidak lurus hati, senang mencurangi adalah penipu
atau mengakali. Sedangkan tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur,
bohong, palsu dan sebagainya, yang lebih dikaitkan dengan perkataan dengan
maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung.
Perbuatan curang adalah perbuatan yang tidak jujur atau tidak adil dimana
akibat dari perbuatan tersebut kepentingan orang lain dirugikan. Perbuatan ini
umumnya terjadi dengan motif mencari keuntungan secara melawan hukum oleh
pembuat.5

7. Pembenturan Kepentingan Dalam Pengadaan


Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan
seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau
golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan
obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian  kepada pihak tertentu.
Benturan kepentingan dapat dilatarbelakangi oleh hubungan dengan kerabat dan
keluarga, kepentingan pribadi dan/atau bisnis, hubungan dengan wakil pihak yang
terlibat, hubungan dengan pihak-pihak lain yang dilarang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan, hubungan dengan pihak yang bekerja dan mendapat gaji dari
pihak yang  terlibat, hubungan dengan pihak yang   memberikan rekomendasi
terhadap pihak yang terlibat.
Jenis benturan kepentingan yang sering terjadi adalah:
a. Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/
ketergantungan/pemberian gratifikasi;
b. Pemberian izin yang diskriminatif;
c. Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas
jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah;

5
Aminudin, dan H. Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2008, hlm. 118.
d. Pemilihan partner/ rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak
profesional;
e. Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
f. Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi/ golongan;
g. Pengawas ikut menjadi bagian dari pihak yang diawasi;
h. Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan tidak
sesuai norma, standar, dan prosedur;
i. Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang
dinilai;
j. Putusan/ Penetapan Pengadilan yang berpihak akibat pengaruh/ hubungan
dekat/ ketergantungan/ pemberian gratifikasi.6

8. Gratifikasi
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan Fasilitas Lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam Negeri maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Gratifikasi kepada pegawai negeri telah dijelaskan dalam penjelasan pasal 12B
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang menyatakan “yang dimaksud dengan
gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri dan
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Tindak pidana korupsi menerima gratifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal
12B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dirumuskan sebagai berikut:
a. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan

6
Apa itu benturan kepentingan? (kemenkeu.go.id)
b. Pidana bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).7

7
Darwan Prints, 1989, Hukum Acara Pidana suatu Pengantar, Bina aksara, Jakarta, hal. 57.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, dan H.2008. Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Astika Nurul Hidayah. 2018. “Analisis Aspek Hukum Tindak Pidana Korupsi dalam Rangka
Pendidikan Anti Korupsi”, Jurnal Kosmik Hukum. Vol. 18. No. 2.
Darwan Print. 1989. Hukum Acara Pidana suatu Pengantar. Bina aksara. Jakarta
Kusumah M.W. 2001. Tegaknya Supremasi Hukum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mohammad Kenny Alweni. 2019. KAJIAN TINDAK PIDANA PEMERASAN BERDASARKAN
PASAL 368 KUHP. Vol.3 No. 3.
Tongat. 2006. Hukum Pidana Materiil. Malang: UMM Pres
Apa itu benturan kepentingan? (kemenkeu.go.id)

Anda mungkin juga menyukai