DOSEN PEMBIMBING
Disusun oleh
Npm : 20110202
MANAJEMEN D SORE
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BINA KARYA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
ada umumnya orang awam beranggapan bahwa para kepala daerah yang pernah
tersandung kasus korupsi sudah pasti telah menyebabkan kerugian Negara karena
memiliki niat untuk mencuri uang Negara dan memperkaya diri sendiri, tetapi
setelah mahkamah konstitusi mengeluarkan putusan yang merubah Undang-
Undang Tipikor, masyarakat baru memahami lebih dalam bahwa selama ini, orang
dapat ditangkap karena dituduh melakukan tindak pidana korupsi, hanya karena
tindakannya ―berpotensi‖ menimbulkan kerugian negara. Ini juga mulai
menyadarkan masyarakat betapa besar kemungkinan dan dan betapa mudahnya
seorang kepala daerah di kriminalisasi.
Satu kata dapat ini bahkan ternyata menciptakan situasi penindakan tipikor
menjadi kacau balau pada kenyataannya. Bagaimana tidak, tanpa mengetahui
dengan jelas seluk beluk penyaluran anggaran, semua pihak, bahkan yang tidak
menyelidiki dengan teliti dan tidak memiliki kapasitas dan kualitas sebagai auditor
negara seperti lembaga swadaya masyarakat, orang awam, lawan politik, dan
bahkan penyidik dari kepolisian atau kejaksaan yang tidak dipersiapkan matang
untuk menguasai ilmu keuangan dan penyaluran anggaran misalnya, dapat
mengajukan laporan dugaan tindak pidana korupsi atas hasil investigasi sendiri,
terhadap kepala daerah atau pihak lain yang terlibat dalam penyaluran keuangan
Negara.
Tindakan korupsi merupakan salah satu masalah yang banyak dihadapi di berbagai
negara terutama di negara berkembang. Berbagai kerjasama dilakukan antar
lembaga di dalam negeri baik dalam bidang hukum hingga pendidikan guna
mengurangi penigkatankasus korupsi.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :
1.Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum terhadap putusan Mahkamah
Konstitusi perihal Kerugian Negara yang menganut prinsip Actual Loss dalam
penghitungan Kerugian Negara, pada tindak pidana korupsi di Indonesia
2.Untuk mengetahui bagaimana penentuan kerugian Negara oleh BPK terhadap
suatu tindak pidana korupsi didasarkan pada hasil audit investigasi BPK.
1.4Kegunaan Penelitian
1.Kegunaan Teoritis
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin Ilmu Hukum, khususnya
mengenai tindak pidana korupsi dan perkembangan penanganannya. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
2.Kegunaan Praktis
Selain kegunaan teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pedoman dan inspirasi pengembangan penanganan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
BAB ii
A.Tindak Pidana korupsi
Kata korupsi berasal dari kata latin corruptionatau corrupt. Kemudian
muncul dalam berbagai bahasa Eropa seperti Prancis yaitu corruption. Bahasa
Belandacorruptiedan muncul pula dalam pembenahaan bahasa Indonesia dengan
istilah korupsi.Arti secara harafiah korupsi adalah kebusukan, keburukan,
kejahatan,ketidakjujuran,dapat di suap, penyimpangan dari kesucian, kata-kata
yang bernuansamenghina atau memfitnah, penyuapan, dalam bahasa Indonesia
kata korupsiadalah perbuatan buruk, seperti penggelapan uang penerimaan, uang
sogok dansebagainya. Kemudian arti kata korupsi telah diterima dalam
pembendaharaanbahasa Indonesia dalam kamus besar Indonesia yaitu kecurangan
dalammelakukankewajiban sebagai pejabat.Tindak pidana korupsi merupakan
tindak pidana khusus karena dilakukan orangyang khusus maksudnya subyek dan
pelakunya khusus dan perbuatannyayangkhusus akibat yang ditimbulkan oleh
adanya tindak piidana korupsi harus ditangani serius dan khusus untuk itu perlu di
kembangkan peraturan-peraturan khusus sehingga dapat menjangkau semua
perbuatan pidana yang merupakan indak pidana korupsi karena hukum pidana
umumnya tidak sanggup untuk menjangkaunya.Tindak pidanakorupsi menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 meliputi perbuatan cukup luas
cakupannya. Sumber perumusan tindak pidana korupsidalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 dapat di golongkan dalam duagolongan :
1)Perumusan yang di buat sendiri olehpembuat Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001
2)Pasal KUHP yang ditarik kedalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
a.Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
Terlepas dari jumlah kerugian negara, Supian kembali menambah panjang kepala
daerah yang menjadi pesakitan di KPK. Padahal dia tengah menjalani periode
keduanya sebagai orang nomor satu di Kabupaten Kotawaringin Timur. Periode
pertamanya, yakni 2010-2015.
Berdasarkan informasi yang diperoleh CNNIndonesia.com dari sejumlah sumber,
pada periode pertama, setelah dilantik Supian langsung mengangkat teman-teman
dekatnya yang juga menjadi bagian dari tim suksesnya sebagai Direktur dan
Direktur Utama PT Fajar Mentaya Abadi. Kolega Supian itu mendapat masing-
masing mendapat jatah saham perusahaan sebesar 5%. Perusahaan yang diduduki
koleganya itu kemudian diberikan IUP seluas 1.671 hektar.
Hal itu tertuang dalam SK IUP yang diterbitkan Supian pada Maret 2011.
Izin itu keluar dari Supian meski dirinya mengetahui bahwa PT Fajar Mentaya
Abadi belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, di antaranya Izin lingkungan
atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pada November 2011,
PT Fajar Mentaya Abadi dapat melakukan kegiatan operasi produksi bauksit dan
melakukan ekspor ke China.
Menurut pegiat anti korupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson
Yuntho, dugaan korupsi di lakukan Supian terjadi karena ada ceruk untuk meraup
keuntungan dari kekayaan sumber daya alam di daerahnya. Namun sumber daya
alam yang kaya kerap berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi masyarakat
yang hidup miskin.
Dalam perkara ini, Supian diduga menerima suap dari tiga perusahaan tambang
yakni PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron
Mining (AIM) pada periode 2010-2012. Supian diduga menerima suapa sebesar
Rp500 juta, mobil Toyota Land Cruiser senilai Rp710 juta dan mobil Hummer H3
senilai Rp1,35 miliar.
https://tirto.id/dfNs