Tindakan Pidana
Korupsi
Tindak pidana korupsi secara umum
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di
samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana
umum, seperti adanya penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari
materi yang diatur. Karena itu, tindak pidana korupsi secara langsung maupun
tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran
dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara. Dengan
diantisipasi sedini dan semaksimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan
roda perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana semestinya
sehingga lambat laun akan membawa dampak adanya peningkatan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakan pada umumnya.
Tindak pidana korupsi bukan merupakan barang baru dijaman
kemerdekaan, ketika Indonesia mulai Tindak pidana korupsi
bukan merupakan barang baru di Indonesia. Sejak jaman
kerajaan-kerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski tidak
secara khusus menggunakan istilah korupsi. Setelah membangun
dan mengisi kemerdekaan, korupsi terus mengganas sehingga
mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Korupsi di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu. Melebarnya korupsi
memasuki seluruh kehidupan masyarakat, menyebabkan kerugian keuangan
negara semakin bertambah, dan korupsi kini telah sistemik dan terorganisir.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana, tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Istilah tindak pidana korupsi untuk pertama kalinya dipergunakan dalam perpu
Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi. perpu Nomor 24 Prp Tahun 1960 disahkan dengan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1961. Adapun hal-hal yang baru diatur dalam Undang-
undang ini adalah menyangkut beberapa hal yang sebelumnya belum diatur
dalam Undang-undang korupsi sebelumnya, diantaranya adalah :
1) Tidak adanya ketegasan mengenai rumusan delik tindak pidana sebagai delik
formal
2) Tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai ancaman pidana yang dapat
diterapkan terhadap suatu korporasi sebagai subjek tindak pidana
3) Terkait sanksi pidana yang hanya menetapkan batas maksimum umum (dua
puluh tahun) dan minimum umum (satu hari) sehingga menimbulkan
ketidakleluasaan bagi jaksa dalam penuntutan
5. Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi junto Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi