Anda di halaman 1dari 4

DILEMA URGENSI DAN EFEKTIVITAS HUKUMAN MATI

TERHADAP PELAKU KEJAHATAN DI INDONESIA

Fadhillah Rahmad Kurnia


Teknik Komputer/Teknologi Informasi
2211511014
DILEMA URGENSI DAN EFEKTIVITAS HUKUMAN MATI
TERHADAP PELAKU KEJAHATAN DI INDONESIA
Oleh : Fadhilah Rahmad Kurnia

Esensi

Hukuman yang paling berat bagi pelaku tindak kejahatan adalah hukuman yang
merampas kehendak paling esensial seorang manusia yaitu hak untuk hidup. Dengan eksistensi
hukuman mati sebagai salah satu hukum yang berlaku secara legal khususnya di Indonesia
tidak terlalu menekan angka kejahatan secara signifikan, para pelaku kejahatan mikro masih
dengan pikiran yang tenang dan dengan santainya masih melakukan tindak kejahatan dan juga
para pelaku kejahatan yang dinilai serius atau tindak kejahatan luar biasa (extra-ordinarycrime)
pun tidak takut akan hukuman mati ini karena pada dasarnya pelaku yang melakukan tindak
kejahatan luar biasa selalu memiliki cara untuk lolos dari hukuman mati ini. Contoh konkritnya
ada pada kasus Ferdy Sambo dimana hukuman mati dapat dengan mudahnya diganti menjadi
hukuman seumur hidup. Setelah melihat bagaimana sistem hukuman mati berjalan tidak heran
jika orang-orang meragukan kredibilitas dari hukuman mati itu sendiri. Apakah masih
dibutuhkan atau cuman sebagai alat pemuas moral masyarakat saja.

Regulasi

Penjatuhan pidana kepada pelaku tindak pidana merupakan kewenangan hakim dengan
mempertimbangkan secara yuridis dan sosiologis agar pidana yang dijatuhkan dapat
bermanfaat baik bagi terpidana maupun masyarakat. Oleh karena itu konsep penjeraan
dimodifikasi dalam pelaksanaan putusan pidana penjara dengan konsep pembinaan. Untuk itu
penerapan pidana harus memperhatikan tujuan pemidanaan (straf soort), berat ringan pidana
(straf), dan cara penjatuhan pidana (straf modus). Pidana mati berstatus sebagai pidana pokok,
merupakan jenis pidana yang mengandung pro dan kontra. Pada tingkat internasional pidana
jenis ini dilarang untuk dijatuhkan kepada terpidana. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mendorong untuk ditiadakannya penerapan jenis pidana ini berdasarkan Deklarasi Hak-Hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) yang diadopsi pada tanggal 10
Desember 1948, dengan menjamin hak hidup dan perlindungan terhadap penyiksaan.
Demikian pula dijaminnya hak untuk hidup terdapat dalam Pasal 6 International Convenant on
Civil and Political Rights/ lCCPR) yang diadopsi tahun 1966 dan diratifikasi dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR. Sistem hukum pidana Indonesia
berusaha melepaskan pidana mati di luar pidana pokok, dengan mengaturaya sebagai pidana
alternatif Pidana mati tidak lagi merupakan pidana pokok pertama, tetapi menjadi pidana yang
bersifat khusus.

Urgensi

Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hukuman mati lebih ke arah balas dendam
dan menjadi alat pemuas kebutuhan moral masyarakat daripada sebuah solusi yang
menyelesaiakan masalah pelaku dan tujuan awal hukuman itu sendiri yaitu untuk menegakkan
keadilan. Pada dasarnya hukuman mati hanya merenggut hak manusia untuk hidup sama sekali
tidak menyelesaikan masalah atau bahkan malah memperkeruh masalah dimana keluarga
korban memiliki dendam dan masalah yang ditinggalkan oleh si pelaku masih tertinggal tanpa
pelaku dapat bertanggungg jawab terhadap masalah tersebut. Justru hukuman mati menjadi
berkah bagi pelaku untuk lari dari masalah yang mereka perbuat. Kesampingkan masalah butuh
atau tidak, penerapan hukuman mati juga tidak berjalan seperti yang idealnya harus terjadi.
Banyak sekali celah disana-sini, banyak sekali kecurangan yang dilakukan untuk bisa kabur
dari hukuman mati. Sebelum kita menilai hukuman mati dibutuhkan atau tidak sebenarnya
pelaku yang menegakkan hukum di Indonesia belum siap untuk menerapkan hukuman mati
tersebut dengan adil.

Kesimpulan

Hukuman mati dan penerapannya di Indonesia tidak lebih dari sekedar pajangan
semata, dari segi pelaksanaan dan efektivitasnya hanya menghasilkan masalah yang baru dan
juga menjadi jalan terindah pelaku untuk kabur dari masalah yang telah mereka buat. Dari segi
psikologi para calon pelaku tindak kejahatan tidak menimbulkan rasa takut sama sekali karena
pada dasarnya yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia adalah pidana yang bersifat khusus
atau kejahatan luar biasa dimana pelakunya juga merupakan orang luar biasa yang bisa dengan
mudahnya kabur dari hukuman mati tersebut. Hukuman mati masih dipertahankan di Indonesia
hanya untuk memuaskan moral masyarakat dan memenuhi ego untuk balas dendam yang
tujuan akhirnya untuk memedam amarah masyarakat terhadap penegak hukum di Indonesia.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan hukuman mati hanya menjadi hiasan indah di sistem
hukum Indonesia tidak ada makna tertentu selain kumpulan sistem yang mati entah dari
masyarakatnya dan penegak hukumnya sendiri tidak memiliki kapabilitas untuk menerapkan
hukuman mati di Indonesia.
Daftar Pustaka

Anjari, Warih, 2015, Penjatuhan Pidana Mati di Indonesia dalam Perspektif Hak AsasiManusia,

Jurnal Widya Yustisia.

Asnawi, Habib Shulton, 2012, Hak Asasi Manusia Islam dan Barat: Studi Kritik Hukum Pidana

Islam dan Hukuman Mati, Supremasi Hukum.

Daming, Saharuddin, 2016, Konfigurasi Pertarungan Abolisionisme Versus Retensionisme

dalam Diskursus Keberadaan Lembaga Pidana Mati di Tingkat Global dan Nasional,

Yustisi.

Eleanora, Fransiska Novita, 2012, Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana,

Widya.

Haling, Syamsul, et.all,. 2018., Perlindungan Hak Asasi Anak Jalanan dalam Bidang

Pendidikan Menurut Hukum Nasional dan Konvensi Internasional, Jurnal Hukum &

Pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai