Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ni Putu Octa Frisca Dewi

NIM : 0106012010076

Nama Dosen : Dr. Soedarso

Pembahasan

Hukuman mati adalah suatu hukuman terberat yang diberikan kepada seorang
tersangka akibat suatu perbuatan yang dilakukannya. Hukuman ini diberikan oleh
Lembaga pengadilan maupun tanpa pengadilan. Hukuman ini diberikan dengan tujuan
agar tercipta kedamaian dan keamanan pada wilayah kerajaan saat itu.

Berbagai macam metode pelaksanaan hukuman mati, diantaranya :

• Hukuman pancung
• Hukuman gantung
• Sengatan listrik
• Rajam
• Kamar gas
• Suntik mati
• Hukum tembak
• Hukuman gajah

Apakah hukuman mati bertentangan dengan Pancasila?

Pada Pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 2004, menyatakan : “Pancasila merupakan


sumber dari segala sumber hukum negara”.

Oleh karena itu KUHP (wetboek van straftrecht) yang awalnya produk Belanda dan
telah disesuaikan untuk kepentingan RI, telah disahkan keberlakuannya berdasarkan
UU No 1 tahun 1946 dan diperkuat kembali dengan UU No 73 tahun 1958, jelas
berlandaskan Pancasila.

Ancaman pidana mati dalam peraturan perundang-undangan kita tidak hanya


berdasarkan KUHP semata UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM juga
memuat pidana mati bagi pelanggar HAM berat, hal berat dapat di pidana mati. Selain
itu untuk kualifikasi tertentu atas tindak pidana korupsi berdasarkan UU No. 31 tahun
1999 yang diubah UU No. 20 tahun 2001 juga mengenakan pidana mati untuk pelaku
pidana korupsi dengan kualifikasi tertentu. Lebih jauh lagi RUU KUHP yang masih
digodok juga memuat ketentuan pidana mati.

Opini

Hukuman mati ini sebenarnya sangat diperlukan di negara ini dan bisa diatasi
dengan kesadaran diri sendiri agar semua masyarakat bisa lebih menghargai peraturan
yang ada dan harus ditaati. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak adanya perbuatan
jahat disekitar yang fatal bisa menyebabkan atau merugikan orang disekitar dan masih
banyak juga orang yang melakukan kejahatan tersebut dan tidak jera juga. Maka dari itu
menurut saya hukuman mati tersebut mampu membuat para penjahat untuk
memikirkan 2 kali sebelum mereka melakukan aksinya tersebut.

Hukuman mati biasanya dikenakan kepada yang melakukan kejahatan seperti,


pembunuhan, narkoba dan sebagainya. Hal tersebut selain merusak lingkungan, negara
dan juga meresahkan seluruh orang makanya penting adanya penerapan hukuman mati
tersebut.

Walaupun hukuman mati tersebut menentang Pancasila sila kedua dan juga Hak
Asasi Manusia, namun bagi orang yang dijatuhi hukuman mati masih bisa diberi
keringanan mulai dari hukuman seumur hidup, lalu mereka mungkin akan diuji coba
untuk dipenjara selama 20 tahun dan jika mereka bisa melakukan hal yang baik atau
merubah sikap mereka, mereka akan mendapatkan pengurangan atau keringanan
hukuman sedikit.

Menurut saya sangat diperlukan adanya hukuman mati tersebut karena orang-orang
yang ingin melakukan kejahatan tersebut pasti akan ragu untuk melakukannya, dan jika
mereka sampai terkena hukuman mati tersebut mereka pasti akan menderita dan juga
keluarga mereka akan hidup lebih sulit lagi.

1. Pidana Mati dan Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa


Untuk menemukan landasan filosofi keberlakuan pidana mati dalam konteks
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, terlebih dahulu hendaknya dipahami pengertian
tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam uraian yang diberikan oleh
Mohammad Hatta tersimpul pengertian bahwa “Ketuhanan Yang Maha Esa
menjiwai cita-cita hukum Indonesia”, dengan demikian dalam setiap pengaturan
hukum di Indonesia, tidak terkecuali masalah pidana mati juga harus bersumber
pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam ajaran Islam dikenal adanya
qishash, dimana menuntut hukum Islam pidana mati adalah suatu keharusan
bagi mereka yang telah menghilangkan nyawa orang lain. Hukum qishash secara
tegas terlihat dalam Alquran Surat Al Baqarah ayat 178 : yang artinya dalam
Bahasa Indonesia adalah “hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu
menuntut balas (kisas) sebab membunuh orang, merdeka dengan merdeka,
sahaya dengan sahaya, perempuan dengan perempuan …”
Hukuman mati juga dibenarkan oleh ajaran agama Kristen. Para ulama Kristen
setuju penerapan pidana mati karena merujuk pada pandangan Paulus, bahwa
negara adalah wakil Tuhan dalam menjalankan kekuasaan duniawi, diberikan
pedang yang dipergunakan untuk menjamin kelangsungan hidup negara Roma
13 : 4 dan kejadian 9 : 4. Begitu juga dalam agama Hindu.
2. Pidana Mati dan Nilai Kemanusiaan
Menurut pandangan Drijarkoro, perikemanusiaan dibagi dalam dua perumusan
yaitu :
- Rumusan Negatif, yaitu apa yang tidak diinginkan untuk dirimu sendiri,
jangan itu kau lakukan terhadap sesamamu manusia.
- Rumusan positif, yaitu cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri,
perlakukanlah kepadanya apa yang kau inginkan untuk diri sendiri. Secara
lebih tajam Rachmad Djatmiko berpendapat, pidana mati tidak bertentangan
dengan perikemanusiaan, karena dasar keadilan pidana mati adalah
perikemanusiaan yang menjaga pertumpahan darah secara sewenang-
wenang. Mencermati pandangan tersebut, pidana mati merupakan alat yang
radikal untuk mencegah Tindakan-tindakan diluar batas perikemanusiaan
demi tercapainya masyarakat adil Makmur.
3. Pidana Mati dan Nilai Kebangsaan
Untuk mencari adanya titik singgung atau hubungan antara pidana mati dengan
nilai-nilai kebangsaan, terlebih dahulu tentunya harus kita kemukakan arti atau
makna dari kebangsaan (persatuan Indonesia) itu. Mohammad Hatta terhadap
pengertian persatuan kebangsaan Indonesia berpendapat bahwa Tanah Air
Indonesia adalah satu dan tidak dapat dibagi-bagi. Persatuan Indonesia
mencerminkan susunan negara nasional yang bercorak Bhineka Tunggal Ika,
Bersatu dalam berbagai suku bangsa yang batasnya ditentukan dalam
Proklamasi Indonesia. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa kesatuan dan
kebangsaan dalam konteks kesatuan wilayah, kesatuan dalam kebhinekaan dan
kesatuan kehidupan bermasyarakat adalah merupakan hal yang mutlak harus
ada dan harus dipertahankan dalam bernegara. Jika kita hubungkan antara nilai
kebangsaan tersebut dengan eksistensi pidana mati, dapat ditarik satu
pemikiran bahwa pidana mati adalah merupakan sarana atau alat untuk
mencegah segala Tindakan yang berupaya untuk memecah kesatuan bangsa.
4. Pidana Mati dan Nilai Kerakyatan
Untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan apakah pidana mati
bertentangan atau tidak dengan nilai kerakyatan (demokrasi), tentunya terlebih
dahulu dipahami apa arti kerakyatan (demokrasi) itu. Menurut Mohammad
Hatta asas kerakyatan menciptakan pemerintah yang adil yang dilakukan dengan
rasa tanggung jawab, agar tersusun sebaik-baiknya. Demokrasi Indonesia yang
mencakup demokrasi ekonomi yang demokrasi politik.
5. Pidana Mati dan Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah keadilan yang merata dalam segala lapangan kehidupan,
dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan yang dapat dirasakan oleh rakyat.
Setiap Langkah atau upaya mempertahankan sendi-sendi kehidupan masyarakat
memang harus dilakukan dalam konteks yang kondisional dan proporsional.
Dalam kaitan ini kehadiran pidana mati untuk menjaga keutuhan sendi-sendi
kehidupan manusia dirasa juga sangat relevan. Berpijak dari pemahaman
tentang keadilan sosial tersebut diatas, tidak ada pertentangan antara pidana
mati dengan nilai keadilan sosial, karena prinsip utama pidana mati adalah
menjamin keadilan sosial yang berdasarkan persamaan hak.

Sumber :

PIDANA MATI DALAM KONSEP PANCASILA: PIDANA MATI DALAM KONSEP


PANCASILA (suaramahasiswapidanamati.blogspot.com)
Apakah Hukuman Mati Bertentangan dengan Pancasila | Sumber Informasi Untuk Kita
(wordpress.com)

PENGERTIAN HUKUMAN MATI – Pengertian Menurut Para Ahli

Anda mungkin juga menyukai