Anda di halaman 1dari 6

1. Memberi Efek Jera?

Pro: Hukuman mati selama ini digadang-gadang sebagai hukuman yang akan memberi efek jera
paling efektif. Seseorang tentu akan berpikir ulang untuk melakukan kejahatan jika nyawanya jadi
taruhan. Jika hanya diberi hukuman penjara atau sanksi denda, seseorang akan dengan mudah
mengulangi lagi perbuatannya. Apalagi bagi orang yang memiliki jabatan dan uang. Hukuman
kurungan atau denda tidak akan berarti besar.

Hukuman mati mungkin tidak akan mengakhiri segalanya. Tapi ada kemungkinan bagi si pelaku
untuk mengulangi perbuatannya adalah nol persen. Sementara orang lain yang berencana untuk
melakukan kejahatan yang sama akan berpikir ulang untuk melanjutkan aksinya karena contoh
terhukum mati sudah ada.

2. Memberikan Keadilan Bagi Korban?

Pro: Hukuman mati biasanya dijatuhkan kepada pelaku tindakan kriminal berat seperti perdagangan
narkoba, pembunuhan berencana dan lain-lain. Tindakan mereka menimbulkan kerugian besar bagi
korban dan tidak mungkin diganti dengan hal-hal materil seperti uang. Oleh karena itu, mengakhiri
nyawa si pelaku dirasa sebagai satu-satunya jalan paling adil bagi korban dan keluarganya.

3. Sadis?

Pro: Tindakan dari terdakwa hukuman mati adalah tindakan sadis yang tidak dapat ditolerir.
Perbuatan mereka telah merugikan dan menyakiti korban dengan sangat buruk, maka dia tidak
pantas diampuni lagi. Orang seperti itu tidak akan pernah berubah dalam hidupnya, malah
berpotensi untuk melakukan kejahatan yang sama.

4. Lebih Efektif Dibanding Hukuman Penjara?

Pro: Hukuman penjara tidak akan membuat seseorang jera. Banyak survei yang membuktikan bahwa
seseorang yang keluar dari penjara cenderung akan masuk lagi ke penjara karena mengulang
perbuatannya. Lagipula, tinggal di penjara tidaklah mudah. Banyak kekerasan dan kekejaman yang
terjadi di sana. Hukuman mati sama saja dengan “membebaskan” si pelaku dari beban berat yang
dia terima di penjara.

5. Metode Eksekusi yang Tidak Kalah Sadis?

Pro: Metode eksekusi mati sudah diusahakan se-“lembut” mungkin. Dalam eksekusi dengan regu
tembak, misalnya, korban akan dieksekusi oleh penembak jitu yang menembak tepat di jantung.
Korban akan tidak sadar dalam hitungan detik dan langsung mati seketika. Sementara di negara lain
diberlakukan sistem eksekusi dengan gas beracun. Dengan menghirup gas ini dalam-dalam,
terdakwa akan tidak sadar dalam hitungan menit saja. Dengan begitu, sang terdakwa tidak akan
merasakan proses “sekarat” dan mati dalam keadaan tersiksa.
Argumentasi pro hukuman mati

Hukuman mati pantas untuk mengimpaskan/menebus kejahatan yang sudah diperbuat oleh
seseorang yang tidak bisa dibayar dengan uang.

Hukuman eksekusi membawa kedamaian pada masyarakat karena menghapuskan ketakutan dan
kebencian pada sang penjahat.

Menjalankan tugas sebagai pengeksekusi adalah kejam, namun kenyataan itu tetap bisa diterima jika
algojo memilih pekerjaan tersebut tanpa dasar pemaksaan apapun.

Hukuman mati tidak di praktekkan semena mena melainkan mengharuskan sistem hukum yang
begitu detail dan adil.

Hukuman mati memberi efek jera pada kejahatan.

Pembunuh dipastikan tidak melakukan pembunuhan yang kesekian kalinya. kalau dia dilepaskan dari
penjara, sangat memungkinkan jika ia akan terus membunuh.

Mengenai kasus diskriminatif dan narapidana tak bersalah tidak berarti hukuman mati adalah salah
tetapimenunjukkan bahwa sistem peradilan bertindak dengan kurang adil.

Beberapa individu hanyalah semata-mata jahat sehingga tidak memiliki kemauan dan kemungkinan
untuk direhabilitasi.

Hukuman eksekusi tidak lebih mahal dari hukuman penjara.


Pro

Perlu diketahui oleh kita bersama terlebih dahulu fungsi dilakukannya hukuman adalah sebagai alat
untuk memaksa agar peraturan ditaati dan siapa yang melanggar diberi sanksi hukuman sehingga
terwujudnya rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.

Percumalah aturan dibuat bila tidak ada sanksi yang diterapkan bila aturan itu dilanggar karena tidak
ada efek jera atau pengaruh bagi si pelanggar aturan tersebut. Sehingga kami sangatlah yakin kalau
hukuman mati itu sangat diperlukan karena selain dapat memberi efek cegah dan rasa takut bagi
orang lain untuk tidak melakukannya pelanggaran. Dan juga dapat memberikan rasa aman dan
terlindung bagi setiap orang. sesuai dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang berbunyi setiap orang berhak
atas perlindungan. Bagaimana mungkin rasa aman & terlindung itu dapat terjadi, bila si pelaku
kejatahan tersebut masih diberi kesempatan di dunia ini.

Pasal 28 G UUD 1945

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman
kelakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)

Dalam beberapa pendapat yang kami dapat di salahsatu forum beralamatkan


indonesiaindonesia.com bahwa Hukuman mati itu melanggar hak asasi manusia seperti yang tertera
pada pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi:

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Tetapi di pasal 28 G UUD 1945 juga jelas tertera bahwa manusia berhak untuk mendapatkan
perlindungan. Contohnya perlindungan dari kejahatan narkoba dan terorisme yang dapat tiba-tiba
mengancam nyawanya.

Dalam hal yang seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan
kepentingan khusus atau pribadi. logikanya seperti ini bila 1000 (seribu) Orang terancam nyawanya
karena hanya seorang teroris melakukan tindak kejahatan terorisme untuk kepentingan pribadi atau
kelompoknya. Dan sekarang apakah Anda rela akan tetap berpendapat kalau 1000 orang yang
terancam nyawanya tadi meninggal sia-sia tanpa tau kesalahannya demi hanya mementingkan
kepentingan khusus untuk menyelamatkan nyawa si teroris tersebut?

Kami dari tim pro sangat jelas untuk mengatakan Hukuman mati pantas diberikan kepada teroris
tersebut karena si pelaku ini selain telah melanggar hak hidup dan juga hak atas perlindungan setiap
orang.juga telah mengganggu keamanan, ekonomi, pariwisata serta mengganggu & mengancam
stabilitas Negara yang berdampak luas bagi masyarakat.

Dari data yang kami dapatkan 5 peristiwa besar terorisme di Indonesia dari tahun 2002 yaitu : Bom
bali 2002, JW marriot, kedubes Asutralia, Bom Bali 2005, Bom Cirebon 2011. Telah menewaskan 248
Jiwa tewas dan 486 orang jiwa luka-luka. Sangatlah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu
orang teroris yang telah membunuh ratusan jiwa orang. agar tidak terjadinya korban-korban lainnya
lagi, Oleh sebab itu pelaku harus di Hukum mati dan harus dicari otak dari permasalahan ini agar
tindakan-tindakan seperti ini tidak terjadi lagi. dan dapat terciptanya hal-hal yang termuat dalam
UUD 1945 pasal 28 G dan juga dapat melindungi masyarakat luas.

Soal hukuman mati ini, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan bahwa hukuman mati yang
diancamkan untuk kejahatan tertentu dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak untuk hidup yang
dijamin oleh UUD 1945, karena konstitusi Indonesia tidak menganut asas kemutlakan hak asasi
manusia (HAM).

Hak asasi yang diberikan oleh konstitusi kepada warga negara mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab XA
UUD 1945, dibatasi oleh pasal 28J, bahwa hak asasi seseorang digunakan dengan harus menghargai
dan menghormati hak azasi orang lain demi berlangsungnya ketertiban umum dan keadilan sosial.

Pandangan konstitusi itu, ditegaskan juga oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM yang juga
menyatakan pembatasan hak asasi seseorang dengan adanya hak orang lain demi ketertiban umum.
Jadi sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan konstitusi mengenai masalah Hukuman mati
ini.

Bahkan Ketua Sub Komisi Pengkajian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Soelistyowati Soegondo ia berpendapat bahwa hukuman mati sejalan dengan Pasal 28J ayat (2) UUD
1945. Sehingga dengan sangat jelas hukuman mati dapat dilakukan dan tidak bertentangan dengan
konstitusi. Dan perlu diketahui oleh kita bersama hukuman mati dimaksudkan bukan hanya untuk
memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan shock therapy bagi
masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi.

Oleh karena itu kami sangatlah yakin bila hukuman mati dapat mengurai tingkat kejahatan seperti
halnya data yang kami dapatkan Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju
yang tidak menerapkan hukuman mati, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman
mati memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and
Crime pada tahun 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100.000 orang.
Bandingkan dengan Finlandia 2,2, Belgia 1,7 dan Russia 10,2 tingkat kejahatan. Dari data ini dapat
dilihat, efek cegah dari hukuman mati berpengaruh bagi orang yang ingin melakukan kejahatan
seperti korupsi, narkotika, tindak kejahatan lainnya.

28 J ayat 2 UUD 1945

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.

Negatif bila hukuman mati dihapus

Kejahatan akan meningkat karena tidak takut dijatuhi hukuman yang berat.

Biaya yang dikeluarkan lebih besar untuk hukuman penjara seumur hidup.

Akan ada rasa tidak aman dalam hidup rakyat karena takut akan penjahat yang berkeliaran diantara
mereka.

Keadilan tidak diterapkan dengan baik karena tidak ada pembalasan yang setimpal bagi kejahatan
berat seperti pembunuhan.

Positif bila hukuman mati tetap di jalankan

Kejahatan yang tidak dapat ditoleransi dengan uang atau apapun di dunia ini bisa terbalaskan.
Mencegah banyak orang untuk membunuh atau berbuat kejahatan berat lainnya karena gentar akan
hukuman yang sangat berat.

Pembunuh yang sudah dieksekusi bisa dipastikan tidak membunuh lagi sehingga tidak memakan
korban lainnya.

Menegakkan harga nyawa manusia yang mahal dan hanya bisa dibayar dengan nyawa sehingga
seseorang tidak dapat seenaknya membunuh orang lain.

Kebencian dan rasa takut terhadap pelaku kejahatan akan hilang karena penjahat telah dieksekusi.

Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit daripada hukuman penjara seumur hdup.

Penyelidikan akan kasus akan lebih teliti karena tidak mau salah eksekusi.

Dalam Alquran, seperti halnya di kitab Taurat, diajarkan tentang hukuman qishas, yakni hukuman
yang setimpal bagi para pelaku kejahatan. Misalnya orang yang membunuh juga harus dibunuh. Ini
dimaksudkan bahwa jika kita melakukan kejahatan maka hukumannya tidak main-main, setimpal
dengan kejahatan yang kita lakukan.

Seperti halnya diatur dalam Alquran: "Hai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
Memberlakukan qishas atas pembunuhan. Nyawa Orang merdeka bayar dengan merdeka, budak
bayar budak, perempuan bayar Perempuan. Dan jika engkau memaafkan, maka lakukanlah. Dengan
cara yang terbaik, sesungguhnya yang demikian (memaafkan itu) merupakan bentuk kasih sayang
dan rahmat-Nya," (QS 2.178).

Munas Alim Ulama NU beberapa waktu lalu juga menyetujui diberlakukannya hukuman mati kepada
koruptor. Putusan ini menjadi salah satu hasil dari sidang komisi masail al waqi'iyah. Menurut Ketua
Umum PBNU Said Aqil Siroj, Koruptor ada dua macam. Yakni Koruptor yang merugikan negara dan
membangkrutkan negara.

"Koruptor yang merugikan bisa dihukum sesuai kejahatannya. Namun yang membangkrutkan negara
hingga triliunan rupiah hendaknya dihukum mati," kata Said Aqil. Ormas Muhammadiyah pun juga
tak jauh berbeda dengan NU soal pemberlakuan hukuman mati.

Namun bagi para penentang hukuman mati, memaafkan dianggap sebagai jalan yang terbaik. Toh
dalam Alquran, misalnya, memaafkan pelaku pembunuhan juga dianjurkan. Karena memaafkan
adalah merupakan bentuk kasih sayang.

Dalam siaran persnya, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (Iska) juga menolak pemberlakuan hukuman
mati dalam kasus apapun termasuk narkoba dan teroris. Penolakan itu diungkapkan oleh Tim
Advokat Tolak Hukuman Mati (TATHM) yang antara lain terdiri dari Paskal Da Cunha SH, Hermawi
Taslim SH, Sandra Nangoi SH, DR Liona Nanang Supriatna SH dan Beny Sabdo SH di Jakarta, Minggu
(18/1) kemarin.

Iska menyebutkan, ada dua dasar yang digunakan dalam penolakan pemberlakukan hukuman mati,
yakni dari sudut HAM bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup yang tidak boleh dikurangi
dalam keadaan apapun (non-derogable rights) dan setiap orang berhak atas hidupnya (Hak Azasi
Manusia). Lalu dasar yang kedua adalah Pasal 28A UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

"Tak satupun orang di dunia ini memiliki hak untuk mengambil hidup orang lain. Hukuman mati itu
seharusnya tidak perlu dijatuhkan kepada seseorang jika aparat penegak hukum mampu
membangun kepercayaan publik atas semua peraturan yang ada. Harus ada alternatif hukuman lain
untuk menggantikan hukuman mati tersebut. Selama pengadilan di Indonesia belum dapat berdiri
secara netral dan mendapat kepercayaan dari masyarakat atas keputusan yang diberikan, hukuman
mati harus ditolak," tegas Paskal dalam rilisnya.

Senada dengan Paskal, pastur Katolik, Romo Benny Soesetyo menolak pemberlakuan hukuman mati
bagi para bandar narkoba. Tempat-tempat isolasi diangap cukup menghukum mereka.

"Kalau menurut kami, memang mesti kita adakan tempat-tempat isolasi khusus bagi para bandar itu.
Sehingga mereka bisa merasakan penderitaan. Itu baru ada efek jera," kata Romo Benny.

Sementara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengaku secara pribadi tidak
sependapat dengan hukuman mati. Namun lantaran saat ini masih ada undang-undang yang
mengaturnya, maka tidak mungkin hukuman mati dihapus dalam waktu dekat.

"Meskipun secara pribadi saya setuju pidana mati dihapus. Tapi sekarang laksanakan dulu, narkoba
sudah darurat," kata Jimly belum lama ini.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak permohonan dua orang terpidana mati
kasus pencurian dengan kekerasan, Raja Syahrial alias Herman alias Wak Ancap dan Raja Fadli alias
Deli. Kedua Pemohon ini meminta MK membatalkan Pasal 365 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP).

"Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim
Konstitusi Achmad Sodiki menggantikan sementara Ketua MK dalam sidang putusan di Ruang Sidang
Utama Gedung MK 18 Juli 2012 silam.

Sodiki saat menjelaskan, Mahkamah menyatakan permohonan yang diajukan oleh Pemohon tidak
memiliki alasan hukum yang kuat. "Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,"
ucap dia.

Selain itu, Mahkamah pun menilai tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan
kematian sudah termasuk kejahatan yang serius. Sehingga sanksi pidana yang tercantum dalam
pasal dimaksud telah sesuai.

Anda mungkin juga menyukai