Anda di halaman 1dari 7

Pidana mati dalam presfektif HAM

(From a human rights perspective, the death penalty)


Dosen Pengampu : M.Haidir Syah Putra, S.H, M.H.

DI SUSUN OLEH :

m.abi alfairuz (2121020353)

HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG TAHUN AJARAN
2022-2023
Pidana mati dalam presfektif HAM
(From a human rights perspective, the death penalty)

m.abi alfairuz
Fakultas syariah universitas islam negeri raden intan lampung
Jl. Endro Suratmin, Sukarame, Kec. Sukarame, Kota Bandar Lampung, Lampung 35131

ABSTRACT
The application of the death penalty is the crucial step in the criminal justice system. By enforcing the
death penalty through a court order, the State violates the convict's right to life, which is a fundamental
human right that is inalienable (non-derogable). As a result, consideration must be given to the human
rights of prisoners in its application. The goal of this study is to determine the justification for the death
sentence, if it violates human rights, and whether the application of the death penalty in Indonesia violates
Articles 28a to 28j of the 1945 Constitution. A normative juridical approach utilizing secondary data is
the methodology employed. It might be said that the application of the death penalty.

ABSTRAK
Penjatuhan pidana mati merupakan bagian terpenting dari proses peradilan pidana. Penerapan pidana mati
oleh Negara melalui putusan pengadilan, berarti Negara mengambil hak hidup terpidana yang merupakan
hak asasi manusia yang sifatnya tidak dapat dibatasi (non derogable). Oleh karena itu penerapannya harus
memperhatikan Hak Asasi Manusia terpidana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tujuan
pidana mati tersebut, bertentangan dengan atau tidak dengan hak asasi manusia dan pelaksanaan
hukuman mati diindonesia ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28a-28j. Metode yang digunakan
adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Dapat disimpulkan bahwa
penjatuhan pidana mati di Indonesia tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Kata kunci: Pidana Mati, HAM.

PENDAHULUAN
latar belakang

pidana mati atau hukuman mati dilkasanakan kepada sesorang yang melanggar sesuatu yang
berat, hukuman ini dilaksanakan dengan cara menghilangkan nyawa sesorang tersebut (yang telah
melanggar), jika dilihat dari presfiktif hak asasi manusia sungguh bertentangan karena setiap
manusia mempunyai hak menjalankan hidup,
diindonesia sendiri pidana mati termasuk dalam pidana pokok yang tertera pada kuhp pasal 10
ayat 1a. dan diindonesia pula hak asasi manusia sangat dijamanin sesuia dengan prinsip-prinsip
UUD 1945, ini adalah suatu perdebatan yang sangat penting dalam karena dari dua aspek ini
memiliki kedudukan yang penting dalam kemaslahatan.
Maka dalam penulisan ini , penulis akan membahas tentang perdebatan hukuman mati dalam
presfektif hak asasi manusia.

Rumusan masalah

Dalam penulisan terdapat perumusan masalah yaitu: (1).apakah perlu hukuman mati itu,
(2).hukuman mati dalam pandangan hak asasi manusia, dalam undang-undang dasar negara
republik Indonesia, dan undang-undang no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif, yaitu data yang ada
hubungannya dengan objek penulisan, baik melalui studi kepustakaan, (library research),
Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan, konvensi internasional, perjanjian internasional
dan putusan pengadilan.

Pembahasan

1. Pidana mati

Pidana mati Secara umum pidana mati didefinisikan sebagai suatu nestapa atau penyiksaan yang
memberikan penderitaan kepada manusia dan melanggar norma- norma yang bertentangan
dengan kehidupan manusia 1,

Menurut Muladi (1992:25), tujuan pemidanaan, sebagai berikut:


1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman
masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang
yang baik dan berguna
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana, keseluruhan teori pemidanaan baik yang bersifat
prevensi khusus, pandangan perlindungan masyarakat. 2

Menurtu muladi point 3 sangat cocok untuk hukuman pidana mati karena memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Sehingga tujuan dari pidana
hukuman mati adalah untuk menjaga keseimbangan rasa damai dalam masyarakat.

1
Fransiska Novita Eleanora, ‘Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana’, Hukum, 29.318 (2012), 10–14
<www.google.com>.
2
Eleanora.
Dalam pelaksanaan hukuman pidana mati sangat banyak macam nya, pada zaman Dahulu kala
diberbagai negara juga dikenal berbagai macam pelaksanaan model hukuman mati, antara lain:
potong leher dengan pisau besar (guillotine), digantung, dipukul sampai mati, dibakar, dikubur
hidup-hidup, ditenggelamkan, dirajam (dilempar dengan batu sampai mati), dan macam- macam
cara lainnya.,Seiring dengan perkembangan zaman, pelaksanaan pidana mati mengalami
perubahan, contohnya dengan cara ditembak, sengatan listrik, ditempatkan dalam kamar berisi
gas beracun, atau disuntik mati.3

Namun untuk pelaksanaan hukuman mati Pelaksanaan pidana mati di


Indonesia, pada mulanya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 KUHP. Pidana mati dijalankan oleh
algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher
terpidana, kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. 4 ini metode lama yang
digunakan negara Indonesia dalam mengesekusi hukuman pidana mati, metode ini berasal dari
negara perancis yang di bawa belanda ketika menjajah Indonesia, namun terjadi perubahan
Pelaksanaan pidana mati oleh Undang-Undang Nomor 02/Pnps/1964, yaitu pelaksanaan pidana
mati yang dijatuhkan di lingkungan Peradilan Umum atau Peradilan Militer dilakukan dengan
ditembak sampai mati. 5

hukum positif Indonesia tidak ditemui ketentuan yuridis yang secara tegas mengatur batas waktu
pelaksanaan eksekusi pidana mati sehingga sering kali terkendala dalam menentukan batas akhir
dilaksanakannya eksekusi terhadap terpidana mati, selain itu kerap ditemui pelanggaran atas hak
asasi manusia terhadap terpidana mati selama menanti eksekusi di Lembaga Pemasyarakatan.
Akibat dari tidak jelasnya pengaturan mengenai batas akhir pelaksanaan eksekusi maka
pelaksanaan eksekusi pidana mati di Indonesia belum memenuhi aspek kepastian hukum dan
keadilan berdasarkan hak-hak yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, DUHAM, serta ICCPR.6

HAM (hak asasi manusia)

kemunculan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah proses pembelaan kepada masyarakat atas
tindakan sewenang-wenangan yang dilakukan oleh negara dan juga karena tidak seimbangnya
posisi negara dengan masyarakat.7 Di Indonesia sendiri tentang HAM sudah di atur dalam
undang-undang dasar pasal 28a-28j,

dalam perspektif Universal Declaration Of Human Rights, deklarasi umum tentang hak asasi
manusia (DUHAM) hukuman mati dilarang. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3
Deklarasi Universal yang berbunyi: "every human being has the right to life. This right shall be
protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life". (Setiap orang mempunyai hak

3
Marwin Marwin, ‘Pelaksanaan Pidana Mati Di Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia’, Asas, 11.01 (2019),
101–18 <https://doi.org/10.24042/asas.v11i01.4646>.
4
Marwin.
5
Marwin.
6
Leo Arwansyah, Andi Najemi, and Aga Anum Prayudi, ‘Batas Waktu Pelaksanaan Pidana Mati Dalam Perspektif
Kepastian Hukum Dan Keadilan Di Indonesia’, PAMPAS: Journal of Criminal Law, 1.3 (2021)
<https://doi.org/10.22437/pampas.v1i3.11073>.
7
Amelia Arief, ‘Problematika Penjatuhan Hukuman Pidana Mati Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Hukum
Pidana’, Kosmik Hukum, 19.1 (2019) <https://doi.org/10.30595/kosmikhukum.v19i1.4086>.
atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang). 8 Ini presfektif ham menurut
DUHAM,

setelah terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan diterimanya Universal Declaration


of Human Rights serta ICCPR secara lambat tapi pasti bahwa pandangan dihapuskannya
hukuman mati tersebut dari sistem hukum Negara-negara di dunia, semakin dekat.Pandangan
negara-negara tersebut mulai terlihat jelas ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi
untuk melakukan moratorium terhadap hukuman mati. Pada Sidang umum tersebut 109 negara
mendukung resolusi tersebut, 41 negara menolak (termasuk Indonesia) dan 35 negara abstain.
Berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB pada tahun 2010 yang didukung 109 negara, demikian
terlihat kecenderungan yang kuat bagi dunia internasional untuk memberlakukan moratorium dan
bahkan menghapus penjatuhan hukuman mati. Meskipun Indonesia ikut serta sebagai pihak
dalam instrumen-instrumen HAM Universal, dengan klausul yang mengikat bahwa Negara pihak
tidak akan lagi menerapkan hukuman mati, dengan pengecualian terhadap apa yang disebut “the
most serious crime” maka dengan pemahaman yang berbeda dari ketentuan “the most serous
crime” dalam instrument HAM Universal.9

Hukuman mati dalam presfektif HAM

Hukuman mati bertujuan untuk menjaga keseimbangan dalam masyarakat, semntara hak asai
manusia sudah dijamani dalam undang-undang dasar , jadi setiap warga Indonesia terjamin untuk
hidup diindonesia, bukan kah antara hukuman mati dan ham ini bertentang, tetapi Berdasarkan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- VI/2008, yang menyatakan bahwa pelaksanaan
pidana mati dengan ditembak sampai mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
02/Pnps/1964 tidak bertentangan dengan UUD 1945,10 yang dengan demikian dapat diartikan
bahwa pelaksanaan pidana mati dengan ditembak sampai mati tidak melanggar HAM khususnya
hak untuk tidak disiksa sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

Meskipun pelaksanaan pidana mati dengan cara ditembak, memang menimbulkan rasa sakit yang
melekat di dalam pelaksanaan pidana mati sebagai akibat putusan hakim yang sah. Namun rasa
sakit yang dialami oleh terpidana tidak dapat dikatakan sebagai suatu bentuk penyiksaan terhadap
terpidana. Rasa sakit dalam pelaksanaan pidana mati akan tetap dirasakan oleh terpidana,
walaupun dilakukan dengan cara yang berbeda selain dengan ditembak sampai mati.

Kesimpulan
Pidana mati Secara umum pidana mati didefinisikan sebagai suatu nestapa atau penyiksaan yang
memberikan penderitaan kepada manusia dan melanggar norma- norma yang bertentangan
dengan kehidupan manusia.

tujuan dari pidana hukuman mati adalah untuk menjaga keseimbangan rasa damai dalam
masyarakat.

dalam perspektif Universal Declaration Of Human Rights, deklarasi umum tentang hak asasi
manusia (DUHAM) hukuman mati dilarang. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3
8
Arief.
9
‘170-387-1-SM’.
10
Marwin.
Deklarasi Universal yang berbunyi: "every human being has the right to life. This right shall be
protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life". (Setiap orang mempunyai hak
atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang). 11 Ini presfektif HAM menurut
DUHAM,

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- VI/2008, yang menyatakan bahwa pelaksanaan
pidana mati dengan ditembak sampai mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
02/Pnps/1964 tidak bertentangan dengan UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA

11
Arief.
Arief, Amelia, ‘Problematika Penjatuhan Hukuman Pidana Mati Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Dan Hukum Pidana’, Kosmik Hukum, 19.1 (2019)
<https://doi.org/10.30595/kosmikhukum.v19i1.4086>
Arwansyah, Leo, Andi Najemi, and Aga Anum Prayudi, ‘Batas Waktu Pelaksanaan Pidana Mati Dalam
Perspektif Kepastian Hukum Dan Keadilan Di Indonesia’, PAMPAS: Journal of Criminal Law, 1.3
(2021) <https://doi.org/10.22437/pampas.v1i3.11073>
Eleanora, Fransiska Novita, ‘Eksistensi Pidana Mati Dalam Perspektif Hukum Pidana’, Hukum, 29.318
(2012), 10–14 <www.google.com>
Marwin, Marwin, ‘Pelaksanaan Pidana Mati Di Indonesia Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia’, Asas,
11.01 (2019), 101–18 <https://doi.org/10.24042/asas.v11i01.4646>

Anda mungkin juga menyukai