Anda di halaman 1dari 9

Transformasi Pidana Mati Dalam Kitab Undang -

Undang Hukum Pidana Baru

Marchell Nabil Muhamad*


Fakultas Hukum, Universitas Pasundan.
*Marchellnabil2016@gmail.com

ABSTRACT: The death penalty has always been a problem in recent years, including
changes in implementation from the old Criminal Code to the new Criminal Code. In various
aspects, many parties oppose the transformation of the death penalty. This transformation
will clearly have a major impact on the sustainability of society as a state within the Unitary
State of the Republic of Indonesia. This study aims to provide insights and also an
understanding of the transformation of capital punishment into positive law in this country
based on Law no. 02/Pnps/1964 concerning Procedures for Executing Death Penalties in
General Courts and Military Courts. and Article 100 of Law no. 01 of 2023 concerning the
Criminal Code.
KEYWORDS: Death Penalty Transformation, Death Penalty

ABSTRAK: Sanksi pidana mati selalu menjadi problematika pada beberapa tahun terakhir
ini, diantaranya implementasi yang berubah dari kitab undang undang hukum pidana lama
ke kitab undang undang pidana baru. dalam berbagai aspek banyak masyarakat yang
mengambil sikap terhadap transformasi pidana mati ini, transformasi ini jelas akan
berdampak besar bagi keberlangsungan masyarakat dalam bernegara di republik indonesia
ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan dan juga pemahaman mengenai
transformasi sanksi pidana mati dalam hukum positif yang ada di negeri ini dengan
berlandaskan pada Undang - Undang No. 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pidana Mati dalam Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer. dan Pasal 100 Undang
Undang No. 01 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
KATA KUNCI: Transformasi Pidana Mati, Pidana Mati
I. PENDAHULUAN
Setelah sekurang kurangnya selama 77 tahun rakyat indonesia telah menggunakan
kitab undang undang dari bawaan oleh belanda pada saat masa penjajahan. yang biasa
dikenal dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana Belanda atau dalam bahasa belanda
disebut wetboek van strafrecht for netherlands indies. dalam penerapannya di dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana Belanda dinilai tidak komprehensif karena mengenai materi
isi muatan dari pasal ataupun dari sanksi yang ada didalamnya kerap hanya
menguntungkan sebelah pihak saja dan dinilai tidak memiliki kepastian hukum yang pada
akhirnya muncul ke multi tafsiran dari Kitab Undang Undang Hukum Pidana Belanda.
karena memang tidak dapat dipungkiri dengan kehadiran belanda ke indonesia untuk
menjajah salah satunya dengan membawakan aturan aturan yang sifatnya balas dendam
dan hanya menguntungkan bagi belanda saja. lalu atas dasar itulah muncul rencana
pembuatan Kitab Undang Undang Hukum Pidana oleh DPR telah dibentuk dimulai dari
tahun 1963 kemudian setelah proses yang panjang pada tahun 2022 DPR menetapkan
bahwasanya Kitab Undang Undang Hukum Pidana Belanda akan digantikan oleh Kitab
Undang Undang Hukum Pidana dengan ciptaan dari anak sendiri.
Sebagai salah satu perubahan implementasi dari Kitab Undang Undang Hukum
Pidana Belanda yaitu dalam pelaksanaan sanksi bagi terpidana mati. mengenai pidana mati
di indonesia sampai saat sekarang ini merupakan suatu pembicaraan yang bersifat pro dan
kontra
, masih ada beberapa tokoh yang mempersoalkan dengan berpangkal tolak dari
pandangan yang berbeda. mengutip dari buku J.E. Jonkers Her Nederlandsch-Indie
Straftesel menjelaskan bahwasanya hukuman mati di indonesia masih dianggap perlu
“negara mempunyai segala hak, yang tanpa itu negara tidak dapat memenuhi kewajiban -
kewajibannya, termasuk pertama mempertahankan tertib hukum”. Sangat menarik ketika
pro kontra atas eksistensi pidana mati dikaitkan dengan hak asasi manusia. Sebagaimana
diketahui bahwa di satu sisi setiap manusia memiliki hak untuk hidup, sedangkan di sisi lain
manusia harus dihadapkan dengan adanya ancaman pidana mati atas suatu tindak pidana
yang ketentuannya sudah ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan.
(Taqiyuddin, 2012)
.Salah satu jenis pidana yang paling berat ialah pidana mati yang dianggap
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Apabila dalam pemeriksaan di pengadilan
terbukti secara sah dan meyakinkan tentang tindak pidana yang didakwakan terhadap
pelaku kejahatan maka Judex Factie bertindak sesuai bunyi undang-undang. Pidana mati
diancamkan terhadap kejahatan

berat yang disebut secara limitatif di dalam undang-undang. Indonesia yang sedang
mengadakan pembaharuan di bidang hukum pidananya, juga tidak terlepas dari persoalan
pidana mati ini. Tentu saja hal ini akan membawa pengaruh dalam rangka pembentukan
KUHP baru buatan bangsa Indonesia sendiri yang telah lama dicita-citakan. Dalam Kitab
Undang- undang Hukum Pidana Baru, pengaturan pidana mati dari KUHP belanda akan
tetap dipertahankan dalam KUHP baru, namun dalam pengaturannya tidak lagi menjadi
pidana pokok melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus yang diancamkan secara
alternatif serta merupakan sarana paling akhir untuk mengayomi masyarakat bedasarkan
Pasal 100 KUHP baru. Pidana mati baru dapat dijatuhkan setelah melalui berbagai upaya-
upaya hukum. Perubahan pengaturan pidana mati dalam KUHP baru menunjukkan bahwa
pengaturan pidana mati masih menjadi persoalan berkaitan dengan pihak pihak yang pro
dan kontra, perkembangan pengaturan pidana mati juga menunjukkan bahwa pengaturan
pidana ini selalu mengikuti perkembangan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Langkah ini dilakukan mengingat penerapan pidana mati bertentangan dengan Hak Asasi
Manusia (HAM). Penjatuhan pidana mati berarti mengambil hak hidup seseorang, Setiap
orang memiliki hak untuk dapat hidup dan berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya. Pemberlakuan hukuman berupa pidana mati merupakan pelanggaran HAM
berat, karena melanggar nilai-nilai hak asasi manusia. Pada hakikatnya hak untuk hidup
adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia, hak tersebut juga menandakan
tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidupnya (Prakoso, 2019)
Untuk kedepan terdapat beberapa perubahan penting terkait hukuman mati ini,
terutama pembaharuan yang telah dilakukan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang disahkan pada 6 Desember 2022, hakim menjatuhkan pidana mati dengan
masa percobaan selama 10 tahun. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Pasal 100 Ayat 1 KUHP mengatur, hakim menjatuhkan
pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa
penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam
tindak pidana.
Namun dalam Pasal 100 Ayat 2 dijelaskan, pidana mati dengan masa percobaan
sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. maka
ketika ia menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji selama masa percobaan tersebut,
pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Yakni, dengan Keputusan
Presiden (Keppres) setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). "Pidana
penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 dihitung sejak Keputusan
Presiden

ditetapkan," bunyi Pasal 100 Ayat 5 KUHP. "Jika terpidana selama masa percobaan
sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji
serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah
Jaksa Agung," bunyi Pasal 100 Ayat 6 KUHP.

II. METODE
Penelitian ini adalah penelitian dengan metode Yuridis Normatif atau penelitian
hukum perpustakaan, yaitu penelitian yang bersumber pada bahan hukum primer yang
mempelajari teori - teori, asas - asas hukum dan peraturan perundang - undangan yang
sesuai dengan tema penelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan, dengan
menggunakan penelusuran kepustakaan (data sekunder). Data sekunder didapat dari buku
- buku ataupun jurnal di internel dan data tersier dari hasik penelitian. informasi ini dapat
dihitung, diklasifikkasikan, dan diurutkan secara menyeluruh melalui pelacakan manual atau
elektronik.

III. HASIL & PEMBAHASAN


A. Mekanisme Hukuman Mati
Hukuman mati merupakan salah satu pidana terberat yang dikenal dalam sistem
pidana baik di negara indonesia maupun di negara - negara belahan dunia lainnya.
Hukuman ini dilakukan dengan suatu pilihan perbuatan yang mematikan (oleh negara)
kepada pelaku tindak pidana yang telah diputus bersalah atas putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. Ternyata kemudian, Bahwa hukuman mati telah mengalami
transformasi dalam penerapan di dalam hukum positif negara indonesia. walaupun begitu
masalah hukuman mati merupakan persoalan yang belum terpecahkan dan selalu menjadi
topik yang hangat untuk dibicarakan. Masalah hukuman mati terkadang menjadi sebuah isu
politik dalam melewati batas-batas negara, dimana seringkali mendengar adanya protes
dari suatu negara terhadap pelaksanaan hukuman mati yang dilaksanakan di negara lain.
(Sukam, 2014)
Terhadap transformasi hukuman pidana mati di negara indonesia, pertama kali
hukuman mati dilaksanakan pada tahun 1980, penjahat kelas kakap Kusni Kasdut dijatuhi
hukuman mati karena melakukan perampokan dan pembunuhan. Berdasarkan data-data
yang dihimpun oleh Kejaksaan Agung selama kurun waktu 1945 sampai 2015, orang yang
menjalani pidana mati ternyata hanya sedikit. Ada 303 orang yang dijatuhi pidana mati,
ternyata hanya 91 orang yang telah dieksekusi selama kurun waktu 70 Tahun.
Pelaksanaan eksekusi hukuman pidana mati diatur dalam Undang-Undang
No.2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh
Pengadilan dilingkungan Peradilan Umum dan Militer dan Tata pelaksanaannya diatur
dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
(P. P. R. I. (2). Tahun 1964 tentang Tata-Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan
oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer. Lembar Negara Republik
Indonesia, 1964). Dalam Pengaturannya terdapat kriteria cara pelaksanaan hukuman mati
yang dinilai sesuai dengan ciri masyarakat beradab, pertama harus cepat dan sederhana
mungkin serta bebas dari hal-hal yang meningkatkan ketakutan dan penderitaan. Kedua,
cara tersebut harus secepat mungking pua mengalami kematian. Ketiga, cara tersebut
harus layak dan patut dalam masyarakat beradab. Keempat, harus dihindari perusakan
anggota tubuh. Bagi banfsa Indonesia, kriteria cara pelaksanaan hukuman mati tersebut
tentu sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab serta jaminan bebas dari
penyiksaan. (Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana
Mati., 2010)
Kemudian mekanisme yang berubah dari penerapan hukuman mati dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana lama terhadap yang baru, pidana mati dalam Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana lama dikenal sebagai jenis sanksi pidana pokok dengan
urutan pertama (urutan ini bermakna susunan berdasarkan berat ringannya sanksi pidana),
sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru pengaturan hukuman pidana
mati bukan lagi sebagai jenis pidana pokok melainkan hanya sebagai pidana alternatif untuk
tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang. Pengaturan demikian di
pasal 98 Undang- Undang No.1 Tahun 2023 dinyatakan bahwa pidana ini sebagai upaya
terakhir untuk mengayomi masyrarakat. Berikut adalah perbandingan di antara pengaturan
pidana mati dari kedua aturan tersebut : (Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, 2023)
Jenis Sanksi Pidana dalam KUHP lama

Pidana Pokok (Pasal 10) Pidana Tambahan (Pasal 10)

1. Pidana Mati 1. Pencabutan hak-hak tertentu


2. Pidana Penjara 2. penyitaan benda-benda tertentu
3. Pidana Kurungan 3. Pengumuman dari putusan hakim
4. Pidana Denda
5. Pidana Tutupan
Jurnal Mahasiswa Indonesia (2023) 1:1, 1-15
ISSN 1111-1111 | DOI: 10.11111/jmi.xxxxxxx
Diterbitkan oleh PUSAT PENELITIAN
Tersedia online Pada Bulan Juni 2023.
____________________________________________________________________________________

Jenis Sanksi Pidana dalam KUHP baru

Pidana Pokok (Pasal 65) Pidana Tambahan (Pasal 66) Pidana yang bersifat khusus
untuk pidana tertentu yang
ditentukan dalam UU (Pasal
67)

a. Pidana penjara a. Pencabutan a. Pidana mati


b. Pidana tutupan haktertentu yang selalu diancamkan
c. Pidana b. perampasan secara alternatif(Pasal 98-
pengawasan 102)
barangtertentu
d. Pidana denda c. pengumuman
e. Pidana kerja putusan hakim
sosial
d. pembayaran ganti
rugi
e. pencabutan izin
tertentu
f. pemenuhan
kewajiban adat
setempat

(Soge, 2012)

B. Bentuk Dan Konsep Pidana Mati Yang Dikategorikan Dalam KUHP


Baru
Dikeluarkannya pidana mati dari pidana pokok dan menjadi pidana khusus
alternatif (eksepsional) menurut Prof. Dr. Barda Nawawi, SH, anggota Tim
Penyusun UU KUHP No.1 Tahun 2023 didasarkan atas tiga pemikiran pokok.
Pertama, dilihat dari tujuan pemidanaan pidana mati hakikatnya bukan sarana
utama atau pokok untuk mengatur, menertibkan, dan memperbaiki individu
ataupun masyarakat. Pidana mati, hanya merupakan sarana pengecualian. Jadi
hukuman mati diibaratkan dengan sarana amputasi ataupun operasi di bidang
kedokteran yang pada hakikatnya juga bukan obat utama tetapi hanya
merupakan obat terakhir. Kedua, konsep pidana mati sebagai pidana khusus
bertolak dari ide keseimbangan monodualistik. Ide ini berorientasi pada
2 | Transformasi Pidana Mati Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana Baru

keseimbangan kepentingan umum atau perlindungan masyarakat dan juga


memperhatikan kepentingan atau perlindungan individu. Artinya, di samping
untuk mengayomi masyarakat pidana mati juga memperhatikan kepentingan
individu, seperti ketentuan penundaan pelaksanaan pidana mati bagi wanita
hamil dan orang sakit jiwa (Pasal 81 ayat (3)). Contoh lain adalah
dimungkinkannya penundaan pelaksanaan pidana mati, atau dikenal dengan
istilah "pidana mati bersyarat" dengan masa percobaan 10 tahun (Pasal 82 ayat
(1)). Ketiga, dipertahankannya pidana mati, meskipun sebagai pidana khusus,
juga didasari atas ide menghindari tuntutan atau reaksi masyarakat yang bersifat
balas dendam atau bersifat extra-legal execution. Artinya disediakannya pidana
mati dalam Undang-undang (UU) dimaksudkan untuk menghindari emosi
masyarakat (AMALIA, 2012)
Pelaksanaan pidana mati KUHP baru dilakukan melalui beberapa
tahapan. Tahapan pertama, sejauh mungkin pidana mati dihindari dengan
memilih pidana alternatif berupa pidana seumur hidup atau penjara dalam waktu
tertentu, paling lama 20 tahun. Tahapan kedua, dimungkinkannya penundaan
pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. Di dalam penundaan pidana mati
itu, dimungkinkan perubahan pidana mati menjadi seumur hidup atau penjara
paling lama 20 tahun. Tahapan ketiga, terpidana berhak mengajukan grasi.
Sementara pidana mati itu sendiri baru dilaksanakan setelah permohonan grasi
itu ditolak Presiden. Apabila grasi ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan
selama 10 tahun, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup.
(widyaningrum hesti, 2016).

IV. PENUTUP
Berdasarkan uraian dan juga analisis pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang
dirumuskan yaitu, bahwa pidana mati masih tercantum di dalam KUHP maupun
di luar KUHP karena pemerintah indonesia melalui politik hukum mendukung
adanya pidana mati ini. sedangkan dalam konsep Undang-Undang No.1 Tahun
2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana mati dicantumkan
meskipun bersifat khusus yang ancamannya alternatif, karena tim perancang
KUHP tersebut mempertimbangkan sebagai upaya perlindungan masyarakat
dan penerapannya bersifat selektif yang berorientasi pada perlindungan atau
kepentingan individu (pelaku tindak pidana)
Disarankan kepada pemerintah atau pihak berwenang untuk melakukan
penyuluhan dan penginformasian kepada kalangan masyarakat mengenai
hukuman pidana mati dalam KUHP baru. karena dinilai hal ini dapat memberikan
wawasan yang bersifat informatis bagi masyarakat agar dapat mencegah hal hal
yang telah dipaparkan diatas. Perlu adanya sikap tegas dari kalangan pemerintah
3 | Jurnal Mahasiswa Indonesia

dalam menjalankan dan mengimplementasikan dari pengaturan yang telah


dipaparkan.
.

DAFTAR REFERENSI
AMALIA, M. (2012). MASALAH PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA. Jurnal Wawasan
Hukum, 27.
P. P. R. I. (2). Tahun 1964 tentang Tata-Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang
Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
Lembar Negara Republik Indonesia, , (1964).
Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana
Mati., (2010). Prakoso, P. (2019). HUKUMAN MATI TERPIDANA
TERORISME DI INDONESIA: MENGUJI
PERSPEKTIF STRATEJIK DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) (Death Penalty
for Terrorism Offence in Indonesia: Testing Strategic and Human Rights
Perspective).
Desember, 10(2), 127–144. https://doi.org/10.30641/ham.2019.10.127-142
Soge, P. (2012). TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI PIDANA MATI DI INDONESIA
(Vol. 1, Nomor 3).
Sukam, N. (2014). JURNAL ILMIAH EKSISTENSI PIDANA MATI DALAM
SISTEM HUKUM INDONESIA. http://e-journal.uajy.ac.id/5236/
Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (2023). Taqiyuddin,
M. (2012). PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN.
widyaningrum hesti. (2016). Ancaman Pidana Mati Yang Bersifat Khusus dan
Alternatif Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kajian
Ilmiah UBJ, 16.

Anda mungkin juga menyukai