Anda di halaman 1dari 13

EKSISTENSI SANKSI PIDANA MATI DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN

HUKUM PIDANA INDONESIA (STUDI KOMPARASI


KUHP LAMA dan KUHP BARU)
Disusun dalam rangka memenuhi tugas pembaharuan hukum pidana

Disusun oleh:
Muhamad Rajendra
21/476941/HK/22822

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2024

1
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Jenis sanksi pidana yang paling berat menurut sistem hukum pidana di Indonesia
adalah pidana mati (Capital Punishment).1 Pidana mati atau dalam Bahasa Belanda
dikenal dengan doodstraf merupakan sebuah praktik yang dilakukan suatu negara untuk
membunuh seseorang sebagai bentuk hukuman atas kejahatan yang telah dilakukan. 2
Pidana mati biasanya dikenakan oleh suatu negara terhadap kejahatan-kejahatan tertentu
yang dianggap berat dan serius. Ada berbagai macam metode eksekusi pidana mati yang
dikenal di berbagai dunia, seperti hukuman pancung, hukuman gantung, hukuman suntik,
dan tembak mati. Pidana mati berfungsi sebagai bentuk balas dendam terhadap pelaku
tindak pidana sekaligus memberikan efek jera (deterrence) kepada masyarakat agar tidak
melakukan perbuatan yang serupa.

Pidana mati di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 sebagaimana
dalam Wetboek van Strafrecht (KUHP) yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial
Belanda berdasarkan K.B.v. 15 Oktober 1915, No. 33. S. 15-732 jis. 17-497, 645 yakni
W.v.S yang sudah berlaku di Hindia Belanda.3 Berdasarkan pasal 10 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana mati termasuk dalam jenis sanksi pidana pokok.
Dalam KUHP, sanksi pidana mati diancamkan pada kejahatan yang berat, seperti makar
membunuh kepala negara dan pembunuhan berencana. Sanksi pidana mati juga
diancamkan dalam undang-undang di luar KUHP, seperti Undang-Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Setelah KUHP Belanda berlaku di Indonesia selama 104 tahun, pada tanggal 6
Desember 2022, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Hukum Pidana menjadi Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang sering
1
Roby Anugrah dan Raja Desril, “Kebijakan Formulasi Pidana Mati dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”,
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 3, no. 1 (2021) : 81.
2
Uli Rosari. “Vonis Sambo, “Hukuman Mati, dan KUHP Baru”. news.detik.com. https://news.detik.com/kolom/d-
6570398/vonis-sambo-hukuman-mati-dan-kuhp-baru. news.detik.com (Diakses 26 Maret 2024).
3
Auliah Andika Rukman, “Pidana Mati Ditinjau dari Perspektif Sosiologis dan Penegakan HAM”, Jurnal Equilibrium
Pendidikan Sosiologi IV, no. 1 (1 Mei 2016) : 115

2
disebut sebagai KUHP baru. KUHP baru tersebut mulai berlaku 3 tahun sejak tanggal
diundangkan, yaitu pada tanggal 2 Januari 2026.

KUHP baru memperbarui banyak ketentuan yang terdapat dalam KUHP lama,
salah satunya adalah mengenai sanksi pidana mati. Berdasarkan pasal 67 KUHP baru,
sanksi pidana mati bukan lagi merupakan jenis sanksi pidana pokok, melainkan termasuk
dalam sanksi pidana bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif. 4 Tidak
hanya bersifat khusus, berdasarkan pasal 100 KUHP baru, terhadap terpidana mati dapat
dijatuhkan masa percobaan selama 10 tahun.

Menurut Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), tujuan


dicantumkannya sanksi pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dalam
KUHP baru adalah sebagai jalan keluar yang diambil untuk menengahi gagasan pro dan
kontra hukuman mati.5 Sebagai jalan tengah, KUHP baru tetap mengakomodir sanksi
pidana mati, namun dapat diubah menjadi penjara seumur hidup apabila terpidana
berkelakuan baik selama 10 tahun masa percobaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana eksistensi sanksi pidana mati dalam KUHP baru?
2. Bagaimana perbedaan pengaturan sanksi pidana mati dalam KUHP lama dan KUHP
baru?

4
Diva Lufiana Putri dan Inten Esti Pratiwi. “Pengertian Hukuman Mati dan Beda Pengaturan di KUHP Lama vs KUHP
Baru”. kompas.com. https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-
dan-beda-aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all (Diakses 26 Maret 2024).
5
Aryo Putranto Saptohutomo. “Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP Baru Disebut Sebagai Jalan Tengah”.
kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2022/12/18/22242901/pidana-mati-dengan-masa-percobaan-di-
kuhp-baru-disebut-jadi-jalan-tengah (Diakses 26 Maret 2024).

3
BAB II
ISI

A. Eksistensi Pidana Mati dalam KUHP Baru


Pada tanggal 6 Desember 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP baru tersebut
berisi 624 pasal dan menggantikan KUHP peninggalan Belanda.6 Berbeda dengan KUHP
lama, KUHP baru terdiri dari dua buku, yaitu buku I mengenai aturan umum (Pasal 1
hingga Pasal 187) dan buku II mengenai tindak pidana (Pasal 188 hingga 624).

Berbeda dengan KUHP lama yang memasukan sanksi pidana mati sebagai jenis
sanksi pidana pokok, Pasal 67 KUHP baru memasukan sanksi pidana mati sebagai sanksi
pidana bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif. Pidana mati atau
hukuman mati sebagai jenis pidana bersifat khusus diatur mulai Pasal 98 sampai pasal
102 KUHP baru.7 Penjelasan pasal 67 KUHP menyebutkan bahwa : “Tindak pidana yang
dapat diancam dengan dengan pidana yang bersifat khusus adalah tindak pidana yang
sangat serius atau yang luar biasa, antara lain, Tindak Pidana narkotika , Tindak Pidana
terorisme, Tindak Pidana korupsi, dan Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia.
Untuk itu, pidana mati dicantumkan dalam bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa
jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus. Jika dibandingkan dengan jenis pidana yang
lain, pidana mati merupakan jenis pidana yang paling berat. Oleh karena itu, harus selalu
diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya yakni pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

Selanjutnya pasal 98 KUHP baru menyebutkan bahwa Pidana mati diancamkan


secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan
mengayomi masyarakat. Pasal ini menempatkan pidana mati sebagai ultimum remedium
(sarana terakhir) dalam mencegah tindak pidana dan mengayomi masyarakat sehingga
tidak dicantumkan dalam stelsel pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal

6
Audrey Santoso. “KUHP Baru Resmi Diteken Jokowi Jadi UU”. news.detik.com. https://news.detik.com/berita/d-
6495179/kuhp-baru-diteken-jokowi-resmi-jadi-uu-berlaku-3-tahun-lagi (Diakses 27 Maret 2024)
7
Muhammad Bahri Yadi, Mahfirman, dan Rachmat Hidayat, “Studi Komparatif Penerapan Sanksi Pidana Mati
Indonesia dan Amerika Serikat (Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023)”,. op cit, 147.

4
tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai
upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.8

Pasal 99 ayat (1) KUHP baru menyebutkan bahwa pidana mati dapat
dilaksanakan setelah permohonan grasi bagi terpidana ditolak oleh presiden. Ketentuan
tersebut sejalan dengan ketentuan undang-undang sebelumnya, yaitu Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2022 tentang Grasi yang menyebutkan bahwa pelaksanaan
pidana mati ditunda sampai ada keputusan dari presiden mengenai permohonan grasi dari
terpidana.

Pasal 99 ayat (2) KUHP baru menyebutkan bahwa pidana mati tidak dilaksanakan
di muka umum. Ketentuan mengenai pelaksanaan pidana mati yang harus dilaksanakan di
tempat tertutup sebelumnya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964
tentang Tatacara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di
Lingkungan Pengadilan Militer dan Pengadilan Umum. Pasal 9 Undang-Undang Nomor
2/PNPS/1964 menyatakan bahwa kecuali ditetapkan lain oleh presiden, pidana mati
dilaksanakan tidak di muka umum dan dengan cara sesederhana mungkin. Jadi harus di
tempat tertutup, tidak disaksikan oleh khalayak ramai dan tidak perlu dipublikasikan
secara luas.9

Pasal 99 ayat (3) KUHP baru menyatakan bahwa pidana mati dilaksanakan
dengan menembak terpidana sampai mati dengan regu tembak atau dengan cara lain yang
ditentukan oleh undang-undang. Eksekusi pidana mati dengan regu tembak tersebut sama
dengan yang tertuang dalam Undang Nomor 2/PNPS/1964, yang menyebutkan bahwa
pelaksanaan pidana mati dilakukan oleh regu penembak yang berasal dari Brigade Mobil
(Brimob) yang terdiri dari seorang bintara, 12 orang tamtama, di bawah pimpinan
seorang perwira. Regu penembak tersebut dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di
wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati.10

8
Gabrielle Aldy Manopo, Jolly K. Pongoh, dan Grace Yurico Bawole, “Analisis Pidana Mati Berdasarkan UU No. 1
Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Lex
Administratum XIII, no. 1 (September 2023) : 1.
9
Efryan R.T Jacob, “Pelaksanaan Pidana Mati Menurut Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964”, Jurnal Lex Crimen
VI, no. 1 (2017) : 103.
10
Anis Widyawati dan Ade Adhari, Hukum Penitensier di Indonesia Konsep dan Perkembangannya (Depok :
Rajawali Pers, 2020), 84.

5
Pasal 99 ayat (4) KUHP baru menyebutkan bahwa Pelaksanaan pidana mati
terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang
sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi
menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh. Sedangkan dalam
ketentuan sebelumnya, yaitu Undang Undang Nomor 2/PNPS/1964 hanya diatur
penundaan eksekusi pidana mati bagi perempuan hamil yang baru dapat dilaksanakan 40
hari setelah anaknya lahir.

Kemudian, berdasarkan pasal 100 ayat (1) KUHP baru, hakim dapat menjatuhkan
pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memerhatikan rasa
penyesalan dan terdakwa dan ada harapan bagi terdakwa untuk memperbaiki diri atau
peran terdakwa dalam tindak pidana.11 Apabila dalam tenggang waktu masa percobaan 10
tahun, terpidana berkelakuan baik terpidana menunjukkan perubahan sikap dan perilaku
terpuji, hukuman mati dapat diubah menjadi penjara seumur hidup. Perubahan hukuman
ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapat pertimbangan dari
Mahkamah Agung (MA).12 Namun, apabila dalam jangka waktu 10 tahun, terdakwa tidak
menunjukkan perubahan sikap, maka pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa
Agung. Pasal 101 KUHP menyebutkan bahwa jika permohonan grasi ditolak dan pidana
mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak permohonan grasi ditolak maka pidana
mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden
(Keppres).

Ketentuan sanksi pidana mati dalam Pasal 100 ayat (1) KUHP tersebut selaras
dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2-3/PUU-V/2007. Putusan Nomor
2-3/PUU-V/2007 selain menjadi dasar konstitusionalitas pidana mati, juga memberikan
jalan tengah (moderasi) terhadap perdebatan antara kelompok yang ingin
mempertahankan (retensionis) dan yang ingin menghapus (abolisionis) pidana mati. 13
Putusan MK ini menyatakan bahwa perumusan, penerapan, dan pelaksanaan pidana mati

11
Gabrielle Aldy Manopo, Jolly K. Pongoh, dan Grace Yurico Bawole,. loc cit.
12
Rasina Padeni Nasution, et. Al, “Penghapusan Hukuman Mati Pada Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Atas
Lahirnya UU No 1 Tahun 2023 Tentang KUHP” Jurnal Hukum, Politik, dan Ilmu Sosial (JHIPS) 3, no. 1 (Maret 2024) :
229
13
Mei Susanto dan Aji Ramadhan, “Kebijakan Moderasi Pidana Mati Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
2-3/PUU-V/2007”, Jurnal Yudisial 10, no 2 (Agustus 2017) : 193.

6
dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaknya dapat dijatuhkan dengan masa
percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah
dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun.

B. Perbedaan Pengaturan Sanksi Pidana Mati dalam KUHP Lama dan KUHP Baru
Salah satu perbedaan pengaturan antara KUHP lama dan KUHP baru adalah
mengenai penerapan pidana mati. Beberapa perbedaan pengaturan tentang pidana mati
antara KUHP lama dan KUHP baru dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1
Perbedaan Pengaturan Hukuman Mati Dalam KUHP Lama dan KUHP Baru
No. KUHP Lama KUHP Baru

1 Pidana mati merupakan pidana pokok Pidana mati bukan lagi pidana pokok

2 Tidak mengenal masa percobaan Mengenal masa percobaan dalam


dalam pelaksanaannya pelaksanaannya

3 Tidak mengenal ketentuan penundaan Mengenal penundaan eksekusi pidana


eksekusi pidana mati bagi perempuan mati bagi perempuan hamil,
hamil, perempuan menyusui, dan perempuan menyusui, dan orang yang
orang sakit jiwa. menderita sakit jiwa.

4 Eksekusi pidana mati dengan Eksekusi pidana mati dengan tembak


hukuman Gantung. mati.

Perbedaan pertama antara pengaturan sanksi pidana mati di KUHP lama dan
KUHP baru terletak pada jenis sanksi pidana. Berdasarkan pasal 10 KUHP lama, pidana
mati termasuk salah satu jenis pidana pokok. Sedangkan pada pasal 67 KUHP baru,
pidana mati adalah termasuk jenis sanksi pidana yang bersifat khusus yang selalu
diancamkan secara alternatif.14 Dalam KUHP baru, pidana mati adalah pidana yang

14
Daffa Rizky Dewanto dan Rahtami Susanti, “Hukuman Mati Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia”, Jurnal Wijayakusuma Law
Review 5, no. 1 (Juni 2023) : 67.

7
paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana seumur
hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.15

Perbedaan kedua terdapat dalam ketentuan masa percobaan. Dalam Pasal 100 ayat
(1) KUHP baru, pidana mati dijatuhkan secara bersyarat, yaitu dengan masa percobaan
selama 10 tahun dengan memerhatikan rasa penyesalan dan terdakwa dan ada harapan
bagi terdakwa untuk memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. Apabila
selama tenggang waktu percobaan 10 tahun tersebut, terpidana menunjukkan kelakuan
baik, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan
Presiden (Keppres) setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Perbedaan ketiga terdapat dalam ketentuan penundaan pidana mati. Berdasarkan


pasal 99 ayat (4) KUHP baru, Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil,
perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang yang sakit jiwa ditunda sampai
perempuan tersebut melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui bayinya, atau
orang yang sakit jiwa tersebut sembuh. Ketentuan mengenai penundaan pelaksanaan
pidana mati terhadap perempuan hamil, perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau
orang sakit jiwa tersebut tidak terdapat dalam KUHP lama. Sedangkan dalam Undang
Nomor 2/PNPS/1964, hanya mengatur bagi penundaan perempuan mati bagi Perempuan
yang sedang hamil yang pelaksanaan pidana matinya dapat dilaksanakan 40 hari setelah
terpidana melahirkan.

Perbedaan terakhir terletak pada metode eksekusi sanksi pidana mati. Di dalam
Pasal 11 KUHP lama dijelaskan mengenai strafmodus (pelaksanaan) pidana mati bahwa
pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang
terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana mati berdiri.16 Namun, dengan adanya UU No.2/PNPS/1964 yang mengatur
tentang tata cara pelaksanaan pidana mati maka secara yuridis Pasal 11 KUHP yang
mengatur tentang hukuman mati sudah tidak berlaku lagi berdasarkan asas hukum lex
posteriori derogate legi priori (ketentuan perundang-undangan yang baru menggantikan

15
Teguh Prasetyo, Yuni Priskila Ginting, dan Rizky Kara Karo. Hukum Pidana Edisi Revisi (Depok : Rajawali Pers,
2023), 349.
16
Gina Olivia, “Perbandingan Pelaksanaan Pidana Mati Berdasarkan KUHP dan Peraturan Perundang-undangan
Indonesia dan China”, Jurnal Varia Hukum 3, no. 1 (Januari 2021) : 24.

8
ketentuan perundang-undangan yang lama).17 Berdasarkan UU No.2/PNPS/1964,
strafmodus pidana mati dilakukan dengan cara ditembak sampai mati oleh regu
penembak.18 Pertimbangan dipilihnya tata cara ditembak sampai mati ini antara lain lebih
manusiawi dan cara yang paling efektif. 19 Ketentuan pelaksanaan pidana mati tersebut
diatur kembali dalam Pasal 99 ayat (3) KUHP baru yang menyatakan bahwa (3) Pidana
mati dilaksanakan dengan menembak terpidana sampai mati oleh regu tembak atau
dengan cara lain yang ditentukan dalam Undang-Undang.

Pengaturan pidana mati dalam KUHP baru lebih unggul daripada KUHP lama
dengan beberapa alasan. Alasan pertama, yaitu karena pengaturan pidana mati dalam
KUHP baru tersebut sudah sesuai dengan petunjuk (guideline) dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 yang mengarahkan agar pidana mati dimoderasikan
dalam artian mengambil jalan Tengah terhadap persoalan pidana mati, yang secara
ekstrem di satu sisi ingin mempertahankannya (kelompok retensionisme) dan di sisi lain
yang ingin menghapuskannya (kelompok abolisionisme).20

Selain sesuai dengan putusan MK, pengaturan pidana mati dalam KUHP baru
juga lebih mengedepankan sisi kemanusiaan dalam penegakan hukum dibandingkan
dengan KUHP lama. Hal tersebut dapat dilihat dalam ketentuan bahwa eksekusi pidana
mati terhadap terpidana yang sedang hamil, ditunda sampai terpidana tersebut
melahirkan. Tujuannya agar pelaksanaan pidana mati tidak mengakibatkan terjadinya
pembunuhan terhadap dua makhluk dan menjamin hak asasi bayi yang baru dilahirkan. 21
Selain itu, pemberian masa percobaan terhadap terpidana selama 10 tahun tersebut
memberikan kesempatan bagi terpidana untuk menyesali dan memperbaiki perbuatannya.

Kendati bisa menjadi jalan Tengah, namun di sisi lain masih ada kerancuan
mengenai penerapan pidana mati bersyarat dalam KUHP baru. Agustinus Pohan menilai

17
Hwian Christianto, “Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Bagi Terpidana Mati Dalam Hukum Pidana, Jurnal
Konstitusi 6, no. 1 (April 2009) : 31
18
Robby Septiawan Permana Putra, et.al, “Problem Konstitusional Eksistensi Pelaksanaan Pidana Mati di
Indonesia’, Diponegoro Law Journal 5, no. 3 (2016) : 4.
19
Hwian Christianto, Op.Cit., 30.
20
Mei Susanto dan Aji Ramadhan, op cit., 194.
21
Rofiq Hidayat. “Menilik Mekanisme Pidana Mati Dalam KUHP Baru”. hukumonline.com.
https://www.hukumonline.com/berita/a/menilik-mekanisme-pidana-mati-dalam-kuhp-baru-lt63915b3ba44b7/
(Diakses pada 4 April 2024).

9
salah satu kerancuan yang cukup terlihat yaitu norma dalam pasal 100 ayat (2) KUHP
baru yang mewajibkan dimuatnya masa percobaan dalam putusan pengadilan. 22 Padahal
jika dilihat dari naskah akademik seharusnya vonis mati dengan percobaan 10 tahun
bersifat otomatis.

BAB III
Kesimpulan

22
Aji Prasetyo. “Kerancuan Aturan Hukuman Mati di KUHP Baru”, hukumonline.com.
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt647373d11e787/kerancuan-aturan-hukuman-mati-di-kuhp-baru/
(Diakses pada 5 April 2024).

10
Berdasarkan uraian dalam pembahasan penelitian “Eksistensi Sanksi Pidana Mati
Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia (Studi Komparasi KUHP Lama
dan KUHP Baru), eksistensi sanksi pidana mati di dalam KUHP baru adalah sebagai
jenis sanksi pidana bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif sesuai
dengan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Tidak hanya bersifat khusus, berdasarkan pasal 100 ayat (1) KUHP baru,
terhadap terpidana mati dapat dijatuhkan masa percobaan selama 10 tahun dengan
memerhatikan rasa penyesalan dan terdakwa dan ada harapan bagi terdakwa untuk
memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana. Perbedaan pengaturan sanksi
pidana mati dalam KUHP lama dan KUHP baru dapat terlihat dari beberapa ketentuan,
seperti jenis sanksi pidana, ada atau tidaknya masa percobaan terhadap terpidana mati,
ketentuan penundaan eksekusi pidana mati (untuk perempuan hamil, perempuan
menyusui, dan orang sakit jiwa), dan metode eksekusi pidana mati. Dalam hal ini,
pengaturan pidana mati dalam KUHP baru lebih unggul daripada KUHP lama karena
sesuai dengan petunjuk (guideline) dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
2-3/PUU-V/2007 dan lebih mengedepankan sisi kemanusiaan dalam penegakan hukum.
Namun, masih terdapat kerancuan mengenai penerapan pidana mati bersyarat dalam
KUHP, terutama dalam pasal 100 ayat (2) KUHP baru yang mewajibkan dimuatnya masa
percobaan dalam putusan pengadilan.

DAFTAR PUSTAKA

11
Buku
Widyawati, Anis dan Ade Adhari. Hukum Penitensier di Indonesia Konsep dan
Perkembangannya. Depok : Rajawali Pers, 2020.
Teguh Prasetyo, Yuni Priskila Ginting, Rizky Kara Karo. Hukum Pidana Edisi Revisi (Depok :
Rajawali Pers, 2023.

Internet
Rosari, Uli. “Vonis Sambo, “Hukuman Mati, dan KUHP Baru”. news.detik.com.
https://news.detik.com/kolom/d-6570398/vonis-sambo-hukuman-mati-dan-kuhp-baru.
news.detik.com (Diakses 26 Maret 2024).
Putri, Diva Lufiana, dan Inten Esti Pratiwi. “Pengertian Hukuman Mati dan Beda Pengaturan di
KUHP Lama vs KUHP Baru”. kompas.com.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-dan-beda-
aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all (Diakses 26 Maret 2024).
Saptohutomo, Aryo Putranto. “Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP Baru Disebut
Sebagai Jalan Tengah”. kompas.com.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/18/22242901/pidana-mati-dengan-masa-percobaan-
di-kuhp-baru-disebut-jadi-jalan-tengah (Diakses 26 Maret 2024).
Santoso, Audrey. “KUHP Baru Resmi Diteken Jokowi Jadi UU”. news.detik.com.
https://news.detik.com/berita/d-6495179/kuhp-baru-diteken-jokowi-resmi-jadi-uu-berlaku-3-
tahun-lagi (Diakses 27 Maret 2024).
Rofiq Hidayat. “Menilik Mekanisme Pidana Mati Dalam KUHP Baru”. hukumonline.com.
https://www.hukumonline.com/berita/a/menilik-mekanisme-pidana-mati-dalam-kuhp-baru-
lt63915b3ba44b7/ (Diakses pada 4 April 2024).
Aji Prasetyo. “Kerancuan Aturan Hukuman Mati di KUHP Baru”, hukumonline.com.
https://www.hukumonline.com/stories/article/lt647373d11e787/kerancuan-aturan-hukuman-
mati-di-kuhp-baru/ (Diakses pada 5 April 2024).

Jurnal
Rukman, Auliah Andika. “Pidana Mati Ditinjau dari Perspektif Sosiologis dan Penegakan
HAM”. Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi IV. no. 1 (1 Mei 2016) : 115.

12
Olivia, Gina. “Perbandingan Pelaksanaan Pidana Mati Berdasarkan KUHP dan Peraturan
Perundang-undangan Indonesia dan China”. Jurnal Varia Hukum 3. no. 1 (Januari 2021) : 24.
Anugrah, Roby dan Raja Desril. “Kebijakan Formulasi Pidana Mati dalam Pembaharuan Hukum
Pidana Indonesia”. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 3. no. 1 (2021) : 81.
Yadi, Muhammad Bahri, Mahfirman, dan Rachmat Hidayat. “Studi Komparatif Penerapan
Sanksi Pidana Mati Indonesia dan Amerika Serikat (Analisis Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2023)”. Jurnal Ilmiah Multidisiplin 1. no. 3 (2023) : 147.
Sukama, Ari Susanto, dan Odi Jarodi. “Pidana mati menurut Perspektif Undang-Undang No. 1
Tahun 2023 tentang KUHP”. Journal of Correctional Issues XX. no. XX (20XX) : XX.
Manopo, Gabrielle Aldy, Jolly K. Pongoh, dan Grace Yurico Bawole. “Analisis Pidana Mati
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Lex Administratum XIII. no. 1 (September 2023) :
1.
Jacob, Efryan R.T. “Pelaksanaan Pidana Mati Menurut Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964”.
Jurnal Lex Crimen VI. no. 1 (2017) : 103.
Nasution, Rasina Padeni, et. Al. “Penghapusan Hukuman Mati Pada Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia Atas Lahirnya UU No 1 Tahun 2023 Tentang KUHP”. Jurnal Hukum, Politik, dan
Ilmu Sosial (JHIPS) 3. no. 1 (Maret 2024) : 229.
Susanto, Mei dan Aji Ramadhan. “Kebijakan Moderasi Pidana Mati Kajian Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007”. Jurnal Yudisial 10. no 2 (Agustus 2017) : 193.
Dewanto, Daffa Rizky dan Rahtami Susanti. “Hukuman Mati Menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia”, Jurnal Wijayakusuma Law Review 5, no. 1 (Juni 2023) : 67.
Christianto, Hwian. “Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati Bagi Terpidana Mati Dalam Hukum
Pidana. Jurnal Konstitusi 6. nomor 1 (April 2009) : 31.
Putra, Robby Setiawan Permana, et.al. “Problem Konstitusional Eksistensi Pelaksanaan Pidana
Mati di Indonesia’. Diponegoro Law Journal 5. no. 3 (2016) : 4.

13

Anda mungkin juga menyukai