Anda di halaman 1dari 14

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

REKONSTRUKSI KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP


EKSEKUSI PIDANA MATI

Krisnanda Etika Putri*, Eko Soponyono, RB. Sularto


Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : etika krisnanda@yahoo.co.id

Abstrak

Masalah hukuman mati bagi seorang terpidana merupakan masalah klasik yang terus
diperbincangkan secara serius di kalangan para ahli hukum, terutama di Indonesia. Hukuman mati
(The Death Penalty) merupakan hukuman terberat terhadap terpidana yang diputuskan oleh
pengadilan akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. Hukuman mati dikatakan hukuman
terberat karena terpidana tidak memerlukan hukuman lain setelah hukuman tersebut dijatuhkan oleh
hakim. Mengingat hukuman mati menyangkut nyawa manusia, maka banyak timbul pro kontra di
dalam masyarakat, namun pemerintah Indonesia tetap harus melaksanakan hukuman
mati untuk mengurangi efek jera terhadap terpidana dan mengurangi timbulnya kasus yang sama,
mengingat hukuman pidana mati adalah pidana terberat di Indonesia. Di dalam penanggulangan
kejahatan itu digunakan kebijakan hukum pidana , meliputi pembentuk undang-undang,
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan aparat yang terkait dengan eksekusi pemidanaan.

Kata kunci : Kebijakan Hukum Pidana, Eksekusi Pidana Mati

Abstract

Death excecution as a crime punishment is a clasic problem that has been talked as a
serious matter around the jurist, especially in Indonesia. The Death Penalty is the heaviest
punishment for the convict which has been decided by the court as the payment from the crime.
The Death Penalty called as the heaviest punishment because the convict doesn’t have another
punishment after the death penalty has been decided. As reminder, the death penalty involves human
lives, so there are pros and cons in the community, but Indonesian government has to do the
death penalty to decrease wary and to avoid the same crime who has did by the convict. For
tackling crimes are used criminal law policy, including law makers, polices, prosecutors,
courts and the apparatus associated with the execution of punishment.

Keywords : Criminal Law Policy, The Death Penalty Excecution

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN
Sesungguhnya kontroversi pidana
Pada era globalisasi seperti mati sudah dimulai lebih kurang
ini masyarakat lambat laun akan sejak abad ke-17. Seiring dengan
berkembang otomatis perkembangan kenyataan yang ada maka eksistensi
teknologi, ilmu pengetahuan dan hukuman mati yang ada di Indonesia
pola pikir akan berkembang pula. dipertanyakan. Belanda sebagai
Perkembangan tersebut juga diikuti negara yang peraturan hukumnya
dengan proses penyesuaian diri yang kita berlakukan di Indonesia. Bahkan
sering terjadi ketidakseimbangan sejak berlakunya undang-undang
karena masyarakat sangat ingin tanggal 17 September 1870 Stb. 162
menunjukan kualitas dirinya dengan sudah menghapus hukuman mati
pembaharuan – pembaharuan di tetapi untuk hukum pidana militer
segala bidang. Namun demikian, jenis pidana ini masih dipertahankan,
permasalahan letak dan kedudukan khusus untuk kejahatan-kejahatan
serta kemajuan teknologi dapat berat yang dilakukan pada masa
memberikan dampak positif maupun perang, yaitu dengan dikaitkan pada
negatif. syarat bahwa hal itu berdasarkan
Hukum memiliki posisi yang pertimbangan hakim dituntut oleh
krusial dalam menghadapi setiap kepentingan Negara. Tetapi
perkembangan yang ada di kemudian berdasarkan amandemen
masyarakat. Hukum yang Undang-undang Dasar Belanda yang
mencampuri urusan manusia diberlakukan tanggal 17 Februari
sebelum lahir dan masih 1983 Pasal 114 ditetapkan bahwa
mencampurinya setelah ia pidana mati oleh hakim tidak lagi
meninggal. Dengan adanya hukum, dapat dijatuhkan.
manusia dalam kehidupannya diatur Sejalan dengan
dan dibatasi dengan ketentuan - perkembangan ilmu pengetahuan dan
ketentuan dan peraturan – peraturan teknologi pun semakin berkembang
yang ada dan yang berlaku di pesat. Namun demikian, masih
Indonesia saat ini. Di Indonesia, belum ada kata sepakat tentang cara
sanksi pidana mati merupakan sanksi pelaksanaan pidana mati. Hal ini
pidana yang paling berat yang disebabkan eksekusi pidana mati
berlaku karena hukuman ini akan tetap menyentuh sumber emosi
menyangkut nyawa manusia. manusia yang paling dalam.1 Dalam
Kebijakan hukum pidana mati lingkup masyarakat internasional,
sendiri di Indonesia mengalami fase pengakuan terhadap hukuman mati
pro dan kontra namun kenyataannya hampir tidak mempunyai tempat
sanksi tersebut masih ada dan masih pada masyarakat yang demokratis
berlaku di Indonesia. Bahkan baru dan berbudaya. Walaupun hukuman
baru ini Indonesia telah memberikan mati belum dilarang berdasar hokum
atau melaksanakan hukuman mati internasional, kecenderungan
bagi beberapa pelaku pengedar terhadap pelanggaran tersebut sangat
narkotika dan pelaku tindak pidana jelas. Diadopsinya Opsional Kedua
terorisme yang dilaksanakan di Kovenan Internasional terhadap Hak
Lapas Nusa Kambangan. Sipil dan Politik tahun 1989 yang

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bertujuan untuk menghapuskan adalah hak asasi manjusia yang


pidana mati merupakan pengakuan tidak dapat.”
yang sangat jelas oleh masyarakat Dalam hal ini Disisi lain,
internasional terhadap kebutuhan tidak ada pembuktian akademis
untuk menghilangkan penggunaan bahwa pelaksanaan hukuman mati
pidana mati secara total dan secara efektif memberikan efek jera
keseluruhan. kepada pelaku kejahatan dan
Dalam ketentuan di KUHP mengurangi tindak pidana yang
pengaturan tentang pidana mati terjadi. Tetapi setiap negara
diatur dalam Pasal 10 KUHP dan mempunyai hukum yang harus
disebutkan dalam pasal 11 KUHP ditaati semua penduduknya. Jika
yang menyatakan bahwa : dalam tatanannya terdapat
algojo atas penggantungan dengan kekeliruan maka hal tersebut akan
mengikat leher si terhukum dengan dikembalikan kepada
sebuah jerat pada tiang undang¬undang. Jenis hukuman
penggantungan dan menjatuhkan” . yang akan diterima pun juga akan
Sedangkan, pelaksanaan disesuaikan dengan jenis kesalahan.
eksekusi hukuman mati diatur Begitu juga di negara Indonesia
dalam Undang-Undang No.2/ yang sudah mempunyai undang-
PNPS/ 1964 tentang Tata Cara undang, dimana dalam setiap
Pelaksanaan Pidana Mati yang keputusan untuk menghukum
Dijatuhkan oleh Pengadilan di seseorang telah disesuaikan dengan
Lingkungan Peradilan Umum dan dasar yang jelas. Mahkamah
Militer yang disebutkan dalam Pasal Konstitusi telah memutuskan dalam
1: Putusan MK Nomor 2-3/PUU-
V/2007 tentang terkait pengujian
ketentuan-ketentuan hukum acara konstitusionalitas hukuman pidana
pidana yang ada tentang penjalanan mati pada 30 Oktober 2007 bahwa
putusan pengadilan, maka pidana mati yang diancamkan untuk
pelaksanaan pidana mati yang suatu kejahatan tertentu tidak
dijatuhkan oleh pengadilan bertentangan dengan UUD NRI
dilingkungan peradilan umum atau 1945 karena konstitusi Indonesia
peradilan militer, dilakukan dengan tidak menanut asas kemutlakan hak
GMP Hak untuk hidup (right to life) asasi manusia.
merupakan kategori hak yang tidak Ketidakmutlakan hak untuk
bisa dilanggar, dikurangi serta hidup (right to life), baik yang
dibatasi dalam keadaan apapun. berwujud ketentuan-ketentuan yang
Dalam rumusan Pasal 28 I ayat (1) membolehkan diberlakukannya
UUD NRI 1945 yang menyatakan : pidana mati dengan pembatasan-
tidak disiksa, hak kemerdakaan pembatasan tertentu ataupun
pikiran dan hati nurani, hak ketentuan-ketentuan tentang
beragama, hak untuk tidak penghilangan nyawa secara abash,
diperbudak, hak untuk diakui dapat juga ditemukan dalam
sebagai pribadi di hadapan hukun sejumlah instrumen hukum
dan hak untuk tidak dituntut atas internasional yang mengatur tentang
dasar hukum yang berlaku surut, atau berkait dengan hak asasi

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

manusia, di antaranya, International bahwa, yang berhak mencabut


Covenant on Civil and Political nyawa manusia adalah Tuhan Yang
Rights (ICCPR). ICCPR yang Maha Esa dan atas sila
digunakan para Pemohon untuk Perikemanusiaan, pidana mati
mendukung dalil-dalilnya, tidaklah dipandang tidak benar. Dalam
melarang negara-negara pihak (state hukum pidana positif, pidana mati
parties) untuk memberlakukan sendiri merupakan jenis pidana
pidana mati, tetapi ada pembatasan pokok yang secara hirarkis
diberlakukan hanya terhadap substanstif sebagai pidana terberat.
kejahatan-kejahatan yang paling Terdapat berbagai macam
serius sesuai dengan hukum yang pendapat tentang hukuman mati
berlaku pada saat dilakukannya baik itu yang setuju ataupun yang
kejahatan tersebut (the most serious tidak setuju, dalam hal ini suatu
crimes in accordance with the law in contoh terdapatnya ketentuan hak
force at the time of the commission asasi manusia sebagai dasar
of the crime..) [Pasal 6 ayat (2) pelaksanaan dan pemenuhan hak
ICCPR]. Artinya, dengan asasi manusia. Yang menjadi
dimungkinkannya suatu negara permasalahan pandangan hak asasi
memberlakukan pidana mati manusia terhadap hukuman mati
(meskipun dengan pembatasan- karena pada intinya hukuman mati
pembatasan), hal itu merupakan adalah penghilangan nyawa
bukti bahwa hak untuk hidup seseorang.
tidaklah bersifat mutlak. Dan di Dari uraian diatas maka
dalam penerapannya, hukuman permasalahan yang dapat disusun
tertinggi yang bisa diterima seorang antara lain:
narapidana di negara Indonesia 1. Bagaimana kebijakan hukum
adalah hukuman mati yang pidana terhadap eksekusi
dilakukan dengan cara tembak pidana mati dalam hukum
sampai mati. Dengan dalih positif saat ini?
menciptakan hukum pidana yang 2. Bagaimana rekonstruksi
lebih manusiawi beberapa negara kebijakan hukum pidana
telah menghapuskan pidana mati terhadap eksekusi sanksi
dalam perundang¬undangan hukum pidana mati yang akan
pidananya. Tetapi jika diihat dari datang?
sudut pandang negara negara yang
masih mencantumkan pidana mati II. METODE
dalam hukum positifnya, dilihat dari
sudut Pancasila cukup beralasan. Metode pendekatan yang
Bahwa pidana mati masih perlu digunakan dalam penelitian ini
dipertahankan di Indonesia dengan adalah pendekatan yuridis normatif.
alasan demi perlindungan Penelitian yuridis normatif adalah
masyarakat untuk mencegah penelitian hukum yang menempatkan
kejahatan berat, demi keadilan dan hukum sebagai suatu bangunan dari
persatuan Indonesia. Begitu juga norma-norma. Penelitian hukum
yang menolak pidana mati selalu menggunakan yuridis normatif
mendasarkan diri pada alasan dilakukan dengan cara meneliti

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bahan pustaka dari data sekunder III. HASIL DAN PEMBAHASAN


belaka seperti undang-undang, hasil A. K e b i j a ka n H u k um
penelitian, hasil karya dari kalangan P i da n a Terhadap
h u k u m . S pe s i f i ka s i d i da l a m Eksekusi Pidana Mati
penelitian ini bersifat deskriptif dalam Hukum Positif Saat Ini
analisis adalah prosedur pemecahan di Indonesia.
masalah yang diselidiki dengan
memberikan gambaran secara rinci, Di dalam kebijakan formulasi
sistematis, dan menyeluruh pidana mati saat ini, ada beberapa
menggenai segala sesuatu yang ketentuan dan undang-undang yang
be r ka i ta n de n ga n pe n ga t ur a n akan dibahas yaitu Kitab Undang-
eksekusi pidana mati dalam Undang Hukum Pidana (KUHP),
perundang-undangan di Indonesia. Undang-Undang 31 Tahun 1999 jo
Bahan hukum yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
penelitian ini adalah berupa jenis 2001, Undang-Undang Nomor 26
bahan hukum sekunder saja yang Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
d i p e r o le h m e l a l u i pe n e l i t ia n Asasi Manusia, Undang-Undang
kepustakaan (library reasearch). Nomor 15 Tahun 2003 jo Peraturan
Data sekunder merupakan data yang Pengganti Undang-Undang Nomor 1
diperoleh dari dokumen-dokumen Tahun 2002 tentang Pemberantasan
resmi, buku-buku yang berhubungan Tindak Pidana Terorisme dan
dengan objek penelitian, hasil Undang-Undang Nomor 35 Tahun
penelitian dalam bentuk laporan, 2009 tentang Narkotika.
jurnal-jurnal hukum, komentar- Perkembangan hukuman pidana
komentar hukum atas suatu putusan mati di Indonesia sebenarnya
pengadilan, skripsi, tesis, disertasi sudah berlangsung sejak nenek
dan peraturan perundang-undangan moyang terdahulu sejak masa
terkait. Dalam menganalisa data kerajaan meskipun dalam
pada penelitian ini dipergunakan masa tersebut b e l u m di
pendekatan kualitatif terhadap data undangkan secara
primer dan data sekunder. Pada menyeluruh hanya sebagian yang
dasarnya, data yang diperoleh dari menggunakannya, dan pada masa
studi pustaka adalah data tataran penjajahan Belanda mulailah pidana
yang dianalisis secara analisis mati di perkuat dan di kenalkan
normatif, yaitu data yang terkumpul secara menyeluruh oleh pemerintah
dituangkan dalam suatu uraian logis Belanda kepada masyarakat
dan sistematis, yang selanjutnya Indonesia dengan mengundangkan
dia na li si s u nt uk m e m pe r o le h dan menyantumkan hukuman pidana
kejelasan penyelesaian masalah, mati dalam Kitab Undang-Undang
kemudian ditarik kesimpulan secara Hukum Pidana (KUHP).
deduktif, yaitu dari hal yang bersifat Pasal yang mengatur mengenai
umum menuju hal yang bersifat penjatuhan pidana mati dalam KUHP
khusus. tercantum dalam delapan pasal yaitu
Pasal 104, Pasal 111 ayat (2), Pasal
124 ayat (3), Pasal 140 ayat (3),
Pasal 340, Pasal 365, Pasal 368, dan

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

P a sa l 444 KUHP. Se da ngka n Penetapan P r e s i d e n 2 7 A pr i l


ketentuan ketentuan yang mengatur 1 9 6 4 , L N No.38/1964 tentang
mengenai penjatuhan pidana mati di pelaksanaan pidana mati
luar KUHP ada beberapa undang- ditentukan dengan cara di te m ba k
undang seperti : sa m pa i m a ti, ma ka
1. Undang – Undang Nomor 31 sebenernya sistem hukum
Tahun 1999 jo UU No. 20 Parlementer mengakui produk
Tahun 2001 mengenai hukum yang berlaku menur ut
Pemberantasan Pidana Tindak kebijakan Presiden. Penpes No. 2
Pidana Korupsi yang tercantum tahun 1964 ini selanjutnya diubah
dalam Pasal 2, Pasal 15, dan menjadi Undang- Undang Nomor 2
pasal 16. PNPS tahun 1964 tentang tata cara
2. Undang – Undang Nomor 26 pelaksanaan pidana mati.yang
Tahun 2000 mengenai dilaksanakan di lingkungan Peradilan
Pengadilan Hak Asasi Manusia Umum dan Peradilan Militer.
yang tercantum dalam Pasal 36, Cara pelaksanaan pidana mati
Pasal 37, Pasal 41, dan Pasal 42. bermacam – macam, antara
3. Undang – Undang Nomor 15 negara yang satu dengan negara
Ta hun 2003 jo Pe ra tura n lain. Di Indonesia sendiri,
Pemerintah Pengganti Undang- pelaksanaan eksekusi pidana
Undang Nomor 1 Tahun 2002 mati dilakukan dengan 2 cara,
tentang Pemberantasan Tindak yaitu tiang gantung dan tembak
Pidana Terorisme yang mati. Menurut Pasal 1 dalam
tercantum dalam Pasal 6, Pasal Penetapan Presiden No 2 Tahun
8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, 1964 menyatakan bahwa
Pasal 15, dan Pasal 16. pelaksanaan pidana mati
4. Undang – Undang Nomor 35 dilaksanakan dengan cara tembak
Tahun 2009 tentang Narkotika mati. Dan cara ini masih berlaku
yang tercantum dalam Pasal 113, sampai sekarang.
Pasal 114 ayat (2), Pasal 116, Penembakan bisa dilakukan
Pasal 118, Pasal 119 ayat (2), dalam posisi terpidana berdiri,
Pasal 121 ayat (2), dan Pasal 133 duduk, atau ber lutut. Setelah
ayat (1). terpidana siap ditembak, regu
penembak dengan senjata yang
1.1 Analisa Pelaksanaan Pidana sudah terisi menuju ke tempat yang
Mati Da lam Ke tentuan sudah ditentukan oleh Jaksa yang
Unda ng Undang bertanggungjawab atas pelaksanaan
No.2/PNPS/1964 tentang Tata pidana mati tersebut jarak antara
Cara Pelaksanaan Pidana terpidana dengan regu tembak
Mati di Lingkungan minimal 5 meter dan maksimal 10
Peradilan Umum dan Militer. meter. Kemudian Jaksa
memerintahkan pelaksanaan pidana
Meninjau proses pembentukan mati tersebut.5 Dengan menggunakan
Undang – Undang Nomor sebilah pedang sebagai isyarat,
2 /PNPS/1964 yang berasal Komandan regu penembak memberi
dari produk presiden berupa perintah supaya bersiap, kemudian

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dengan menggerakkan pedangnya ke 3. Apabila terpidana sedang hamil


atas ia memerintahkan regunya untuk harus ditunda pelaksanaannya
membidik pada jantung terpidana hingga melahirkan;
dan dengan menyentakkan 4. Tempat pelaksanaan pidana mati
pedangnya ke bawah secara cepat, ditentukan oleh Menteri
itu tanda perintah untuk menembak. Kehakiman di daerah hukum
Jika setelah penembakan, ternyata pengadilan hukum pengadilan
te r pida na m a sih hidup, m a ka tingkat 1 yang bersangkutan;
Komandan regu memerintahkan 5. Kepala Polisi Daerah yang
kepada Bintara regu penembak untuk bersangkutan bertanggungjawab
melepaskan tembakan pengakhir mengenai pelaksanaannya;
dengan menekankan ujung laras 6. Pelaksanaan pidana mati
senjatanya pada kepala terpidana dilaksanakan oleh suatu regu
tepat dia tas ter pidana. Untuk penembak polisi di bawah
memperoleh kepastian tentang pimpinan seorang perwira
matinya terpidana maka dapat polisi;
meminta bantuan dari seorang 7. Kepala Polisi Daerah yang
dokter. bersangkutan harus menghadiri
Setelah berakhirnya riwayat pelaksanaan tersebut;
terpidana, maka Jaksa yang 8. Pelaksanaan tidak boleh dimuka
bertanggungjawab atas pelaksanaan umum;
pidana mati tersebut membuat berita 9. Penguburan jenazah diserahkan
acara pelaksanaan pidana mati. Ini pada keluarga;
berita acara itu, disalinkan ke dalam 10. Setelah selesai pelaksanaan
surat putusan pengadilan yang telah pidana mati tersebut Jaksa yang
mempereoleh kekuatan hukum tetap bersangkutan harus membuat
(inkracht) dan ditandatangani oleh berita acara pelaksanaan pidana
Jaksa tersebut. Salinan tersebut mati tersebut, yang kemudian
mempunyai kekuatan hukum yang salinan surat putusan tersebut
sama dengan yang aslinya. harus dicantumkan ke dalam
Beberapa ketentuan terpenting surat putusan pengadilan.
dalam pelaksanaan pidana mati di
Indonesia adalah sebagai berikut: Dalam halnya pelaksanaan pidana
1. Tiga kali 24 jam sebelum mati me nur ut hukum Pida na
pelaksanaan pidana mati, jaksa Indonesia, ada beberapa kelebihan
tinggi atau jaksa yang dan kekurangan pidana mati yang
bersangkutan memberitahukan diterapkan di Indonesia
kepada terpidana dan apabila menggunakan eksekusi tembak mati,
ada kehendak terpidana untuk yaitu sebagai berikut :
mengemukakan sesuatu maka KELEBIHAN :
pesan tersebut diterima oleh 1. Efek takut yang dirasakan
jaksa; masyarakat akan sangat besar.
2. Apabila terpidana mati ada 1 Badan Terpidana yang
orang atau lebih (berjumlah berlubang akibat timah panas
banyak) harus dilaksanakan yang ditembakkan oleh regu
secara serentak. tembak adala h hal yang

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengerikan bagi masyarakat Dalam Perspektif Yang


bahwa ancaman hukuman mati Akan Datang
menimbulkan efek j era
(deterrent effect) yang sangat Mencakup tentang pidana mati
merasa sangat takut ketika dalam perspektif yang akan datang,
melihat atau pun membayangkan maka dalam pembahasan sub bab ini
bagaimana jenazah terpidana akan dikaji tentang formulasi pidana
setelah dilakukannya mati dalam masa yang akan datang,
eksekusi pidana mati. yaitu penyusunan formulasi pidana
2. Biaya yang dikeluarkan relatif mati dalam Rancangan Undang-
murah. Pada dasarnya semua Undang Tahun 2015 sebagai suatu
pelaksanaan pidana mati adalah langkah demi terwujudnya gambaran
bentuk pelaksanaan pidana yang tentang formulasi pidana mati.
efisien jika dibandingkan dengan Dalam Rancangan KUHP Baru
penjara seumur hidup atau Tahun 2015 masih tetap
pidana penjara dalam waktu mencantumkan pidana mati sebagai
yang lama. Diperlukan biaya salah satu sanksi pidana yang dapat
ya ng tida k se dikit unt uk dijatuhkan kepada pelaku tindak
menghidupi narapidana. Biaya pidana. Eksistensi hukuman mati
yang dikeluarkan untuk dapat kita lihat di dalam rancangan
pelaksanaan pidana mati di KUHP yang masih dalam tahap
Indonesia relatif lebih rendah penyusunan, dapat dilihat bahwa
karena untuk eksekusinya pidana mati tidak lagi dimasukkan
diperlukan senapan dan peluru menjadi pidana pokok beriringan
yang harganya tidak terlalu dengan pidana penjara dan
tinggi. se ba ga in ya , m e la i nka n te la h
3. Bagi eksekutor regu penembak, mendapat tempat sebagai pidana
beban untuk melaksanakan yang bersifat khusus, yaitu dijadikan
pidana mati tidak begitu besar suatu a ncama n pida na se cara
dikarenakan ada kemungkinan alternatife seperti disebutkan dalam
senapan yang digunakan adalah Pasal 67 RUU KUHP. Pidana mati
senapan kosong. Dari beberapa dijatuhkan sebagai upaya terakhir
penembak, hanya satu senapan untuk mengayomi masyarakat
yang berisi peluru. disebutkan dalam pasal 89 RUU
KUHP. Dengan syarat tertentu juga
KEKURANGAN : dimungkinkan penerapan pidana
1. Ada kemungkinan terpidana mati percobaan (conditional death
mati ma sih hidup setelah penalty) (Pasal 91 RUU KUHP),
dilakukannya eksekusi pidana dimana pidana mati dimungkinkan
mati. untuk diubah menjadi pidana seumur
2. Jenazah Terpidana Mati sudah hidup atau pidana penjara 20 tahun
tidak utuh lagi. penjara.
Dikeluarkan pidana mati dari
B. K e b ij a ka n Hukum kom posi si pida na pokok da n
P id a n a Terhadap dijadikan sebagai pidana
Eksekusi Pidana Mati khusus/ekseptional berdasarkan

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

pertimbangan bahwa dilihat dari pakaian, makanan terakhir, dan


tujuan pemidanaan, pidana mati pada mandi. Tawanan itu dibawa ke ruang
hakikatnya bukan sarana eksekusi dan dua tabung mengapit
utama/pokok untuk mengatur, dirinya. Dari tabung-tabung ini
menertibkan, dan memperbaiki kemudian racun disuntikkan. Setelah
individu masyarakat, malinkan tabung terhubung, tirai ditarik
pidana mati hanya merupakan sehingga saksi dapat menyaksikan
perkecualian sebagai sarana/obat eksekusi, dan tawanan diperbolehkan
yang terakhir.6 untuk membuat pernyataan terakhir.
Apabila dibandingkan dengan Obat mematikan kemudian diberikan
ketentuan mengenai hukuman mati dalam urutan pilihan sebagai berikut;
dalam KUHP sekarang ini, a. Natrium Thiopental: obat ini,
pengaturan mengenai hukuman mati juga dikenal sebagai Pentathol
dalam RUU KUHP 2015 ini terlihat adalah barbiturat digunakan
lebih rinci dan lengkap. Perubahan sebagai anestesi bedah. Dalam
mendasar yang ada didalam RUU operasi, dosis sampai 150mg
KUHP 2015 adalah mengubah digunakan, dalam pelaksanaan
pidana mati yang sebelumnya masuk eksekusi hingga 5.000 mg
dalam pidana pokok diubah menjadi digunakan. Ini adalah dosis
pidana yang bersifat khusus. Dalam mematikan.
ketentuan ini juga mengatur bahwa b. Bromida Pancuronium: Juga
hukuman mati mempunyai sifat dikenal sebagai Pavulon, ini
alternatif, artinya hukuman mati adalah relaksasi otot diberikan
dapat diubah menjadi pidana seumur dalam dosis yang cukup kuat
hidup atau pidana penjara paling untuk melumpuhkan diafragma
lama 20 (dua puluh) tahun apabila dan paru-paru. Obat ini bereaksi
seorang terpidana tersebut dalam 1-3 menit. Dosis medis
berkelakuan baik dalam kurun waktu normal adalah 40–100mcg
10 (sepuluh) tahun. per kilogram; dosis
Dalam hal tentang pelaksanaan disampaikan dalam eksekusi
eksekusinya, ada beberapa contoh sampai dengan 100mg.
pelaksanaan eksekusi pidana mati c. Kalium Klorida: Ini adalah
6
Barda Nawawi arief, Pembaharuan se bua h z a t be ra c un ya ng
Hukum Pi da na D al am menginduksi serangan jantung.
Pe rs pe k t if Ka ji an Tidak semua
Perbandingan, (Bandung : PT Citra negara
Aditya Bakti, 2011), hal 293. menggunakan ini sebab dua
yang telah dilakukan oleh beberapa yang pertama sudah cukup untuk
negara yang sampai saat ini masih membawa kematian napi.
mempertahakan adanya pidana mati, 2. Kursi Listrik
yaitu sebagai berikut : Dalam eksekusi kursi listrik,
1. Suntikan Mematikan tahanan itu diikat ke kursi dengan
Dalam waktu singkat sebelum tali logam dan spons basah
eksekusi dengan suntikan ditempatkan di kepalanya untuk
mematikan, napi dipersiapkan untuk membantu konduktivitas. Elektroda
kematiannya. Hal ini mencakup ganti ditempatkan pada kepala dan kaki

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

untuk membuat sirkuit tertutup. negara-negara tersebut menggunakan


Tergantung pada keadaan fisik regu tembak, namun menembak
tahanan, dua arus dari berbagai dengan satu orang masih
tingkat dan durasi diterapkan. ditemukan. Di Soviet Rusia, peluru
Umumnya 2000 volt selama 15 detik tunggal ditembakkan ke bagian
untuk arus pertama menyebabkan belakang kepala adalah metode
ketidaksadaran dan untuk yang paling sering digunakan
menghentikan jantung. Arus kedua untuk eksekusi militer dan non-
adalah biasanya diturunkan sampai 8 militer. Ini masih metode uta ma
amp. Arus kedua biasanya akan dila ksa naa n di Komunis Cina
menyebabkan kerusakan parah pada meskipun tembakan dapat
organ internal dan tubuh dapat beragam baik leher atau
mencapai panas hingga 138 ° F (59 ° kepala. Di masa lalu, pemerintah
C). Cina akan meminta keluarga dari
3. Ruang Gas Beracun or a ng ya ng die kse kusi untuk
Sebelum eksekusi, algojo yang membayar harga peluru. Di Taiwan,
akan memasuki ruang tempat kalium napi pertama-tama disuntik dengan
sianida (KCN) dalam kompartemen anestetik yang kuat untuk
kecil di bawah kursi eksekusi. membuat ia pingsan dan kemudian
Tahanan kemudian dibawa dan peluru ditembakkan ke hatinya.
diamankan di kursi. Ruang ini 5. Regu Tembak
disegel dan algojo menuangkan Regu tembak dianggap menjadi
sejumlah asam sulfat pekat (H2SO4) metode e kse kusi ya ng pa ling
melalui tabung yang mengarah ke terhormat, dan untuk alasan itu tidak
kompartemen di kursi eksekusi. Tirai secara khusus digunakan pada
ditarik kembali untuk saksi melihat penjahat perang. Namun metode
pelaksanaan dan napi diminta untuk yang berbeda secara luas dari satu
membuat pernyataan terakhir. ne gar a ke ne gar a la in, te ta pi
Setelah laporan terakhir, umumnya menutup mata napi.
eksekusi dilaksanakan oleh algojo Sekelompok laki-laki kemudian
dan asam campuran dengan pelet menembakkan peluru ke jantung
menghasilkan gas hidrogen sianida sang tawanan. Dalam beberapa
(HCN) yang mematikan. Para kasus, salah satu penembak diberi isi
tahanan umumnya telah diberitahu dan yang lain kosong untuk
untuk mengambil napas dalam-dalam mengurangi rasa bersalah. Tak satu
dalam rangka untuk mempercepat pun dari para penembak tahu siapa
ketidaksadaran, tetapi dalam banyak yang telah kosong dan siapa yang
ka sus m ere ka m e na ha n na fa s senjatanya berisi.
mereka. Kematian dari hidrogen 6. Hukum Gantung
sianida adalah menyakitkan dan Hukum gantung dilakukan
sungguh kematian mengerikan. dalam berbagai cara: drop pendek
4. Single Person Shooting yaitu tahanan tersebut berdiri pada
Eksekusi dengan penembakan se bua h obje k ya ng ke m udia n
adalah metode eksekusi yang paling didorong hingga napi mati tercekik.
umum di dunia, digunakan di lebih Ini merupakan metode umum yang
dari 70 negara. Tetapi sebagian besar digunakan oleh Nazi dan merupakan

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bentuk yang paling umum digunakan manapun walaupun pelatihan dalam


sebelum tahun 1850-an. penggunaannya masih dilakukan di
Kematiannya lambat dan Prancis. Garrote adalah perangkat
menyakitkan. Ada juga cara dengan yang mencekik orang sampai mati
napi berdiri di tanah dengan tali di (seperti dalam foto di atas). Hal ini
leher mereka dan tiang gantungan juga dapat digunakan untuk
kemudian diangkat ke udara. m em a ta hka n le he r se se ora ng.
7. Penggal Kepala Perangkat ini digunakan di Spanyol
Di beberapa negara, sampai dilarang pada tahun 1978
pemenggalan masih merupakan dengan penghapusan hukuman mati.
metode yang umum digunakan Biasanya terdiri dari kursi di mana
dalam eksekusi. Kasus-kasus yang tahanan tertahan sementara algojo
paling sering dilihat melibatkan memperketat band metal di lehernya
pemenggalan kepala oleh pedang, sampai dia meninggal.
melengkung bermata tunggal. Di Indonesia sendiri sampai saat
Sementara banyak negara tidak ini masih menggunakan pelaksanaan
mengijinkan pemenggalan kepala eksekusi pidana mati dengan cara
oleh hukum. Saudi Arabia adalah menggunakan regu tembak yang
negara yang paling sering telah diatur dalam UU Nomor 2
menggunakannya. Sanksi yang dapat PNPS Tahun 1964. Dalam RUU
hukuman ini misalnya pemerkosaan, KUHP tahun 2015 sendiri ketentuan
pe m bunuha n, na r koba te r ka it mengenai pelaksanaan eksekusi tidak
kejahatan. diatur jadi masih menggunakan
8. Pisau Guillotine Undang-undang tersebut.
Bertentangan dengan Berdasarkan jenis jenis eksekusi mati
kepercayaan populer, Joseph-Ignace yang telah dilakukan oleh beberapa
Guillotin menciptakan Guillotine, ia negara yang sampai saat ini masih
m e n g u s u l ka n se b u a h m e t o de mempertahankan adanya pidana mati
eksekusi untuk digunakan pada menur ut Pe nulis pelaksa na an
semua orang tanpa memandang eksekusi pidana mati yang lebih
kelas. Dia duduk di komite yang mengutamakan sisi kemanusiaan
akhirnya merancang perangkat. Ini yang pelaksanaannya dilaksanakan
adalah salah satu dari dua metode dengan metode suntik mati. Suntikan
eksekusi pada daftar ini yang tidak pertama yaitu suntik bius dalam
lagi digunakan di dunia. Perangkat dosis tertentu membuat terpidana
itu sendiri adalah kayu besar dengan tidak merasa sakit. Di samping itu
celah di bagian bawah untuk leher jenazah terpidana masih utuh tanpa
dari tahanan. Di bagian atas mesin ada luka secara fisik. Meskipun
adalah pisau besar. Setelah napi mengutamakan sisi kemanusiaan,
d i s i a p k a n, p i sa u d i j a t u h ka n, rasa takut dalam diri masyarakat
memutuskan kepala dan membawa akan tetap sama karena meskipun
kematian segera. rasa sakit tidak terasa serta jenazah
9. Garrote terpidana tetap utuh, sejatinya
Garrote adalah metode eksekusi kematian tetaplah menjadi sebuah
kedua pada daftar ini yang tidak lagi hal yang sangat menakutkan. Oleh
didukung oleh hukum di negara karena itu, meskipun mengutamakan

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

sisi kemanusiaan, metode ini juga tanpa ada kerusakan


tetap dapat mewujudkan tujuan secara fisik pada tubuh
dilaksanakannya pidana mati, yaitu terpidana. Oleh karena itu
memberikan rasa takut agar tidak keluarga yang
melakukan tindak pidana dalam ditinggalkan dapat
rangka pencegahan timbulnya tindak menyemayamkan jenazah
pidana lagi di kemudian hari. Di terpidana mati dengan layak.
bawah ini disebutkan beberapa Pengaturan penjatuhan pidana
kelebihan menggunakannya eksekusi mati, apabila dilihat dari beberapa
pidana mati menggunakan suntikan tindak pidana didalam KUHP Jepang
mati, diantaranya : yang diancam hukuman mati, maka
a. Suntik mati tidak menyakiti m e m a n g t i n d a k p i d a na ya n g
terpidana mengancam kedaulatan negara harus
Ekse kusi m a ti de nga n tetap diancam dengan hukuman mati
suntikan dianggap lebih karena dapat menganggu ketertiban
manusiawi, karena satusatunya dan keamanan negara. Pelaksanaan
sakit yang dirasakan adalah hukuman mati di Jepang dan di
ketika jarum disuntikkan ke Indonesia terdapat perbedaan
tubuh Terpidana . Rasa sakit didalam pelaksanaan teknisnya
tidak terasa dengan adanya bius dimana kalau di Jepang dilaksanakan
yang disuntikkan terlebih dengan cara digantung sedangkan di
dahulu ke tubuh terpidana. Indonesia dengan cara ditembak oleh
Begitu pula suntikan ketiga regu tembak kepolisian Republik
yaitu suntikan t e r a k h i r Indonesia. Pelaksanaan eksekusi
y a n g l a n g s u n g menyerang terpidana mati ini dilaksanakan
jantung terpidana. apabila tahap-tahap permohonan
b. Memberikan efek takut keringanan hukuman sudah tidak ada
masyarakat agar tidak lagi, seperti di Jepang pelaksanaan
melakukan tindak pidana eksekusi terhadap terpidana mati
Pidana mati akan tetap dapat dibatalkan apabila terpidana
membuat masyarakat takut mati dapat diringankan dengan
untuk melakukan tindak pidana pidana kerja paksa seumur hidup
meskipun metode pidana mati atau penjara seumur hidup.
itu tidak menyiksa. Pelaksanaan eksekusi terpidana
c. Jenazah terpidana mati tidak mati di Indonesia dapat dibatalkan
rusak apabila upaya-upaya hukum luar
Za t da la m suntik ma ti biasa ditolak dan juga permohonan
mematikan terpidana dengan grasi kepada Presiden juga ditolak,
menyerang langsung ke organ tetapi juga hukuman mati dapat
dalam yang sangat vital yaitu diubah dengan hukuman seumur
jantung. Ini mengakibatkan hidup. Dan di Indonesia tidak
terpidana langsung mati tanpa mengenal pidana kerja paksa seperti
ada kerusakan luar. Keluarga apa yang ada di Jepang.
terpidana mati akan melihat
jenazah tetap dalam
keadaan s e p e r t i s e m u l a

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

IV. KESIMPULAN termasuk dalam pidana pokok


melainkan berdiri dalam pasal
Kebijakan hukum pidana sendiri yang menyebutkan bahwa
tentang sanksi pidana mati dalam pidana mati sebagai pidana
hukum positif Indonesia saat ini alternatif/bersyarat dan formulasinya
diatur d a l a m K U H P d a n harus mempertimbangkan
b e b e r a p a perundang-undangan di perlindungan/kepentingan individu si
luar KUHP yaitu, Undang – terpidana mati.
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Sedangkan sanksi pidana
UU No. 20 Tahun 2001 mati dan eksekusi pidana mati
mengenai pemberantasan dalamkajian perbandingan yang
pidana tindak pidana korupsi, UU dibandingkan adalah KUHP
No. 26 Tahun 2000 tentang Indonesia dengan KUHP Jepang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang menunjukkan bahwa negara-
Undang-Undang Nomor 15 Tahun negara tersebut sampai saat ini masih
2003 jo Perpu Nomor 1 Tahun 2002, digunakan dan dipercaya dapat
Undang-undang nomor 35 tahun m e n im b u l k a n e f e k je r a ba g i
2009 tentang Narkotika. seseorang yang telah melakukan
Tentang eksekusi pidana mati tindak pidana meskipun banyak
di I nd one sia ya ng dia t ur terjadi pro kontra di seluruh dunia.
da la m Undang-undang No. 2 Dalam kedua negara tersebut, pidana
PNPS tahun 1964 tentang Tata mati masih menjadi sanksi pidana
Cara Pelaksaan Eksekusi Pidana yang paling berat. Eksekusi pidana
Mati menyebutkan b a h wa mati kedua negara tersebut dalam
e k se ku s i p i da na m a ti KUHP masing masing mengatur
dilaksanakan dengan pidana tembak ba hw a e k se ku s i p i da na m a ti
sampai mati. Sebelumnya di dalam dilakukan dengan cara dihukum
KUHP Indonesia eksekusi pidana gantung sampai mati tetapi di
mati ini dilakukan dengan cara Indonesia setelah keluarnya Undang-
hukuman gantung karena dirasa undang nomor 2 tahun 1964 tentang
kurang sesuai maka kemudian tata cara eksekusi pidana mati,
ketentuan tersebut diubah dengan dilakukan dengan cara ditembak
ketentuan dalam S. 1945 : 123 dan sampai mati.
mulai berlaku sejak tanggal 25
Agustus 1945. Eksekusi pidana mati V. DAFTAR
ditembak ampai mati semata-mata PUSTAKA
dimaksudkan untuk lebih
mengedepankan rasa kemanusiaan Buku-buku
terhadap si terpidana mati. Akhiar Salmi, Eksistensi Hukuman
Kebijakan hukum pidana Mati, Jakarta: Aksara Persada,
tentang sanksi pidana mati di 1985.
Indonesia dalam perspektif yang Barda Nawawi Arief, Pembaharuan
akan datang dalam konsep RUU Hukum Pidana Dalam
KUHP 2015 masih Perspektif Kajian
mempertahankan pidana mati, namun Perbandingan, Bandung :
penjatuhan pidana mati bukan lagi PT Citra Aditya Bakti, 2011.

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

F a ja r da n Ac hm a d, Dualisme
Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar Yogyakarta

Karya Ilmiah, Makalah, Artikel,


Kamus, dan Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/hukuman
mati_
http://jurnalhukum.blangspot.com/20
07/05/penelitian-hukum-
hukuman-mati-dan-hak.html

14

Anda mungkin juga menyukai