Anda di halaman 1dari 23

URGENSI PENJATUHAN HUKUMAN MATI TERHADAP PELAKU

KEJAHATAN DAN RELEVANSINYA DALAM PERSPEKTIF HAK


ASASI MANUSIA

Ristantia Prameswari1), Nadia Avissa Stefany2), Nugraha Panca Satria3), Moch. Dimas Shodiq S4),
Zainal Arifin5), Nizam Zakka Arrizal6)*
1,2,3,4,5,6
Program Studi Hukum Universitas PGRI Madiun, Madiun, Jawa Timur, Indonesia

*nizam@unipma.ac.id

ABSTRAK
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya
norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau
hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penelitian ini
membahas dua permasalahan pokok: pertama, apa urgensi penjatuhan pidana mati
terhadap pelaku tindak pidana narkotika; dan kedua, bagaimana relevansi penjatuhan
pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika dalam hak asasi manusia. Dalam
perspektif hukum, sanksi pidana mati telah diatur dan diakui eksistensinya baik di dalam
KUHP maupun Undang-undang di luar KUHP. Putusan Mahkamah Konstitusi juga
menyatakan bahwa pidana mati terhadap kejahatan narkotika adalah sesuai dengan
Undang-undang Dasar 1945. Dalam perspektif hak asasi manusia, sanksi pidana mati
tidak bertentangan dengan instrumen hukum nasional maupun internasional, seperti
Undang-undang dasar 1945, Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia, Universal
Declaration on Human Rights, maupun International Covenant on Civil and Politica
Rights. Di dalam instrumen tersebut dinyatakan bahwa hak untuk hidup dijamin namun
dimungkikan adanya pembatasan- pembatasan yang ditentukan dalam undang-undang.
Pidana mati dapat dikatakan sebagai pidana yang paling kejam, karena tidak ada lagi
harapan bagi terpidana untuk memperbaiki kejahatannya. Eksekusi pidana mati sepanjang
sejarah dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Ketika manusia masih dalam tingkat
pemikiran dan teknologi yang belum semaju seperti sekarang ini, caranya sungguh kejam
dan tidak berperikemanusiaan kalau kita menilainya dari sudut pandang masa kini.

Kata Kunci : Pidana Mati, Hak Asasi Manusia, Masyarakat, Kejahatan

ABSTRACT

Law enforcement is the process of making efforts to uphold or actually function legal
norms as a guideline for behavior in traffic or legal relations in the life of society and the
state. This study discusses two main issues: first, what is the urgency of imposing capital
punishment on narcotics offenders; and second, what is the relevance of imposing capital
punishment on narcotics offenders in terms of human rights. From a legal perspective,
capital punishment sanctions have been regulated and recognized for their existence both
in the Criminal Code and laws outside the Criminal Code. The Constitutional Court's
decision also states that capital punishment for narcotics crimes is in accordance with
the 1945 Constitution. From a human rights perspective, capital punishment does not
contradict national or international legal instruments, such as the 1945 Constitution, the
Law on Human Rights, the Universal Declaration on Human Rights, as well as the
International Covenant on Civil and Political Rights. In this instrument it is stated that
the right to life is guaranteed but it is possible that there are limitations determined by

1
law. The death penalty can be said to be the most cruel punishment, because there is no
longer any hope for the convict to improve his crime. Throughout history, capital
punishment executions have been carried out in various ways. When humans were still at
a level of thought and technology that was not as advanced as it is today, the method was
truly cruel and inhuman if we judged it from today's point of view.

Keywords: Capital Punishment, Human Rights, Society, Crime.

Pendahuluan
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu
melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum.
Barang siapa yang mengikuti aturan normatif atau melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang berdasarkan norma hukum yang berlaku berarti dia
mentaati atau memenuhi aturan hukum. Dari segi subyektif, penuntutan pidana
dalam arti sempit hanya dapat dipahami sebagai upaya aparat penuntutan pidana
tertentu untuk menjamin dan menjamin terpenuhinya undang-undang, bila perlu
aparat penuntutan pidana dapat menggunakan upaya paksa.
Pengertian penuntutan juga dapat dilihat dari sudut objeknya, yaitu dari
sudut pandang hukum. Dalam hal ini, makna juga mencakup makna luas dan
sempit. Lebih luas lagi, penegakan hukum meliputi nilai-nilai keadilan yang
terkandung dalam suara aturan-aturan formal dan nilai-nilai keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Tapi tegasnya, penegakan hukum hanya mementingkan
penegakan perintah formal dan tertulis.
Penerjemahan kata law enforcement ke dalam bahasa Indonesia
menggunakan kata “penegakan hukum” dalam arti luas, maka istilah “penegakan
hukum” juga dapat digunakan dalam arti sempit. Perbedaan formalitas norma
hukum tertulis dengan ruang lingkup nilai-nilai keadilan yang dikandungnya
bahkan berasal dari bahasa Inggris sendiri, dengan berkembangnya istilah
“legislasi” atau “legislasi” daripada “manversus termi” rule of law, berarti aturan
hukum berarti. seseorang menurut hukum. Dalam istilah the rule of law
terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang

2
formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya.
Pidana mati dapat dikatakan sebagai pidana yang paling kejam, karena
tidak ada lagi harapan bagi terpidana untuk memperbaiki kejahatannya. Eksekusi
pidana mati sepanjang sejarah dilaksanakan dengan berbagai macam cara. Ketika
manusia masih dalam tingkat pemikiran dan teknologi yang belum semaju seperti
sekarang ini, caranya sungguh kejam dan tidak berperikemanusiaan kalau kita
menilainya dari sudut pandang masa kini.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia, teknologi juga
berkembang pesat. Namun, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai
penerapan hukuman mati. Pasalnya, eksekusi hukuman mati terus menyentuh
perasaan terdalam manusia.
Studi yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1998
dan 2002 tentang hubungan antara penggunaan hukuman mati dan pembunuhan
menunjukkan bahwa penggunaan hukuman mati merupakan pencegah
pembunuhan yang lebih kuat daripada penjara seumur hidup. Tingkat kriminalitas
erat kaitannya dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat
dan berhasil atau tidaknya penegakan hukum. Dukungan untuk hukuman mati
didasarkan pada argumen seperti bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis
membuat banyak orang enggan membunuh karena takut akan hukuman yang
sangat berat. Jika penjahat di penjara dapat diintimidasi dan dapat membunuh lagi
jika tidak diintimidasi, tentunya penjahat terpidana mati tidak dapat membunuh
lagi karena mereka telah dijatuhi hukuman mati, dan itu pada dasarnya adalah
penopang hidup dalam skala yang lebih besar.
Seringkali, banyak penjahat adalah pelanggar berulang yang melakukan
kejahatan berulang kali karena hukuman yang ringan. Seringkali hukuman mati
ditentang semata-mata atas dasar kemanusiaan pelaku, tanpa memperhatikan
kemanusiaan korban itu sendiri, keluarganya, orang-orang terkasih atau
masyarakat yang bergantung pada korban. Tentu saja, tarif dapat diubah dalam
kondisi yang jelas.
Terdapat berbegai macam pendapat tentang hukuman mati baik itu yang
setuju ataupun yang tidak setuju, dalam hal ini suatu contoh terdapatnya ketentuan

3
HAM sebagai dasar pelaksanaan dan pemenuhan hak-asasi manusia. Yang
menjadi permasalahan pandangan HAM terhadap hukuman mati karena pada
intinya hukuman mati adalah penghilangan nyawa seseorang. Berdasarkan uraian
diatas tersebut penulis mengkaji kebijakan penerapan hukuman mati ditinjau dari
hak asasi manusia.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif. Dalam pendekatan
ini peneliti menafsirkan dan menerapkan aturan hukum pidana dan aturan yang
terkait untuk menemukan pola pemikiran penjatuhan sanksi pidana mati terhadap
pelaku tindak pidana dalam perspektif hak asasi manusia. Penelitian ini lebih
mengarah kepada pemahaman terhadap urgensi dan relevansi penjatuhan pidana
mati terhadap pelaku tindak pidana dalam perspektif hak asasi manusia.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kasus (case
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan kasus
digunakan untuk menelaah fenomena kasus-kasus tindak pidana. Sedangkan
pendekatan konseptual adalah bertolak dari pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.
Bahan utama penelitian ini adalah bahan kepustakaan yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Bahan
hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
Bahan hukum skunder terdiri dari berbagai referensi terkait dengan hukum
pidana, berbagai artikel, makalah dan jurnal ilmiah, serta hasil penelitian yang
terkait dengan masalah penelitian ini. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus
hukum, Blacks Law Dictionary, dan Merriam Webster Dictionary.

Hasil dan Pembahasan


1. Kebijakan formulasi hukuman mati dalam hukum positif di Indonesia
a. Pemidanaan dan Pidana Mati
Pada hakekatnya, hukuman mati adalah kejahatan yang mencabut nyawa
terpidana. Jadi, mencabut nyawa penjahat berarti mencegah penjahat melakukan
kejahatan. Artinya, mereka yang menggunakan hukuman mati merasa aman dan
terlindungi dari gangguan jahat para pelakunya.

4
Hukuman atau hukuman mengacu pada "hati nurani yang bersalah yang
dikenakan pada seseorang yang telah melanggar hukum pidana oleh hakim yang
menjatuhkan hukuman". Menurut filosofi, tujuan hukuman berbeda-beda
tergantung dari sudut pandang mana masalah itu dilihat. Immanuel Kant
mengatakan bahwa hukuman adalah suatu pembalasan berdasarkan atas pepatah
kuno “siapa membunuh harus dibunuh”. Pendapat ini biasa disebut “teori
pembalasan” (vergelding-theorie) Feurbach antara lain berpendapat bahwa
hukuman harus dapat menakuti orang supaya jangan berbuat jahat. Teori ini biasa
disebut “teori mempertakutkan”.
b. Hukuman Mati dalam Hukum Indonesia
Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan dua
macam pidana: pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:
1) Pidana pokok:
a) Hukuman mati
b) Hukuman penjara
c) Hukuman kurungan
d) Hukuman denda
2) Pidana tambahan:
a) Pencabutan beberapa hak yang tertentu
b) Perampasan barang yang tertentu
c) Pengumuman keputusan Hakim
2. Penjatuhan Pidana Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia.
a. Kejahatan yang diancam hukuman mati (pelanggaran HAM berat).
1) Genosida
Istilah genosida pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Raphael
Lemkin pada tahun 1944. Secara etimologis istilah ini istilah ini berasal
dari kata Yunani yaitu geno yang berarti ras dan kata latin cidium yang
bermakna membunuh. Meskipun terdapat berbagai macam pengertian
ataupun definisi mengenai genosida namun sebagian besar pengertian
yang mengatur tentang genosida adalah tetap mencerminkan kedua elemen
etimologik tersebut.

5
Genosida selalu dikaitkan dengan pembunuhan terhadap etnis
ataupun ras, menurut Goldstein mensejajarkan genosida dengan
pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang merupakan tindakan mengusir
atau memusnahkan kelompok religius atau kelompok etnis tertentu.
Meski terdapat berbagai macam pengertian dan juga perbedaan di
dalamnya, namun menurut penulis dapat diketahui bahwa genosida dapat
menyangkut dua hal yang pertama, secara obyektif istilah tersebut
menunjuk pada tindakan pemusnahan masal, dan kedua secara subyektif
yang menjadi target ataupun sasaran adalah kelompok tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, untuk memudahkan dalam
mempelajari dapat penulis terjemahkan sebagai berikut : Genosida berarti
perbuatan untuk menghancurkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
etnis, ras atau agama yang mempunyai unsur-unsur seperti.
a) membunuh anggota kelompok.
b) menimbulkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok.
c) sengaja menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
mengakibatkan kemusnahan
d) tindakan paksa pencegahan kelahiran terhadap kelompok.
e) pemindahan paksa anak-anak dari kelompok tertentu kepada kelompok
lain.
Menurut Konvensi Genosida Tahun 1948 kelompok yang dapat
menjadi sasaran genosida adalah kelompok rasial, kelompok religius,
kelompok nasional, dan kelompok etnis yang mempunyai berbagai macam
kriteria. Keenam kriteria ini adalah sebagai berikut.
a) Kelompok itu memiliki nama sendiri sebagai cerminan indentitas
kolektif.
b) Mereka yang menjadi anggota kelompok itu meyakini bahwa mereka
berasal dari nenek moyang yang sama.
c) Mereka yang menjadi anggota kelompok itu merasa bahwa mereka
memiliki pengalaman sejarah yang sama.
d) Kelompok itu memiliki budaya yang sama.

6
e) Kelompok itu haruslah merasa memiliki keterkaitan dengan wilayah
tertentu.
f) Para anggota kelompok haruslah menganggap diri mereka sebagai
suatu kelompok

2) Kejahatan Terhadap Kemanusiaan


Istilah “kejahatan terhadap kemanusiaan“ (crimes against
humanity) sebagai suatu kategori dari kejahatan internasional mulai
dikenal didalam joint declaration pemerintah Perancis, Inggris, dan Rusia
pada tanggal 28 Mei 1915.
Pernyataan bersama dari tiga Negara ini dibuat untuk mengutuk
tindakan Turki yang membantai lebih dari satu juta warga turki dari
keturunan Armenia. Oleh pernyataan bersama itu, tindakan pembantaian
terhadap orang-orang Armenia itu disebut sebagai “kejahatan terhadap
peradapan dan kemanusiaan” (crimes against civilization and humanity).
Kodifikasi yang lebih jelas terhadap tindakan yang tergolong
sebagai “kejahatan terhadap peradaban dan kemanusiaan” ini selanjutnya
dimuat di dalam Konstitusi Mahkamah Kejahatan Perang Nurnberg yang
dibentuk di penghujung Perang Dunia II. Seraya menegaskan bahwa
“kejahatan terhadap kemanusiaan” merupakan hukum internasional yang
berkembang melalui kebiasaan, Konstitusi Mahkamah Nuremberg
menyatakan bagwa “kejahatan terhadap kemanusiaan” mencakup
tindakan-tindakan, “…..murder, extermination, enslavement, deportation,
and another in humaneacts committed agains any civilian population,
before or during the war, or persecution on political, racial or religious
grounds in execution of or in connection with any crime within the
jurisdiction of the tribunal, whether or not in violation of the domestic law
of the country where perpetrated”.
Dalam Statuta Roma 1998 terdapat perluasaan pengaturan
pengertian tentang kualifikasi kejahatan dalam perkosaan yaitu diperluas
juga dengan perbudakan seksual, prostitusi paksa, kehamilan paksa,
sterilisasi paksa, ataupun bentuk lain dari kekerasan seksual yang sama
berat. Penulis menyatakan pendapat bahwa kejahatan kemanusiaan

7
merupakan perbuatan dengan sengaja sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematis ditujukan terhadap penduduk sipil, dan
kejahatannya tersebut antara lain :
a. Pembunuhan
Yaitu serangan yang ditujukan terhadap penduduk sipil yang dapat
diartikan bahwa sebagaiman perbuatan tersebut terdiri dari serangkaian
tindakan yang berkaitan dengan atau merupakan tindak lanjut dari
kebijakan suatu negara ataupun organisasi internasional untuk
melakukan kejahatan pembunuhan tersebut.

Gambar 1. Ilustrasi Pembunuhan


b. Permusnahan
Dalam hal ini pemusnahan dapat diartikan sebagai tindakan yang
juga meliputi penerapan kondisi tertentu yang bersifat mengancam
kehidupan secara sengaja, antara lain berupa mengahambat akses
terhadap makanan, dan juga obat-obatan yang diperkirakan dapat
membawa kehancuran bagi sebagian etau seluruh penduduk.

Gambar 2. Ilustrasi Permusnahan

c. Perbudakan

8
Perbudakan dapat diartikan sebagai segala bentuk pemaksaan
kehendak terhadap obyek yang berupa orang, termasuk tindakan
menyangkut obyek tersebut, khususnya perempuan dan anak-anak.

Gambar 3. Ilustrasi Perbudakan

d. Deportasi
Deportasi ataupun pemindahan paksa yang dalam hal ini dikenakan
terhadap penduduk dapat diartika sebagai tindakan yang merelokasi
penduduk melalui pengusiran atau cara kekerasan lain dari tempat
dimana penduduk tersebut secara sah berada, tanpa dasar yang bisa
dibenarkan oleh hukum internasional.

Gambar 4. Ilustrasi Deportasi


e. Penyiksaan
Menurut Arie Siswanto (2005 : 63) penyiksaan yaitu pengenaan
rasa sakit atau npenderitaan fisik maupun mental secar sengaja atas
seseorang yang ditahan atau berada di bawah kekuasaan pelaku. Meski
demikian rasa sakit atau penderitaan yang bersifat inheren, incidental,
atau semata-mata muncul dari pengenaan sanksi yang sah tidak dapat
diketegorikan sebagai penyiksaan.

9
Gambar 5. Ilustrasi Penyiksaan

f. Pemerkosaan
Dalam hal ini dapat dicontohkan kehamilan secara paksa yang
bertujuan untuk mendapatkan etnis baru dan memusnahkan etnis lama
yaitu penyekapan secara tidak sah atas seorang perempuan yang dibuat
hamil secara paksa, dengan maksud mempengaruhi komposisi etnis
suatu populasi. Namun hal tersebut tidak dapat ditafsirkan
mempengaruhi hukum nasional yang menyangkut kehamilan.

Gambar 6. Ilustrasi Pemerkosaan

Kesimpulan
Seringkali, banyak penjahat adalah pelanggar berulang yang melakukan
kejahatan berulang kali karena hukuman yang ringan. Seringkali hukuman mati
ditentang semata-mata atas dasar kemanusiaan pelaku, tanpa memperhatikan
kemanusiaan korban itu sendiri, keluarganya, orang-orang terkasih atau
masyarakat yang bergantung pada korban. Terdapatnya ketentuan HAM sebagai
dasar pelaksanaan dan pemenuhan hak-asasi manusia. Yang menjadi

10
permasalahan pandangan HAM terhadap hukuman mati karena pada intinya
hukuman mati adalah penghilangan nyawa seseorang.
Pemahaman terhadap pandangan dan doktrin tersebut diharapkan dapat
menjadi sandaran dalam membangun dan memecahkan permasalahan penelitian
Pada hakikatnya, hukuman mati adalah hukuman untuk mencabut nyawa
terpidana. Jadi, mencabut nyawa penjahat berarti mencegah penjahat melakukan
kejahatan berulang atau lainnya. Artinya, mereka yang menggunakan hukuman
mati merasa aman dan terlindungi dari gangguan jahat para pelakunya.

Ucapan Terima Kasih


Para Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (BELMAWA) Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah memberikan
fasilitas pendanaan dalam bentuk Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2023.
Selain itu, para penulis berterima kasih kepada Universitas PGRI Madiun, kawan
seperjuangan Prodi Hukum, dan Bapak-Ibu Dosen dalam penyelesaian PKM-AI
ini.

Kontribusi Penulis
Penulis pertama berugas mengkoordinator dan penanggung jawab seluruh
proses dan kegiatan, melalukan tahap observasi untuk pengumpulan data awal
serta merancang kegiatan untuk penelitian di lapangan. Penulis dua sampai kelima
melakukan tahap pengumpulan data dan melakukan penelitian penganalisisan
data. Dosen pendamping selaku penulis keenam melakukan peninjauan kembali
terhadap pelaksanaan penelitian di lapangan serta memberi arahan riset, desain
penelitian, dan proofreading naskah.

11
Daftar Pustaka

Andi Hamazah, (tim), Laporan Akhir Tim Pengkaji yang diketuai tentang “Efektivitas
Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia”, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman RI, tahun 1989/1999.

Afif Hasbullah. 2005. Politik Hukum Ratifikasi Konvensi Ham Di Indonesia Upaya
Mewujudkan Masyarakat Yang Demoktatis. Lamongan : UNISDA.

Andi Hamzah dan Sumangelipu.1985. Pidana Mati di Indonesia dii Masa Lalu, Kini, dan di
Masa Depan. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Anonim. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right)
1948

Arie Siswanto. 2005. Yuridiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional. Bogor : Ghalia
Indonesia.

Barda Nawawi, Pembaharuan Hukum Pidana, Dalam Prespektif Kajian Perbandingan, Citra
Aditia Bakti, 2005.

Djoko Prakoso. 1987. Masalah Pidana Mati (Soal Jawab). Jakarta: Bina Aksara

Harun Alrasid, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-PRESS), 2004.

12
Lampiran-lampiran

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota


A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Ristatantia Prameswari


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIM 2106101023P
5 Tempat dan Tanggal Lahir Surabaya,04 Januari 2001
6 Alamat Email ristantia.p@yahoo.com
7 Nomor Telepon/HP 081328383024
B. Kegiatan Kemahasiswaan yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1 Badminton Anggota 2022 – Gor Cendekia
2
3
C. Penghargaan yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan PKM-AI.

Madiun, 27 Februari 2023


Anggota,

(Ristantia Prameswari)

13
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap
Zainal Arifin
2 Jenis Kelamin Laki – Laki
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIM 2206101046
5 Tempat dan Tanggal Lahir
Bojonegoro,20 November 2002
6 Alamat Email zainalrastafar@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP
085735300405
B. Kegiatan Kemahasiswaan yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1
2
3
C. Penghargaan yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan PKM-AI.

Madiun, 27 Februari 2023


Anggota,

(Zainal Arifin)

14
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap
Nugraha Panca Satria
2 Jenis Kelamin Laki – Laki
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIM 2206101050
5 Tempat dan Tanggal Lahir
Madiun, 08 Maret 2003
6 Alamat Email nugrahasatriaaja@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP
085604635467
B. Kegiatan Kemahasiswaan yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1
2
3
C. Penghargaan yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan PKM-AI.

Madiun, 27 Februari 2023


Anggota,

(Nugraha Panca)

15
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap
Nadia Avissa Stefany
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIM 2206101050
5 Tempat dan Tanggal Lahir
Madiun, 26 Mei 2003
6 Alamat Email Nadiaavissa26@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP
081216191005
B. Kegiatan Kemahasiswaan yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1
2
3
C. Penghargaan yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan PKM-AI.

Madiun, 27 Februari 2023


Anggota,

(Nadia Avissa Stefany)

16
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap
Moch. Dimas Shodiq Syarifudin
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIM 2206101003
5 Tempat dan Tanggal Lahir
Madiun, 17 Oktober 2003
6 Alamat Email Shodiqsyarifudin6@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP
085858331436
B. Kegiatan Kemahasiswaan yang Sedang/Pernah Diikuti

No Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1
2
3
C. Penghargaan yang Pernah Diterima

No Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun


1
2

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian
dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pengajuan PKM-AI.

Madiun, 27 Februari 2023


Anggota,

(Moch. Dimas Shodiq Syarifudin)

17
Lampiran 2. Biodata Dosen Pendamping

18
19
20
Lampiran 3. Kontribusi ketua, anggota, dan dosen pendamping

No Nama Posisi Penulis Bidang Ilmu Kontribusi


1 Ristantia Penulis Ilmu Hukum Koordinator dan penanggung
Prameswari Pertam jawab seluruh proses dan
a kegiatan, melalukan tahap
observasi untuk
pengumpulan data awal
2 Nadia Avissa Penulis Kedua Ilmu Hukum Merancang kegiatan untuk
Stefany penelitian di lapangan
3 Nugraha Penulis Ilmu Hukum Melakukan tahap
Panca Satria Ketiga pengumpulan data

4 Moch. Penulis Ilmu Hukum Melakukan penelitian


Dimas keempa penganalisisan data
Shodiq t
5 Zainal Penulis Ilmu Hukum Melakukan
Arifin Kelima peninjauan kembali
terhadap pelaksanaan
penelitian di
lapangan
6 Nizzam Penulis Ilmu Hukum Memberi arahan
Zakka Keena riset, desain
Arizzal, m/Penu penelitian, dan
S.h.,M.K.n lis penyelesaian naskah.
Koresp
ondensi

21
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Pelaksana

SURAT PERNYATAAN KETUA TIM PELAKSANA

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama Ketua Tim : Ristantia Prameswari
Nomor Induk Mahasiswa : 2106101023P
Program Studi : Hukum
Nama Dosen Pembimbing : Nizam Zakka Arrizal, S.H., M.K.n
Perguruan Tinggi : Universitas PGRI Madiun

Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-AI saya dengan judul “Urgensi Penjatuhan
Hukuman Mati Terhadap Pelaku Kejahatan dan Relevansinya Dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia” yang diusulkan untuk tahun anggaran 2023 adalah asli karya kami dan belum
pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan
seluruh biaya yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.

Madiun, 27 Februari 2023


Yang Membuat Pernyataan,

Ristantia Prameswari
NIM. 2106101023P

22
Lampiran 5 Surat Pernyataan Sumber Tulisan PKM-AI

SURAT PERNYATAAN SUMBER TULISAN PKM-AI

Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:

Nama Ketua Tim : Ristantia Prameswari


Nomor Induk Mahasiswa : 2106101023P
Program Studi : Hukum
Nama Dosen Pembimbing : Nizam Zakka Arrizal, S.H., M.K.n
Perguruan Tinggi : Universitas PGRI Madiun

1) Menyatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota tim lainnya benar
bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan:
- Sumber tulisan dari hasil kegiatan yang telah dilakukan berkelompok oleh tim
penulis, yaitu: Ristantia Prameswari, Nadia Avissa Stefany, Nugraha Panca
Satria, Moch. Dimas Shodiq, Zainal Arifin, Nizam Zakka Arrizal.
- Topik Kegiatan: Urgensi Penjatuhan Hukuman Mati Terhadap Pelaku
Kejahatan Dan Relevansinya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
- Tahun dan Tempat Pelaksanaan : 2023 di Universitas PGRI Madiun
2) Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding maupun
jurnal sebelumnya dan diikutkan dalam kompetisi.
3) Kami menyatakan kesediaan artikel ilmiah ini dipublish di e-Journal Direktorat
Belmawa Kemendikbud-Ristek.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan pihak manapun
juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Madiun, 27 Februari 2023


Yang Membuat Pernyataan,

Ristantia Prameswari
NIM. 2106101023P

23

Anda mungkin juga menyukai